Selasa, 22 Maret 2016

MENGHORMATI YESUS SEBAGAI RAJA

MENGHORMATI YESUS SEBAGAI RAJA
Markus 15:16-20a
(Matius 27:27-31; Yohanes 19:2-3)

Bapak/ ibu yang kekasih,
Di hari yang ketiga ini kita masih membahas masalah pengadilan Tuhan Yesus di hadapan Pilatus. Kita melihat saudara, sepertinya proses pengadilan yang dijalani oleh Tuhan Yesus di hadapan Pilatus dijalaniNya dalam waktu yang cukup panjang. Terlebih lagi pengadilan Pilatus bukan didasari oleh penyidikannya yang objektif terhadap persoalan yang terjadi. Tetapi lebih kepada menuruti keinginan orang banyak yang terus-menerus meneriaki agar Tuhan Yesus segera disalibkan. Hal ini dapat kita lihat dari sikapnya dalam membebaskan Barabas.
Saudara persetujuan yang diberikan oleh Pilatus dalam babak akhir persidangannya lebih merupakan sikap seorang pengecut yang lari dari tanggung jawabnya. Karena itu, kalau kita mencermati lebih dalam sebenarnya bukan Pilatus yang mengadili Tuhan Yesus, sebaliknya pengadilan itu lebih diatur oleh keinginan orang banyak.
Usai mendapatkan putusan menerima hukuman mati, dengan cara disalibkan inilah, Pilatus menyerahkan Tuhan Yesus ke tangan para serdadunya. Jadi saudara, saat salib Tuhan Yesus sedang dipersiapkan oleh para serdadu, kesempatan inilah yang dipakai mereka untuk mempermainkan Tuhan Yesus.
Saudara, perhatikan ayat ke-16: disana dikatakan: “Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul.”
Tuhan Yesus dibawa oleh para serdadu ke dalam gedung pengadilan. Sebuah tempat yang lebih dikenal dengan sebutan Praetorium atau tempat tinggal Gubernur, tepatnya markas besarnya. Disanalah para serdadu itu berkumpul mengelilingi Tuhan Yesus. Bagaikan sebuah pertunjukan yang sedang dipertontonkan kepada seluruh orang banyak.
Namun saudara, yang sangat membuat kita menjadi miris adalah gedung pengadilan yang seharusnya menjadi tempat Tuhan Yesus mendapatkan keadilan justru menjadi saksi terjadi pelecehan dan penganiaya yang diterima Tuhan kita.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Para serdadu Romawi itu pastinya sudah mengetahui bahwa Yesus tidak bersalah, sebab mereka juga mendengar bagaimana Pilatus memberikan putusan atas pengadilannya. Demikianlah dijelaskan dalam penyidikannya Pilatus bahwa ia tidak mendapati suatu kesalahan pun padaNya (Band. Markus 15:14).
Akan tetapi saudara, para serdadu ini sepertinya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sempit itu. Dalam persiapan penyaliban Tuhan Yesus, mereka mempermainkan Yesus sebagai Raja orang Yahudi, sebab mereka juga pernah mendengar orang-orang mengejek Yesus dengan sebutan itu dan Pilatus juga berkata demikian (Markus 15:2).
Kita melihat saudara, perlakukan yang diterima Tuhan kita merupakan perlakukan yang di luar prikemanusiaan. Tuhan Yesus diperlakukan layaknya binatang buruan yang dipermainkan kawanan pemburu, lengkap dengan anjing pemburu mereka. Lagi pula, kelakuan sadis para serdadu Romawi seperti ini memang sudah dikenal dimana-mana.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kalau kita mau membandingkan, barangkali dari semua yang telah terjadi atas diriNya, kejadian yang satu ini tidaklah begitu menyakitkan Yesus. Sebab kita tahu, tindakan-tindakan orang Yahudi atas Tuhan Yesus dilakukannya dengan penuh rasa kebencian (Markus 15:10).
Dengan demikian, kita melihat saudara, perbuatan para serdadu memang kejam, tetapi itu bukanlah perbuatan yang didasari oleh rasa benci. Bagi mereka, Tuhan Yesus tidak lebih seseorang yang akan disalibkan, dan mereka melakukan sebuah pantomime seolah-olah Yesus raja dan menyembahNya tanpa kebencian sedikit pun, tetapi sebagai sebuah olok-olokan besar.
Beberapa penafsir mengatakan: para serdadu ini memuaskan diri dalam kelakar yang kasar, tetapi tidak seperti orang Yahudi dan tidak seperti Pilatus, sebab mereka bertindak dalam ketidaktahuannya tentang jati diri Tuhan Yesus.”
Dalam sandirwara yang dibuat para serdadu ini, mereka melepaskan baju yang dikenakan Tuhan Yesus (Matius 27:27) dan kemudian mengenakan jubah ungu pada Yesus (yaitu warna yang biasa dipakai para raja), kemudian mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya (Markus 15:17). Sesudah itu mereka berpura-pura menyembah Dia.
Kelakuan mereka inilah yang pada akhirnya membenarkan tulisan Paulus kepada jemaat di Korintus, yaitu bahwa “Pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa” (1 Korintus 1:18). Faktanya saudara, tindakan mereka memang didasari oleh ketidak-mengertian mereka akan rencana Allah yang Mahakuasa yang merelakan untuk mengutus Putra TunggalNya mati bagi manusia. Sebab bagi mereka, raja yang sebenarnya hanya satu, yaitu Herodes Antipas. Karena itu perlakukan mereka tidak lebih karena mereka menyangka bahwa Yesus adalah seorang pendusta atau seperti orang gila, sehingga mereka mempermainkan Dia.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dikatakan, dalam permainan yang dibuatnya, para serdadu ini mengenakan jubah ungu kepadaNya. Tidak jelas, dari mana para serdadu ini mendapatkan jubah ungu. Sementara kita tahu, jubah yang dipakai serdadu umumnya adalah berwarna merah.
Saudara, untuk menyingkronkan akan hal ini, seorang penafsir menuliskan: Memang jubah serdadu Romawi itu berwarna merah, namun karena jubah itu termakan waktu, bisa jadi warna ini pada akhirnya memudar menjadi ke ungu-unguan”.
Dari sini, kita mendapatkan satu gambaran, bahwa para serdadu Romawi ini bukan memakaikan sebuah kain baru yang berwarna ungu, tetapi lebih kepada kain usang milik seorang serdadu. Hingga jika kita kaitkan dengan konteks bacaan kita, mereka memang hanya mau mengolok-olok Tuhan Yesus seolah-olah sebagai Raja orang Yahudi karenanya mereka mengenakan kain ungu kepadaNya (Yohanes 19:2).
Lebih lagi penghinaan ini, sudah pernah dilakukannya sebelumnya dalam pengadilan yang dilakukan Herodes Antipas. Dalam Lukas 23:11 dijelaskan bahwa Herodes Antipas dan pasukannya menista dan mengolok-olok Dia, dan mengenakan jubah kerajaan pada-Nya. Setelah itu ia menyerahkan Tuhan Yesus kembali kepada Pilatus.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Peristiwa ini tidak berhenti sampai disini. Bukan hanya jubah lusuh yang diberikan kepada Tuhan Yesus. Serdadu Romawi ini juga menganyam sebuah mahkota duri yang dipakaikan di kepalaNya (Markus 15:17). Mungkin para serdadu menganggap karena Yesus mengaku sebagai “raja” maka mereka memutuskan menganyam sebuah mahkota duri.
Seandainya mereka menganyam sebuah mahkota jerami atau semacam gelagah, itu pun sudah cukup untuk mengolok-olokNya. Akan tetapi, hal itu tidaklah cukup memuaskan hasrat mereka dalam bermain. Karena itu sifat serdadu Romawi yang iseng, melengkapi penderitaan Tuhan Yesus.
Kristus mengenakan mahkota duri yang patut dikenakan kepada kita, supaya kita bisa memakai mahkota kemuliaan yang seharusnya Dia kenakan. "mahkota duri" Secara tradisional ini telah dianggap sebagai suatu modus penyiksaan dimana duri tersebut ditekan ke dalam alis Yesus.
Saudara, kita lihat kalau awalnya orang-orang Yahudi mencemoohkan Tuhan Yesus karena pengakuanNya sebagai nabi (Matius 26:67-68), dan kini orang-orang bukan Yahudi pun mencemoohkan pengakuanNya sebagai Raja.
Mahkota duri melukiskan sifat Yesus sebagai Raja atas kesengsaraan, Raja atas kesusahan, Raja atas kehinaan dan rasa malu, sebab Yesus telah mengalami semua itu. Dengan sabar dan dengan berdiam diri Tuhan Yesus tidak membalas sedikit pun, sebaliknya Ia rela menjalani semuanya. Karena Ia sadar, untuk itulah Dia datang, untuk itulah Ia harus menanggung semuanya.
Demikianlah firman Tuhan mengatakan dalam 1 Petrus 2:23: “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki, ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerah-kannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil”.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Dalam ayat 18-19 kita mendapati bagaimana para serdadu ini bukan hanya melecehkan dalam bentuk fisik. Tetapi mereka juga melecehkan Tuhan Yesus secara psikis. Kata kerja dalam teks Yunani dari ayat-ayat ditulis dalam bentuk Imperfect Tenses, yang berarti sebuah tindakan yang telah dilakukannya berulang-ulang.
Dengan kata lain, sepertinya para serdadu ini berulang-ulang memberi hormat, berulang-ulang memukul kepalaNya, berulang-ulang meludahi-Nya dan berulang-ulang pura-pura berlutut dihadapanNya. Dari sini kita mendapatkan satu gambaran bagaimana kuasa-kuasa dari neraka sepertinya sedang bersenang-senang di halaman istana Pilatus.
Saudara, bukan tanpa alasan bahwa penghinaan-penghinaan tambahan ini diceritakan. Kita tahu saudara bahwa kejadian ini bukanlah sejenis pertunjukan yang lucu, yang sepatutnya ditertawakan. Tetapi itulah yang terjadi pada Tuhan kita Yesus Kristus.
Semua ini dilakukanNya demi keselamatan umat manusia yang berdosa. Pada waktu Allah membiarkan AnakNya yang Tunggal terhadap setiap jenis celaan. Maka pertama-tama kita harus memikirkan apa yang layak kita dapatkan? Bukankah seharusnya kitalah yang ada disana? Dan menerima penghinaan yang seperti itu?
Tetapi justru karena kasihNya yang besar, semua itu tidak dibiarkanNya diperbuat bagi kita, sebab dengan cara demikianlah, maka Ia telah melunasi hutang dosa serta penebusan yang dipersembahkan Kristus bagi kita. Karena kasihNya, Ia datang untuk melayani dan menyelamatkan manusia berdosa. Maka Ia rela menerima semua ini demi tujuan yang luhur tersebut. Hal ini saudara seharusnya dapat membangkitkan keyakinan pengharapan akan keselamatan yang telah kita terima dari padaNya.
Sama seperti mahkota yang dipakaikan bukanlah mahkota sungguh-sungguh tetapi mahkota duri (Markus 15:17), bahkan Matius menambahkan bahwa para serdadu Romawi itu memberikan kepadaNya sebuah tongkat kerajaan, tetapi bukanlah tongkat kerajaan yang sungguh-sungguh melainkan hanyalah sebatang buluh (Matius 27:29), maka jelaslah tindakan para serdadu lebih kepada tindakan pelecehan yang sangat tidak manusiawi. Tetapi semua itu dilakukannya karena mereka tidak tahu jati diri Tuhan Yesus yang sesungguhnya.
Bagaimana dengan kita saudara? Seringkali dalam kehidupan kekristenan kita, terkadang kita pun menemukan, sikap-sikap yang seolah-olah kita mirip dengan para serdadu ini. Banyak orang Kristen yang kelihatannya pandai memuji Tuhan, pandai berdiskusi soal teologi, tetapi sejatinya, dalam kehidupan praktis mereka sendiri, mereka tidak menghormati Tuhan Yesus sebagai Tuhan atas kehidupannya. Sebab kehadiran Kristus sebagai Raja dalam kehidupan mereka, hanya mereka terima dalam alam pikiran saja.
Karenanya tidak heran saudara, mereka seringkali kompromi dengan dosa sehingga kehidupan mereka tidak menjadi berkat bagi sesama anak Tuhan tetapi menjadi batu sandungan. Inikah yang dinamakan kekristenan yang dikehendaki Tuhan? 
Karena itu, biarlah melalui perenungan kita kali ini, kita dapat diingatkan sampai sejauh mana kita menjunjung tinggi Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat pribadi kita? Dan dalam rupa yang bagaimana kita menempatkan Yesus sebagai Raja kita? Kalau memang kita menghormati Tuhan Yesus sebagai Raja kita satu-satunya yang memerintah kehidupan kita, sejatinya kita akan lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kehidupan kita. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar