Senin, 27 Juni 2016

KONSEP SEBUAH PELAYANAN

KONSEP SEBUAH PELAYANAN
Matius 20:20-28
(Markus 10:35-45)

Kaum muda yang kekasih dalam Tuhan,
Ketika kita melihat perilaku anak-anak yang masih kecil, seringkali membuat kita merasa gemas terhadap mereka. Walaupun terkadang tindakan-tindakan mereka yang menurut pandangan umum adalah tindakan yang keliru, namun kita memaklumi tingkah mereka sebab kita berpikir, mereka masih kecil, dan mereka tengah dalam tahap pertumbuhan. Sepertinya kita sepakat bahwa mereka belum sepenuhnya mengerti dengan apa yang dilakukannya.
Akan tetapi, masalahnya menjadi berbeda, ketika kita melihat sikap kekanak-kanakan seseorang terus terbawa sampai orang itu menjadi dewasa. Sikap yang tadinya menurut kita lucu dan menggemaskan, bisa membuat kita menjadi muak melihatnya. Mengapa saudara? Karena secara umum, perubahan fisik yang dialami oleh seseorang seharusnya dibarengi dengan pertumbuhan mental dan spiritualnya. Rasanya semua orang menyenangi masa anak-anak, tetapi sikap kekanak-kanakan adalah sesuatu yang berbeda.
Saudaraku,
Di dalam perikop yang kita baca ini, kita perhadapkan dengan satu kondisi dimana murid-murid bertengkar tentang sebuah kedudukan dalam pelayanan. Sikap kekanak-kanakan itulah yang diperlihatkan oleh para murid ketika mempertengkarkan siapa yang lebih besar, siapa yang paling pantas untuk memimpin, di antara mereka. Yang sepertinya masing-masing haus akan sebuah kepemimpinan, mereka ingin berada di posisi yang tertinggi. Sebab mereka berpikir kepemimpinan yang mereka dapatkan, akan membawa mereka untuk lebih disegani banyak orang, jabatan yang mereka dapatkan akan lebih dihormati banyak orang. Inilah konsep-konsep yang dunia tawarkan, dimana dunia menekankan “aku” sebagai pusat perhatian. “Aku” harus ditinggikan. Jika kamu menghargai “aku” maka “aku” pun akan menghargai kamu. Sehingga kepemimpinan merupakan wahana untuk memuaskan kepentingan dan ambisi pribadi.
Dijelaskan di awal perikop, saat Tuhan Yesus sedang mengajar murid-muridNya tentang pemberitahuan ketiga tentang penderitaan Yesus, datanglah ibu anak-anak Zebedeus mendekati Yesus dan bersujud kepadaNya. Nama ibu anak-anak Zebedeus ini adalah Salome. Saudara, kedatangan ibu anak-anak Zebedeus ini sebenarnya adalah sesuatu yang wajar. Sebab ia memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan Yesus. Ia adalah saudara perempuan Maria, ibu Yesus. Jadi, Yakobus dan Yohanes adalah saudara sepupu Yesus. Itulah sebabnya mereka merasa bahwa dengan hubungan yang begitu dekat itu, mereka berhak mendapatkan tempat khusus dalam KerajaanNya. Rasanya baik di Palestina maupun di Indonesia, hubungan darah sangat berarti. Kolusi dan Nepotisme untuk mendapatkan sebuah jabatan rasanya juga sangat kental kita dengar dalam kehidupan kita. Ada banyak kasus kita melihat betapa mudahnya mendapatkan pekerjaan jika ada “orang dalam” dalam perusahaan itu. Terlebih lagi, untuk posisi yang menggiurkan.
Saudara, Ibu anak-anak Zebedeus ini berkata kepada Tuhan: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam KerajaanMu, yang seorang disebelah kanakMu dan yang seorang disebelah kiriMu” (Ayat 21). Kita melihat, Yohanes dan Yakobus sepertinya juga memiliki ambisi pribadi dalam mengikut Yesus, sekalipun hal itu diungkapkan oleh ibunya. Mereka masih berpikir tentang upah pribadi dan kepentingan pribadi yang bakal mereka dapatkan. Mereka masih berpikir tentang kesuksesan pribadi tidak harus disertai dengan pengorbanan pribadi. Lagi pula, mereka berpikir kedekatan hubungan dengan Tuhan Yesus sebagai pemimpin dan Guru mereka, pastinya akan memudahkan mereka untuk menerima kuasa kepemimpinnan yang dimiliki Yesus. Paling tidak pamor yang dimiliki Tuhan Yesus setidaknya dapat menaikkan rating mereka dimata dunia.
Kaum muda yang kekasih,
Setiap kita harus tahu bahwa kebesaran yang sejati bukanlah soal kepemimpinan, kekuasaan, atau prestasi perorangan yang tinggi, melainkan sikap hati yang dengan sungguh-sungguh ingin hidup bagi Allah dan bagi sesama manusia. Keagungan sejati tidak terletak dalam kekuasaan, melainkan dalam pelayanan; bahwa dalam setiap bidang keagungan itu ada harga yang harus dibayar.
Dengan demikian, hal yang terpenting dalam Kerajaan Allah adalah melayani dan menjadi berkat, bukan dilayani dan mendapatkan keuntungan pribadi. Padahal saudara, Tuhan Yesus telah memperlihatkan banyak teladan melalui kehidupanNya, namun murid-muridNya masih belum memahami bahwa kebesaran dalam Kerajaan Allah itu diukur melalui pelayanan yang dilakukan. Murid-murid belum mengerti bahwa orang yang lebih dihargai dalam pandangan Allah adalah orang yang menempatkan diri sebagai hamba.
Namun kalau kita melihat kenyataan yang ada, kepemimpinan sebagai hamba yang telah diperagakan oleh Tuhan Yesus melalui seluruh kehidupan-Nya di bumi itu belum bisa diteladani oleh para pemimpin gereja pada masa kini. Karena itu sungguh menyedihkan saudara, kalau hari ini ada banyak orang mau melayani namun masih mempertimbangkan apa keuntungan yang bakal diperolehnya? Masih banyak orang Kristen yang mau melayani bila mendapat jabatan sebagai majelis gereja atau sebagai pengurus komisi dan tidak lagi melayani bila masa jabatannya berakhir? Bukankah masih banyak orang Kristen yang memakai siasat dan cara-cara yang kurang terpuji untuk menjatuhkan "saingan" agar dirinya bisa mendapat suatu kedudukan tertentu? Bukankah masih banyak orang Kristen yang lebih suka "tampil" di depan umum daripada melayani secara diam-diam?
Karena itu Tuhan Yesus berkata: “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” (Ayat 22). Secara tidak langsung Tuhan Yesus hendak memberikan satu pemahaman yang benar kepada keduanya tentang proses yang harus dilalui, yakni harga yang harus dibayar untuk mencapai posisi tersebut. Sebab selama ini, mereka hanya berorientasi pada “hasil” dan mengabaikan “proses” yang harus dilewati.
Tindakan Yohanes dan Yakobus dengan ibu mereka yang meminta agar kelak Yohanes dan Yakobus bisa duduk di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus menunjukkan bahwa mereka belum memahami tentang pemimpin yang sesungguhnya dalam Kerajaan Allah, sebab itu mereka rakus akan kekuasaan.
Lagi pula dibalik permintaan kedua murid itu tersembunyi kesombongan, suatu kecongkakan demi kepentingan diri sendiri, sikap memandang rendah saudara mereka, dan keinginan sombong akan kehormatan dan kedudukan yang lebih tinggi. Semua keinginan tersebut di dorong oleh karena adanya rasa takut, sikap manja dan kepribadian yang belum matang dalam diri mereka.
Kaum muda yang kekasih,
Jangan kita berfokus kepada apa yang akan kita peroleh, namun mari kita kerjakan apa yang menjadi bagian kita, dan menerima konsekuensi dari apa yang akan kita kerjakan dalam pelayanan ini. Sebab jika kita melihat lebih seksama, Tuhan Yesus bukannya tidak memberi upah disurga, sebaliknya Ia berkata: “tetapi hal duduk disebelah kanakKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu telah menyediakannya" (ayat 23). Dengan kata lain, bagian kita adalah mengerjakan panggilan kita, dan bagian Tuhan adalah menyediakan upah bagi mereka yang diperkenan Bapa. Jadi mari lebih dahulu kita kerjakan panggilan pelayanan ini, karena upah yang di surga memang sudah disediakan Bapa bagi mereka yang setia kepadaNya.
Jadi pelayanan bukan pertama-tama berbicara tentang apa yang akan kita dapat, tapi pelayanan berbicara apa yang harus kita tanggung dalam pelayanan yang kita kerjakan. Pertanyaannya, "Beranikah kita membayar harga untuk pelayanan yang kita lakukan?"
Tuhan Yesus menyadari ketegangan yang timbul diantara murid-muridNya. Oleh sebab itu Ia mengumpulkan murid-muridNya dan memberikan penjelasan yang benar mengenai konsep sebuah pelayanan. Jawab Yesus Kristus atas permintaan ini yang ditujukan bukan kepada sang ibu, tetapi kepada kedua putranya yang mendorongnya untuk mengajukan permintaan itu. Jawab Yesus sangat halus. Kedua murid dikuasai oleh keinginan kuat yang keliru akan tetapi Tuhan Yesus memimpin mereka ke jalan yang benar dengan roh lemah lembut.
Permintaan Yakobus dan Yohanes dengan sendirinya mengusik para murid yang lain. Dari sini kita mendapatkan satu kenyataan bahwa Yohanes dan Yakobus bukanlah orang-orang kudus yang super. Sebaliknya mereka hanya dipanggil, diperlengkapi dan digunakan oleh Allah.
Kesepuluh murid lain yang sejak tadi mendengarkan dialog itu menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Kemarahan kesepuluh murid juga bukan karena sudah paham akan maksud Yesus. Sebab mereka tidak mengerti mengapa kedua kakak beradik ini harus mencuri langkah, walaupun mereka saudara sepupu Tuhan Yesus. Mereka juga tidak mengerti mengapa kedua orang itu harus dibiarkan menuntut kedudukan istimewa. Kemarahan mereka juga adalah dalam rangka memperebutkan jabatan tersebut, hanya saja dengan cara yang lain yaitu “cari muka”. Karena sejujurnya, kesepuluh murid itu juga tidak rela tanpa mendapat posisi empuk. Sungguh, mereka semua hanya berpikir tentang jabatan dunia, padahal Yesus tidak pernah menjanjikan jabatan dunia kepada para murid untuk itu.
Kita melihat saudara, bahwa Tuhan Yesus tahu apa yang terkandung dalam benak mereka. Karenanya Ia tidak menyurutkan ambisi untuk memperoleh kebesaran, tetapi Ia mendefinisikan keagungan yang sejati sebagai pelayanan dan kemurahan hati. Ia berbicara kepada mereka dalam kalimat yang merupakan dasar utama dalam kehidupan kristiani.
Tuhan Yesus mengoreksi pandangan tersebut. Dia mengajukan cara pandang yang menjungkirbalikkan perspektif para murid. Kepemimpinan sejati tidak berfokus pada diri sendiri, tetapi pada kesejahteraan orang lain. Bekal utamanya ialah kerendahan hati dan kesediaan untuk melayani sesama. Seorang pemimpin akan rela menyingkirkan kepentingan pribadinya demi memberikan sumbangsih yang bermakna bagi orang banyak. Kepemimpinan, dalam pandangan Yesus, bukan terutama mengacu pada kedudukan, melainkan pada sikap dan motivasi hati.
Di dunia, Yesus mengatakan bahwa memang benar, orang yang besar adalah orang yang berkuasa atas orang lain; orang yang perintahnya harus dipatuhi oleh yang lain; orang yang mampu menggerakkan orang lain hanya dengan gerakan tangannya.
Agar para murid mengerti akan visi Yesus, maka Yesus menggambarkan pemerintahan yang terjadi di tengah-tengah bangsa-bangsa. Yesus berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka” (Ayat 25). Hal ini memang terjadi di sepanjang zaman. Di dunia ini, orang yang “memerintah” dan “menjalankan kuasa” dipandang sebagai orang yang besar. Karenanya tidak heran jika manusia dunia suka memerintah dan menguasai orang lain. Keinginan tersebut dapat dicapai dengan jabatan yang melekat pada dirinya, sehingga ia dapat memerintah demi kepentingan membesarkan diri. Untuk hal itu, para pemimpin tidak segan-segan menggunakan segala cara, sehingga menambah penderitaan masyarakat. Itulah realita dunia.
Tetapi cara pandang dunia berbeda dengan cara pandang dalam Kerajaan Allah. Yesus tidak menghendaki kerajaan dan pemerintahan dunia, dimana manusia mengalami tekanan dan penderitaan. Berbeda dengan pola kepemimpinan pemerintah bangsa-bangsa yang mengedepankan tangan besi dan kekerasan, maka pola kepemimpian kristiani adalah pola kepemimpinan melayani/ menghamba.
Saudara, Tuhan Yesus menunjukkan teladan dari diriNya sendiri. Dengan kuasa-kuasa seperti yang ada padaNya. Ia bisa saja mengatur keseluruhan hidupNya sesuai dengan keinginan diriNya. Namun, Ia telah menyerahkan diriNya dan mempergunakan semua kuasaNya untuk melayani orang lain. Ia mengatakan bahwa “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Ayat 28). Ini adalah salah satu ungkapan yang agung dalam Injil. Inilah arti dari kebesaran yang ingin dijelaskan Tuhan Yesus, dengan satu maksud setiap orang yang percaya kepadaNya dapat meneladani sikapNya.
Yesus menghendaki kerajaan yang menghadirkan damai sejahtera. Yesus telah mengajarkan dan praktekkan kerajaan seperti itu selama pelayananNya. Yesus telah memberi teladan, dimana ia hadir sebagai seorang hamba. Kepemimpinan yang demikian itulah yang Yesus kehendaki berlangsung di dalam kerajaanNya. Di dalam Kerajaan Tuhan kebesaran seseorang diukur dari seberapa besar kesediaannya melayani terhadap sesama mereka dan semua orang. Dunia memang memandang mereka yang punya kuasa sebagai seseorang yang penting dan terhormat. Tetapi di dalam Tuhan Yesus, hanya pelayanan yang merupakan lambang kebesaran. Kebesaran tidak terletak pada memerintah orang lain untuk melakukan sesuatu bagi kita; melainkan terletak pada melakukan sesuatu bagi orang lain.
Gereja adalah persekutuan milik Tuhan yang dipakai untuk menghadirkan kerajaanNya, dimana orang-orang yang bersekutu di dalamnya mesti saling melayani. Pelayanan yang diperbuat adalah untuk kehendak Tuhan. Setiap anggota harus legowo apabila kehendaknya tidak tercapai. Kehendak Tuhan itu terlihat di dalam kehidupan berjemaat apabila setiap orang merasakan sukacita.
Kita telah dipanggil Tuhan dalam persekutuan jemaatNya, baik sebagai jemaat maupun sebagai pengurus komisi. Tuhan berkenan memanggil kita menjadi hambaNya sebagai pelayan, untuk melakukan kehendakNya, bukan kehendak kita sendiri. Jika kita memaksakan kehendak kita, maka kita bukan lagi hamba tetapi telah menjadi tuan. Umat Tuhan dalam suatu persekutuan harusnyalah melaksanakan pelayanan dengan segala ketulusan dan tidak perlu ada kecewa. Juga, seorang hamba tidak perlu mengatakan kepada tuannya bahwa satu hari itu ia telah bekerja keras, supaya ia mendapat pujian. Itu sudah bagian dari tugasnya sebagai seorang hamba.
Makin besar pelayanan, makin besar pula kehormatan. Yesus menggunakan semacam gradasi, sebuah kekontrasan. Karena itu Ia berkata: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka diantara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Ayat 26). Inilah revolusi kristiani yang menjungkirbalikkan paradigma dunia tentang sebuah kebesaran.
Jadi dalam hal ini saudara, orang percaya hendaknya tidak berusaha untuk meraih kedudukan yang tertinggi dengan maksud untuk menguasai atau memerintah orang lain. sebaliknya mereka harus memberikan diri untuk menolong orang lain, dan khususnya bekerja demi kesejahteraan rohani semua orang. Pelayanan dapat kita lakukan menolong orang-orang kecil, yang mungkin tak bisa membalas karena keterbatasannya. Kita perlu memberi penghormatan dan pelayanan pada setiap orang sekalipun tampilan lahiriah atau kedudukan sosialnya rendah.
Sebab hasrat menjadi yang terbesar dapat mengancam keefektifan kita sebagai murid Tuhan. Hasrat untuk memperoleh kemuliaan diri, seharusnya tidak dimiliki seorang pengikut Yesus. Sebaliknya, milikilah hati seorang hamba, yang berusaha mengutamakan orang lain lebih tinggi daripada kepentingan diri sendiri dan merendahkan diri sendiri, atas dasar kasih kepada Tuhan maka kerajaan Allah sungguh-sungguh hadir dalam kehidupan kita. 
Bagaimana dengan kita saudara? Apakah selama ini, kita berusaha mengejar posisi dan mencari pujian dalam setiap pelayanan yang kita buat, sehingga kita mengincar keuntungan pribadi? Ataukah kita sungguh-sungguh rindu untuk memberkati orang lain, melakukannya yang terbaik seperti untuk Tuhan? Bersediakah kita merendahkan diri sebagai pelayan yang kita buat? Kiranya perenungan ini dapat menjadi berkat. Amin.

Minggu, 12 Juni 2016

JANGAN MENYEBUT NAMA TUHAN ALLAHMU DENGAN SEMBARANGAN

JANGAN MENYEBUT NAMA TUHAN ALLAHMU DENGAN SEMBARANGAN
Ulangan 5:11; Imamat 19:12

Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Pada kesempatan hari ini kita akan membahas tema ketiga dari kesepuluh Hukum yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel. Mari kita membaca nats Alkitab kita dalam Ulangan 5:11 & Imamat 19:12.
Tentu bapak/ ibu masih mengingat setelah dua bulan lamanya, minggu demi minggu setiap hamba Tuhan telah menjabarkan bagaimana hukum pertama dan kedua ini diberikan Tuhan kepada bangsa Israel. Dalam hukum pertama mengajar kita tentang subyek penyembahan manusia satu-satunya adalah Allah dan hanya Allah. Tidak ada yang lain yang dapat menggantikan posisi Allah, sebagai pusat penyembahan yang sesungguhnya dari manusia.
Perintah kedua memberi tahu kita mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang harus kita gunakan ketika kita menyembah Dia. Saudara, Tuhan telah memerintahkan umatNya untuk menyembahNya dan Dia telah memberi tahu mereka hal-hal yang harus mereka lakukan dalam penyembahan. Tuhan Allah juga melarang umat Allah untuk meniru penyembahan yang dilakukan orang-orang yang bukan umatNya. Dari sini kita memahami bahwa segala bentuk usaha manusia untuk mewujud-nyatakan Allah ke dalam suatu media baik itu yang kasat mata ataupun yang tidak kasat mata adalah sebuah penyembahan berhala.
Pada bagian yang ketiga ini saudara, lebih memfokuskan perhatian kita kepada sikap penyembahan kepada Allah, bahwa bangsa Israel dapat menyatakan sikap penyembahan yang benar hanya kepada Allah. Yohanes Calvin mengatakan bahwa “Allah ingin apa pun yang kita pikirkan dan katakan tentang Dia harus menyatakan kemuliaanNya, sesuai dengan keagunganNya yang suci dan meninggikan kebesaranNya. Semua yang Allah perbuat membawa pujian dan hormat bagi namaNya. 
Saudara tidak ada gunanya jika kita menyembah Allah yang benar dengan cara yang benar, namun tanpa adanya sikap hati yang tulus dalam menyembah. Dalam hal inilah Firman Tuhan dalam Yosua 24:14 berkata: “Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus iklas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada Tuhan.” Dengan demikian, hukum yang ketiga ini lebih merupakan sebuah peraturan dan penuntun bagi umat Tuhan dalam beribadah dengan tepat kepada Allah.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kalau kita melihat kembali kebelakang bagaimana bangsa Israel mengenal jati diri Allah, sejak dahulu dan selamanya nama Allah itu kudus. Sejak zaman dahulu, bangsa Yahudi menganggap nama Yahweh dikenal sebagai sebuah nama yang sakral, karena itu bangsa Yahudi tidak berani menyebut namaNya secara langsung. Orang Yahudi begitu menghormati nama Tuhan, itu sebabnya sampai hari ini pun mereka tidak berani menyebut nama Tuhan dengan sembarangan.
Mengapa saudara? Karena di dalam nama Allah terkandung natur, keberadaan, totalitas dan pribadi Allah. Bahkan melalui nama Tuhan kita dapat mengenal Allah dan seluruh atribut-atribut yang Ia miliki. Karena itu, kita tidak boleh menyebut namaNya dengan sembarangan. Bagi bangsa Yahudi, nama Tuhan terlalu suci untuk diucapkan oleh bibir manusia yang penuh dosa. Sehingga kapan saja mereka perlu mengucapkan nama Tuhan (Yahweh), mereka akan menggantinya dengan kata Adonai yang berarti Tuhan. Jika nama tersebut perlu untuk dituliskan, mereka akan mandi terlebih dulu sebelum menulisnya dan menghancurkan pena tersebut setelah dipakai untuk menuliskan kata Yahweh. 
Secara umum nama mengacu pada pribadi, kedudukannya, keadaan yang mempengaruhi dirinya, dan lain sebagainya. Sehingga nama seringkali digunakan untuk mewakili pribadi (Kisah 1:15; Wahyu 3:4). Dalam dunia timur, nama bukanlah sekedar sebutan saja, tetapi merupakan suatu ekspresi dari natur yang memiliki nama tersebut, atau sesuatu yang ditunjuk oleh nama tersebut. Sehingga ketika suatu nama disebutkan, nama tersebut akan mewakili keberadaan dari pemiliknya, atau sesuatu yang ditunjuk oleh nama itu.
Saudara, nama adalah sesuatu yang sifatnya personal dan tidak sama dengan angka, Alkitab bahkan seringkali memakai nama untuk menyatakan lebih dari sekedar identitas. Alkitab mencatat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa sebuah “nama” berhubungan sekali dengan natur pemilik nama tersebut, misal: Adam saat ia memberi nama kepada seluruh binatang sesuai dengan natur mereka (Kejadian 2:19-20). Alkitab juga memberikan alasan mengapa seseorang memiliki nama tertentu; misalnya: Hawa – ibu semua yang hidup (Kejadian 3:20), Kain – anak laki-laki dari Tuhan (Kejadian 4:1), Set – Anak pengganti (kejadian 4:25), Nuh – Anak penghiburan (Kejadian 5:29), Babel – Tuhan mengacau balaukan (Kejadian 11:9), Ismael – Tuhan mendengar jeritanmu (Kejadian 16:11), Ishak – Tertawa (Kejadian 21:6), Esau – Berbulu dan Yakub – Memegang tumit (Kejadian 25:25-26), Musa – Ditarik dari air (Keluaran 2:10), Yesus – Juruselamat (Matius 1:21), dan lain sebagainya. Bahkan Alkitab juga mencatat beberapa orang yang namanya, diganti oleh karena alasan tertentu, seperti Abram menjadi Abraham (Kejadian 17:5), Yakub menjadi Israel (Kejadian 32:28), Simon menjadi Petrus (Matius 4:18) dan Saulus menjadi Paulus (Kisah 13:9), dll.
Begitu pula dengan nama Tuhan, nama Tuhan bukanlah sekedar suatu kata. Bukan pula sekedar gelar kosong. Nama Tuhan memiliki suatu arti. Dan nama itu mempunyai arti karena Tuhan telah menyatakan namaNya diseluruh bumi. Seluruh dunia adalah sebuah penyataan dari arti nama Tuhan. Dalam hal ini nama Tuhan tidak berdiri independen, lepas dari apa yang dirujuk. Kita menyebut nama Tuhan untuk menunjuk Pribadi Allah. Nama Tuhan mencakup segala sesuatu yang menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya. Dengan cara demikian kita dapat mengenal Allah dan seluruh atribut-atribut yang Ia miliki. Nama Allah sama dengan natur dan eksistensi Allah (Mazmur. 20:1; 135:3; Yohanes 1:12). Bahkan nama Allah terkadang digunakan untuk menyatakan keseluruh sistem kebenaran Allah (“…kita akan berjalan demi nama TUHAN Allah,” Mikha 4:5).
Sekarang kita melihat nama-nama yang paling sering dianggap sebagai nama pribadi dari Allah sendiri yaitu nama TUHAN. Alkitab TB membedakan kata Tuhan Adonai dengan TUHAN yang merujuk kepada Yahweh. Kata ini dalam bahasa Ibrani di tulis dalam 4 huruf konsonan, dimana didalamnya tidak ada huruf vocalnya, sehingga kata ini dituliskan menjadi YHWH. Pemakaian huruf vocal dalam kata YHWH ditambahkan setelahnya sehingga didapatkan kata Yahweh yang sekarang kita ucapkan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Allah adalah YHWH. Allah adalah yang menyatakan diri sebagai penyebab dari segala yang ada. Pada saat para sarjana Perjanjian Lama mencari tahu apa maksud dari arti kata YHWH, mereka mencoba mencari akar katanya, mereka berusaha mencari padanannya, apa pengertiannya, maka mereka hanya bisa mendapatkan kata yang paling dekat yang mungkin menggambarkan pengertian tentang nama Tuhan, itu adalah kata “Hayah” yang artinya “menjadi”. Dengan demikian, saat ahli-ahli Perjanjian Lama menafsirkan nama Tuhan, atau Yehova atau Yahweh, mereka menafsirkan bahwa kata itu berarti “Aku adalah yang menjadikan segala sesuatu”. Dia adalah yang membuat sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Dia adalah sumber keberadaan yang lain.
Inilah yang dipahami ketika orang Yunani, ketika orang Israel berbahasa Yunani, pada zaman kira-kira abad ke-2 sM mau menerjemahkan Perjanjian Lama, mereka bergumul dengan serius, dan akhirnya mereka memutuskan untuk menerjemahkan kata Tuhan, Yahweh dengan memakai kata Kurios, yang berarti Dia adalah Tuan yang berkuasa atas segala sesuatu, ini adalah Tuan yang paling tinggi otoritasNya dibandingkan segala sesuatu.
Saudara, dalam Perjanjian Baru kita menemukan, penggunaan kata Kurios juga ternyata dipakai para penulis kitab untuk menyebut Yesus, sebagai Tuhan Yesus. Sedikitnya ada 56 kali kata Kurios ini dipakai di dalam Perjanjian Baru berdampingan dengan kata Yesus. Pastinya ini bukanlah sesuatu yang tidak disengaja, ketika mereka menuliskan nama Yesus sebagai Tuhan Yesus. Tetapi dalam pemahaman mereka, keberadaan YHWH memiliki kedudukan yang sejajar dengan Tuhan Yesus.
Memang saudara, di dalam bahasa Yunani kata Kurios bisa juga dipakai untuk menyebut raja, kaisar, tuan tanah. Tetapi kita tidak menganggap penulis Perjanjian Baru memakai kata Tuhan untuk menggambarkan tuan, tuan tanah, raja, atau kaisar. Karena pada faktanya kata Kurios dipakai untuk menerjemahkan Yahweh. Dan ini adalah nama yang dianggap sangat kudus, nama yang menjadi nama pribadi Allah. Dari sini kita melihat bahwa nama Allah mencakup segala sesuatu yang menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya, sekaligus sebagai bentuk pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Allah memiliki banyak nama dan gelar dalam Kitab Suci. Ini karena tidak ada satu kata pun yang dapat menjelaskan dengan seutuhnya siapa Allah itu, selain daripada yang sudah dijelaskan Allah kepada umatNya. Tetapi paling tidak, baik nama ataupun gelarNya menolong kita untuk melihat siapa Dia. Dia telah memberitahukan beberapa kualitas yang dimilikiNya kepada kita, seperti kekudusan, kebaikan, keadilan dan kuasa. Allah telah memberi kita peraturan-peraturan atau tuntunan-tuntunan untuk menghampiriNya dan untuk bertumbuh di dalam keserupaan dengan Kristus. Peraturan-peraturan ini menolong kita untuk mengenalNya dengan lebih baik ketika kita menggunakannya.
Lagi pula, saat Tuhan Yesus berdoa kepada Bapa, dalam doaNya Tuhan Yesus mengatakan “Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang” (Yohanes 17:6). Nama yang dimaksudkan di sini adalah kebenaran atau pengajaran yang harus Yesus sampaikan tentang Bapa (Yohanes 1:18). Sehingga secara umum dan spesifik, nama Allah digunakan untuk memanggilNya dan membuat Ia dikenal. Allah memberitahukan namaNya kepada manusia dalam suatu konteks pewahyuan atau pengungkapan DiriNya. Maka dengan menyebut namaNya berarti kita mengakui Dia sebagai Subjek dan Objek dalam perkataan kita.
Sidang jemaat yang kekasih,
Hukum ketiga ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa umat yang telah telah mengenalNya tidak menyebut nama Tuhan Allah dengan sembarangan menyangkut seluruh aspek kehidupan kita dihadapan Tuhan. Perintah ketiga ini berkenaan dengan aspek penyembahan yang tidak dapat diketahui oleh siapa pun kecuali oleh Allah, dan (dengan pertolongan Allah) oleh orang percaya tersebut. Perlu diingat bahwa sikap/ cara kita menggunakan nama Tuhan, menunjukkan sikap kita terhadap Tuhan sendiri. Dengan demikiam, perintah “Jangan menyebut namaNya dengan sembarangan”, secara positif adalah mengakui Dia dengan penuh hormat dan sepenuhnya dalam pikiran dan perbuatan.
Jika kita ingin menghormati nama Allah, pastinya kita akan menghormati firmanNya yang telah dinyatakanNya kepada kita. Sikap kita dalam menyembah akan menghormati Allah ketika kita menggunakan namaNya dengan hormat. Kita percaya, Alkitab adalah harta yang indah – kitab yang penuh dengan apa yang Allah nyatakan tentang diriNya, apa yang Dia lakukan bagi kita, dan apa yang Dia kehendaki dari kita! Alkitab menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya karena Alkitab tanpa salah mencatat bagi kita pernyataan yang telah Allah berikan tentang diriNya. Sangat bodoh jika kita memiliki Alkitab dan hampir tidak pernah menggunakannya! Jadi, kita harus mempelajari firman Allah setiap hari, agar kita dapat mengerti tentang jati diri Allah dalam kehidupan kita. Di dalamnya juga menuntut sikap hati yang tepat di dalam pernyembahan kita terhadap Allah. Umat Tuhan wajib menyebut nama Tuhan dengan hormat dan di dalam kegentaran. 
Saudara, betapa kita perlu memastikan bahwa kita tulus di dalam menyembah Allah yang benar. Untuk alasan inilah Alkitab memperingatkan kita terhadap bentuk-bentuk kehidupan rohani yang dapat dijadikan tempat persembunyian bagi ketidaktulusan. Misalnya sikap-sikap formalitas dalam doa. Dalam kehadiran beribadah, dalam memuji Tuhan. yang pastinya bukan sesuatu yang keluar dari hati yang terdalam.
Arti kata “menyebut nama Allah” adalah “meninggikan Dia”. Jadi maksud dari perintah ini juga dapat berarti “jangan meninggikan nama Tuhan dengan sembarangan”. Maksudnya adalah kita tidak boleh berdoa tanpa rasa hormat yang mendalam. Kalau kita berdoa tidak konsentrasi, maka kita telah menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Ini juga berarti kita tidak boleh asal menyanyi atau memuji nama Tuhan. Pikiran kita tidak boleh melayang-layang ketika berdoa atau pun menyanyi. Dengan kata lain saudara, saat kita berdoa, menyanyi, memuji nama Tuhan tanpa disertai perhatian dan sikap hati yang tulus, sama artinya dengan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. 
Maka dari itu, marilah kita sebut nama Tuhan dengan perasaan hormat, kita menyatakan bahwa kita adalah orang yang mengenal sifat-sifat Tuhan yang dinyatakan dalam namaNya, dan kita berhati-hati ketika menggunakan nama ini. Berbicara kepada Tuhan atau berbicara atas nama Tuhan selalu harus dengan hati-hati diucapkan.
Demikianlah firman Tuhan mengajarkan dalam Pengkhotbah 5:1, “Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit”. Inilah yang harus kita ingat senantiasa dalam sikap kita menyembah Allah.
Yang berikutnya, Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Secara verbal, hukum ini juga mengharuskan kita untuk menyebutkan nama Tuhan Allah dengan penuh rasa hormat akan keagunganNya. Mengapa? Karena Dia telah memberi kita anugerah yang begitu besar yakni pewahyuan mengenai diriNya sehingga manusia boleh mengenal Dia. Pengenalan akan Allah adalah harta terbesar manusia, “penemuan” teragung manusia melampaui semua pengenalan dan penemuan manusia yang lain. Sebab Dia, Sang Pencipta, memberikan diriNya untuk dikenal. Mereka yang tidak mempunyai komitemen di dalam iman dan keinginan untuk diajar dan mengenal kemuliaan Allah sesungguhnya bersalah menghina Yang Maha Tinggi. Seolah-olah ada yang lebih berharga dari pada kemuliaan Allah.
Dengan demikian saudara, pada waktu kita datang mendekat kepada Allah dalam doa, kita harus mengagungkan KesempurnaanNya dengan kerendahan hati kita seperti yang diteladankan oleh tokoh-tokoh iman seperi Abraham (Kejadian 18:27), Yakub (Kejadian 32:10), Musa (Keluaran 15:11), Salomo (1 Raja 8:33), Hizkia (2 Raja 19:15), Daniel (Daniel 9:4) dan makhluk-makhluk Surga lakukan (Wahyu 4:10, 11).
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan sembarangan adalah semua pikiran yang tidak menghormati Allah, sia-sia, kurang ajar, tidak senonoh, atau penghujatan kepadaNya, menggunakan FirmanNya dengan tidak sopan, sungut-sungut terhadap pemeliharaanNya, penyalah-gunaan apa pun yang telah membuat diriNya dikenal.
Misalnya: menggunakan nama Tuhan dalam hal-hal negatif seperti mengutuk, mengumpat, atau dengan kata-kata kotor lainnya seperti dalam kasus anak Selomit binti Dibri dari suku Dan yang menghujat Tuhan (Imamat 24:10-16,23).
Atau menyebut nama Tuhan dengan motivasi yang salah misalnya menggunakan nama Tuhan untuk sebuah lelucon/ percakapan yang tidak ada gunanya. Atau menyebut nama Tuhan dengan tujuan yang sia-sia, ketika kita menyebutNya tanpa pertimbangan dan hormat. Seperti latah/ refleks;
Masalahnya saudara, hari ini ada begitu banyak orang telah “mendiskon” nama Tuhan, sehingga nilainya amat rendah. Mereka dengan mudahnya mengumbar nama Tuhan disegala aspek kehidupan, yang walaupun tidak tepat dalam pemakaiannya. Nama Tuhan dijadikannya sebuah lelucon murahan. Atau orang-orang yang kaget yang kadang-kadang menyebut nama Tuhan, dengan maksud yang tidak jelas.
Padahal saudara, nama Tuhan bukanlah untuk bahan baku membuat humor yang mengundang tawa yang akhirnya malah mencibirkan kedaulatan Allah. Nama Tuhan jauh lebih besar daripada nama siapa pun juga. Nama Tuhan menyatakan jati diriNya. EksistensiNya diantara umat pilihanNya. Allah melakukan segala hal yang menakjubkan untuk memperoleh kemuliaan dan pujian bagi namaNya. Karena itu Dia menghendaki kita menghormati namaNya dan memperlakukanNya dengan hormat. Allah kita adalah Allah yang serius dan namaNya bukan untuk kita tertawai. Barangsiapa menyebut nama Allah di dalam kegentaran, maka kita akan merasakan nama itu memberikan kekuatan dalam hidup kita.
Bagaimana mungkin seseorang bisa berpikir dan berbicara tentang Allah yang besar namun dengan sembarangan menggunakan namaNya tanpa rasa hormat dan penuh dengan kesombongan? Nama Tuhan bukanlah untuk ucapan-ucapan kosong tanpa makna seolah-olah nama itu tidak ada artinya. Nama itu bukan untuk umpatan, bukan pula sebagai ekspresi terkejut, menggunakan nama Tuhan itu hal-hal itu adalah kebiasaan yang menghinaNya. Karena itu langkah yang perlu diambil setelah mengerti betapa agungNya Allah yang ditunjuk oleh nama Tuhan, maka hendaklah setiap orang percaya membentuk kebiasaan yang baik dalam menggunakan namaNya sepatutnya dengan penuh hormat. Selain itu Ia adalah Allah yang cemburu akan kemuliaanNya dan Ia akan membalas setiap kesalahan orang-orang yang menghina kemuliaanNya.
Apabila kita ingin menggunakan nama Allah, kita harus melakukannya dengan cara yang benar, mengerti arti tindakan tersebut dan implikasi-implikasi penggunaan namaNya. Supaya Tuhan tidak berkata: “Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Lukas 6:46). Sehingga kita harus lebih berhati-hati supaya tidak jatuh pada dosa yang mengerikan, yakni pada saat kita melakukan pekerjaan Tuhan yang kudus namun dengan sikap sembarangan dan tidak mempunyai gairah kudus dalam melakukannya. Arthur Pink mengatakan dengan tegas dan keras bahwa “berdoa tanpa bertindak adalah sebuah penghujatan dan berbicara kepada Allah dengan mulut sementara hati kita jauh dariNya sama dengan tindakan mengejek Allah.” 
Nama Allah digunakan sia-sia ketika nama itu digunakan secara munafik, artinya ketika orang-orang menggunakan namaNya dan mengakui umatNya padahal tidak demikian. Allah berfirman kepada Israel melalui Yesaya demikian: “Dengarlah firman ini, hai kaum keturunan Yakub, yang menyebutkan dirinya dengan nama Israel dan yang adalah keturunan Yehuda, yang bersumpah demi nama TUHAN dan mengakui Allah Israel tetapi bukan dengan sungguh-sungguh dan dengan tulus hati” (Yesaya 48:1). Kita melihat saudara, bangsa Israel menggunakan nama Allah tapi tidak mematuhi pengajaran yang dikandung oleh nama itu sehingga tindakan Israel tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum ketiga (bdk. Matius 7:22, 23).
Nama Allah digunakan dengan sia-sia pada waktu namaNya digunakan untuk sumpah-sumpah “rendahan” dan menggunakan nama Allah dengan kurang hormat serta bersumpah palsu demi namaNya. Pada waktu kita bersumpah terhadap sesuatu yang kita tidak tahu benar atau salah, namun kita berani bersumpah demi namaNya sehingga kita membuat Ia sebagai jaminan dan pendukung kebohongan, seolah-olah Dia adalah bapa kebohongan. 
Saudara, Yesaya mengatakan “orang yang hendak bersumpah di bumi akan bersumpah demi Allah yang setia” (Yesaya 65:16). Dari sini kita pahami, bahwa sumpah hanya diucapakan untuk sesuatu yang sungguh-sungguh benar di mana nama Allah layak disebutkan sebab Ia adalah Sang Kebenaran. Juga dalam Imamat 19:12 dijelaskan, “Janganlah kamu bersumpah dusta demi namaKu, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.
Dalam khotbah di bukit Tuhan Yesus mengingatkan untuk tidak bersumpah demi apapun juga sebab kita tidak berkuasa atas apa yang ada dilangit ataupun di bumi (Matius 5:33-36). Jadi lebih baik, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” Matius 5:37.
Dari sini kita mengerti bahwa Tuhan menghendaki supaya kita tidak berdosa kepada Tuhan.
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih,
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, penyebutan nama Tuhan tidak dilarang, justru malah sangat dianjurkan. Misalnya, ketika kita sedang berdoa dan memuji Tuhan dengan kesungguhan hati, kita menyampaikan kesaksian tentang Tuhan dengan tujuan memuliakan namaNya, atau bahkan mengusir setan demi nama Tuhan, dengan tujuan memuliakan Tuhan. Setiap kali kita menyebutkan namaNya, gunakanlah dengan suatu pemahaman dan hormat akan Dia, Sang Penguasa Surga di mana para serafim menutupi wajah mereka dan mengucapkan kudus, kudus, kudus. Sehingga pada waktu kita menyebut namaNya, biarlah kita menyebutnya dengan serius sambil menyadari keagungan dan kemuliaanNya yang tak terbatas kemudian merendahkan serta sujud kepada Nama itu. 
Pertanyaannya bagaimana kita dapat yakin bahwa kita tidak sedang menyebut nama Allah (mengakui iman kita di dalam Yesus Kristus) dengan sembarangan. Jawabannya diung-kapkan dengan jelas oleh Yakobus, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” (Yakobus 1:22-26). Artinya kita membaca Alkitab untuk memandang kemuliaan Tuhan Yesus dan untuk menjadi serupa denganNya.
Dengan demikian saudara, menyebut nama Tuhan Allah atau meninggikanNya di dalam perkataan atau pengakuan, merupakan hal yang amat sangat penting kita lakukan. Kita seharusnya tidak pernah melakukannya tanpa menyadari tanggung jawab yang serius di dalamnya. Oleh karena itu, biarlah kita senantiasa mempunyai kerinduan yang terus menerus untuk menumbuhkan sikap hormat yang tinggi bagi Allah dan namaNya di dalam seluruh bidang kehidupan. Kiranya Roh Kudus menolong kita agar kita dapat lebih berhati-hati dalam menyebut nama Tuhan. Amin.

Selasa, 07 Juni 2016

LAODIKIA: JEMAAT YANG SUAM-SUAM

LAODIKIA: JEMAAT YANG SUAM-SUAM
(Wahyu 3:14-22)


Kaum muda yang terkasih dalam Tuhan.
Kalau kita membaca wahyu 1 s.d. 3, ketiga pasal ini berbicara tetang berita firman dari Tuhan Yesus yang disampaikan Yohanes untuk menegur jemaat Tuhan yang berada di tujuh kota. Saudara, Teguran itu diberikan karena adanya kemunduran kerohanian jemaat tersebut.
Dalam ketujuh surat ini, Kristus selalu menekankan tanda yang berbeda yang seharusnya menjadi ciri suatu gereja yang sejati dan hidup. Khususnya pada bagian Laodikia, ini adalah teguran Tuhan Yesus yang ketujuh dari tujuh jemaat. Suratnya ini berisikan penggabungan dari celaan yang begitu keras atas rasa puas diri dengan suatu himbauan lembut akan ketulusan hati untuk bertobat. Sayangnya ketika Tuhan akan memberitahukan kebenaran tentang kondisi gereja Laodikia yang suam-suam kuku, mereka tidak mau memercayai diagnosaNya.
Gereja Laodikia buta terhadap kebutuhannya sendiri dan tidak mau menghadapi kebenaran. Namun, kejujuran adalah awal dari berkat sejati, sama seperti ketika kita mengakui siapa diri kita, mengakui dosa-dosa kita, dan menerima dari Allah semua yang kita butuhkan. Jika kita menginginkan segala yang terbaik dari Allah untuk kehidupan dan gereja kita, kita harus jujur kepada Allah dan membiarkan Dia jujur kepada kita.
Kaum muda yang kekasih.
Di zaman kuno sedikitnya ada enam kota yang bernama Laodikia, dan Laodikia yang kita bahas disini adalah Laodikia di Likus. Kota ini dibangun tahun 250 Sm, oleh Antiokhus dari Siria dan diberi nama seperti nama istrinya yaitu Laodikia.
Kota ini penting semata-mata karena posisinya. Jalan dari Efesus kea rah Timur dank e Siria sangat penting di Asia. Jalan itu berawal dari pantai di Efesus dan mendari ke dataran tengah yang tingginya 8.500 kaki. Jalan itu dibangun sepanjang lembah sungai Meander sampai ke tempat yang kita kenal sebagai Pintu-pintu Gerbang Frigia. Sesudah tempat ini ada lembah lebar tempat bertemunya Lidia, Frigia dan Caria. Sungai Meander mengaliri lembah itu melalui jurang yang terjal dan tidak ada jalan untuk melintasinya. Oleh karena itu, jalan harus dibelokkan ke lembah Likus. Dilembah itulah Laodikia terletak.
Dengan demikian, Laodikia adalah gereja yang terletak paling selatan dari ketujuh gereja yang dikirimi surat-surat dan ia pun terletak hampir persis di sebelah timur Efesus. Terbentangnya jalan besar ke Timur yang lurus melintasi Laodikia, masuk ke Pintu Gerbang Efesus dan keluar di Pintu Gerbang Siria. Jadi posisi ini cukup untuk menjadikan Laodikia sebagai salah satu pusat strategis dan perdangan yang hebat pada zaman kuno.
Daerah Laodikia di kenal sebagai kota yang suam-suam kuku karena airnya tidak dingin atau panas. Posisi kota tersebut memang diapit oleh dua kota, yakni: Hierapolis yang terkenal dengan sumber mata air panasnya dan Kolose yang terkenal dengan mata air yang murni dan dingin. Pertemuan kedua sumber air ini tepat di daerah Laodikia sehingga wilayah ini memiliki air yang berkondisi suam-suam kuku. Mulanya Laodikia adalah kota benteng; tetapi ia mempunyai kelemahan serius, yaitu bahwa persediaan airnya harus didatangkan melalui terowongan air bawah tanah dari sumber-sumber yang jauhnya sekitar enam mil. Hal ini sangat berbahaya pada saat kota dikepung musuh.
Namun saudara, keadaan geografis yang demikian, dipakai Tuhan untuk menyebutkan kondisi rohani jemaat Laodikia yang tidak panas dan tidak dingin secara rohani. Istilah di menado adalah panas-panas tai ayam alias tidak punya ketetapan, suka berubah-ubah pendirian, tidak punya ketetapan hati, sebentar-sebentar semangat lalu lesu lagi dan masih banyak lagi.
Jemaat yang suam-suam kuku adalah yang berkompromi dengan dunia dan mirip dengan masyarakat disekelilingnya yang belum percaya. Disatu sisi mengakui kekristenannya namun disisi yang lain secara rohani mereka sangat menyedihkan.
Dalam diagnosanya Tuhan Yesus menyebutkan kondisi Laodikia demikian: “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!” (Ayat 15).
Tuhan mengatakan alangkah baiknya jika panas atau dingin. Saudara, nampaknya Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa Ia lebih menyenangi kondisi panas dari setiap jemaat, dimana secara rohani mereka berkobar-kobar dalam hal pelayanan. Mereka menunjukkan kesetiaannya dalam iman yang teguh di dalam Tuhan.
Yang menarik, rupanya Tuhan juga lebih senang jika jemaat mengakui keberadaan rohaninya yang dingin daripada suam-suam kuku. Mengapa saudara? Karena sikap rohani yang dingin seperti itu lebih jujur daripada keadaan yang suam-suam kuku. Yang kelihatannya diluar baik secara rohani tetapi sebenarnya keropos di dalamnya. Imannya tidak menunjukkan tanda-tanda bertumbuh. Seperti sebuah pohon bonsai yang dari tahun ke tahun tetap seperti itu. Bagi rasul Yohanes, maupun bagi Tuhan, jemaat yang orang Kristennya tidak dingin juga tidak panas sangatlah merepotkan. Karena untuk orang yang betul-betul dingin, kita bisa melakukan sesuatu. Satu-satunya sikap yang tidak mungkin diajukan terhadap kekristenan adalah sikap netral. Yesus berkarya melalui manusia; dan orang yang bersikap tidak peduli terhadapNya berarti pada hakikatnya menolak untuk memikul tugas yang ditentukan Allah bagi dirinya. Orang yang tidak mau tunduk kepada Kristus berarti telah menolak Dia.
Masalahnya adalah, terkadang orang yang suam-suam kuku suka berlaku sombong. Mereka merasa diri tahu tentang teologi, tahu tentang firman. Tetapi dalam prakteknya adalah nol. Karena itu saudara, lebih mudah untuk menobatkan orang yang dingin secara rohani daripada orang yang suam-suam kuku.
Bagaimana reaksi Tuhan? Menarik sekali, Tuhan bukannya marah, Tuhan juga tidak sedih, melainkan: Ia muak, sampai Ia ingin memuntahkannya. Yang artinya tidak bisa dinikmati Tuhan, tidak mau digunakan, tidak mau di pakai, tidak menjadi berkat.
Jika kita pernah melihat makanan/ kue yang kelihatan enak, setelah di makan langsung dimuntahkan karena basi. Demikianlah Tuhan melihat umatnya yang suam-suam kuku. Seolah kelihatan bagus pelayanan, bagus dalam memuji Tuhan, bagus berdoa namun sesungguhnya itu semua tidak ada rasanya dan hanya dimuntahkan.
Saya pernah melihat seorang pemuda di satu gereja. Ia sangat berkarisma dalam memimpin Liturgi, kemampuannya membawakan puji-pujian seakan-akan mampu membawa jemaat sungguh-sungguh merasakan kehadiran Tuhan dalam ibadah. Tetapi apa yang terjadi, setelah ia selesai memimpin ia pergi ke belakang, ia tidak ada diruang ibadah, sampai tiba giliran hamba Tuhan itu selesai berkhotbah baru ia muncul kembali. Belakangan saya tahu bahwa selama ini ia suka pergi ke belakang, ia menghabiskan waktunya dengan merokok dan bersenda gurau dengan pemain musik. Maka semua pelayanan dan aktifitas yang dilakukannya hanyalah sia-sia.
Saudara, saya jadi bertanya, apa makna pelayanan bagi dia? Pelayanan di gereja bukan sebuah enternain. Pelayanan di gereja adalah sebuah pengabdian, yang mempersembahkan sebuah pelayanan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan.
Kaum muda yang kekasih.
Jemaat di Laodikia ditegur secara terus terang oleh Tuhan. Melalui jemaat ini, Tuhan ingin mengingatkan 3 hal yang harus segera diperbaiki di dalam gereja. Sebab gereja Laodikia telah kehilangan tiga hal ini, yaitu:

1.  Mereka telah kehilangan semangat (Ayat 17).
“Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkaya diriku dan tidak akan kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat dan malang, miskin, buta dan telanjang” (Ayat 17).
Dalam kehidupan Kristen ada tiga “temperature rohani”: hati yang berkobar-kobar bagi Allah (Lukas 24:32), hati yang dingin (Matius 24:12), dan hati yang suam-suam kuku (Wahyu 3:16). Orang Kristen yang suam-suam kuku merasa nyaman, puas diri dan tidak menyadari kebutuhannya. Mereka mengira mereka bagus dalam kehidupan agama mereka. Tetapi Kristus melukiskan mereka sebagai seorang pengemis yang buta dan telanjang. Jadi inilah pandangan Kristus tentang kita, orang Kristen yang hanya nama saja, tetapi tidak sungguh-sungguh hidup didalam penyembahan kepadaNya. Secara rohani orang yang demikian adalah seperti pengemis yang buta dan telanjang. Ia tidak memiliki apa-apa untuk membeli pengam-punannya atau ijin masuk ke dalam kerajaan Allah. Ia telanjang, karena ia tidak memiliki pakaian yang membuatnya layak berdiri di hadapan Tuhan. Ia buta karena ia tidak tahu tentang kemiskinan atau bahaya rohaninya.

2. Mereka telah kehilangan nilai-nilai mereka (Ayat 17-18a).
Gereja di Smirna berpikir mereka miskin, padahal sesungguhnya mereka kaya (2:9); orang-orang di Laodikia justru kebalikannya. Mereka menyombongkan kekayaannya padahal kenyataannya mereka miskin. Mungkin ini yang menjadi penyebab gereja ini merosot secara rohani. Mereka menjadi sombong mengenai pelayanan mereka dan mulai mengukur segala sesuatu dengan standar manusia, bukan dengan nilai rohani. Hal yang demikian, dimata Tuhan mereka “melarat” dan malang, miskin, buta dan telanjang.
Apa yang harus dilakukan? Tuhan menyatakan bahwa mereka harus membayar harga untuk memperoleh “emas yang telah dimurnikan di dalam api.” Mungkin emas yang dimurnikan di api dapat diartikan sebagai “iman” sebab demikianlah Petrus menjelaskan perihal iman di dalam (1 Petrus 1:7). Kekayaan dapat mengerjakan banyak hal, namun ada hal-hal yang tidak pernah dapat dikerjakannya. Kekayaan tidak dapat membeli kebahagiaan, juga tidak dapat membeli kesehatan tubuh maupun pikiran; kekayaan tidak dapat memberi penghiburan dalam kedukaan ataupun memberi persahabatan dalam kesepian. Jika seseorang menghadapi kehidupan semata-mata dengan kekayaan, ia sesungguhnya miskin. Namun jika seseorang mempunyai iman yang diuji dan dimurnikan di dalam api pengalaman, tidak ada satu pun yang tidak dapat dihadapinya; dan ia sesungguhnya kaya. Dengan demikian, jemaat Laodikia harus bersedia untuk di bentuk dan dipanaskan oleh Tuhan, sekalipun hal yang demikian terkadang menyakitkan.
Rekan-rekan pemuda,
3.  Mereka telah kehilangan Visi dan Keberadaan (18)
Membeli Jubah putih, yang artinya menerima kekudusan dan menjaga kekudusan. Kalau tadi membeli emas adalah merubah karakter hidup menjadi lebih baik maka jubah ini menjaga hati dan tubuh untuk tidak melakukan dosa tentunya dengan kekuatan dari Tuhan. Dengan kata lain, pernyataan ini melambangkan “perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus”. Dalam hal ini tidak ada seorang pun manusia mampu menjaga hati dan perbuatannya tetap kudus dihadapan Tuhan selain ia melibatkan Tuhan untuk melakukannya. Karena itu setiap orang yang benar-benar ingin berpakaian, ia harus datang kepada Kristus.
Membeli Minyak pelumas dari Tuhan supaya mata ini dapat melihat apa yang benar dan apa yang salah sehingga tidak salah jalan. Mata adalah salah satu bagian tubuh yang paling sensitive, dan hanya Sang Tabib Agung yang dapat “mengoperasinya” dan menjadikannya sebagaimana seharusnya. Selama ini dunia melihat segala hal yang menjadi kesenangannya tetapi dengan minyak pelumas dari Tuhan, orang percaya dapat melihat dosanya. Sehingga ia membutuhkan pertolongan Tuhan untuk dapat berjalan di dalam jalan yang benar. Melihat segala sesuatu dari kacamata Tuhan. Melihat masalah dari sudut pandang Tuhan sehingga semua paradigma manusia di patahkan menjadi penglihatan kristus
Saudara,
Melalui ketiga hal di atas, Tuhan mengatakan: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Ayat 19).
Dari sini kita melihat, Tuhan masih mengasihi orang-orang kudus yang suam-suam kuku ini, walaupun kasih mereka kepadaNya telah mendingin. Karena itu Ia berniat untuk menghukum mereka sebagai bukti dari kasihNya (Amsal 3:11-12; Ibrani 12:5-6). Layaknya seorang ayah yang akan menegur dan  menghajar anak-anaknya, demikian pula Tuhan akan menegur dan menghajar karena kasihNya kepada kita, dengan kasih sayangNya.
Saudara, Disiplin Allah bukan hal yang patut kita tanggapi dengan sakit hati, melainkan dengan ucapan syukur dengan sepenuh hati. Untuk itu dari pihak kita, kita hanya menyediakan hati yang rela dan siap untuk ditegur dan bertobat.
Merelakan hati, artinya menerima teguran Tuhan dengan tidak berbantah-bantah seolah-olah kita kecewa kepada Tuhan. Karena tegurannya pasti mendatangkan kebaikan. Allah menginginkan gereja-gereja melalui masa pencobaan agar mereka menjadi seperti yang diinginkanNya. Gereja Laodikia harus bertobat dari kesombongan mereka dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Bertobatlah, artinya merubah 180 derajat dari semua perbuatan buruk dan kembali kepada arah yang benar yakni Yesus Kristus . teguran Tuhan akan menjadi sia-sia jika kita tidak menyikapinya dengan rela hati dan bertobat.
Penggambaran pertobatan diibaratkan Tuhan yang berdiri mengetok pintu. Kita melihat dalam ayat 20 dijelaskan:
Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapat-kannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.
Fakta baru yang unik yang dibawa kekristenan ke dalam dunia adalah bahwa Allah adalah pencari manusia. Tidak ada agama lain yang mempunyai visi mengenai Allah yang mencari manusia. Jadi kembali keputusan ada ditangan kita apakah kita mau mendengar dan membukan pintu untuk Tuhan atau tidak. Saya dulu pernah bertanya-tanya mengapa lukisan Tuhan Yesus yang sedang mengetuk itu tidak memiliki gagang pembuka pintu. Apakah pelukisnya salah membuat lukisan sehingga kelupaan melukis gagang pintu. Masakan ada pintu tidak memiliki gagangnya. Namun ternyata maksudnya adalah pintu itu tidak bisa dibuka dari luar tapi bisa di buka dari dalam. Dan Tuhan hanya mengetuk menunggu respon dari dalam dan tidak pernah memaksakan diri untuk masuk secara paksa.
Tuhan menuntut sikap kita untuk membukan pintu dan mempersilahkan masuk. Tuhan tidak hanya ingin berada di pekarangan rumah mu, atau hanya sampai di ruang tamu, tapi juga ingin  masuk sampai di kamar pribadimu yang paling dalam. Pada saat makan bersama-sama dengan Tuhan maka disanalah ada komunikasi terjadi.
Kristus itu sabar. Ia “mengetuk” melalui berbagai peristiwa dan Ia memanggil melalui firmanNya. Apakah yang diinginkanNya? Keinginannya tidak lain adalah persekutuan dan hubungan yang erat, keinginan hati manusia untuk tinggal di dalam Dia, Jemaat di Laodikia begitu mandiri dan tidak kekurangan suatu apapun, tetapi mereka tidak tinggal di dalam Kristus dan tidak memperoleh kekuatan dari Dia.
Beberapa orang tidak mengerti suasana hati Tuhan karena tidak ada komunikasi dengan Tuhan. Tuhan hanya ada di pekarangan saja sehingga orang melihat seolah rumah kita baik dan rapih tapi didalamnya tidak.
Kaum muda yang terkasih.
Hal yang terakhir dijelaskan: Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.” (Ayat 21-22).
Perkataan barangsiapa menang ini berarti bisa kalah dan bisa menang. Disini kita melihat bahwa Tuhan menuntut keuletan dan kesungguhan kita menentukan untuk menjadi pemenang. Dan kalau menang, mahkota telah di sediakan yakni duduk di atas tahtaNya.  Barangsiapa menang, seolah-olah menyebutkan bahwa Tuhan tidak ambil bagian dan semuanya adalah perjuangan sendiri untuk mencapai kemenangan. Apakah demikian? Ternyata tidak! Sebab kuncinya ada pada ayat 22, “siapa bertelinga hendaklah ia mendengar” artinya, Tuhan menghendaki agar orang yang sungguh-sungguh memahami kehendak Allah bagi dirinya, ia pasti akan mendengarkan apa yang dinyatakan Tuhan dalam firmannya.
Saudara, janganlah pernah lemah, jangan pernah menyerah, jangan pernah patah semangat meskipun seolah Tuhan meninggalkan diri kita, namun sesungguhnya Tuhan sedang mempersiapkan tempat untuk kita duduk bersama di tahtaNya. Justru melalui persekutuan dengan Kristus kita memperoleh kemenangan dan menjadi pemenang yang sesungguhnya. Selamat berjuang. Amin.