Kamis, 24 November 2016

JANGANLAH KHAWATIR AKAN ANCAMAN MANUSIA

JANGANLAH KHAWATIR AKAN ANCAMAN MANUSIA
Matius 10:16-33
(Markus 13:9-13; Lukas 12:2-9, 21:12-19)


Sidang jemaat yang kekasih,
Beberapa minggu sebelumnya kita sudah belajar bagaimana kehidupan manusia selalunya diliputi oleh perasaan takut atau pun kuatir, takut akan kebutuhan pangan yang tidak tercukupi, takut akan kebutuhan sandang yang kurang layak, atau takut akan kebutuhan papan kita tidak memadai, dan kita diingatkan saudara, untuk tidak kuatir dan takut terhadap semuanya itu. Karena Allah yang kita sembah adalah Allah pemelihara kehidupan kita. Dan jika Allah adalah pemelihara hidup kita, maka Ia pun akan mencukupkan segala kebutuhan hidup kita.
Saudara, hal yang seringkali juga menjadi sumber kekuatiran manusia, adalah kita sering menjadi takut dengan ancaman manusia. Kita perlu tahu bahwa menjadi menjadi orang Kristen bukan berarti kita akan terhindar dari yang namanya penderitaan. Sebab Tuhan sudah memberikan syarat, bahwa setiap orang yang mau mengikut Yesus, ia harus terlebih dahulu menyangkal diri, memikul salib lalu mengikut Yesus (Matius 16:24; Markus 8:34, Lukas 9:23). Dalam hal ini, saya tidak akan kembali mengulas pembahasan tentang hal mengikut Yesus, akan tetapi hari ini saya ingin lebih memfokuskan pembahasan kita mengenai konsekuensi yang bakal kita terima sebagai pengikut Yesus, yaitu bahwa setiap orang percaya pastinya akan diperhadapkan dengan yang namanya penderitaan, penganiayaan bahkan pembunuhan.
Dalam hal ini, Tuhan menggambarkan keadaan kita seperti “seekor domba yang berada di tengah-tengah srigala, dan Tuhan menghendaki kita untuk dapat bersikap cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Band. ayat 16). Kondisi ini memang sulit untuk kita pikirkan, bagaimana seekor domba harus berada di tengah-tengah srigala. Mungkin dunia akan berpikir bahwa analogi ini sama artinya dengan bunuh diri. Sehingga pikiran dunia pada akhirnya sudah meracuni sebagian dari orang Kristen.
Karenanya tidak heran saudara, kalau banyak orang percaya berusaha untuk menghindari kenyataan pahit ini. Daripada harus menelan pil pahit, bukankah lebih baik minum suplemen. Suplemen itu lebih enak, suplemen itu menyehatkan. Nah, kalau pil pahit, jangankan meminumnya, mencium baunya saja semua orang menghindar. Akhirnya mereka punya konsep, daripada mati konyol bukankah lebih baik hidup happy ya ya ya, happy ye ye ye. Sehingga tidak heran saudara, jika pada akhirnya banyak anak Tuhan yang lebih menyenangi nasihat-nasihat yang menjanjikan penghiburan, khotbah-khotbah yang ringan dan menghiburkan. Sebab konsep berpikir mereka adalah karena mereka sudah penat dengan kesibukan pekerjaan mereka, kalau pun mereka datang ke gereja adalah bukan untuk diajak untuk berpikir, bukan mau diajar untuk memahami kehendak Tuhan, tetapi lebih untuk mencari kepuasan batin. Mereka mencari pengkhotbah-pengkhotbah yang bisa menyenangkan hati mereka, daripada harus menjalani kenyataan hidup yang pahit. Nah, kalau hanya mau mencari kepuasan hati, untuk apa panggil pengkhotbah, panggil saja komika-komika ternama yang bisa “standup komedy” sehingga gereja bisa menghadirkan lelucon yang menyenangkan hati. Sebab pengkhotbah sejati tidak pernah berusaha menyenangkan hati jemaat, tetapi selalunya menyenangkan hati Tuhan.
Di sinilah letak permasalahannya, saudara! Mengapa banyak jemaat ogahogahan datang beribadah? karena mereka tidak mau belajar dari Tuhan! Mengapa banyak orang asal mencari Tuhan? karena sebenarnya mereka tidak mau di atur Tuhan! Sebab kalau kita kembali membaca baik-baik apa yang disampaikan Tuhan Yesus, sebenarnya di sana jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang menghendaki kita masuk ke dalam dunia. Perhatikan frase “Lihat, Aku mengutus kamu…” Saudara, kalimat ini jelas menyatakan bahwa atas kehendak Tuhanlah kita masuk ke dalam dunia dan tinggal di dalam dunia. Tuhan mengutus kita ke tengah-tengah dunia bukan untuk berleha-leha, untuk bersantai-santai, tidak! Tetapi Tuhan mengutus kita untuk belajar menelan pil pahit. Karena itulah Ia menggambarkan “seperti seekor domba di tengah-tengah srigala.”
Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Apa yang bisa diharapkan dari kawanan domba yang lemah, tidak berdaya, dan yang tidak bisa melindungi diri di tengah-tengah kawanan srigala yang buas? Selain mereka akan hidup dalam kegelisahan, mereka akan terus mengembik karena ketaktan dan akhirnya ia menjadi mangsa srigala hingga mati tercabik-cabik? Tetapi kondisi ini tidak sama artinya dengan mati konyol. Karena kita tidak sendirian, Ia akan selalunya berada di dekat kita. Dalam hal ini, sebenarnya Tuhan ingin mengingatkan kepada kita, inilah kondisi dunia yang harus dihadapi anak-anak Tuhan.
Saudara, dunia tidak lagi memandang kita sebagai bagiannya, sebab dunia tidak lagi melihat bagian diri kita yang lama, karena itu mereka membenci kita (ayat 22). Namun ketika kita sadar bahwa Tuhan Yesuslah yang mengutus kita, seharusnya ini menjadi penghiburan bagi kita. Sebab jika Tuhan Yesus mengutus murid-murid-Nya pasti juga Ia akan melindungi dan meneguhkan mereka.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Saat kita menerima Yesus menjadi Tuhan dan Juruselamat, bukankah kita tidak membayar harga apapun. Persembahan dan perpuluhan yang kita berikan kepada gereja, bukan sebagai pengganti bahwa kita telah membayar jasa Tuhan. Terlalu picik jika kita memikirkannya demikian. Alkitab dengan tegas mengatakan kepada kita bahwa kita ditebus bukan dengan perak atau emas, melainkan  dengan darah Kristus yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (1 Petrus 1:18-19). Karena itu tidak ada seorangpun yang berjasa menggantikan pengorbanan Kristus. Namun ketika kita mulai mengikut Yesus ada harga yang harus dibayar. Dan ketika kita mulai melayani Yesus, kita harus membayar segala-galanya. Tetapi itu tidaklah seberapa, jika dibandingkan dengan kehormatan yang dipikul para hamba-Nya kini dan kemuliaan yang kelak diberikan pada kita (Roma 8:18).
Dan tujuan peringatan yang diberikan Tuhan Yesus ini adalah bukan supaya kita menjadi mundur dari panggilan kita. Justru sebaliknya, Tuhan menghendaki kita agar memiliki satu keberanian untuk mengatakan kebenaran dengan jelas dan terbuka. Kita dituntut Tuhan untuk menyadari konsekuensi yang bakal kita hadapi sebagai anak Tuhan dan bersiap-siap untuk menghadapinya.
Karena itu saudara, setiap kita dipanggil untuk bersikap cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Apa maksudnya saudara? Maksud dari “cerdik seperti ular” berarti kita dituntut untuk waspada dan tidak lengah. Waspada betapa jahatnya orang-orang yang belum kenal Tuhan. Namun demikian, Tuhan Yesus mempunyai kasih yang sempurna. Sehingga sekali pun Dia tahu betapa jahatnya manusia, Dia tetap rela datang ke dalam dunia dan melayani manusia.
Jadi saudara, setiap pengikut Kristus harus tahu betapa jahatnya manusia. Jika mereka tidak menyadarinya, bayangkan betapa mudahnya mereka kecewa dan putus asa ketika akhirnya mereka tersadar bahwa dunia memang sangat kejam.
Kita memang tidak dipanggil untuk memakai kekuatan fisik ataupun senjata militer untuk menghadapi penolakan dan serangan dari penguasa-penguasa dunia. Sebaliknya kita dipanggil untuk memakai senjata Ilahi, yaitu pimpinan Roh Kudus (ayat 19-20). Sampai di sini, kita melihat ternyata mengikut Tuhan itu sangat mengerikan. Di dalamnya penuh aniaya dan penuh bahaya. Apakah ini berarti lebih baik kita tidak usah mengikut Dia? Tidak saudara!
Sekarang mari kita lihat, siapakah manusia yang ada di dunia ini yang bebas dari aniaya dan bahaya? Apakah presiden bebas dari aniaya? Begitu ada revolusi para pemberontak itu akan menganiaya, bahkan membunuh presiden yang terguling. Ada banyak sejarah membuktikan kepala-kepala negara yang harus mengakhiri masa jabatannya karena tuntutan ini. Salah satunya kasus yang baru-baru ini terjadi dimana Senat Brasil pada Rabu (31/8/2016) melengserkan Presiden Dilma Rousseff dari posisinya karena dinilai melanggar undang-undang anggaran negara. Dengan demikian, berakhir sudah kekuasaan partai bergaris kiri, Partai Buruh, yang selama 13 tahun terakhir berhasil menempatkan kadernya di posisi tertinggi di negara dengan perekonomian terbesar kawasan Amerika Latin tersebut.
Apakah tentara bebas aniaya? Mereka justru menjadi target senjata tentara lawan. Para tentara diutus negara menjadi garda terdepan, yang siap melindungi negaranya dari serangan musuh. Jadi pastinya mereka sudah bersumpah untuk rela mati bagi negaranya. Siapakah manusia di dunia ini yang bebas dari bahaya dan aniaya? Saya rasa tidak ada! Itu sebabnya bodoh sekali kalau orang Kristen menjadi takut mengikut Tuhan karena takut acaman bahaya. Terlalu banyak orang penakut di dunia ini, karena itu jangan lagi kita menambah-nambah jumlahnya dengan menjadi salah satu orang penakut.
Sebaliknya, biarlah kita “tulus seperti merpati” maksudnya adalah dalam memberitakan Injil, kita tidak boleh bertujuan yang salah apalagi mengkompromikan isi beritanya. Kita adalah marketing-marketing Allah yang dipanggil untuk menjadi saksi-Nya. Kita dipanggil untuk menyaksikan bagaimana Allah berkarya di dalam kehidupan kita, bagaimana Allah memelihara kita, bagaimana Allah memilih dan menyelamatkan kita. Dengan berani kita mengakui Yesus adalah Raja kerajaan surga di hadapan semua manusia (32). Maka Tuhan Yesus pun akan mengakui kita di hadapan Allah Bapa. Justru dengan ketulusan seperti merpati ini, akan mencegah mereka dari cara yang berdosa untuk meloloskan diri dari bahaya tersebut.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Tuhan Yesus sudah mengingatkan bahwa orang-orang yang tidak takut Tuhan akan membenci, memfitnah, menghukum, menyiksa, dan mempermalukan utusan-utusan Tuhan. Bukan saja orang-orang fasik itu memiliki rencana jahat, mereka juga mempunyai akses kepada pemerintah dan pemimpin-pemimpin sehingga mereka pun melawan para murid. Sebagian akan dibenci tanpa alasan, sebagian difitnah dan dianggap penjahat. Sebagian dianiaya, sebagian bahkan dibunuh. Sebagian lagi akan dikejar-kejar dan harus hidup di dalam pelarian. Mereka begitu membenci anak-anak Tuhan yang selalunya memberitakan kabar pentingnya pertobatan dari dosa-dosa mereka.
Tetapi, dikatakan di dalam ayat 23, “Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang.” Maksudnya adalah sebelum kehabisan tempat berlindung, Tuhan sudah datang memberikan pertolongan-Nya. Saudara, Tuhan memang tidak menjanjikan akan meloloskan mereka dari bahaya, sebaliknya Tuhan menghendaki kita untuk bersikap waspada terhadap rencana jahat, yang sekalipun pada akhirnya kita harus tertangkap dan diadili, tetapi Tuhan mengatakan bahwa Roh Kudus akan memberikan kekuatan kepada kita untuk terus bersaksi. Roh Kudus akan secara aktif senantiasa menyertai mereka. Faktanya saudara, sejarah membuktikan, sejak para Rasul itu tersebar, sejak anak-anak Tuhan semakin menderita, sejak Injil makin ditekan, tetapi kasih karunia Tuhan tidak pernah berkurang. Bahkan kalau kita mau hitung-hitungan sampai hari ini, pekerjaan Tuhan semakin banyak tersiar ke belahan bumi.
Dalam hal inilah Tuhan ingin mengingatkan murid-murid-Nya bagaimana mereka menghadapi sistem dunia ini. Ini adalah tugas yang sangat berat, tetapi Tuhan terus menjanjikan penyertaan-Nya. Kesadaran akan penyertaan Tuhan yang melampaui hidup dan mati, menjadi kunci kemenangan bagi kita yang percaya.
Karena itu saudara, tiga kali Tuhan menegaskan kepada setiap murid-murid-Nya agar mereka tidak takut terhadap semua itu, yakni dalam ayat 26-27, 28 dan 31.
Mari kita perhatikan perintah pertama Tuhan Yesus dalam ayat 26-27, ini merupakan perintah ganda kepada para murid-Nya agar mereka tidak perlu takut. Dikatakan “Jadi janganklah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah.” Maksudnya adalah Tuhan Yesus ingin menyatakan dengan secara gamblang bahwa para pelayan Tuhan, para pemberita Injil tidak perlu takut. Kebenaran pasti akan menang. Karena itu mereka harus tetap setia kepada Firman Allah, berkhotbah secara terang-terangan, tegas dan dengan berani. Kalau ada orang Kristen yang mengalami aniaya, sengsara dan bahkan sampai harus mati syahid karena imannya, maka ia harus ingat bahwa harinya akan tiba ketika semuanya akan tampak jelas bagaimana adanya. Dan pada hari itu juga kepalsuan kekuatan di penganiaya akan nyata, dan kepahlawanan saksi kristiani akan nyata dan masing-masing akan mendapatkan ganjaran.
Saudara inilah yang dirasakan oleh Paulus, bagi Paulus menderita bagi Kristus bukanlah sebuah kerugian. Justru “ia menghendaki agar setiap pembaca tahu, bahwa apa yang terjadi atasnya justru telah menyebabkan kemajuan Injil. Sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa ia dipenjarakan tidak lain oleh karena Kristus” (Band. Filipi 1:12-13). Dari sini kita melihat saudara, karena perjumpaannya dengan Kristuslah, saat ia melihat kembali ke belakang, semua yang ia lakukan dianggapnya sebagai sampah. Ia tidak pernah menyesal untuk menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadinya, terlebih harus menderita bagi Kristus. Dari sinilah Paulus mengambil satu kesimpulan yang sangat tepat ketika ia mengatakan “Karena bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:21).
Perintah kedua dalam ayat 28, “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” Ayat ini secara sederhana ingin menjelaskan bahwa tidak ada hukuman yang dikenakan oleh manusia kepada manusia lain, yang dapat dibandingkan dengan nasib akhir dari manusia yang bersalah karena tidak taat dan tidak setia kepada Tuhan. Dengan kata lain, memang benar manusia bisa membunuh jasmani manusia yang lain, tetapi kutukan dan hukuman Tuhan atas manusia akan mematikan baik jasmani maupun jiwa manusia.
Karena itu saudara, maut bukan saja berbicara soal kematian jasmani, tetapi maut yang sesungguhnya yang dimaksudkan Alkitab adalah keterpisahan manusia dari hadapan Allah. Keterpisahan ini begitu mengerikan sehingga Anak Manusia pun menjerit mewakili manusia yang berdosa, “Eloi, Eloi, lama Sabaktani?” yang berarti “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46; Markus 15:34). Saudara, dalam konteks ini, Allah sebagai Bapa memang tidak meninggalkan diri-Nya (Lukas 23:46); tetapi Allah Sebagai Hakim harus memisahkan diri dari Dia apabila Dia akan mengalami kematian rohani menggantikan manusia berdosa. Karenanya saudara, kita yang telah mengenal kebenaran, seharusnya kita tidak takut terhadap ancaman manusia yang ingin mengambil nyawa kita, karena Tuhan telah terlebih dahulu berjanji akan menjamin kita. Sebaliknya, takutlah kepada Allah sebagai Hakim yang akan menghakimi semua manusia, baik yang telah mati ataupun yang masih hidup. Ia akan menghukum setiap manusia yang berdosa dengan hukuman kekal-Nya. Karenanya tidak ada alasan untuk kita tidak setia kepada Tuhan. Seharusnya kenyataan ini semakin menambah kecintaan kita kepada Tuhan.
Perintah ketiga dalam ayat 31, “Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” Perintah ini didasarkan pada kepastian akan penyertaan dan perhatian Tuhan. Kalau burung pipit saja yang harganya sangat murah dipelihara dan diperhatikan oleh Tuhan, apalagi hidup manusia. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa Allah Bapa sanggup memelihara hidup dan Dia juga yang menentukan hidup matinya seseorang. Hidup kita dianggap begitu berharga sehingga rambut di kepala kita pun terhitung semua (ayat 30). Tuhan tidak akan meninggalkan kita dalam keadaan apa pun. Jika demikian, mari kita berjanji untuk tidak meninggalkan Dia dalam keadaan apa pun.
Di dalam ayat 32 Tuhan Yesus memperingatkan bahwa takut kepada manusia hingga menyangkal nama Yesus adalah dosa yang sangat besar. “Setiap orang yang mengakui AKu di depan manusia, Aku pun akan mengakuinya di depan Bapa-ku yang di sorga.” Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk dapat mengelak dari kenyataan, dengan alasan takut mati sehingga kita, menyangkal nama Tuhan Yesus?
Karena itu saudara, bahwa keberanian dan keteguhan hati para utusan Sang Raja itu bukanlah suatu hal yang tanpa dasar. Keberanian dan keteguhan mereka itu didasarkan pada keyakinan, bahwa apa pun yang terjadi mereka tidak akan dapat terlepas atau hanyut keluar dari perlindungan kasih Allah. Mereka tahu bahwa segenap waktu hidup dan matinya ada pada tangan Tuhan. Mereka tahu bahwa Allah tidak akan meninggalkan atau mengkhianati mereka. Mereka tahu bahwa mereka selalunya disertai dan dilindungi oleh pemeliharaan Tuhan. Kalau demikian keadaanya, masihkah kita harus takut? Dan kalaupun memang masih takut, kepada siapakah kita harus takut?
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan, 
Tuntutan Yesus ini berlaku bagi siapa saja, dari generasi ke generasi. Faktanya ada begitu banyak alasan untuk kita tetap menaati Tuhan dengan penuh sukacita dan keberanian. Mari layani Tuhan dengan mengabarkan firman-Nya. Mari layani Tuhan dengan tulus dan tidak ada motivasi egois apa pun. Mari layani Tuhan dengan kesadaran betapa bahayanya dunia tempat kita berada ini. Mari layani Tuhan dengan kesadaran bahwa Tuhan akan memimpin, menyediakan jalan, menyertai, dan menjaga hidup kita. Sebab Tuhan Yesus sudah berkata: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang (Matius 10:34). Maksudnya adalah pedang kebenaran yang akan memberi hidup kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Karena itu jangan pernah kita takut terhadap ancaman dunia, sebaliknya “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (Ibrani 10:25). Kiranya Firman Tuhan ini menguatkan kita sekalian. Amin.

Minggu, 20 November 2016

PANGGILAN HIDUP KUDUS DAN MENERAPKAN KASIH PERSAUDARAAN

PANGGILAN HIDUP KUDUS DAN MENERAPKAN KASIH PERSAUDARAAN
1 Petrus 1:13-25

Kaum muda yang saya kasihi di dalam Tuhan,
Panggilan kita sebagai orang yang telah menerima penebusan Allah adalah kita diharapkan dapat menjaga kekudusan hidup dan kasih persaudaraan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebab setuju atau tidak, Allah menuntut adanya satu perbedaan yang sangat mencolok, yang seharusnya dapat dipersembahkan oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai orang Kristen.
Saudara, dewasa ini ada banyak orang yang mengatakan bahwa ia adalah orang Kristen. Namun dalam prakteknya, dalam kehidupan sehari-hari mereka, kehidupan mereka jauh dari apa yang diharapkan Tuhan bagi mereka. Fakta di lapangan kita melihat tidak semua orang mampu menyatakan kehidupannya sebagai cerminan dari apa yang dikehendaki oleh Kristus. Padahal saudara, kalau kita melihat kembali arti dari kekristen, Kristen sendiri berarti adalah pengikut Kristus, murid dari Kristus, umat kepunyaan Allah (Band. Kisah 11:26).
Saudara, pertanyaan kita, mengapa saudara ada banyak orang Kristen yang hidupnya tidak mencerminkan kekristenan yang sesungguhnya? Apakah karena tekanan dunia yang terlalu hebat, sehingga orang yang mengaku diri sebagai orang Kristen, tidak sanggup memenuhi standart yang ditetapkan Allah? Sehinga tuntutan ini adalah sebuah tuntutan yang muluk-muluk, sebuah tuntutan yang sulit dicapai oleh seorang Kristen yang sejati.
Saya rasa tidak demikian saudara! Sebab keberhasilan kita dalam menjalani panggilan kekristenan, bukan terletak dari kekuatan kita semata, yang walaupun di dalamnya Allah memberikan kesempatan bagi kita untuk turut mengambil bagian dalam mengerjakan keselamatan kita. Tetapi keberhasilan kita, lebih banyak ditentukan oleh pimpinan Allah di dalam kehidupan orang-orang percaya.
Bagaimana pun juga saudara, memang tidak mudah menjalani hidup di dalam dunia ini sambil mempertahankan kehidupan yang kudus. Lingkungan di sekitar kita yang dikatakan Alkitab sebagai “dunia,” selalunya menekan kita, mencobai kita supaya kita dapat menyerupai dunia. Namun tetap, bukan berarti hal itu tidak bisa dilakukan!
Karena itu saudara, melalui perenungan kita malam ini, saya mengajak kita untuk merenungkan bagaimana seharusnya kita berperan aktif dalam menjaga kekudusan hidup dan kasih persaudaraan di dalam dunia yang berdosa ini. Apa yang harus kita persiapkan sebagai langkah kita untuk menuju kehidupan yang dikehendaki Tuhan?
Saudara mari kita perhatikan langkah-langkah yang harus dipersiapkan. Dalam ayat 13 dijelaskan: “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
Perhatikan frase “Sebab itu siapkanlah akal budimu…” Ini adalah frase yang membutuhkan perhatian khusus dari setiap pembaca, bahwa meskipun keadaan diluar tidak pernah kita duga, namun kita mesti mempersiapkan sebuah strategi untuk melawannya. Jadi Petrus seolah-olah ingin mengingatkan setiap orang percaya untuk memiliki kesiapan diri yang baik, kita dituntut untuk menyiapkan akal budi, segenap perhatian kita dalam menghadapi tantangan dunia.
Pernyataan ini juga sama artinya kita dituntut untuk dapat mengendalikan pikiran, atau memiliki pikiran yang terlatih sebelum kita menghadapi tantangan dunia. Saudara rupanya, untuk menjadi seorang Kristen yang sejati, bukan hanya dituntut untuk percaya kepada Yesus lalu selesailah pekerjaan kita. Tidak saudara! Selama kita masih hidup di dalam dunia ini, ada tugas yang harus kita persiapkan, yaitu kita perlu melatih diri menyiapkan akal budi kita, dengan jalan belajar akan firman Allah.
Saudara dengan kita melatih diri untuk belajar, dengan melatih akal budi kita dalam firman Tuhan, membuat kita lebih siap menghadapi kenyataan hidup. Sebab melalui firman Tuhanlah kita mengetahui apa yang baik, apa yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Sehingga dengan semuanya itu, akal pikiran kita menjadi terlatih untuk membedakan mana yang dikehendaki Tuhan dan mana yang tidak dikehendaki Tuhan.
Yang berikutnya adalah kita bukan hanya perlu memiliki pikiran yang terkendali, tetapi kita juga dituntut untuk memiliki pikiran yang waspada. Kata “waspadalah” merupakan nasihat untuk menilai fakta-fakta yang ada dengan wajar tanpa emosi dan kepanikan yang berlebihan. Kata ini berarti “tenang, mantap, terkendali dalam mempertimbangkan persoalan-persoalan.” Kata ini diulang kembali dalam pasal 4:7; 5:8.
Kata ini juga mengandung arti bahwa kita dituntut untuk dapat dengan seksama memperhatikan kemungkinan dari bahaya dan musuh rohani yang bakal menyerang kita. Karena itu pekerjaan utama orang Kristen yang pertama adalah pada kesiapannya untuk mengatur dengan benar hati dan pikirannya. Kewaspadaan membawa kita untuk tetap berjaga-jaga dan tidak lengah terhadap setiap tantangan zaman. Sebab benarlah firman Tuhan yang mengatakan: “Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut tetapi daging lemah” (Matius 26:41).
Yang berikutnya saudara, perhatikan frase “Letakkanlah pengharapan seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu.” Saudara kita dituntut untuk memiliki pengharapan yang utuh kepada Kristus. Dan tindakan ini menuntut adanya ketekunan di dalam menjalankannya.
Saudara, dengan menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali akan menguatkan iman dan pengharapan kita pada masa-masa kesukaran, dan hal ini memberikan lebih banyak lagi kasih karunia Allah kepada kita. Sebab kita tahu, bahwa masa depan kita sudah pasti berada di tangan Tuhan Yesus.
Sekarang kita beralih pada ayat 14-16 yang berbicara tentang bagaimana kita menjaga kekudusan hidup kita agar jangan sampai kita terbawa hawa nafsu.
Mari kita perhatikan frase “Sebagai anak-anak yang taat” (ayat 14). Perkataan ini dapat dipandang sebagai pedoman hidup kudus, baik yang bersifat menegaskan, yakni “Kamu harus hidup sebagai anak-anak yang taat, seperti orang-orang yang sudah diangkat Allah menjadi anggota keluarga-Nya dan diperbaharui oleh anugerah-Nya.” Atau perkataan ini dapat juga dipandang sebagai alasan untuk mendesak mereka supaya hidup kudus dengan menimbang siapa mereka sekarang, yaitu anak-anak yang taat, dan siapa mereka pada waktu mereka hidup menuruti hawa nafsu dan kebodohan.
Sebaliknya “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Petrus 1:15-16).
Argumentasinya sangat sederhana dan masuk akal. Anak-anak biasanya mewarisi sifat-sifat orang tua mereka. Allah itu kudus; karena itu sebagai anak-anak-Nya, kita hendaknya hidup kudus. Kita adalah orang-orang yang “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Petrus 1:4) dan patut menyatakan sifat ilahi itu melalui kehidupan kita yang saleh.
Kalimat ini secara harfiah berkata: “janganlah kamu menjadi serupa” dengan “hawa nafsu daging yang dahulu.” Kalimat ini sama dengan yang dinyatakan Paulus dalam Roma 12:2, yang mengatakan: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Dari sini kita memahami bahwa keinginan hidup seorang Kristen sudah diubah: tetapi jika orang Kristen itu sendiri tidak waspada maka dia tetap saja bisa “diseret dan dipikat oleh keinginannya sendiri yang jahat” (Yakobus 1:14).
Yang menarik dalam ayat ini saudara, bahwa penyebab dari semua ini adalah kebodohan yang menyebabkan mereka hidup menuruti hawa nafsu. Orang-orang yang belum diselamatkan kurang memiliki pengetahuan rohani dan hal ini menyebabkan mereka menyerahkan kepada segala keinginan daging dan kesenangan duniawi.
Dalam 1 Yohanes 1:5 dijelaskan bahwa, “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.” Pernyataan ini berkenaan dengan keadaan Allah, bukan dengan apa yang dilakukan oleh-Nya. Jadi, terang adalah kodrat Allah sendiri. Dan kekudusan merupakan ide utamanya. Anugerah Allah dalam memanggil orang berdosa merupakan ajakan yang kuat untuk hidup kudus. Justru suatu perkenanan yang besar jika kita berhasil dipanggil oleh anugerah Ilahi untuk keluar dari keadaan dosa dan kesengsaraan ke dalam keadaan dimana kita memiliki semua berkat dari Perjanjian Baru.
Allah itu kudus, dan apa yang berlaku bagi Allah juga harus berlaku bagi umat-Nya. Kekudusan Allah merupakan bagian yang penting dari sifat-Nya. Kekudusan apa pun yang kita miliki dalam tabiat dan kelakuan kita pasti berasal dari Dia.
Kata “kudus” yang dipakai di sini adalah “hagios” yang artinya berbeda. Bait Allah hagios karena ia berbeda dengan rumah yang lain. Hari Sabat hagios karena berbeda dengan hari yang lain. Allah itu kudus, dan apa yang berlaku bagi Allah juga berlaku bagi umat-Nya. Kekudusan mengandung pengertian terpisah dari cara-cara fasik dunia dan dipisahkan untuk mengasihi, melayani dan menyembah Allah (Imamat 11:44). Kekudusan adalah sasaran dan maksud pemilihan kita di dalam Kristus. Itu berarti menjadi serupa dengan Allah dan mengabdi kepada-Nya sementara hidup untuk menyenangkan-Nya. Status berbeda perlakuan berbeda pula. Demikianlah gereja dan orang Kristen. Dia punya status berbeda dan oleh karena itu prilakunya berbeda pula.
Kehidupan kudus itu dapat terjadi ketika seseorang memiliki akal budi yang sehat dan hidup di dalam pengharapan akan Tuhan. Umat perlu mewaspadai hawa nafsu di dalam dirinya yang dapat membuat mereka jatuh ke dalam dosa. Kita perlu menjaga kekudusan hidup karena kita adalah ciptaan Allah, gambar dan rupa Allah – Allah yang Maha Kudus. Menjaga kekudusan menjadi penting karena sebagai umat percaya, kita telah ditebus oleh Tuhan. Firman Allah mengerjakan pelayanan pengudusan dalam kehidupan orang-orang percaya yang penuh pengabdian (Yohanes 17:17).
Dari sini kita melihat saudara, bahwa mereka yang senang membaca firman Allah, merenungkannya dan berusaha untuk menaatinya, akan mengalami pimpinan dan berkat Allah dalam kehidupan mereka (Mazmur 1:1-3). Firman itu menyatakan pikiran Allah, karena itu kita harus mempelajarinya. Firman itu menyatakan isi hati Allah, karena itu kita harus mengasihinya. Firman itu menyatakan kehendak Allah, karena itu kita harus hidup sesuai dengan firman-nya. Seluruh keberadaan kita pikiran, kehendak dan perasaan kita haruslah dikendalikan oleh firman Allah. Maka dengan pengenalan yang demikianlah, setiap-anak Tuhan dapat menjaga kehidupannya tetap kudus sesuai dengan kehendak Allah.
Hidup kudus adalah anugerah Tuhan. Hidup kudus merupakan akibat perubahan status dari orang yang belum percaya menjadi anak Tuhan dan menjadi dasar hidup orang percaya. Kristen adalah umat tebusan Allah yang telah dilahirkan kembali karena pengorbanan Kristus yang telah mati di kayu salib. Inilah penebusan yang mahal, yang tidak mungkin dibayar dengan apa pun juga, selain dengan darah Yesus Sang Putra Allah.
Sebab faktanya adalah, Allah adalah hakim sejati yang akan menghakimi seluruh manusia. Dikatakan: “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi sema orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini (ayat 17). Sebagai anak-anak Allah, kita perlu bersikap serius tentang dosa dan kehidupan yang kudus. Bapa sorgawi kita adalah Bapa yang kudus (Yohanes 17:11) dan adil (Yohanes 17:25). Karenanya Ia tidak akan kompromi dengan dosa. Bagaimana pun juga, dosalah yang telah menyebabkan Bapa mengutus anak-Nya yang tunggal untuk mati di atas kayu salib. Sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya diberi hak untuk memanggil Allah sebagai Bapanya (Galatia 4:6). Jika kita memanggil Allah sebagai “Bapa” maka kita hendaknya memancarkan sifat-sifat-Nya.
Saudara, penghakiman yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah penghakiman atas pekerjaan seorang percaya. Penghakiman ini tidak ada hubungannya dengan keselamatan, kecuali bahwa keselamatan perlu menghasilkan perbuatan baik (Titus 1:16; 2:7, 12). Melihat fakta bahwa Allah Bapa dengan penuh kasih mendisiplin anak-anak-Nya pada masa ini, dan Ia akan menghakimi perbuatan mereka ada masa yang akan datang, kita hendaknya menanamkan sikap takut terhadap Tuhan, dengan menaruh hormat yang selayaknya terhadap Allah. Kesadaran akan kenyataan bahwa Allah adalah Hakim bagi kita seharusnya membawa kita untuk hidup lebih berhati-hati dan saleh. Sebab demikianlah firman Tuhan berkata “Orang bijaksana dikenal melalui apa dan siapa yang ditakuti olehnya (Matius 10:28).
Ayat 18-19 berbicara tentang anugerah Allah dalam Yesus Kristus yang merelakan diri-Nya sebagai korban penghapusan dosa yang sangat mahal. Darah Yesus Kristus adalah satu-satunya harga penebusan manusia dan penebusan manusia itu nyata, bukan kiasan. Kita dibeli dengan harga, dan harga itu sepadan dengan pembeliannya, sebab itu adalah darah Yesus yang mulia.
Istilah “mahal” yang dipakai dalam pembahasan ini adalah “Timios,” yang sekaligus menjadi ciri khas dari Petrus. Dan ini adalah bukti dari kasih Allah kepada manusia, sehinga iman dan pengharapan kita hanya tertuju kepada Allah. Kasih Allah adalah alasan utama untuk mencapai kehidupan yang kudus. Kasih Allah merupakan satu alasan mengapa Tuhan kita menetapkan Perjamuan Kudus, yaitu supaya secara terus menerus umat-Nya mengingat bahwa Ia telah mati bagi mereka. Petrus menjelaskan bahwa kematian Kristus adalah suatu janji, bukan suatu kebetulan: Karena kematian-Nya itu telah direncanakan sebelum dunia ini dijadikan (Kisah 2:23). Bagaimana ketidakberdosaan sempurna dari Sang Anak Domba, penderitaan-nya yang seharusnya ditanggung oleh manusia, menjadi landasan bagi suatu cara menilai yang baru dan sorgawi.
Dari sudut pandang manusiawi, Tuhan kita dibunuh dengan kejam; tetapi dari sudut pandang Ilahi, Ia menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus orang-orang berdosa (Yohanes 10:17-18).
Karena itu rancangan Kristus dalam menumpahkan darah-Nya yang paling berharga adalah untuk menebus kita, bukan hanya dari kesengsaraan kekal di akhirat, melainkan juga dari perilaku atau hidup yang sia-sia di dunia ini.
Saudara, penderitaan Kristus bukan suatu keadaan darurat. Penderitaan tersebut merupakan rencana Allah yang terbaik mengingat dosa manusia. Kenyataan ini akan sangat menghibur orang-orang kudus yang kini mulai mengalami penderitaan.
Setelah menyebutkan harga penebusan, Rasul Petrus melanjutkan dengan berbicara tentang beberapa hal yang berkaitan baik dengan Sang Penebus maupun yang ditebus-Nya (ayat 20-21).
Perhatikan frase “Yang telah dipilih sebelum dunia dijadikan” Artinya kita telah dipilih atau ditetapkan oleh Allah yang sudah tahu sebelumnya. Jika Allah mengetahui sebelumnya tentang apa yang akan dipilih-Nya, menunjukkan kepada kita tentang suatu kehendak, keputusan bahwa apa yang akan terjadi itu adalah pasti (Kisah 2:23). Allah tidak saja sudah mengetahui sebelumnya, tetapi juga menentukan dan menetapkan, bahwa Anak-Nya harus mati bagi manusia, dan ketetapan ini sudah ada sebelum dunia dijadikan. Waktu dan dunia dimulai bersama-sama, sebelum waktu dimulai, tidak ada apa-apa selain dari kekekalan.
Ayat 22-25 berbicara tentang bagaimana sebagai manusia yang telah menyucikan diri mengamalkan kasih persaudaraan dengan tulus ikhlas. Karena kamu telah menyucikan dirimu. Petrus mengacu kepada kesungguhan dari pertobatan mereka. Suatu kenyataan yang disadari oleh para pembacanya.
Kelahiran kita yang pertama kali adalah kelahiran secara “daging” dan daging itu dapat binasa. Apa pn juga yang dilahirkan secara daging pasti akan mati dan hancur. Hal ini menerangkan mengapa umat manusia tidak dapat bernaung dalam satu kesatuan peradaban: karena semuanya berdasarkan pada kedagingan dan pasti akan hancur berantakan.
Sebab sebagai orang percaya kita telah dilahirkan kembali melalui Firman-Nya. Dan firman Allah adalah kekal. Firman Allah adalah sarana agung bagi pembaharuan diri atau kelahiran kembali (Yakobus 1:18). Secara garis besar Firman Tuhan di saat ini hendak mengingatkan kita sekalian sebagai orang percaya yang mengaku diri kita sebagai para pengikut Kristus bahwa ketika kita mengaku kita adalah orang Kristen maka di dalam pengakuan tersebut ada tanggung jawab yang besar yang harus kita pikul dan kita buktikan sebagai wujud nyata iman kita kepada Allah di dalam Kristus. Kasih persaudaraan orang Kristen harus disalurkan kepada saudara-saudaranya dengan hati yang tulus, jujur, dan teguh. Semuanya terjadi karena ia adalah ciptaan yang baru, yang diciptakan bukan dari kefanaan namun ketidakfanaan. Dia sudah dibentuk kembali.
Kelahiran yang baru dan kedua ini jauh lebih diinginkan dan luhur daripada kelahiran yang pertama. Hal ini diajarkan oleh Rasul Petrus dengan lebih memilih benih yang tidak fana daripada benih yang fana. Oleh benih yang fana kita menjadi anak-anak manusia, sedangkan oleh benih yang tidak fana kita menjadi putra dan putri Yang Mahatinggi
Dengan status baru ini, dimungkinkan baginya untuk hidup dalam dan demi kasih Kristus yang sempurna. Sebab apa buktinya kita mengatakan bahwa kita percaya kepada Allah kalau kita tidak mengasihi sebab Allah adalah kasih. Dan kalau kita mengatakan bahwa kita percaya kepada Allah tetapi kita tidak mempraktekkan kasih didalam hidup kita dengan hidup kudus dihadapan Allah, maka iman kita akan mati. Sebab Iman tanpa perbuatan pada hakekkatnya adalah mati (Yakobus 2:17b). Oleh sebab itu maka kita harus saling mengasihi satu dengan yang lain agar iman kita tidak menjadi mati. Dan ini membuktikan bahwa kita sungguh mengasihi Allah, dan hidup di dalam kekudusan dan persaudaraan dengan sesama.
Kaum muda yang saya kasihi,
Kalau kita memperhatikan kehidupan zaman yang semakin moderen seperti ini, rasa-rasanya sulit sekali kita mempraktekkan/ mewujudnyatakan kasih. Perkembangan zaman lebih menuntut kita serba cepat dan individual. Konkritnya bahwa dewasa ini kasih mulai memudar dari dalam kehidupan orang percaya. Manusia dewasa ini sedang didokrin bahwa dunia ada dalam genggaman kita. Sehingga secara sadar atau tidak sadar, kita mulai diseret untuk keluar dari dunia nyata kita dan beralih kepada dunia maya yang ada di dalam genggaman kita. Akibatnya, kita tidak lagi hidup bersosial dengan baik. Ibaratnya, kita memang berdekatan, tetapi dekat belum tentu satu pemikiran.
Dunia modern juga telah menyulap ibadah-ibadah yang seremonial dengan tayangan-tayangan streaming yang bisa disaksikan di mana saja. Sehingga orang mulai malas untuk ke gereja dan menguduskan hari Sabat. Padahal ketika kita mengatakan kita mengasihi Allah maupun sesama maka kita pasti akan selau menguduskan Sabat. Bisakah tayangan streaming khotbah online menggantikan ibadah seremonial? Kalau jawabanya adalah bisa, itu artinya kita sedang menolak firman yang disampaikan dalam Ibrani 10:25. Namun ironisnya bahwa Sabat memang sudah tidak lagi di indahkan oleh beberapa orang.
Dewasa ini juga kita melihat banyak sekali terjadi kasus pemerkosaan, pelecehan seks dan dekadensi moral, pencurian, KKN, penipuan, manupulasi, dll. Ini merupakan wujud nyata dari kedegilan hati orang percaya yang menganggap bahwa kasih hanyalah sebuah slogan tanpa harus diwujudnyatakan.
Kaum muda yang kekasih,
Biarlah melalui kebenaran firman Tuhan kali ini, mendorong kita untuk dapat mempertahankan kekudusan hidup sebagai orang-orang yang telah ditebus dengan mempraktekan kasih agar iman kita kepada Allah menjadi sempurna dan iman kita menjadi hidup agar ketika kita mengatakan kita mengasihi Allah saat itu kita menyatakan iman kita kepada Allah sebab iman kita adalah iman yang hidup yang dilandasi dengan kasih baik kepada Allah maupun sesama. Amin.

Kamis, 10 November 2016

JANGANLAH KHAWATIR AKAN KEBUTUHAN HIDUP SEHARI-HARI

JANGANLAH KHAWATIR AKAN KEBUTUHAN HIDUP SEHARI-HARI
Matius 6:25-34
(Lukas 12:22-31)


Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Malam hari ini kita kembali belajar satu tuntutan yang Tuhan Yesus minta untuk setiap anak-anak Tuhan dapat lakukan, yaitu “jangan khawatir akan kebutuhan hidup sehari-hari.” Hal kekhawatiran sepertinya menjadi tema umum yang sering kita dengar dalam khotbah-khotbah yang pernah kita dengar. Namun seringnya tema ini dikhotbahkan, tetapi fakta membuk-tikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit anak-anak Tuhan yang masih hidup dalam sikap yang kuatir. Yesus bukannya membela sikap hidup yang malas, boros, sembrono, tanpa pikir panjang dan kurang perhitungan. Tetapi yang dilarang Tuhan Yesus adalah sikap hidup yang tidak hati-hati dan penuh ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran, yang pada akhirnya menyingkirkan sukacita dalam hidup.
Bahasa Yunani yang dipakai di sini ialah “merimnan” yang artinya sangat khawatir. Kata bendanya “merimna” yang berarti khawatir atau kekhawatiran.
Apakah kekhawatiran itu? Kekhawatiran adalah adanya perasaan gelisah, prihatin, atau takut. Perasaan-perasaan ini biasanya berhubungan dengan pikiran-pikiran negatif terhadap sesuatu yang diduga akan terjadi di masa mendatang, padahal kenyataannya belumlah tentu. “bagaimana masa depan anak-anak nanti, bagaimana nasib dari pekerjaan suami, bagaimana… bagaimana.
Tahukah kita saudara, bahwa orang-orang yang selalunya diliputi sikap kekhawatiran, ia tidak akan pernah hidup di alam masa depan. Pikiran mereka selalunya dihabiskan untuk memikirkan apa yang mungkin terjadi serta mengkhawatirkan hal terburuk yang mungkin terjadi. Sehingga orang-orang yang diliputi kekhawatiran selalunya hanyut dalam sikap yang antipasti, ia tidak pernah merasa optimis sehingga hidupnya menjadi kalut. Kekhawatiran bukanlah sikap kewaspadaan. Kekuatiran lebih mengarah kepada sikap hati seseorang dalam memandang kehidupannya.
"Kekhawatiran memindahkan beban dari pundak Allah yang kuat ke pundak kita yang lemah." Kekhawatiran adalah hanyutnya pikiran karena membayangkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Itu adalah bentuk ketakutan terhadap kemungkinan dipermalukan, menderita sakit, mengalami kehilangan, atau mendapat kesusahan. Hal ini memperhadapkan kita pada pilihan. Kita dapat memilih untuk menghindar dari sumber kekhawatiran itu, namun hal ini hanya akan menambah stres. Atau, kita dapat memilih untuk menghadapinya, bertindak dengan tepat, dan melupakannya.
Tuhan Yesus mulai menunjukkan bahwa Allahlah yang memberi kita hidup; dan kalau Ia memberikan hidup, maka kita percaya bahwa Ia pun akan memberikan hal-hal lain yang nilainya lebih rendah dari hidup itu. Hidup kita merupakan berkat yang lebih besar daripada sandang pangan kita. Memang benar bahwa hidup tidak akan bertahan tanpa nafkah, tetapi makanan dan pakaian tetap tidak lebih bernilai jika dibandingkan dengan hidup yang kita terima dari Tuhan. Kalau Allah memberikan hidup, maka kita boleh percaya bahwa Ia pun akan memberikan makanan untuk mempertahankan hidup itu. Kalau Allah memberikan tubuh kepada kita, maka kita dapat percaya bahwa Ia pun akan memberikan pakaian untuk menutup tubuh itu.
Kalau ada orang yang mau memberi kita suatu pemberian yang sangat berharga, maka kita yakin bahwa orang tersebut tidak kikir, pelit, tamak. Jadi alasan pertama adalah bahwa kalau Allah memberi kita hidup, maka kita dapat percaya bahwa Ia pun tidak akan melupakan hal-hal lain yang diperlukan untuk menunjang hidup tersebut.
Tuhan Yesus tahu bahwa sering manusia kuatir; kalau-kalau nanti tidak ada makanan, minuman dan pakaian. Kekhawatiran dapat menjadi berlebihan, dapat menjadi semacam penyakit. Karena itu, Tuhan Yesus memberikan jawaban ilahi atas masalah kekuatiran ini. Ia mengatakan kepada pengikut-pengikut-Nya: "Janganlah kuatir; bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?" (Matius 6:25). Kekuatiran adalah persoalan hati kita, yaitu hati yang kurang percaya dan hati yang belum mengenal Allah sebagai Bapanya. Dalam hal ini Tuhan  melarang kita memiliki kekuatiran atau kecemasan yang menunjukkan bahwa kita kurang percaya akan pemeliharaan dan kasih Allah dalam kehidupan. Hal ini dikatakan-Nya sebagai seorang pemberi hukum dan yang berdaulat atas hati kita; Dia mengatakannya sebagai penghibur dan penolong yang menyukakan hati kita. Kalau Tuhan sudah melakukan perbuatan besar dalam hal memberi kehidupan kepada kita, pastilah Ia rela melakukan apa yang lebih kecil, yakni memelihara kehidupan kita dengan makanan.
Sekarang kita melihat Ayat 26. Dalam ayat ini Tuhan Yesus menguatkan lagi kepercayaan akan Bapa di Sorga dengan jalan menunjuk kepada burung-burung. Dikatakan: “Pandanglah burung-burung di langit yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” (Ayat 26). Saudara, ini bukan sebuah omongan kosong, tetapi sebuah fakta. Kita melihat faktanya walaupun burung itu tidak menjalankan pekerjaan petani seperti menabur, menuai, lalu mengumpulkan dalam lumbung, namun binatang itu menerima makanan dari Tuhan.
Jadi pokok utama dari pembahasan dalam ayat 26 ini adalah Tuhan Yesus ingin menunjukkan para murid-Nya untuk tidak memiliki kekhawatiran sedikit pun sebagaimana burung-burung tadi. Kita memang tidak mengerti bahasa burung, namun dari kehidupan mereka kita bisa belajar, bahwa burung-burung itu sama sekali tidak tegang akan masa depannya yang belum tampak seperti yang ada pada manusia. Tiap-tiap hari mereka berkicau, tiap-tiap hari mereka menjalani rutinitas mereka. Kita juga tidak pernah melihat mereka mengamankan diri dengan cara menumpuk harta benda kekayaan untuk persediaan masa depan seperti manusia.
Dengan kata lain saudara, sebenarnya Tuhan Yesus mau mengatakan, kalau Tuhan memelihara binatang itu, apalagi anak-anak-Nya, Ia pasti memelihara mereka. Karena itu Tuhan hanya menuntut bahwa orang yang sudah percaya tidak lagi hidupnya dikuasai oleh sikap hati yang khawatir akan hidup.
Dalam ayat 27, Tuhan Yesus membuktikan bahwa di dalam keadaan yang bagaimana pun kekhawatiran tidak ada gunanya. Dikatakan: “Siapakah diantara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambah sehasta saja pada jalan hidupnya?” Saudara, tidak ada seorang pun yang dapat memperpanjang hidupnya dengan kekhawatiran. Kita tidak berada dalam keadaan perawakan kita sekarang dengan kekhawatiran dan kecemasan kita sendiri, melainkan dengan pemeliharaan Allah. Contohnya, seorang bayi yang tadinya hanya sejengkal panjangnya kini telah telah tumbuh menjadi seorang pria setinggi satu meter delapan puluh, dan kita melihat bagaimana hasta demi hasta telah ditambahkan pada perawakannya. Yang sekalipun mungkin ia tidak menyadari bagaimana proses pertumbuhan itu sendiri, tetapi dengan jujur harus kita akui bahwa Allahlah yang memberikan pertumbuhan itu bagi kita. Karenanya Allahlah yang patut untuk diberi penghargaan dan syukur atas bertambahnya kekuatan dan perawakan tubuh kita.
Yang jelas, kekhawatiran tidak mempunyai kegunaan apa-apa di dalam hidup, selain memperburuk keadaan, dan menghancurkan. Kekhawatiran tidak akan membawa kita untuk menjalani hidup lebih baik, sebab kekhawatiran tidak menghasilkan apa-apa bagi kita. Kekhawatiran juga tidak akan mengubah masa lampau. Masalahnya adalah bukannya manusia dapat atau harus melepaskan diri dari masa lampau, melainkan ia harus memakai masa lampaunya sebagai pemacu dan pembimbing bagi tindakan yang lebih untuk masa depan. Karenanya tidak heranlah jika ada istilah, “Kegagalan bukan akhir dari segala-galanya, tetapi awal dari keberhasilan.” Di satu sisi pernyataan ini ada benarnya, jika kita melihatnya dari sisi yang positif, kita didorong untuk lebih bersikap optimis, tetapi bukan karena kita hebat, kita bersikap optimis, karena kita percaya ada Tuhan yang selalu memelihara kita.
Ayat 28-32. Tuhan Yesus mengambil suatu contoh dari alam pula. Ia mengatakan "perhatikanlah bunga bakung di ladang". Saudara, terjemahan Indonesia untuk kata ini sebenarnya kurang tepat. Sebab dalam bahasa Yunani, kata yang dipakai adalah kata "agros" yang artinya "ladang/ sawah", juga dapat berarti semua tempat di luar kota dan di luar kampung. Kata "agros" lebih tepat untuk menunjukan tempat-tempat lereng-lereng gunung di Palestina, yang pada bulan Februari dan Maret diliputi bunga-bunga yang tumbuh sendiri. Karena ladang/ sawah di daerah Palestina ditanami gandum.
Terjemahan untuk kata "Bunga bakung/ bunga Lily" dalam ayat 28 rasanya juga kurang tepat untuk dipakai dalam bagian ini, sebab bunga itu "jarang" terdapat di Palestina. Banyak penafsir berpendapat bahwa apa yang dimaksudkan ialah bunga anemone, yang banyak sekali tumbuh di lereng gunung pada bulan Februari dan Maret, dengan warnanya yang ungu, sama dengan pakaian kebesaran seorang raja. Pada bulan April di Palestina hawa menjadi panas dan hujan berhenti, sehingga bunga dan daun dari anemon Itu layu. Kemudian dipakai untuk memanaskan dapur. Kalau dapur harus panas agak lama, dengan sendirinya kayu yang perlu, tetapi daun-daun yang kering dapat dipakai supaya api menyala sebentar dengan keras. Sehingga yang dimaksud dalam ayat 30 untuk kata "rumput" berarti adalah bunga-bunga anemone itu.
Ayat 33 adalah ucapan Tuhan Yesus yang mendasar bagi setiap orang percaya. Dalam bagian ini Tuhan Yesus mengatakan: "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran Allah". Saudara, hal ini mengingatkan kita pada Pola yang diajarkan Tuhan Yesus dalam "Doa Bapa Kami", dimana Ia mengajar kita untuk berdoa, agar Kerajaan Allah datang dan kehendak Allah dilakukan dan baru setelah itu, supaya makanan (pemenuhan kebutuhan) diberi kepada kita.
Sehingga tafsiran yang paling sederhana dari Matius 6:33 ini adalah kita dituntut untuk "mencari Kerajaan Allah dan kebenaran Allah" Maksudnya ialah mencari untuk menjadi taat kepada Allah. Akan tetapi ada juga penafsir mengartikan “kebenaran Allah" maksudnya mengacu kepada kesetiaan Allah, kesetiaan yang menolong dan membela orang, yang mencari Allah. Tetapi bagaimanapun juga, maksud Tuhan Yesus adalah jelas: kalau kita terutama mencari Kerajaan Allah, maka Allah akan memberi juga apa yang perlu untuk kehidupan jasmani kita.
Para pengikut Kristus diminta untuk mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya atas segala hal. Yang dimaksud dengan "kerajaan" karena kerajaan itu berhubung dengan “authority” (otoritas). Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah sebagai Raja yang dilakukan di Sorga maupun di bumi.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Yesus berkata bahwa kekhawatiran berakar dari masalah prioritas. Kita biasanya lebih khawatir akan makanan, pakaian, persaingan, dan pengaturan masa depan, daripada memusatkan perhatian pada perkara yang terpenting, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33). Mari kita perhatikan frase “Maka semuanya akan ditambahkan kepadamu” ini bukan berarti segala hal yang kita pikirkan atau yang kita inginkan, melainkan segala sesuatu yang kita perlukan. Dan kebutuhan yang sesungguhnya ditentukan oleh apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Karenanya ungkapan “Allah akan memberikan semuanya itu” adalah lebih tepat mengacu pada penggenapan panggilan-Nya dalam kehidupan kita. Dengan demikian, tujuannya jelas yaitu mengajak kita untuk tetap bertekun di dalam iman, dan utamakan Allah dalam segala kehidupanmu dan engkau akan mengumpulkan harta di surga.
Menurut beberapa penafsir, ayat 34 harus diterjemahkan sedikit lain daripada terjemahan Indonesia LAI, yaitu: “Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok akan mengurus persoalan-persoalannya sendiri.” “Hari esok” disini dipersonifikasikan/ digambarkan sebagai oknum. Jadi kalau kita terjemahkan secara harfiah maka bunyinya akan seperti ini, “Biarkanlah besok mengurus persoalan-persoalannya sendiri”. Yang menarik kita melihat bahwa Tuhan Yesus menutup dengan kata-kata yang penuh hikmat: “Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari”. Dengan kata lain, Allah telah menetapkan bahwa tiap-tiap hari ada bagian untuk kesenangan dan ada bagian untuk kesusahan.
Dari sini kita memahami bahwa Tuhan Yesus tahu bahwa di dalam kehidupan kita masing-masing setiap hari ada penderitaan, kecil atau besar, yang harus kita tempuh dengan pertolongan Tuhan; jadi jika kita lewati kehidupan kita dengan sikap hati yang kuatir, maka beban kita akan semakin bertambah dan lebih besar daripada yang dimaksudkan oleh Allah.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Dengan demikian, kalau kita mengerti dengan baik, bahwa kekhawatiran terjadi bukan karena sebab yang dari luar diri manusia. Di dalam satu keadaan tertentu, ada orang yang dapat bersikap sangat tenang, tapi ada orang yang bersikap sangat khawatir. Bila kita mendengarkan perkataan Yesus, kita akan menyadari bahwa menghilangkan kekhawatiran hanya masalah pilihan. Tatkala kita memilih untuk memercayai Allah dan bukan diri sendiri, maka kekhawatiran kita akan hilang. Jadi, jawabannya sudah ada pada kita.
Banyak orang kristiani telah belajar dari pengalaman pahit kehidupan bahwa hal-hal di atas tidaklah sepenting yang kita pikirkan, dan bahwa Allah benar-benar memenuhi janji pemeliharaan-Nya. Mereka tahu sekarang bahwa memelihara iman adalah yang terpenting, karena dalam masalah-masalah hidup yang sulit sekalipun, imanlah yang paling mereka butuhkan. Maukah kita tetap memiliki iman yang teguh terhadap apa yang akan kita jalani? Kiranya firman Tuhan ini mendorong kita untuk beriman kepada Allah yang memelihara hidup dan kita sebagai anak Tuhan tak perlu lagi merasa kuatir karena Yesus peduli dan tahu akan persoalan hidupmu. Hanya satu-satunya jalan keluar yang kita perlu datang kepada Tuhan Yesus. Amin.

Senin, 07 November 2016

PEMBAPTISAN KRISTUS

PEMBAPTISAN KRISTUS
Matius 3:16-17
(Markus 1:9-11; Lukas 3:21-22; Yohanes 1:32-34)


Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Hari ini kita akan membahas satu topik tentang pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis. Peristiwa pembaptisan Yesus oleh Yohanes dicatat oleh ketiga Injil Sinoptik, yaitu dalam Matius 3:1-17; Markus 1:9-11 dan Lukas 3:21-22. Sementara dalam Injil Yohanes sendiri, rasul Yohanes memasukkan kesaksian Yohanes Pembaptis secara pribadi dan tentang pengakuannya bahwa Yesus adalah Anak Allah (Yohanes 1:29-34). Lagi pula kedatangan Yesus untuk dibaptis oleh Yohanes disajikan secara cukup kontras dengan kedatangan yang orang-orang yang munafik dari golongan Farisi dan Saduki. Kedatangannya bukan disertai pujian karena pertobatan yang mereka alami, sebaliknya  Yohanes menyebut mereka sebagai keturunan ular beludak (Matius 3:7).
Saudara, terkait dengan baptisan Yohanes yang diterima oleh Yesus, banyak menimbulkan pertanyaan: Apakah maksud dari baptisan yang diterima oleh Tuhan Yesus sama dengan baptisan yang diterima manusia pada umumnya? Apakah Yesus berdosa sehingga perlu di baptis? Jika Yesus adalah manusia yang tanpa dosa mengapa Tuhan Yesus masih perlu menerima pembaptisan Yohanes? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, ada baiknya kita terlebih dahulu melihat latar belakang tentang tugas Yohanes pembaptis.
Semenjak peristiwa kelahiran Yohanes dan Yesus diceritakan dalam pasal-pasal terdepan. Tidak ada kisah yang dapat kita temukan selain dari kisah saat Yesus berumur 12 tahun. Karenanya kemunculan Yesus dalam peristiwa pembaptisan-Nya adalah awal dari pelayanan-Nya sebagai Mesias. Selama tiga puluh tahun lamanya baik Yohanes maupun Yesus belum melaksanakan rencana Allah. Yohanes berada di Yudea membantu imam Zakharia ayahnya. Sedangkan Yesus Kristus berada di Galilea membantu Yusuf sebagai tukang kayu. Sebagai anak dari seorang tukang kayu, dengan setia Yesus telah melakukan pekerjaan-nya sehari-hari dan menunaikan kewajiban-Nya terhadap keluarga-Nya. Namun setelah sekian lama, Yesus pastinya menyadari bahwa waktunya sudah tiba bagi-Nya untuk keluar.
Karenanya sesudah melewati masa tenang itu, “Pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia di padang Gurun” (Lukas 3:2). Di sana Allah memberinya perintah tentang apa yang harus dikerjakannya. Sebab waktunya untuk mengerjakan perintah Allah sudah tiba. Saudara, Yohanes tampil menjadi pembuka jalan untuk memberitakan pertobatan bagi orang-orang di Yudea. Inilah ungkapan yang sama seperti yang digunakan untuk nabi-nabi Perjanjian Lama. Dikatakan: “Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: ‘Bertobatlah dan berilah dirimu di baptis dan Allah akan mengampuni dosamu,’” (Lukas 3:3). Tindakan ini sekaligus menjadi penggenapan akan nubuat nabi Yesaya, tentang orang yang berseru di padang gurun untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan (Matius 3:3 band. Yesaya 40:3).
Dalam hal ini terjadi kebangkitan rohani yang besar-besaran di daerah Yudea. Dimana kebangunan rohani ini terjadi secara terus menerus dan tiap-tiap hari Yohanes berkhotbah dan setiap hari pula banyak orang yang bertobat dan menyerahkan diri untuk dibaptis. Dengan cara inilah mereka diberi kepastian akan pengampunan dosa, sebagai hasil dari pertobatan mereka. Baptisan dilakukan Yohanes Pembaptis melepaskan mereka dari kuasa dosa, dan memeteraikan mereka dengan anugerah kebebasan atas kesalaan karena dosa (Band. Yehezkiel 18:30).
Pada suatu hari Yesus berada di Yudea. Ia menyaksikan kebangkitan Rohani umat Allah yang begitu luar biasa. Dan Yesus tahu bahwa Yohanes sudah menyiapkan umat Allah untuk menyambut Mesias. Jalan sudah diluruskan. Jalan itu adalah hati umat Allah yang diubahkan dalam pertobatan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Setelah menyaksikan semua yang terjadi di Yudea, Yesus memutuskan untuk memulai mengerjakan misi yang dipertanggungjawabkan Bapa kepada-Nya. Dan langkah pertama yang dibuat-Nya adalah meminta Yohanes untuk membaptis-Nya.
Perhatikan saudara, dikatakan bahwa Yesus menempuh jarak yang lumayan jauh, yakni dari kota Nazaret, Galiliea ke daerah Sungai Yordan untuk dibaptis. Karena itu kepergian Yesus secara khusus ke sungai Yordan untuk dibaptis oleh Yohanes menunjukkan tekad dan kesungguhan-Nya menuruti kehendak Allah sejak semula, yaitu menjadi sama dengan manusia tanpa keculi. Sebab ketika Yohanes mengatakan bahwa dialah yang membutuhkan baptisan, Yesus menjawabnya bahwa pembaptisan atas diri-Nya bukan masalah kebutuhan tetapi masalah ketaatan-Nya untuk menggenapi kehendak-Nya.
Pembaptisan Yesus merupakan tanda awal Allah akan bekerja kembali dan masa anugerah telah dimulai. Sebab sudah lebih dari 400 tahun Allah berdiam sejak akhir dari masa Perjanjian Lama. Dalam masa itu, Allah  berhenti berfirman,” tidak ada nabi yang berbicara atau menulis atas nama Tuhan. Kehidupan manusia dijalankan berdasarkan kesukaan hatinya. Karenanya dengan tampilnya Yohanes pembaptis menjadikan dia sebagai nabi Perjanjian Lama yang hidup di masa Perjanjian Baru.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Sekalipun umumnya baptisan Yohanes merupakan tanda sebuah pertobatan (Matius 3:11). Namun fakta menjelaskan kepada kita bahwa Yesuslah yang datang menemui Yohanes untuk dibaptis (Matius 3:13). Kalau kita membaca secara sepintas ayat ini, pastilah menimbulkan pertanyaan besar mengenai apakah Yesus berdosa sehingga Dia minta untuk dibaptis? Kalau Yesus tidak berdosa, bukankah Ia tidak memerlukan pertobatan? Kalau tadi dijelaskan bahwa baptisan Yohanes adalah baptisan untuk pertobatan!  Jadi untuk apa Yesus harus memberi diri untuk dibaptis oleh Yohanes?
Bapak/ ibu yang kekasih,
Sebenarnya jawabannya ada dalam ayat selanjutnya. Dikatakan: “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah” (Matius 3:15). Saudara perhatikan kalimat ini, tadi Yohanes pembaptis menjalankan tugasnya sebagai penggenapan dari nubuatan, itu artinya sama dengan menggenapi kehendak Allah. Sekarang dalam Yesus sendiri juga menyatakan bahwa keinginan-Nya untuk dibaptis juga untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah. Jadi dalam hal ini, baik Yohanes maupun Yesus sebenarnya tidak ada yang bertolak belakang satu sama yang lain. Sebab dua-duanya sama-sama menggenapkan kehendak Allah. Kedatangan Yesus kepada Yohanes dan memberi diri untuk dibaptis adalah sebagai tanda bahwa Dia tunduk pada kehendak Allah. Dia dibaptis adalah untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah (Matius 3:15).
Sekarang yang menjadi pertanyaan kita bapak/ ibu yang kekasih,
Baptisan yang seperti apa yang diterima Yesus? Saudara, baptisan Yesus bukanlah baptisan tentang pertobatan, sekalipun saat itu Yohanes pembaptis melakukan baptisan untuk pertobatan. Baptisan Yesus berbeda dengan baptisan yang diterima manusia pada Perjanjian Baru, karena kedatangan-Nya adalah untuk menggenapkan kehendak Allah.
Di sini kita melihat, Yesus yang adalah Anak Allah, Ia tidak lahir dari dosa sehingga tidak ada satu dosa pun yang darinya menuntut Yesus harus bertobat. Dia jelas tidak berdosa, tetapi mengambil bagian dalam hal yang seharusnya dijalani dan dilakukan orang-orang berdosa. Jadi kedatangan Yesus kepada Yohanes bukan sebagai orang berdosa yang perlu bertobat. Akan tetapi pembaptisan-Nya lebih merupakan permulaan resmi dari pelayanan-Nya (Kisah 1:21-22; 10:37-38). Lagi pula ketaatan Yesus untuk menerima baptisan Yohanes  adalah suatu tindakan yang dikehendaki Allah.
Dalam Lukas 7:29-30, dijelaskan: “Seluruh orang banyak yang mendengar perkataan-Nya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes. Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes.” Kita melihat saudara, orang yang dibaptis Yohanes adalah orang yang mengerti kebenaran Allah, dalam hal ini Yesus juga dibaptis Yohanes, karena itu Dia pasti mengenal kebenaran Allah.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Dalam bagian lain, Lukas juga mencatat bahwa pembaptisan Tuhan Yesus dilakukan-Nya saat Ia berumur “tiga puluh tahun” (Lukas 3:23). Hal ini mengingatkan kita pada kaum Lewi Yahudi yang selalu memulai tugasnya pada usia tiga puluh tahun (Bilangan 4:3, 35).
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih, baptisan yang dijelaskan dalam Perjanjian Baru selalunya dilakukan sebagai bentuk penggambaran dari kematian, penguburan dan kebangkitan dengan Yesus. Sedangkan Pembaptisan Tuhan Yesus dalam air adalah sebuah gambaran dari karya penebusan-Nya di atas kayu salib (Lukas 12:50; Matius 20:22). Justru melalui baptisan, penderitaan-Nya di kayu salib, Allah telah “memenuhi semua kebenaran.
Dengan demikian, tindakan-Nya ini konsisten dan serasi dengan inkarnasi Yesus yang menjadi manusia. Dia menjadi serupa dengan manusia dalam segala hal, walaupun Dia tetap adalah pribadi Yang Suci tanpa dosa. Yesus tidak berdosa tetapi Ia datang untuk menjadi Juruselamat orang berdosa. Untuk itu Ia perlu menempatkan diri-Nya di posisi orang berdosa. Demikian pula Yesus dibaptis sebagai symbol dimulainya pelayanan pengabaran Kerajaan Surga yang dilakukannya dalam periode selama sekitar tiga setengah tahun hingga Yesus mati disalibkan.
Alkitab menuliskan bahwa sebelum Yesus dibaptis, Yohanes sudah merasa tidak pantas untuk membaptis Yesus, karena pikirnya seharusnya Yesuslah yang membaptis dirinya. Yohanes menyadari bahwa dirinya tidak layak membaptis Yesus, sebab ia tahu baptisan yang sejati adalah baptisan Roh Kudus yang dicurahkan hanya oleh Yesus Kristus ke dalam hati orang-orang yang dipilih-Nya. Karena itu ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia, Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku akan datang seorang yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku” (Yohanes 1:29-30). Kita melihat saudara, bahwa Yohanes Pembaptis memperkenalkan Yesus kepada orang banyak sebagai Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia. Yang kalau kita kaitkan dengan konteks Perjanjian Lama, Yesus digambarkan sebagai anak domba yang akan dikurbankan maka darahnya menjadi kurban penghapus dosa. Demikianlah Yesus berperan bagi penebusan manusia, bahwa Ia menjadi Anak domba Allah. Meskipun Yesus akan datang setelah Yohanes, namun keberadaan-Nya adalah kekal. Kesadaran Yohanes inilah yang pada akhirnya tidak menuntut hormat karena dia muncul sebelum Yesus Kristus. Justru kerendahan hati Yohanes mengisyaratkan kepada kita dua hal penting. Pertama, Yesus, Putera Allah lebih berkuasa bagi manusia. Ia berkuasa untuk menyelamatkan manusia, Yohanes hanya menyiapkan orang supaya bertobat dan layak menerima keselamatan dari Yesus Kristus. Yesus membaptis dengan Roh Kudus, sedangkan Yohanes membaptis dengan air sebagai tanda pertobatan. Kedua, Yohanes adalah pribadi yang rendah hati. Ia mengerti tugasnya yaitu mengantar orang kepada Yesus. Orang yang rendah hati bisa mengenal kelebihan dan kekurangannya di hadirat Tuhan.
Pembaptisan Yesus oleh Yohanes kemudian mengundang penyataan Allah Bapa dari langit yang terbuka. Dituturkan, pada waktu Yesus sudah dibaptis dan keluar dari air, langit terbuka dan dia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasnya, lalu terdengar suara dari langit yang mengatakan, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan(Matius 3:17 band. Markus 1:11; Lukas 3:22). Dalam Injil Yohanes dijelaskan bahwa Yohanes sendiri menjadi saksi hidup yang menyaksikan bahwa Roh Tuhan turun ke atas Yesus seperti burung merpati (Yohanes 1:32). Itulah tanda bahwa Yesuslah Anak Allah yang akan membaptis manusia dengan Roh Kudus.
Saudara, ini adalah hal yang pertama dari ketiga peristiwa yang tercatat ketika Bapa berbicara dari surga. Peristiwa yang kedua ialah ketika Yesus dimuliakan di atas Gunung (Lukas 9:28-36) dan peristiwa yang ketiga ialah pada minggu terakhir sebelum penyaliban-Nya (Yohanes 12:28).
Ketika Allah berkata kepada-Nya “Engkau Anak-Ku yang Kukasihi; kepada-Mulah Aku berkenan” (Lukas 3:22). Ucapan ini disusun dari dua teks. “Engkau Anak yang Kukasihi” berasal dari teks Mazmur 2:7 dan biasanya diterima sebagai gambaran Raja Mesias. “Kepada-Mulah Aku berkenan” adalah bagian dari teks Yesaya 42:1, yaitu dari gambaran mengenai hamba Allah yang menderita sebagaimana dijelaskan dalam Yesaya 53.
Di sini nampak bahwa Allah Bapa ingin menyatakan secara terbuka kepada semua orang bahwa pembaptisan Yesus tidaklah sama dengan pembaptisan manusia lain. Apa kehendak Allah bagi Yesus di dunia ini? Yaitu tidak lain adalah untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Matius 18:11; Lukas 19:10). Dengan memberi diri dibaptis, Tuhan Yesus menempatkan diri-Nya pada posisi orang berdosa. Di sisi lain, tampilnya Yesus pertama kali di depan public pada saat itu menandai awal dari masa pelayanan-Nya.
Hanya Lukas yang menyebutkan bahwa Yesus sedang berdoa ketika diri-Nya menerima baptisan (Lukas 3:21). Hal ini menunjukkan sebagai Anak Manusia yang sempurna, Yesus bergantung pada Bapa-Nya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan-Nya dan itulah sebabnya Ia berdoa.
Saudara ini menjadi perenungan yang baik bagi kita, Yesus yang adalah Anak Allah, Ia selalu mengisi kehidupan-Nya dengan doa. Kita banyak menemukan bukti-bukti dalam kehidupan Yesus, bahwa Ia senantiasa menjalin relasinya dengan Bapa. Masakah kita yang katanya adalah murid-murid Yesus, tetapi kehidupan kita tidak meneladani apa yang telah diperbuat-Nya bagi kita. Justru seharusnya, doa menjadi sebuah kebutuhan rohani bagi kita dalam menjalankan roda kehidupan kita, baik dalam rumah tangga, dalam pekerjaan ataupun dalam kehidupan pelayanan.
Yang berikut bapak/ ibu yang kekasih,
Turunnya Roh Allah menggenapi tanda yang dinubuatkan bagi Yohanes bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah (Yohanes 1:33-34 band. Yesaya 11:2; 42:1; 59:21; 61:1). Sebagaimana Roh turun atas para nabi Perjanjian Lama pada awal pelayanan mereka untuk menuntun mereka, demikianlah Roh turun atas Yesus secara luar biasa. Tentu saja ini berkaitan dengan kemanusiaan Kristus.
Lagi pula turunnya Roh Kudus ke atas Yesus bukan saja menandakan bahwa dia diurapi oleh Roh Allah, menjadi sang Mesias, tetapi juga suatu peristiwa pelantikan Yesus sebagai Anak Allah, sebagai sang Mesias pilihan Allah yang Allah kasihi dan yang kepadanya Allah berkenan, yang ditugaskan untuk “menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa” (Yesaya 42:1; bdk. Mazmur 2:1), yakni Taurat yang baru, yaitu seluruh ajaran dan amanat Yesus yang ditulis dalam Injil Matius, dan disarikan sebagai Hukum Kasih (Matius 22:37-39).
Dengan demikian, pembaptisan Yesus bukan merupakan sebuah tanda pertobatan, melainkan sebuah tindakan identifikasi diri dengan para pendosa, yang didorong oleh kasih dan keinginan untuk menyenangkan hati Bapa. Maka ketika Allah Bapa berbicara dari surga, setiap orang akan tahu bahwa Yesus berbeda dengan manusia lain, karena Dia adalah Anak yang diperkenan Bapa!
Hal yang tidak kalah penting untuk kita pahami adalah, Baptisan Yesus merupakan perwujudan yang sangat baik untuk menunjukkan kebenaran tentang Trinitas. 1) Yesus Kristus, yang dinyatakan setara denan Allah (Yohanes 10:30), dibaptis di sungai Yordan. 2) Roh Kudus, yang juga setara dengan Bapa (Kisah 5:3-4) turun ke atas Yesus sebagai burung merpati. 3) Bapa menyatakan bahwa Ia sangat berkenan kepada Yesus. Jadi kita mempunyai tiga oknum Ilahi yang setara. Karenanya adalah hal yang sangat bertentangan dengan seluruh Alkitab bila kita menafsirkan peristiwa ini dengan cara yang lain.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Pembaptisan Kristus oleh Yohanes sejatinya tidak sama hakekatnya dengan pembaptisan manusia pada Perjanjian Baru. Baptisan Yesus lebih menunjukkan ketaatan-Nya kepada Bapa dan demi menjalankan kehendak Allah. Melalui baptisan yang diterima Yesus, kita beroleh jaminan sekaligus teladan. Jaminan bahwa Yesus sungguh-sungguh datang dari Allah dan telah menyetarakan diri dengan manusia agar dapat menjadi Juruselamat yang sejati. Teladan bahwa kita memiliki Tuhan yang taat kepada kehendak Bapa dan karena itu kita pun harus taat kepada-Nya.
Ketaatan kepada Tuhan akan memampukan kita untuk mengerti dan melihat rencana Tuhan dalam hidup. Kita kembali mengingat bagaimana respon Yohanes saat ia bertemu dengan Yesus di sungai Yordan. Mula-mula Yohanes menolak membaptis Yesus, karena ia merasa bahwa Yesus jauh lebih besar darinya. Tetapi setelah Yesus menjelaskan apa yang harus diperbuat Yohanes, Yohanes pun tunduk dan melakukannya.
Dalam kehidupan kita, terkadang kita pun menunjukkan keberatan-keberatan atau bersikeras untuk tidak mentaati Tuhan karena kekurang pengertian kita kepada rencana Allah. Kita lebih memakai pikiran kita yang terbatas, sehingga kita tidak mengerti maksud Allah dalam kehidupan kita. Padahal banyak sekali perbuatan-Nya yang ajaib. Namun saudara, ketika kita belajar untuk taat, Allah akan membukakan rencana-Nya yang indah sehingga setiap orang yang yang mau belajar rendah hati dan taat kepadanyalah Allah selalu menjanjikan berkat yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Ketaatan membutuhkan pengorbanan, Ketika Yesus menganggap baptisan itu penting untuk persiapan-Nya menerima pelayanan yang lebih besar, Ia rela berjalan jauh dari Galilea ke Yordan untuk dibabtis oleh Yohanes. Dengan demikian, Yesus menaati Bapa-Nya dalam segala hal. Penyerahan diri-Nya membawa-Nya dari puncak popularitas menuju keadaan dimana Dia akan ditinggalkan, dari keadaan di elu-elukan orang banyak menuju pada penderitaan dan kesendirian.
Oleh karena itu marilah dengan kerelaan hati kita taat kepada Tuhan dalam segala hal, karena kita tahu bahwa terlalu besar jumlah berkat-Nya kepada kita untuk untuk dihitung (Mazmur 40:6). Percayalah kepada Tuhan, sebab Dialah yang memegang kendali. Dengan demikian kita bisa berserah, tidak khawatir atau menjadi stress. Jangan pernah merasa kecewa, marah, atau kecil hati ketika rencana kita tidak seperti yang kita harapkan. Sebaliknya percayalah kepada Tuhan maka Ia akan menyediakan yang lebih baik bagi kita.
Kiranya melalui peristiwa pembaptisan Kristus ini, meneguhkan keyakinan kita akan Ke-ilahian Yesus sehingga setiap aspek kehidupan kita hanya berpusat kepada Dia. sekaligus menyadarkan kita bahwa Kristus benar-benar Anak Allah yang menguasai hidup kita sepenuhnya. Melalui pembaptisan-Nya kiranya juga menyadarkan kita bahwa Dialah Mesias, Raja yang diurapi Allah dan bahwa dalam hal ini bukan hanya mencakup kuasa dan kemuliaan-Nya, melainkan penderitaan dan penyalibannya. Sebab salib yang menimpa Yesus bukannya tanpa disadari sebelumnya; sejak semula Ia telah menyadarinya, dan untuk itulah Ia memenuhi seluruh tuntutan Allah. Baptisan memperlihatkan kepada kita bagaimana Yesus meminta pengesahan Allah dan menerima salib yang ditentukan bagi-Nya.  Dan terbukanya surga merupakan pengakuan Ilahi terhadap kedudukan Yesus sebagai Anak Allah. Dialah Mesias yang sejati.
Bapak/ ibu, saudara yang kekasih, 
Bagi kita yang hadir dan belum menyerahkan diri untuk dibaptis, kiranya firman ini juga semakin meyakinkan kita akan kasih Allah yang telah dinyatakan-Nya dalam Kristus Yesus. Sehingga dengan iman yang teguh kita dapat menyatakan diri untuk menerima baptisan. Amin.