Rabu, 29 Oktober 2014

MENGUCAP SYUKUR

MENGUCAP SYUKUR
Efesus 5:20


Bapak/ibu yang dikasihi oleh Tuhan
Sebagai orang beriman kita seringkali diingatkan untuk selalu mengucap syukur dalam segala keadaan. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan penting bagi kita adalah apakah ucapan syukur itu?
Saudara, mengucap syukur bukan sekadar kata-kata yang keluar dari mulut kita, bahwa kita mau mengucap syukur. Akan tetapi ungkapan syukur yang dinaikan seharusnya merupakan hasil dari kehidupan yang tinggal di dalam Kristus, dan sebagai buah dari kehidupan anak-anak Tuhan. Sebab kalau kita teliti lebih lanjut, sebenarnya ayat ini dituliskan sebagai bagian dari penjelasan Rasul Paulus mengenai karakteristik kehidupan anak-anak terang.
Dimana Jemaat di Efesus dituntut untuk mengucap syukur dalam segala keadaan dikarenakan ini merupakan suatu gaya hidup yang didasarkan pada karya keselamatan dan hidup baru di dalam Kristus. Itulah sebabnya, dalam segala hal, orang percaya harus dapat mengucap syukur, karena keselamatan dalam Kristus Yesus yang telah berlaku dalam hidupnya, lebih besar daripada persoalan hidup yang mereka hadapi!
Ucapan syukur sekaligus juga menjadi tanda bagi orang Kristen, bahwa mereka percaya pada kasih setia Tuhan yang tidak pernah meninggalkan mereka, sekalipun mereka menghadapi berbagai kesulitan.
Saudara, mari kita perhatikan kalimat dari Firman Tuhan ini secara seksama: Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita.
Saya melihat ada tiga point penting yang harus kita mengerti dengan benar bagaimana seharusnya kita mengucap syukur.

1.  Ucapkanlah syukur senan-tiasa dalam segala sesuatu”.
Kata “se­nantiasa” yang ditulis dalam bentuk tenses present active participle = present continous active-Inggris) mengandung arti sesuatu yang dilakukan secara te­rus-menerus sepanjang kehidupan kita. Itulah yang dinamakan (habit/ kebiasaan) yang seharusnya menjadi ciri khas baru ketika kita hidup di dalam Kristus.
Karena itu saudara, dari sini kita tahu bah­­­­wa se­be­nar­nya dalam kehidupan yang kita jalani ini, kita harus pe­nuh dengan ucapan syukur. Namun kita patut jujur bahwa secara fak­ta hidup kita rupanya ti­­daklah demikian bukan? Banyak orang tidak dapat hi­dup seperti apa yang Alkitab katakan, mereka hidup pe­­nuh de­ngan stress akibat tekanan kesulitan dan pen­de­­ritaan yang sangat berat dan semakin ha­­ri semakin bertambah, bertambah dan bertambah. Demikian pula yang dialami oleh orang Kristen tanpa kecuali.
Saudaraku yang kekasih
Fanny Crosby menulis lebih dari 8.000 lagu rohani. Meskipun buta sejak usia 6 minggu, ia tidak mempersalahkan Tuhan atas hal itu. Suatu kali seorang hamba Tuhan berkata kepadanya, “Sayang sekali ya, Sang Pencipta tidak memberi Anda penglihatan, padahal Dia memberikan banyak sekali karunia lain pada Anda.” Fanny menjawab, “Tahukah Anda, seandainya pada saat lahir saya bisa mengajukan permohonan, saya akan meminta agar dilahirkan buta?” Hamba Tuhan itu terkejut. “Mengapa?” tanyanya. “Karena bila saya naik ke surga nanti, wajah pertama yang akan saya lihat adalah wajah Sang Juru Selamat!” Sungguh sebuah hati yang berlimpah dengan rasa syukur.
Bagaimana dengan ucapan syukur dalam hidup kita? Mengucap syukur atas segala sesuatu berarti lebih dari sekadar ungkapan sukacita, ucapan syukur kita menjadi ungkapan iman bahwa di dalam segala keadaan Allah senantiasa bekerja, berkarya, dan memberikan yang terbaik kepada kita.

2. Ucapkanlah syukur dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Ini merupakan kenyataan yang seringkali kita lupakan. Banyak orang mengucap puji syukur oleh karena merasa mampu melakukan hal ini dan hal itu. mampu melewati masalah ini dan masalah itu, yang seakan-akan ia mau mengatakan bahwa semuanya itu adalah hasil usahanya sendiri. Semuanya itu adalah jerih payahnya sendiri. Jika bukan karena aku mungkin hasilnya tidak begini!
Saudara, sebagai orang Kristen tidaklah demikian, konsep mengucap syukur kita. Orang Kristen dituntut untuk mengucap syukur semata-mata demi nama Tuhan Yesus Kristus. Yang artinya kekuatan utama untuk kita bisa melewati segala rintangan dan persoalan dalam hidup adalah campur tangan Tuhan kita Yesus Kristus.
Dialah Tuhan yang memampukan kita melihat tangan kemurahan Allah yang merajut kehidupan kita. Dan bahwa orang yang senantiasa mensyukuri kebaikan Tuhan atas hidupnya akan menemukan banyak cara untuk hidup yang lebih baik.
Saudaraku,
Suatu hasil penelitian mengatakan bahwa bersyukur dapat meningkatkan kesehatan fisik dan emosional. Memiliki gaya hidup penuh rasa syukur dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan suplai darah ke hati kita. Jika kita melakukan hal ini dengan rutin, maka dapat meningkatkan kewaspadaan kita, antusiasme, energi dan juga meningkatkan kualitas tidur kita. Mereka yang menggambarkan dirinya sebagai orang yang penuh rasa syukur cenderung jarang stres dan depresi.
Sebagai orang beriman, kita bersyukur karena Tuhan baik kepada kita. Tuhan senantiasa hadir dalam perjalanan hidup kita. Tuhan selalu peduli terhadap hidup kita. Karena itu, sikap bersyukur berarti kita menyerahkan hidup kepada penyelenggaraan Tuhan yang Maha pengasih dan penyayang. Dalam hal ini, Yesus Kristus Tuhan kita.

3. Ucapan syukur kita tujukan kepada Allah dan Bapa kita.
Bapak/ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Raja Daud dalam doanya pernah berkata: Aku hendak bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan, Allahku, dengan segenap hatiku, dan memuliakan nama-Mu untuk selama-lamanya; sebab kasih setia-Mu besar atas aku, dan Engkau telah melepaskan nyawaku dari dunia orang mati yang paling bawah” (Mazmur 86:12-13).
Sebagaimana pemazmur ingin katakan bahwa tujuan ucapan syukur kita tidak lain adalah untuk memuji nama Allah dan Bapa kita.
Demikian pula, yang diajarkan Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus dan kepada kita yang hidup saat ini. Bahwa hanya Allahlah yang patut menerima ucapan syukur kita. Hanya Bapa kitalah yang layak menerima pujian dan ucapan syukur kita. Karena berkat pertolongan Dialah, maka kita dapat hidup dan menjalani kehidupan kita hingga saat ini.
Saudara hari ini, KW Debora merayakan HUT yang ke-29. Saya percaya ada banyak liku-liku yang sudah pernah dihadapi dan dilewati sepanjang tahun-tahun yang lalu. Dan hari ini, kita ada semata-mata karena karya Tuhan yang masih memberikan kepada kita kesempatan untuk memuji Dia.
Seperti kata firman Tuhan dalam Roma 11:36 “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”
Mari kita berusaha memiliki hati yang penuh syukur kepada Tuhan. Dengan demikian, hidup kita menjadi pujian bagi Tuhan. Tuhan memberkati. Amin

Rabu, 15 Oktober 2014

PERJUMPAAN YANG MENGUBAHKAN

Perjumpaan Yang Mengubahkan
Matius 9:9-13
(Band. Markus 2:13-17; Lukas 5:27-32)


Bapak/ Ibu yang kekasih,
Perjumpaan seseorang dengan Tuhan Yesus seringkali membawa perubahan besar dalam kehidupannya. Perubahan yang dialami itu adakalanya menuntut seseorang secara radikal. Karena itu, perlu adanya satu keberanian dalam hal mengikut Tuhan Yesus.
Saudara,
Dalam bacaan kali ini, dikisahkan soal perjumpaan Tuhan Yesus dengan Matius. Perjumpaan Tuhan Yesus dengan Matius ini, dicatat oleh ketiga Injil secara pribadi, yaitu di dalam Matius, Markus dan Lukas. Yang sekalipun ada perbedaan dalam penyebutan nama Tokoh. Tetapi yang jelas, kisah ini menceritakan pengalaman pribadi dari orang yang sama, yaitu tentang pemanggilan Matius si pemungut cukai, alias Lewi anak dari Alfeus.
Dikatakan saat Tuhan Yesus melintasi daerah Kapernaum, yang juga dikenal sebagai “kampung halaman dari Tuhan Yesus”, Tuhan Yesus bertemu secara pribadi dengan Matius yang saat itu sedang bekerja di rumah cukai.
Saudara,
Kota Kapernaum sendiri terletak di wilayah kekuasaan Herodes Antipas. Jadi kemungkinan besar bahwa Matius tidak bekerja langsung kepada orang-orang Romawi tetapi kepada Herodes Antipas.
Di zaman itu, Pemungut cukai alias petugas pajak adalah profesi yang cukup disegani dan sekaligus dibenci banyak orang. Masyarakat Yahudi cenderung tidak suka berurusan dengan petugas pajak. Petugas pajak distereotipkan sebagai orang yang tidak jujur; bukan hanya dianggap telah menipu rakyat, tetapi mereka juga terkadang berusaha mengelabui pemerintah. Mereka dianggap berusaha memperkaya diri dengan mencari untung dari orang kaya yang tidak mau membayar pajak dengan semestinya. Ia juga disebut tidak nasionalis, dan dikategorikan sebagai orang yang berdosa.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Di zaman Matius, ada tiga macam pajak yang menjadi kewajiban bagi masyarakat Yahudi:
1.  Pajak Tanah/ PBB
Jumlahnya adalah sepersepuluh dari hasil gandum ditambah dengan seperlima hasil buah-buahan atau anggur yang ditanam di tanah yang sama.
2. Pajak Pendapatan/ PPH 21
Jumlahnya adalah satu persen dari jumlah pendapatan seseorang.
3. Pajak Kepala
Yaitu pajak yang dibayarkan oleh setiap Laki-laki yang berumur antara 14-65 tahun dan Wanita antara 12-65.
Disamping ketiga macam pajak diatas saudara, rupanya masih ada beberapa macam pajak yang lain, yang juga harus dibayarkan oleh masyarakat. Misalnya pajak barang-barang yang dibeli dari luar negeri. Yang dipungutnya sebesar 2 ½% s.d 12 ½%. Ada juga pajak jalan raya, jembatan, pasar pelabuhan, dimana setiap orang yang lalu-lalang dilokasi itu harus terlebih dahulu membayar pajak. Saudara, di zaman sekarang mengingatkan kita pada istilah pajak retribusi saat kita masuk ke terminal, ataupun pelabuhan.
Zaman Matius juga juga mengenal ada pajak binatang muatan, kereta barang dan kereta beroda lainnya, yang mana setiap masuk ke daerah tertentu mereka harus ditimbang dan ditentukan besaran pajaknya.
Dari sini kita melihat, pastinya pemerintah tetap memerlukan sejumlah tenaga untuk memungut pajak-pajak itu. Dan tenaga pemungut pajak ini biasanya diambil dari orang-orang yang berasal dari daerah itu. Seringkali mereka melakukan tugas itu secara sukarela. Namun ada juga yang selalu menemukan jalan untuk menarik keuntungan bagi kantongnya sendiri.
Dengan keterangan seperti ini maka kita dapat memahami kalau para pemungut pajak tersebut adalah orang-orang yang biasanya sangat dibenci oleh masyarakat. Mereka adalah orang-orang yang bekerja bagi penjajah dan berusaha memperkaya diri sendiri di atas nasib buruk negaranya.
Dimata masyarakat saat itu, pekerjaan pemungut cukai dibenci dan dianggap najis oleh orang-orang Yahudi yang fanatik, karena mereka senantiasa berhubungan dengan orang-orang kafir dan seringkali “memeras” masyarakat. Karena itulah orang Farisi tidak mau makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang-orang berdosa “αμαρτωλοι” (Matius 9:11).
Bapak/ ibu yang kekasih, Matius yang dikenal, selain sebagai seorang pemungut cukai, juga dipandang sebagai antek-antek penjajah Romawi. Jadi, bisa dibayangkan betapa orang-orang Yahudi sangat membencinya.
Namun yang menarik bagi kita adalah, kehadiran Tuhan Yesus di kota itu, bukan untuk menghakimi Matius si pemungut cukai. Tetapi dengan sengaja Tuhan Yesus mendatangi Matius, yang saat itu dilihatNya sedang duduk di rumah cukai. Di dunia yang saat itu bagi Matius sangat menguntungkan dan sekaligus memberikan masa depan yang cerah.
Namun rupanya satu perjumpaan yang singkat dan tanpa diselingi dengan diskusi yang panjang, Tuhan Yesus langsung menantang Matius, dan berkata: “Ikutlah Aku.” (ayat 9). Kata-kata yang sangat singkat, namun rupanya mampu menyentuh dan membuka hati Matius untuk bereaksi secara positif.
Saudara, seringkali kita menggunakan kata-kata yang panjang, berusaha mengantar orang lain kepada Kristus, dan mengharapkan kata-kata tadi dapat menjadi berkat dan mengubahkan minat seseorang.
Namun satu hal yang patut kita sadari adalah, pekerjaan pemberitaan Injil bukan semata-mata hasil usaha kita. Bukan kita yang mengubahkan seseorang dan menarik dia dari dunia untuk menjadi percaya kepada Kristus. Tetapi pekerjaan mengubahkan seseorang itu, hanya dimungkinkan melalui karya Roh Kudus. Dan Roh Kuduslah yang mampu mengubahkan seseorang sekalipun dengan penyampaian yang sangat sederhana tentang Kristus untuk mencapai sasaranNya.
Karenanya saat Tuhan Yesus berkata kepada Matius, “Ikutlah Aku.” Kita melihat respon spontan yang dinyatakan oleh Matius saat itu adalah, ia berdiri lalu mengikut Dia. Saudara, Matius tidak menunjukkan gelagat untuk berpikir panjang. Ia tidak menunjukkan sikap menimbang-nimbang apa untungnya mengikut Yesus. Yang dia tahu saat itu, Tuhan Yesus adalah Guru yang cukup popular di daerah Palestina. Dan kehadiran Tuhan Yesus di dalam hidupnya membawa satu sukacita besar.
Saudara,
Tidak mudah untuk memilih satu keputusan dalam waktu yang singkat, ditengah-tengah kemapanan hidup, dimana seseorang harus meninggalkan dunianya dan mengikut Yesus. Saya rasa, dibutuhkan pengorbanan yang sangat besar, dibutuhkan kerendahan hati dari orang tersebut untuk memilih apa yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus.
Kalau kita melihat pemanggilan Matius ini saudara, tidak ada janji berkat apa-apa yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus kepadanya. Tetapi Matius mampu memilih yang terbaik dalam hidupnya. Ini merupakan sesuatu yang luar biasa! Matius meninggalkan segala sesuatu yang selama ini menjamin hidupnya (Lukas 5:28). Saudara, sikap ini sangat kontras sekali dengan sikap pemuda kaya yang dikisahkan dalam Matius 19:22.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Pekerjaan sebagai penagih pajak sebetulnya bukanlah dosa, tetapi tindakan korupsinya jelas adalah dosa. Karena itu Tuhan Yesus tidak menyuruh Zakeus untuk meninggalkan pekerja-annya (Lukas 19:1-10). Atau Yohanes pembaptis pun tidak pernah menyuruh para pemungut cukai untuk meninggalkan pekerjaannya.
Tetapi dalam kasus Matius, bagi Tuhan pekerjaan itu tidak memungkinkan Matius untuk memenuhi panggilan Tuhan, sehingga pekerjaan itu harus ditinggalkannya. Allah menghendaki Matius untuk meninggalkan pekerjaan lamanya dan menjalani pekerjaan yang akan disiapkan Allah kemudian. Di sini kita bisa mempelajari sesuatu yang penting: Bahwa panggilan Allah kepada setiap orang pastinya berbeda-beda, tetapi satu hal yang penting adalah panggilan Allah atas seseorang harus diutamakan lebih dari segala sesuatu! Inilah kasih karunia yang Allah nyatakan kepada setiap orang yang hidup dalam dosa!
Bapak/ Ibu yang kekasih,
Kita melihat kehidupan Matius saat ia mengikut Tuhan, sebenarnya ia mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya yaitu Kepastian hidup, Nilai Hidup yang tidak tergantikan, Kehormatan yang tidak pernah bisa dibeli, dsb. Tetapi disisi yang lain, ia juga telah kehilangan sesuatu yaitu Pekerjaan, Penghasilan Yang baik, jaminan harta duniawi, teman-teman seprofesinya, dsb.
Selain itu, saat Matius berkomitmen mengikut Yesus, saat ia meninggalkan meja tugasnya, ia pergi hanya dengan membawa sebuah pena. Tugasnya sebagai pemungut cukai telah menunjukkan kecakapan tulis-menulisnya yang sangat cermat, kini di dalam Yesus ia memakai kecakapannya itu untuk menuliskan sebuah buku yang berisi pengajaran-pengajaran Tuhan Yesus, yang hingga saat ini menjadi salah satu buku yang terpenting bagi pertumbuhan iman orang percaya. Yang kita kenal dengan Injil Matius.
Ini berarti saudara, setiap orang yang mau mengikut Yesus, ia akan mengalami hal yang sama. Yaitu berani mengorbankan sesuatu yang selama ini kita pegang sebagai prioritas hidup kita dan menggantinya dengan prioritas yang lebih utama di dalam Yesus.
Seperti halnya Matius, ia tidak lagi memperdulikan keuntungan dan kenikmatannya yang selama itu menghiasi kehidupannya, dan sekaligus telah menjadi hal yang tercela bagi dia. Kini di dalam Kristus, Matius melihat hal yang lebih manis daripada semuanya.
Jadi bila kita diberi sekelumit dari kebesaran-Nya, maka yang terpenting kita lakukan adalah kita tidak akan bersatu lagi dengan hal duniawi, yang semakin lama menggerogoti kerohanian kita. Sebaliknya di dalam Kristus, kita melihat kenikmatan yang lebih manis, suatu mutiara yang lebih berharga. Dan itu dapat terjadi ketika kita menyerahkan diri penuh kepada Tuhan. Kita rela hati untuk mengikut Yesus (ay. 9) dan melayani Dia dengan sepenuh hati (ay. 10). Saudara, kerelaan hati mengikut Yesus dan melayani Dia seumur hidup kita akan memampukan kita untuk menikmati pemulihan (Matius 11:28). Orang yang telah dipulihkan memiliki hati yang mengasihi dan merindukan orang lain dapat mengalami pemulihan. Itulah perjumpaan yang mengubahkan.
Saat Matius mendapati bahwa Yesus begitu berharga di matanya, maka ia mengumpulkan semua teman sesama orang berdosa agar berjumpa dengan Yesus secara pribadi. Dan kehidupan baru yang dialami oleh Matius, ditunjukkannya dengan mengundang Tuhan Yesus makan bersama di rumahnya.
Boleh jadi Matius berkata dalam hati: “Aku telah sering mengajak mereka berbuat dosa, mengadakan pesta, kami sudah makan dan minum bersama, tetapi sekarang biarlah aku mencoba membawa mereka kepada Kristus.”
Karena itu saudara, ini mungkin merupakan pesta perpisahan dengan teman-teman lamanya, tetapi jelas juga merupakan usaha Matius untuk memperkenalkan teman-temannya kepada Yesus sebagai Guru barunya, karena ada “sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang berdosa dan orang-orang lain yang turut makan bersama-sama.
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa orang yang sudah diampuni pastinya mempunyai keinginan untuk membawa orang lain kepada Yesus. Dan itu adalah satu kehormatan bagi dia ketika orang lain, menyaksikan perubahan hidupnya.
Namun rupanya saudara, kehadiran Tuhan Yesus dipesta itu cukup menyinggung perasaan para ahli Taurat dan orang Farisi. Dan bisa dipastikan bahwa orang Farisi itu sendiri tidak turut dalam pesta itu. Sebab mereka menganggap diri mereka lebih baik dari orang lain (Lukas 18:9) dan menganggap bahwa kalau mereka berkumpul atau bergaul dengan orang berdosa, maka mereka akan menjadi najis.
Karena itu mereka hanya berkata kepada murid-murid Yesus yang saat itu hadir dalam pesta perjamuan, “Mengapa Gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa? (Matius 9:11).
Mereka mengkritik Tuhan Yesus yang sedang berkumpul dan bergaul dengan orang berdosa. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya mereka sangat pintar mengecam dosa, tetapi mereka sendiri tidak berusaha menobatkan orang dari dosanya.
Saudara, mereka seperti seorang dokter yang hanya mau mendiagnose pasiennya dari jauh, tetapi tidak mau mendekati pasiennya dan tidak mempunyai keinginan untuk mengobati apalagi menyembuhkan pasiennya.
Namun saudara,
Rasa tersinggung mereka disisi yang lain memberi kesempatan kepada Tuhan Yesus untuk menjelaskan hal yang paling berharga dari maksud kedatanganNya. Tuhan Yesus: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa supaya mereka bertobat.” Saudara, ucapan ini, adalah suatu sindiran halus yang sangat terus terang.
Seolah-olah Tuhan Yesus ingin berkata kepada mereka: “Aku datang tidak untuk mengundang orang yang sudah puas diri dan yakin bahwa mereka tidak memerlukan pertolongan orang lain. Aku datang untuk mengundang orang yang benar-benar menyadari dosa-dosanya dan yang benar-benar menyadari bahwa dirinya memerlukan seorang penyelamat. Hanya mereka yang tahu bahwa dirinya membutuhkan Aku, hanya mereka saja yang dapat menerima dan memenuhi undanganKu itu.
Dari sini kita melihat saudara,
Jika kita memiliki pemahaman yang benar tentang siapa Yesus Kristus, maka sejatinya kita pasti memahami kehendak-Nya bagi orang berdosa. Bukankah, seringkali kita terjebak dalam pembicaraan tentang dosa seseorang, tetapi kita tidak mau terlibat secara aktif untuk menobatkan dia dari dosa-dosanya.
Tidak bisakah kita yang telah dipanggil oleh Kristus, berbuat sesuatu untuk membawa orang lain kepada-Nya? Mungkin dulu kita pernah turut membawa mereka dalam dosa, namun tidak bisakah sekarang kita mengajak mereka untuk berjumpa dengan Kristus?
Saudara, sebenarnya ada cukup peluang yang bisa kita dapatkan bila kita memiliki belas kasihan Tuhan Yesus. Kiranya orang Kristen memiliki lebih banyak belas kasihan, lebih banyak keberanian seperti Paulus, dan keberanian dari Roh Kudus.
Sebagaimana, Tuhan Yesus sang Mesias kita yang tidak segan untuk mencari mereka yang berdosa. Dia justru memberikan pengampunan, keselamatan, dan perubahan hidup bagi mereka yang menerimaNya.
Ayat 13b merupakan ayat yang penting dalam memberitakan Injil, yaitu: Kalau kita berhadapan dengan orang yang putus asa melihat banyaknya dosa-dosanya. Gunakanlah ayat ini untuk memberitahu orang itu bahwa Yesus justru mencari orang seperti Dia. Tambahkan juga Yohanes 6:37 untuk menunjukkan bahwa kalau Ia mau datang kepada Yesus, ia pasti tidak akan ditolak.
Kalau kita berhadapan dengan orang yang membanggakan kebaikan-nya. Beritahukanlah dia, bahwa kalau ia merasa diri baik, Yesus justru tidak mencari dia, sehingga ia pasti akan binasa dalam neraka!
Dalam Lukas 5:32 ada tambahan: “supaya mereka bertobat”. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa Yesus memang mengasihi orang berdosa dan mau menerima mereka. Tetapi mereka harus bertobat dari segala dosa mereka dan berbalik kepada Tuhan! Kiranya Firman Tuhan ini mengingatkan kita betapa pentingnya perjumpaan dengan Tuhan Yesus, yang bukan hanya memampukan kita untuk berubah sudut pandang dan status hidup di hadapan Tuhan, tetapi juga mengubahkan orang lain untuk menerima keselamatan. Amin.

E-Sword 10.4.0 For Windows


Sobat Davekiasy, hari ini saya mau share aplikasi Alkitab Elektronik bawaan E-Sword. Banyak orang bertanya pertanyaan tentang sejarah e-Sword, pelayanan ini, siapa saya, dll Halaman ini diharapkan akan menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan, serta memberikan garis waktu tentang bagaimana Allah telah memberkati upaya ini.  Pengembang E-Sword adalah Rick Meyers. Ia lahir pada tahun 1962 di cerah California selatan, diselamatkan oleh kasih karunia Allah pada tahun 1980, menikah dengan istri yang cantik pada tahun 1988, dan memiliki dua anak: anak perempuan dan anak laki-laki.

Selasa, 07 Oktober 2014

JUMPA PERTAMA

JUMPA PERTAMA

Galatia 4:12-20


Bapak/ Ibu yang kekasih
Masih ingatkah kita dengan sebuah jargon/ slogan yang mengatakan: "KESAN PERTAMA BEGITU MENGGODA, SELANJUTNYA TERSERAH ANDA..!" Ya iklan ini sebenarnya ingin menegaskan bahwa kesan pertama kali akan menjadikan patokan bagi langkah selanjutnya. Memang patut kita sadari bahwa cara orang memandang kesan pertama itu ternyata berbeda-beda. Ada yang menganggapnya sebagai hal yang sangat penting, ada juga yang mengatakan bahwa kalau itu tidak penting.
Kaitannya dengan bagian Firman Tuhan yang kita baca malam ini saudara. Dimana Paulus begitu sangat terkesan dengan sambutan jemaat Galatia ketika mereka menerimanya sebagai pemberita Injil. Sepertinya, jemaat Galatia ini adalah orang-orang yang dimenangkan untuk Kristus karena pelayanan yang dilakukan oleh Rasul Paulus. Akan tetapi dikemudian hari, justru mereka berbalik memusuhi Paulus.
Saudara, sepintas Paulus merasa heran atas perubahan sikap mereka ini. Awalnya mereka sangat responsip terhadap pelayanan Paulus sekalipun saat itu ia dalam kondisi sakit. Tetapi berselangnya waktu, ketika perjalanan iman mereka mulai penuh liku-liku. Rupanya disamping injil yang benar yang mereka terima dari Paulus, mereka juga terpengaruh oleh orang-orang yang ingin membelokkan kebenaran firman Tuhan yang sudah disampaikan oleh Paulus.
Akan tetapi, kita melihat bagaimana cara Paulus mengatasi masalah ini? Yaitu sebagai hamba Tuhan yang baik, Paulus tetap penuh kesabaran menasehati mereka bahkan seperti kepada anaknya sendiri.
Sidang jemaat yang kekasih,
Perhatikan di ayat 12a, ketika Paulus mengungkapkan sebuah kalimat, “Aku minta kepadamu, saudara-saudara, jadilah sama seperti aku, sebab akupun telah menjadi sama seperti kamu.” Ada banyak penafsir yang berpendapat bahwa Paulus sedang menganjurkan orang-orang Galatia supaya meneladani dia. Akan tetapi tafsiran ini sepertinya janggal, karena ada pernyataan Paulus yang berikut, “sebab aku sama seperti kamu.” Pertanyaannya bagi kita, bagaimana Paulus akan mengikuti teladan orang-orang Galatia? Karena itu saya lebih setuju dengan panafsiran J.J.W Gunning yang mengatakan “Sebenarnya Paulus ingin mengungkapkan: “bukalah hatimu bagiku seperti aku telah membuka hatiku bagimu.” (2 Korintus 6:11-13; 7:2-4).
Saudara, dalam hal ini, Paulus ingin mengajak jemaat untuk kembali mengingat bagaimana pertama kali kesan yang ia dapatkan ketika ia berjumpa dan melayani mereka. Pada masa itu, Paulus berkunjung ke Galatia dan ia dalam keadaan sakit.
Saudara, ada sebuah tradisi dimasa itu, bahwa setiap orang yang sakit seringkali dinyatakan sebagai suatu keadaan yang hina, keadaan yang memalukan, malah mungkin juga dianggap sebagai hal yang membaha-yakan. Mengapa sadaudara? Karena orang-orang sakit saat itu dipandang sebagai seseorang yang sedang kerasukan setan atau menerima hukuman Allah.
Didalam Yohanes 9:2, kita melihat sebuah reaksi para murid-murid ketika menyaksikan seorang yang sedang sakit, mereka bertanya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?
Jadi saudara, sudah menjadi hal yang biasa jika reaksi dari orang-orang sekitar adalah mereka adalah selalu menjauhi orang-orang sakit, sambil mengucapkan suatu mantra untuk melindungi diri, atau mereka juga biasanya meludah ke tanah sebagai tanda merasa jijik.
Namun yang menarik disini saudara, hal-hal yang kotor seperti itu tidak dirasakan atau tidak dialami oleh Paulus. Yang walaupun saat itu Paulus pun sedang sakit. Malahan sebaliknya Ia merasakan jemaat Galatia begitu antusias menerima Paulus apa adanya. Yang Paulus rasakan justru sambutan hangat jemaat seperti mereka menyambut seorang malaikat, atau bahkan seperti menyambut kehadiran Kristus sendiri, ketika mereka menerima Paulus memberitakan Injil tentang Kristus.
Karena itu saudara, ini merupakan hal yang luar biasa yang dirasakan oleh Paulus ketika perjumpaanya yang pertama dengan jemaat Galatia. Memang sungguh indah sekali apabila orang menyambut hamba-hamba Tuhan bukan karena rupanya, melainkan karena mereka mewakili Tuhan dan membawa beritaNya.
Saudara, hubungan Paulus dengan jemaat di Galatia pada awalnya begitu mesra sekali. Perjumpaan pertama dia dengan jemaat seperti perjumpaan sepasang muda-mudi yang baru pertama-kali berpacaran. Saudara, biasanya saat pacaran dimulai dunia ini terasa milik berdua. Semua yang dialami sepertinya serba indah dan mengagumkan. Suasana apapun yang ditemukan saat itu begitu romantis. Hingga tidak ada satu keadaan yang tidak menyenangkan saudara.
Dulu kalau pacaran, melihat pacar kita mau jatuh, kita berkata: “Dek, hati-hatilah kalau jalan, nanti kalau kakimu lecet kan jadi tidak indah
Tapi saudara, ketika waktu berlalu, mungkin 3-4 tahun pacaran, kita jadi tidak segan-segan lagi menegur pasangan kita. Kalau ia mau jatuh, “Nah lu, kemana saja matamu, sampai bisa jatuh begitu, bikin repot saja.
Begitu pula dengan jemaat Galatia saudara. Hubungan yang indah yang pernah terjadi dulu, sepertinya  sekarang tidak lagi didapatkan oleh Paulus. Sekarang mereka berbuat seolah-olah menjadi musuhnya Paulus ketika Paulus mengatakan suatu kebenaran bagi mereka. Karena itu ia berusaha mengingatkan jemaat akan pengalaman mereka yang indah pada saat mendengar injil. Dimana dulu mereka sangat bersukacita karena injil dan karena rasul Paulus yang memberitakan injil.
Sekarang Paulus bertanya kepada mereka: “Apa yang telah terjadi dengan kasih itu? Apa yang telah terjadi dengan kebahagiaan yang kamu alami ketika kamu mendengar Injil dan menjadi percaya kepada Kristus?
Saudara ini juga menjadi pelajaran berharga bagi kita, pada saat kita mulai merasa jenuh dengan kekristenan kita, pada saat kita mulai merasa hambar dengan kehidupan kekristenan kita, apa yang harus kita lakukan? Yang harus kita lakukan adalah: “Ingatlah masa-masa perjumpaan pertama kita dengan Tuhan.” 
Saudara, Yesaya  46:9 mengingatkan kepada kita: “Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku,”
Dengan kita sering mengingat akan pengalaman hidup bersama Tuhan, sebetulnya kita sedang mencharge kerohanian kita saudara. Kalau batterai HP/ Laptop kita mulai drop dan tidak maksimal menghasilkan daya, tanpa disuruh kita pasti segera menchargenya bukan? Demikian pula dengan kerohanian kita. Kerohanian kita bagaikan sebuah batterai rechargeable yang mesti terus menerus perlu diisi dengan daya, agar semakin hari kita semakin baru kerohanian kita. Dan kita pun akan memiliki sukacita yang sejati.
Hal yang berikutnya saudara, adalah Paulus berusaha mengingatkan mereka pentingnya sebuah koreksi (ayat 16-18). Apa yang perlu dikoreksi saudara? Yang jelas adalah sikap mereka yang 180o berubah, dari mengikut Yesus sekarang menyangsikan Yesus. Yang mesti dikoreksi adalah respon jemaat terhadap kebenaran. Saudara Rasul Paulus berkata dalam ayat 16, “Apakah dengan mengatakan kebenaran aku telah menjadi musuhmu?” Mengapa jemaat Galatia memusuhi rasul Paulus, padahal rasul Paulus adalah pendiri jemaat di Galatia? Hal ini disebabkan karena jemaat di Galatia telah terpengaruh dengan ajaran yang salah dan itu mestinya perlu dikoreksi.
Demikian pula dengan kehidupan kerohanian kita saudara, mungkin kita sekarang merasa seperti kehilangan damai sejahtera, kehilangan sukacita. Kehilangan bibit cinta kita dengan Tuhan. Bisa jadi penyebabnya adalah kita tidak lagi menjadi peka terhadap kebenaran Allah.
Saat itulah kita mesti bersedia menerima koreksi dari Tuhan. Bagaimana caranya? Tentunya melalui pembacaan Firman dan doa. Dengan bersandar kepada Tuhan melalui perenungan kita dengan Tuhan. Kita berharap Tuhan berbicara mengenai maksud dan tujuan hidup kita agar kehidupan kita semakin menjadi lebih baik.
Seperti ada pepatah yang mengatakan “The right man on the right place” artinya “Orang yang tepat pada tempat yang tepat” Berbahagialah kalau kita menjadi orang yang tepat ditempat yang tepat. Kita pasti akan menerima prestasi hidup yang cemerlang.
Kemudian yang terakhir saudara, didalam ayat 19-20, Paulus kembali menyuguhkan bentuk nasihat yang khas, yaitu ia mengumpamakan sebagai seorang Bapak rohani yang sedang mendidik anak-anaknya.
Saudara, salah satu rahasia penting bagaimana bisa hidup bersukacita di dalam Tuhan, adalah dengan melihat segala tantangan dan masalah kehidupan dalam perspektif bahwa Tuhan sedang membentuk kita makin serupa Kristus.
Disini Paulus menggunakan kiasan mengenai seorang ibu yang menderita sakit bersalin (ayat 19) untuk melukiskan betapa perhatiannya dia kepada jemaat Galatia. Saudara tentunya ini merupakan pengalaman yang berharga bagi setiap kaum ibu yang pernah merasakan bagaimana ia mengandung anak kesayangannya. Yang berusaha menjaganya siang malam, menjaga kesehatan gizinya, menjaga kualitas fisiknya dll. Sampai proses persalinan berjalan dengan baik. Kira-kira demikianlah yang dirasakan oleh Paulus ketika ia sedang memandang jemaat yang sedang dilayaninya. Ia selalu berusaha untuk menjaga kesehatan rohani jemaat itu seperti ia menjaga anak kandungnya sendiri. Tujuannya bukan supaya ia semakin disanjung, melainkan supaya jemaat itu bertumbuh semakin serupa dengan Kristus.
Bapak/ ibu yang kekasih.
Bagaimana dengan kerohanian kita. Saya yakin, masing-masing kita punya pengalaman berharga ketika perjumpaan pertama kita dengan Yesus. Pastinya ada perasaan ingin melayani yang menggebu-gebu. Perasaan ingin selalu dekat dengan Tuhan. Perasaan haus akan firman yang begitu dalam. Kira-kira apakah perasaan-perasaan itu masih ada? Ataukah mulai luntur seiring berjalannya waktu dan kesibukan kita? Saudara, kalau jawabannya adalah “ya”, mari kita berusaha mencharge kembali kerohanian kita. Saran saya, jangan biarkan kerohanian kita drop terlalu lama dan akhirnya tidak bisa kembali di charge. Sebab jika itu terjadi, maka kita akan sulit untuk menemukan cinta pertama kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan kita. amin

Sabtu, 04 Oktober 2014

MENGANDALKAN TUHAN DALAM SEGALA HAL

MENGANDALKAN TUHAN

DALAM SEGALA HAL

Mazmur 127:1-2



Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Dalam hidup, biasanya ada tiga hal yang selalu dicari manusia, yaitu: Kebahagiaan, Keamanan dan Kekayaan.
Kenyataannya, setuju atau tidak kita pun membutuhkan ketiga hal ini. Kita rindu kehidupan kita senantiasa dipenuhi dengan kebahagiaan. Kita rindu sepanjang hidup kita, kita ada dalam keadaan yang aman dan tentram. Terlebih lagi kalau sepanjang hidup kita, kita tidak lagi dikuatirkan oleh masa depan anak cucu kita, sebab deposito kita mampu mencukupi kebutuhan kita bahkan cukup untuk keturunan kita.
Saudaraku,
Karena semua orang pastinya mendambakan hidupnya senantiasa bahagia. Maka demi mencapai kehidupan yang bahagia itu, banyak orang mengupayakan segala cara untuk memperolehnya. Ditambah lagi, ada beragam anggapan yang muncul untuk mengartikan “kebahagiaan”.
Saudara, orang berpikir kebaha-giaan bisa didapat ketika mereka mempunyai uang, mobil, rumah mewah, isteri cantik atau suami yang tampan.
Kenyataannya banyak orang kaya yang hidupnya tidak bahagia dan bahkan merana, saudara.  Kita melihat beberapa Selebritis kawin – cerai disebabkan perkawinannya yang tidak bahagia, padahal mereka serba kelimpahan. Ada pula yang berusaha mencari kebahagiaan dengan mengkonsumsi narkoba atau dengan seks bebas.
Namun sesungguhnya kebahagiaan yang ditawarkan Allah bukanlah sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Kebahagiaan kita sebagai orang percaya yang sesungguhnya adalah saat kita mengandalkan Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita. Saat kita mengikutsertakan Tuhan dalam seluruh aspek kehidupan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Sekarang coba kita hitung, berapa kali kita bangun tidur dan langsung melakukan aktivitas kita tanpa berdoa kepada Tuhan, atau berapa kali kita meminta Tuhan agar menyertai kita dalam segala aktifitas kita? Berapa kali sebelum mengendarai mobil atau sepeda motor kita berdoa memohon Tuhan melindungi kita agar sampai di tempat yang kita tuju dengan selamat? Berapa kali sebelum kita bekerja, kita berdoa meminta Tuhan supaya memberkati apa yang kita lakukan di kantor? Berapa kali sebelum mengambil bagian dalam pelayanan kita bersikap biasa saja, karena kita sudah sering melakukan pelayanan itu?
Jika jawabannya kadang-kadang atau bahkan tidak pernah, maka itu berarti kita tidak pernah mengandalkan Tuhan dalam hidup kita. Kita menganggap semua rutinitas kita dapat kita lewati dengan begitu saja. Yang mengalir bak sebuah aliran sungai yang mengalir setiap saat.
Kenyataannya saudara, bukankah seringkali kita melupakan Tuhan dalam berbagai aktifitas kita. Kita menganggap sesuatu yang kita alami, kita kerjakan dapat berlalu begitu saja tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.
Dalam pelayanan mungkin, ada diantaranya yang sudah sering menjadi Worship Leader, saat memilih lagu kita tidak lagi meminta pimpinan Tuhan mengenai lagu yang akan dibawakan. Atau saat melakukan persiapan dengan team music kita langsung berlatih tanpa lagi berdoa terlebih dahulu. Sehingga yang terjadi, kita hanya asal pilih, lalu cek suara yang kita selaraskan dengan musik.
Atau mungkin, kita sebagai Hamba Tuhan yang karena sudah sering turun- naik mimbar untuk berkhotbah, menganggap khotbah sebagai sebuah rutinitas sehingga pada akhirnya ia berkhotbah tanpa lagi dengan persiapan yang cukup. Saudara, jangan pernah menjadi hamba Tuhan yang tukang khotbah. Tetapi jadilah hamba Tuhan yang selalu siap mewartakan kebenaran Firman Tuhan.
Sebab dengan kesadaran ini, maka sejatinya ia akan selalu belajar mengandalkan Tuhan dalam segala persiapannya.

Karena itu saudara-saudara,
Firman Tuhan malam ini sebenarnya sangat jelas berbicara kepada kita mengenai arti hidup mengandalkan Tuhan dalam segala hal.
Dikatakan dalam ayat 1a bahwa: “Jika bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;
Saudara,
Apa yang mau dijelaskan oleh si pemazmur? Bahwa ada korelasi/ hubungan yang sangat erat antara Tuhan dan manusia.  Tuhan adalah sumber segala kehidupan sementara manusia hanyalah pekerjaNya. Jadi, jika kita artikan secara sederhana sebenarnya ayat ini ingin mengatakan bahwa kita berusaha sekuat tenaga membangun sebuah rumah, namun jika Tuhan katakan tidak akan jadi, maka sia-sialah pekerjaan kita. Tetapi jika Tuhan katakan hal itu bisa terjadi, maka berhasillah ia membangunnya. Jadi kuncinya bukan hanya terletak pada usaha manusia itu sendiri saudara, tetapi pada otoritas Tuhan yang memberikan berkat kepada kita.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Membangun rumah disini bukan rumah dalam pengertian membangun tempat tinggal yang saudara tempati. Bukan berbicara soal gedung. Bukan pula soal bangunan secara fisik yang dilengkapi dengan berbagai macam perabot rumah tangga yang serba lengkap. Tetapi yang lebih ditekankan disini adalah membangun sebuah keluarga atau pribadi-pribadi yang tinggal di dalamnya.
Dan uniknya saudara, kata “membangun” yang dipakai disini memiliki pengertian harfiah “memperbaiki” atau “merenovasi.” Membangun rumah itu ibarat kita sedang merenovasi sebuah rumah, kita memperbaiki hal-hal yang kurang indah dipandang. Dan jika kita melibatkan Tuhan dalam renovasi rumah kita maka sejatinya akan tercapailah rencana itu.
Kalau dikaitkan dengan rumah sebagai sebuah keluarga, tempat dimana sebuah keluarga mendapatkan kenyamanan, kedamaian, sukacita dan penghiburan. Tempat dimana kita memperoleh kekuatan kala masalah atau badai kehidupan datang menerpa. Tempat dimana kita mempraktikan kasih Kristus kepada seluruh anggota keluarga dalam wujud nyata. Tempat dimana kita dibentuk, diproses dan diajar, ibarat sekolah atau gereja kecil bagi anak-anak. Serta tempat dimana para orangtua mengajarkan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan dan memberikan teladan hidup.
Maka semua hal itu tidak akan terwujud jika kita tidak mendasarkan Tuhan di dalam rumah tangga kita. Sebab rumah yang melambangkan kebahagiaan - tempat kita bisa merasakan diterima dan dikasihi - bisa terjadi apabila kita menjadikan Tuhan sebagai dasar bangunan dalam rumah tangga kita. Termasuk dalam segala aktifitas kita, bahkan dalam kegiatan kita yang terkecil sekalipun.
Karena kita harus mengakui bahwa segala kemuliaan adalah dari Dia, oleh Dia dan juga untuk Dia sebagaimana yang dijelaskan dalam Roma 11:36. Selain itu kita juga perlu melibatkan Tuhan dalam segala aktifitas kita. Kita perlu membangun dan mendasarkan kehidupan kita di dalam Tuhan Yesus Kristus. Itulah kunci memperoleh kebahagiaan yang sesungguhnya.
Jadi jelas sekali Firman Tuhan mengatakan kepada kita bahwa sesungguhnya kita membutuhkan Tuhan di dalam hidup kita. Kita harus membangun persekutuan yang intim dengan Dia, dimana bukan saja berbicara soal membaca dan merenungkan firman Tuhan, tetapi di dalam segala sesuatu yang kita kerjakan, kita mengikutsertakan Tuhan. Sebab tanpa Kristus semua yang kita bangun, kita kejar, kita usahakan akan berujung kepada kesia-siaan. Yohanes 15:5 mengatakan bahwa “Di luar Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa”.
Begitu pula ketika kita berbicara soal keamanan. Pertanyaannya saudara, adakah tempat yang teraman didunia ini? Tidak ada saudara! Sebenarnya rasa aman tidak ditentukan oleh “sesuatu” yang berada di luar diri kita. Melainkan siapa yang “bertahta” di dalam hati kita. Perasaan aman dan damai ada di dalam hati kita yang mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Dalam hal inilah Salomo menuliskan “Jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga” (ayat 1b).
Saudara, ada banyak orang-orang yang merasa mampu menjaga dirinya dan keluarganya dengan mempe-kerjakan sekuriti-sekuriti sewaan. Mereka menempatkan para penjaga untuk melindungi rumah dan keluarganya. Pertanyaannya, apakah memang hal itu mampu melindungi secara sempurna? Kenyataannya tidak saudara! Orang-orang yang mampu menyewa sekuriti sebetulnya hanya mempekerjakan mereka saat sang tuan tidak ada di rumah. Sebaliknya saat tuan istirahat di rumah, jujur seringkali sekuriti itu pun turut tertidur bukan?
Jadi sangat jelas Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa seorang anak Tuhan tidak boleh bergantung kepada kemampuan atau kekuatan manusia. Sebab keamanan yang sejati hanya kita dapatkan saat kita mengandalkan Tuhan dalam hidup kita.
Yang terakhir menyangkut kekayaan. Siapa yang mampu menjamin bahwa kekayaan adalah jawaban hidup seseorang? Saya mau katakan bahwa uang bukan segala-galanya, kekayaan bukan jawaban atas hidup kita. Tetapi sumber jawaban hidup kita sekali lagi adalah Tuhan sendiri.
Saudara, ayat ke-2 ini, bukan berarti bahwa Tuhan melarang seseorang untuk menjadi kaya. Saat Salomo menuliskan ayat 2 ini: “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah…” bukan berarti bahwa Tuhan melarang kita untuk bekerja keras. Bukan berarti bahwa Tuhan menyuruh kita untuk bersantai-santai dalam hidup. Tetapi perhatikankan kalimat selanjutnya! “…sebab Ia memberikannya kepada yang dicintaiNya pada waktu tidur” (ayat 2b).
Apa maksudnya saudara?
Ternyata Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa sebenarnya Tuhan sudah mengatur berkat-berkat itu kepada siapa saja yang dicintaiNya pada saat tidur. Pada malam hari, pada saat tubuh dan pikiran ini sedang beristirahat Tuhan merancangkan berkat-berkat yang akan diperolehnya keesokan harinya. Karena itu, ketika Tuhan melihat seorang yang senantiasa terpaut pada Tuhan, saat ia sedang tertidur lelap, Tuhan tahu bahwa Ia akan memberkati apa yang akan diusahakan orang itu keesokan harinya.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Perhatikanlah Salomo, Salomo adalah seorang raja yang sangat kaya bahkan kekayaannya dikatakan “melebihi semua raja di bumi baik sebelum dia ataupun sesudahnya” (1 Raja-raja 10:23). Namun ia sadar bahwa kemampuan menikmati kekayaan dan menikmati hidup adalah karunia atau pemberian Tuhan.
Jadi yang mau dikatakan dalam ayat ini adalah sia-sia bila kita memiliki kekayaan, namun kita tidak dapat menikmatinya! (Ayat 2a). Sebab kenyataannya tidak semua orang diberikan Tuhan karunia untuk menikmati apa yang telah diberikan Tuhan. Dalam pengkhotbah 6:2, dijelaskan bahwa: “orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatu pun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.
Memang sakit saudara, ketika kita sudah susah payah mengerjakan apa yang menjadi impian kita, tetapi kita melihat orang lainlah yang menikmatinya. Lalu apa gunanya kita bersusah payah?
Namun saudara, bagi orang yang percaya selalu ada rencana Tuhan yang indah dibalik berkat yang Tuhan limpahkan atas hidup kita yaitu supaya kita juga menjadi berkat bagi orang lain. Hanya saja jangan sampai kekayaan itu menjadi “ilah” lain dalam hidup kita, sebaliknya “muliakanlah Tuhan dengan hartamu…” (Amsal 3:9).
Jadi bapak/ ibu yang kekasih,
Bersyukurlah kepada Tuhan ketika saudara diberikan Tuhan untuk bekerja dengan giat dan menikmati:
·       Rasa kenyang
·       Rasa cukup
·       Rasa Nikmat
Sebab yang menjamin kelangsungan hidup kita saudara, bukanlah harta atau kekayaan. Tetapi yang menjamin kelangsungan hidup kita adalah anugerah Tuhan dalam hidup kita.
Dengan kita mengandalkan Tuhan, di situ Tuhan akan memberikan berkatNya kepada kita bahkan di saat kita sedang tidur lelap. Artinya bukan kita yang susah payah mencari berkat, tetapi ketika kita hidup dekat dengan Tuhan, Tuhan sendiri yang akan menyuruh berkat untuk datang mencari kita. Hanya yang terpenting adalah kita harus mengandalkan Tuhan dalam segala hal.
Saudaraku yang kekasih,
Apakah selama ini kita merasa bahwa apa yang kita lakukan seringkali terasa sia-sia dan hampa? Cobalah periksa diri kita masing-masing, apakah selama ini kita telah menempatkan Tuhan dalam posisi yang seharusnya? Menjadikan Tuhan sebagai dasar dari seluruh aspek kehidupan kita! Ataukah kita telah menjadi tuan atas hidup kita sendiri?
Mari kita intropeksi diri kita masing-masing. Dan mulai sekarang belajar untuk mengandalkan Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita. Berikanlah hidup saudara untuk dipimpin dan dipelihara Tuhan. Biarkanlah Tuhan yang membangun hidup saudara, supaya tidak sia-sialah hidup saudara, dan hadirkanlah Tuhan dalam hidup saudara supaya Tuhan mengawal setiap apa yang saudara kerjakan dan tidak menjadi sia-sia. Dan ingatlah: Kebahagiaan, Rasa aman, dan berkat hanya disediakan Allah bagi orang-orang yang mengandalkan Tuhan! Amin.

Jumat, 03 Oktober 2014

DILARANG BERDOA

DILARANG BERDOA

Yeremia 7:16-20


Jemaat yang kekasih,
Setiap kita, biasanya selalu dihimbau untuk selalu rajin berdoa, karena doa merupakan nafas kehidupan kita. Begitu pentingnya hakekat doa, sehingga kegiatan doa sering kita dengar juga dalam seminar digereja-gereja, dalam khotbah-khotbah minggu, dan lain sebagainya.
Akan tetapi pernahkah Saudara mendengar, bahwa ada kalanya Tuhan melarang hambaNya untuk berdoa?

TETAPI ENGKAU: IKUTLAH AKU

TETAPI ENGKAU: IKUTLAH AKU

Yohanes 21:18-23


Bapak/ Ibu yang kekasih
Mau tahu urusan orang lain! Sepertinya ini adalah bagian dari sifat manusia yang sering banyak dipengaruhi oleh rasa penasaran. Proses pembalajaran yang dilakukan oleh seseorang pertama kali memang salah satunya didorong oleh “rasa penasaran” ini. Ketika seorang anak ingin mengenal bermacam-macam benda yang ada disekitarnya, seringkali ia bertanya: “Apa ini? Apa itu? Mengapa begini? Mengapa begitu?

Kamis, 02 Oktober 2014

Persembahan Kasih

Salam sejahtera dalam Tuhan kita Yesus Kristus,
Puji syukur kepada Tuhan yang melimpahkan berkatNya kepada kita hingga blog ini masih tetap eksis hingga hari ini. Kami berharap kiranya blog ini senantiasa mewarnai dan memberkati kehidupan Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian.
Jika Anda ingin mendukung pelayanan kami, Anda dapat mengirimkan persembahan kasih kepada Davekiasy melalui rekening yang tertera dibawah ini:


BCA KPC RSA Jaury Yusuf Putra
David T. Hidayat
365-2734577

BERANI MEMBAYAR HARGA


BERANI MEMBAYAR HARGA

Yohanes 12:9-11


Bapak/ ibu yang kekasih,
Setiap pekerjaan yang kita lakukan pastinya memiliki risiko yang harus siap kita tanggung. Sebenarnya demikian pula saat kita mengaku diri sebagai anak-anak Tuhan, ada resiko yang mau tidak mau harus siap kita tanggung. Karena itu Alkitab berkata kepada kita bahwa barangsiapa ingin mengikut Tuhan Yesus, maka ia harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus (Mat 16:24). Memikul salib di sini adalah berbicara tentang risiko yang harus dihadapi setiap anak-anak Tuhan, saat memutuskan untuk mengiring Tuhan Yesus.

KUASA NAMA YESUS


KUASA NAMA YESUS

Kisah Para Rasul 3:1-10


Bapak/ ibu yang kekasih,
Mungkin kita pernah mengingat lagu Bento yang dibawakan oleh Iwan Fals. Dalam liriknya yang terakhir ia mengatakan: “Siapa yang mau berguru datang padaku: Sebut tiga kali namaku Bento Bento Bento.
Saudara, nama seseorang yang memiliki kedudukan seringkali dapat memiliki kuasa ketika dipakai dalam hal-hal tertentu. Ketika kita memasuki suatu perusahaan, dan menyembutkan nama pemiliknya karena ada kedekatan hubungan dengan kita, mungkin sambutan yang kita terima akan jauh berbeda ketika kita datang dan tidak tahu siapa pemilik perusahaan itu.

DOA YANG MEMULIHKAN


DOA YANG MEMULIHKAN

(Lukas 22:31-34)

Bapak/ Ibu yang kekasih,
Tak dapat disangkal dalam hidup ini dengan sadar atau tidak kita sering melakukan penyangkalan seperti Simon Petrus. Tindakan dan ucapan kita tidak lagi menyatakan kerendahan hati, kebaikan, keadilan serta kekudusan Tuhan! Yang ditonjolkan hanyalah kemanusiaan yang tidak dikontrol dan dikuasai Roh Kudus!
Sadar atau tidak, terkadang tindakan dan ucapan kita, tidak lagi menyatakan kasih Kristus yang tanpa syarat, tanpa menuntut, tanpa menghakimi dan tidak berubah. Sebaliknya, kita telah gagal total memberikan kesaksian sebagai orang-orang percaya pilihan yang mengenal Kristus.