Kamis, 11 Desember 2014

KETIKA NATAL HARUS DIRAYAKAN

Ketika Natal Harus Dirayakan
Yesaya 8:23; 9:1-6;
Yohanes 18:33-37


Sidang jemaat yang kekasih,
Sepertinya sudah menjadi sebuah tradisi bagi seluruh masyarakat di dunia, bahwa bulan Desember dirayakan sebagai bulan Natal. Karena itu bukan hanya orang-orang Kristen saja yang ramai memeriahkan bulan ini saudara, tetapi juga instansi-instansi perkantoran, mall-mall, juga tempat-tempat hiburan, sepertinya tidak mau ketinggalan untuk menyambut datangnya bulan ini. Walaupun dalam arah yang berbeda.
Demikian pula dengan kita bukan? Masing-masing kita mungkin sudah ada yang mulai mempersiapkan dekorasi-dekorasi natal yang menghiasi ruangan rumah, atau mengecat rumah dengan nuansa yang baru, atau mungkin diantara kita sudah ada yang memiliki rencana untuk berlibur ke suatu tempat guna merayakan natal bersama dengan keluarga.
Jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Memang tidak salah kalau kita mempersiapkan natal dengan berbagai ornamen-ornamen yang dapat menghiasi ruangan rumah kita. Namun pertanyaannya, apa makna natal yang sesungguhnya bagi kita? Apakah kita hanya mengingat kemeriahan pesta natal dan pada akhirnya lewat begitu saja karena berjalannya waktu?
Jika kita mengingat kembali peristiwa kelahiran Yesus 2000 tahun yang lalu. Saudara, kelahiran Yesus ke dalam dunia, merupakan awal dari kemanusiaanNya. Pribadi yang Ilahi itu kini menjadi manusia di dalam Yesus Kristus. Dan ini bukan tanpa maksud, bahwa Firman yang menjadi manusia dan diam diantara kita. Sebaliknya merupakan penjabaran misi Allah bagi manusia, bahwa Ia datang untuk menyelamatkan yang terhilang.
Saudara, dalam Yesaya 9 yang tadi kita baca, dijelaskan bahwa pada waktu itu bangsa Yehuda dan Israel Utara sedang berada di ambang kehancuran. Mereka ada dalam penaklukan raja Asyur sebagai akibat dari dosa mereka sendiri. Karena itu mereka hidup dalam kegelapan yang besar di negeri kekelaman.
Alkitab sering memakai kata “kegelapan” untuk melambangan kejahatan, dosa, hukuman, kesukaran, ketidakpastian dan kematian. Dalam hal ini, bangsa Yehuda dan Israel Utara digambarkan seolah-olah sudah mati dalam dosa-dosa perzinahan dan ketahyulan seperti yang dilukiskan dalam ps 8:19-23.
Sebaliknya, Akitab juga memakai kata terang sebagai perlambang dari kehidupan kekal, keselamatan, pengampunan, sukacita, kebenaran dan segala sesuatu yang baik. Inilah yang dijanjikan Tuhan kepada bangsa kesayanganNya, yang dinyatakanNya dalam ps 8:23, “Tetapi tidak selamanya akan ada kesuraman untuk negeri yang terhimpir itu.
Saudara, kata tetapi dalam ayat ini merupakan penjelasan kontras mengenai keadaan bangsa Yehuda sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ps 8:19-22 di atas. Kata tetapi juga mengandung pengertian adanya sebuah legitimasi Allah yang akan menjamin kelangsungan hidup bangsa Yehuda ke depan. Dan jaminan ini ditegaskan Allah dalam firmanNya di dalam ps 9:1-6 ini.
Bapak ibu yang kekasih,
Dikatakan: Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar” (ayat 1). Kata Terang dalam ayat ini adalah janji keselamatan yang sempurna dari Allah, yang kita tahu pada akhirnya digenapi melalui pribadi Yesus Kristus. Sebab seluruh umat manusia telah berdosa dan berada di bawah kuasa dosa, dan keadaan yang demikian itu saudara, hanya akan membawa kita kepada kematian dan penghukuman kekal Allah. Tetapi keselamatan sejati telah diberikan kepada kita di dalam Yesus. Lebih merupakan tindakan konkrit Allah dalam menyelamatkan umat kesayanganNya. 
Dalam diri Yesus, Allah telah melenyapkan kegelapan dan meng-gantikannya dengan terang yang ajaib. Karena itu saudara, di dalam kehidupan Tuhan Yesus, Tuhan Yesus pernah menegaskan bahwa Dia adalah Terang dunia. Ia pernah berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” (Yohanes 8:12).
Ini merupakan satu jaminan Allah mengenai keselamatan umat pilihanNya.   Di satu sisi hal ini juga menjadi bukti bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menghasilkan keselamatan bagi dirinya sendiri. Dosa yang merasuk kehidupan manusia, telah merusak seluruh tatanan yang telah didesain Allah sebelumnya. Dosa itu tidak akan pernah membawa manusia kepada suatu kebenaran sekalipun manusia bisa memiliki hati nurani yang baik.
Sama artinya ketika kita terperosok jatuh ke dalam lubang sumur yang sangat dalam, kita tidak akan bisa keluar dari sumur itu kalau tidak ada yang menolong. Demikianlah kondisi manusia di hadapan Tuhan.
Karena itu Rasul Paulus menjelaskan dalam Roma 3:23 “karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”. Ini berarti bahwa dosa merupakan pelanggaran norma Allah yang sangat fatal, sebab efeknya dapat mengakibatkan hubungan kita dengan Allah menjadi terputus, dan semua manusia kehilangan kemuliaan Allah.
Saudara, fakta bahwa semua orang telah berbuat dosa, membuktikan kepada kita bahwa tidak ada seorangpun yang mampu untuk mencari Allah yang benar dan mampu menyelamatkan dirinya sendiri.
Satu-satunya jalan untuk dapat memulihkan hubungan yang terputus itu adalah, Allah sendirilah yang harus turun tangan memperbaiki hubungan yang telah terputus.
Artinya saudara kita butuh uluran tangan Allah. Dan tangan itu sebenarnya telah terjulur sejak 2000 tahun yang lalu, Tangan yang menawarkan anugerah keselamatan bagi orang-orang yang mau percaya kepadaNya, termasuk bagi kita semua.
Karena itu saudara-saudara yang kekasih,
Kita mestinya patut bersyukur kepada Allah, jika kita telah menjadi percaya dan menjadi anak-anak Allah, sebab kelahiranNya merupakan bukti kasihNya yang besar. Kelahiran Yesus semata-mata ditujukan untuk menyelamatkan kita yang berdosa.
Inilah kebenaran sejati yang Allah singkapkan kepada kita yang percaya kepadaNya. Yesus lahir sebagai Raja yang telah menebus kita dari kuasa dosa. Yang walaupun bagi mereka yang hidup dalam keegoisan, dalam pemikiran yang skeptic (penuh keragu-raguan) kebenaran ini sulit untuk dimengerti dengan nalar.
Saudara, saat Tuhan Yesus diperhadapkan kepada Pontius Pilatus, hal yang sama pula ditanyakan Pilatus kepada Tuhan Yesus, Jadi Engkau adalah raja?
Pertanyaan Pilatus ini, diucapkannya dengan nada keheranan sekaligus juga penghinaan. Tampaknya Pilatus mendengar dari orang-orang Yahudi bahwa Yesus menganggap diriNya raja orang Yahudi, merupakan suatu tuduhan yang terkait erat dengan pemberontakan, karena bagi Pilatus hanya Kaisarlah raja orang Yahudi.
Namun, yang menarik bagi kita, pertanyaan Pilatus tidak dijawab langsung oleh Tuhan Yesus. Sebaliknya pertanyaan itu dijawab Tuhan Tesus dengan sebuah pertanyaan. Apakah engkau katakan hal itu dari harimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?” (Yoh 18:34)
Saudara, apa sebenarnya yang dipertanyakan Tuhan kita? “Raja seperti apa yang ada di benak Anda? Seorang raja Romawi atau raja Yahudi? Raja politis atau raja rohani?” Kenyataannya saudara, Tuhan Yesus tidak menghindari isu tersebut, Ia justru memaksa Pilatus untuk menjelaskan permasalahan tersebut bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini, sebenarnya bukan Tuhan Yesus yang sedang diadili, melainkan Pilatus sendiri.
Jika Pilatus mengatakan hal itu dari hatinya sendiri, maka tujuan Tuhan Yesus, yaitu melayani Pilatus, akan jauh lebih mudah karena Pilatus lebih siap mendengarkan kebenaran. Sebaliknya jika dia hanya mendengar itu dari orang lain, maka jelas Pilatus sulit dilayani, karena dia sudah dibingungkan oleh kebencian para pemimpin agama Yahudi, dan tidak memiliki kerinduan dalam hatinya sendiri untuk mengerti kebenaran atau mengenal Allah.
Karena itu, dalam kebingungannya Pilatus kemudian menegaskan kembali pertanyaan pertamanya: Jadi Engkau adalah raja?
Kemudian Yesus menjawab: Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran, setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.” (Yohanes 18:37).
Saudara dalam hal ini Tuhan Yesus berusaha menjelaskan tentang siapa Dia dan seperti apa KerajaanNya. Pilatus mungkin tidak memahami arti dari kata-kata yang mendalam itu, tetapi bagi kita saat ini, kita dapat menangkap beberapa hal yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus. Bahwa Ia “lahir”, menunjukkan kemanusiaan-Nya; Ia datang ke dalam dunia”, menunjukkan ketuhananNya. Kenya-taan bahwa Tuhan Yesus “datang ke dalam dunia” menyiratkan bahwa Ia sudah ada sebelum kelahiranNya di Betlehem; dan itu adalah kebenaran yang penting dan di ulang-ulang dalam InjilNya (1:9-10; 3:17, 19;9:39; 10:36; 12:46; 16;28; 17;18).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Yesus mengatakan kepada kita mengapa Ia datang ke dalam dunia. Dia datang untuk menyaksikan kebenaran, Ia datang untuk menyatakan kepada manusia kebenaran tentang Allah, kebenaran mengenai manusia sendiri, dan kebenaran mengenai hidup. KerajaanNya adalah kerajaan kebenaran dan Dia benar-benar layak dinobatkan sebagai raja seluruh ciptaan Allah. Inilah misi Tuhan Yesus yang hakiki tentang kebenaran dan mengarahkan orang kepadanya.
Karena itu, Tuhan Yesus bukan hanya memberi tahu Pilatus tentang asalNya, Ia juga menjelaskan tentang pelayananNya: untuk memberi kesaksian tentang kebenaran. KerajaanNya adalah kerajaan kebenaran yang rohani; dan Ia menenangkan orang-orang untuk kerajaanNya bukan dengan paksaan, melainkan dengan menyadarkan dan meyakinkan mereka. Ia berbicara tentang kebenaran firman Tuhan, dan semua orang yang adalah umatNya akan menanggapi panggilanNya (8:47 dan 10:27).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Bagi kita kelahiran Tuhan Yesus adalah bukti bahwa kunci kerajaan Sorga ada di tanganNya. Misi Tuhan Yesus yang utama adalah mencari manusia yang berdosa, memberinya keselamatam, menunjukan jalan ke sorga, dan membawanya bersama Dia.
Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah: akankah kita menyambut natal dengan hati yang biasa-biasa saja, sehingga natal berlalu seperti hari-hari biasa yang seringkali kita lalui?
Atau, “ketika natal harus kita rayakan, apa yang perlu kita persiapkan?”
Saudara, malam ini, saya mengajak kita untuk merenungkan kasih Allah yang besar itu. Jangan biarkan gemerlapnya suasana natal, pada akhirnya mengaburkan pesan utama Allah pada kita. Jangan biarkan hingar- bingar pesta natal, pada akhirnya mengalihkan perhatian kita pada tujuan utama Tuhan.
Sebaliknya, kiranya apa yang telah Allah nyatakan sebagai kebenaran yang sejati kepada kita, senantiasa mengingatkan kita untuk terus meresponinya dengan benar dalam kehidupan kita. Amin