Minggu, 10 Mei 2015

DOSA KARENA LIDAH

DOSA KARENA LIDAH
Yakobus 3:1-12


Sidang jemaat yang kekasih,
Bulan Mei ini kita masih membahas tema besar Firman yang menyatakan kesalahan bagi sesama.Dan minggu ini kita masuk dalam topik mengenai “lidah”.
Saudara, Lidah manusia adalah struktur berotot yang terletak pada bagian lantai mulut, yang memiliki banyak fungsi. Disatu sisi saudara, lidah kita berfungsi sebagai alat untuk mengecap. Artinya lidah dipakai untuk menggambarkan setiap rasa yang masuk di dalam mulut. Lidah juga digunakan untuk membantu menghaluskan setiap makanan yang masuk dalam mulut kita.
Tetapi saudara lidah bukan hanya difungsikan untuk hal-hal yang berhubungan dengan makanan. Lidah yang kita miliki secara khusus juga dapat dipakai sebagai sarana komunikasi.
Dengan bantuan organ penghasil suara lainnya, lidah berperan untuk menghasilkan huruf-huruf ketika kita bersuara. Dengan adanya lidah, kita dapat membentuk huruf-huruf yang akan diucapkan, sesuai dengan keinginan kita. Sebaliknya, tanpa lidah seseorang akan kesulitan untuk berbicara.
Untuk itu saudara, karena Allah melihat lidah merupakan salah satu hal yang penting dalam tubuh kita, Allah memperlengkapi organ disekitar mulut kita dengan sebuah lidah.
Masalahnya bapak/ ibu yang kekasih, seringkali kita mendapati, seseorang begitu licinnya dalam menggunakan lidah. Jika seorang tidak mampu menahan lidahnya, dia akan menjadi sumber malapetaka bagi masyarakat.
Karena satu kalimat yang benar dapat membangun iman, memberi pengharapan dan cinta kasih, tetapi satu kalimat yang tidak benar pula bisa merusak relasi, keharmonisan yang ada. Jika demikian saudara, pastinya kita setuju bahwa tidak ada satu pun anggota tubuh yang lebih besar pengaruhnya dari lidah, bukan?
Dalam hal inilah Yakobus melihat, seringkali seseorang mudah jatuh dalam dosa karena lidah. Dosa-dosa itu termasuk kata-kata yang keras dan tidak ramah, perkataan yang penuh dusta, pernyataan yang berlebihan, pengajaran palsu, kata-kata fitnah, bergosip, membual, dan lain sebagainya. Karena itulah Yakobus berusaha mengingatkan pembacanya termasuk kita yang hadir hari ini betapa licinnya lidah, dan besarnya kuasa lidah serta pengaruhnya dalam kehidupan kita.
Kalau kita memperhatikan seluruh isi Alkitab, Hanya dalam Yakobus 3 inilah kita mendapati satu-satunya pasal yang membahas perkara lidah secara panjang lebar.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Mengawali pembahasan dalam pasal 3 ini, Yakobus mengutarakan mengenai tanggung jawab seorang pengajar. Dikatakan: “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat” (ayat 1).
Saudara, apa yang melatar belakangi pembahasan Yakobus ini? Kita tahu bahwa penerima Surat Yakobus adalah orang Kristen Yahudi yang tersebar di seluruh tempat perantauan (Yakobus 1:1). Hal ini didukung pula oleh banyaknya pertemuan berkala di rumah-rumah ibadah (2:2).
Saudara, sebagian besar jemaat penerima surat ini adalah orang-orang yang miskin. Munculnya diskriminasi dan kesenjangan sosial yang cukup menonjol antara yang kaya dan miskin menjadi masalah tersendiri di kalangan jemaat. Ditambah lagi pada masa itu, seorang pengajar memainkan peranan penting dalam kehidupan gereja mula-mula selain dari para rasul dan nabi (1 Korintus 12:28). Para pengajar gereja mula-mula dipercayai memainkan tugas penting dalam menyampaikan ajaran kekristenan (2 Timotius 2:2).
Masalahnya saudara, karena pada masa itu tidak banyak yang bisa membaca dan kecil kemungkinan bagi masyarakat kelas bawah untuk bisa menduduki posisi tersebut, maka posisi sebagai guru sangat dipandang dan memiliki gengsi yang tinggi. Hal inilah yang membuat orang-orang dalam jemaat berbondong-bondong untuk menjadi seorang pengajar.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan panggilan seseorang sebagai tenaga pengajar. Dalam hal ini Yakobus tidak bermaksud melarang seseorang untuk terpanggil khusus sebagai guru, tetapi yang dia maksudkan disini adalah lebih menekankan pada keseriusan dan motivasi dalam menjalankan panggilan sebagai guru.
Sebab dalam jemaat, ada orang-orang yang merasa diri lebih pintar dari yang lain, dan pada akhirnya hanya berusaha mengkritik atau menghakimi orang lain. Banyak jemaat yang hanya ingin menjadi penonton dan menilai orang lain, hingga tanpa ia sadari apa yang dilakukannya adalah satu kesalahan.
· Ada orang yang melakukannya pada saat yang salah. Misalnya ia menegur/ mengkritik orang pada saat orang yang bersangkutan sedang sakit, sedih, sumpek, marah, atau pada saat dimana orangnya sebetulnya justru membutuhkan penghiburan, tetapi yang terjadi ia malah di kritik.
· Ada orang yang melakukannya dengan cara yang salah. Misalnya: saat ia menegur dengan surat kaleng (ia tidak berani menyatakan identitasnya dengan terang-terangan), atau menegur seseorang dengan kasar di depan umum untuk dosa-dosa yang sebetulnya harus ditangani secara pribadi.
· Ada pula yang melakukannya dengan motivasi yang salah. Motivasi yang benar adalah dengan kasih. Kalau satu hal ini ada, maka apa yang kita lakukan dalam menegur pastinya dengan satu maksud yaitu demi kebaikan orang yang kita tegur. Tetapi kalau kasih tidak ada dalam diri kita, yang terjadi adalah kita menegur untuk menghancurkan dia, atau sekedar untuk melampiaskan amarah kita.
Karena itu saudara,     mari kita renungkan, mengapa kita memusuhi seseorang? Mengapa terjadi perselisihan dalam gereja? Mengapa suami-isteri sering bertengkar? Anak-anak menjadi tidak menghormati orangtua? Jawaban-nya hanya satu, karena lidah kita pernah mengucapkan kata-kata yang tidak beres.
Dengan demikian saudara, saya merasa pengajaran yang kita dapatkan hari ini sangat penting: bahwa lidah yang tidak terkontrol, atau yang terlalu cepat berkata-kata, pastinya akan mengacaukan segalanya. Di seluruh Alkitab, tak ada bagian yang membahas soal mengontrol lidah lebih tegas dari pada pasal ini.
Mengapa ada hamba Tuhan yang kotbahnya tidak karuan, karena pastinya disebabkan oleh lidah yang tidak dikendalikan oleh kebenaran. Mengapa pemuda-pemudi menjadi rusak, karena papa-mamanya, atau gurunya memberikan pengajaran yang salah. Mengapa orang-orang berani melakukan tindakan yang merugikan orang lain, karena pastinya ia sendiri tidak pernah mendapatkan pengajaran yang benar.
Kondisi inilah yang mendorong Yakobus untuk menekankan konsekuensi yang akan dihadapi oleh seorang pengajar, karena elemen utama dalam mengajar adalah lewat perkataan. Dikatakan: “Sebagai guru, kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat” (ayat 1). Karena itu saudara-saudara, hal ini menjadi peringatan keras bagi para pengajar rohani untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam memberikan pengajarannya karena kegagalan dalam memberikan pengajaran yang tepat akan menerima hukuman yang lebih berat (Lukas 12:48).
Sidang jemaat yang kekasih,
Faktanya saudara di ayat 2 dikatakan bahwa kita semua bersalah dalam banyak hal, termasuk dalam perkataan.Jika seseorang tidak bersalah dalam perkataannya maka ia adalah orang yang sempurna, karena dapat mengendalikan seluruh tubuhnya.
Apa maksudnya saudara? Apakah orang yang mampu mengendalikan lidahnya adalah seorang yang tidak pernah melakukan dosa? Tidak saudara! Tetapi kata ini, lebih diartikan dalam konteks memiliki karakter yang dewasa dan utuh, bukan orang yang tidak pernah melakukan dosa. Maksudnya adalah seorang yang sempurna dalam perkataannya akan juga dapat mengendalikan seluruh tubuh”. Karena ia memiliki kemampuan untuk menghadapi setiap ujian dan pencobaan dan bisa mengontrol diri terhadap kejahatan yang menyerang (1:12-15).
Masalahnya adalah tidak ada anggota tubuh kita yang lebih berbahaya selain daripada lidah. Mata yang salah melihat memang bisa mendatangkan malapetaka. Hal ini terbukti dari kasus Daud yang melihat Betsyeba yang sedang mandi, dan akhirnya hidupnya menjadi rusak. Telinga yang salah mendengar, juga bisa berbahaya. Tapi lidah yang tidak terkendali bisa mendatangkan bahaya yang lebih konkret dan lebih menakutkan. Itu sebabnya, jika seseorang berhasil mengendalikan lidahnya; tidak pernah salah dalam menggunakan kata-katanya, maka ia adalah seorang yang sempurna.
Saudara untuk memperjelas pengajaran ini, Yakobus memakai dua ilustrasi yang positif. Contoh yang dipakai Yakobus adalah contoh yang sudah lazim digunakan dalam kehidupan masyarakat, yaitu mengenai (kuda dan kapal).
Kekang adalah suatu benda berukuran kecil yang dipasangkan pada mulut kuda. Hingga saat kekang ini dipasang, kuda tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menurut kehendak orang yang mengendalikannya (ayat 3).
Demikian juga dengan kemudi, ini adalah suatu alat yang kecil yang terdapat pada ujung pasak kemudi.  Bila dibandingkan dengan ukuran kapal dan kekuatan tenaga angin, kemudi yang kecil itu akan mampu mengendalikan kapal yang besar sesuai dengan keinginan dari juru mudinya (Ayat 4).
Saudaraku,
Pengendalian atas lidah diibaratkan seperti pengendalikan pada kekang dan kemudi. Kekang dan kemudi mempunyai kuasa untuk mengarahkan, yang berarti kekang dan kemudi mempengaruhi kehidupan orang lain. Kata yang dipakai untuk kata kendali adalah “Philo” yang merujuk pada akal manusia. Akal berfungsi untuk mengendalikan setiap perkataan. Dan akal yang sehat, akal yang telah dibaharui itu sendiri dikendalikan oleh Kristus sehingga kehidupan menjadi selamat.
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih, kedua contoh ini mengingatkan kepada kita bahwa lidah menentukan arah hidup kita, dan karenanya kita harus menggunakannya dengan hati-hati, dengan jalan mengatakan kata-kata yang benar dan membangun.
Pada sisi yang lain saudara, kalau lidah tidak dikendalikan keadaannya justru akan menghancurkan sesuatu. Disini Yakobus menggunakan istilah api. Dikatakan: “Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar” (Ayat 5). Saudara, kata “hutan” dalam bagian ini lebih mengarah pada semak-semak yang mengelilingi kebanyakan bukit di Palestina, dalam iklim Mediteranian yang kering, semak-semak akan sangat mudah terbakar bila ada percikan api yang kecil saja.
Kita perhatikan saudara, analogi yang dipakai dalam perikop ini makin lama makin besar, mulai dari kuda, kapal lalu hutan. Kenyataannya, api bukan saja membakar sebatang pohon besar tapi banyak pepohonan di dalam hutan dan dampaknya semakin meluas.
Saudara,
Kejadian ini pernah kami rasakan ketika kami masih berada di Selat Panjang, Riau. Saudara, Selat Panjang merupakan daerah yang banyak mengandalkan curah hujan. Namun, minimnya curah hujan seringkali memicu terjadinya kebakaran hutan. Dan akibatnya kepulauan Riau, seringkali dipenuhi kepulan asap yang mengganggu aktivitas keseharian kami selama beberapa minggu.
Dalam hal ini, Yakobus menggunakan empat kata kunci untuk mendeskripsikan potensi lidah sebagai api yang merusak yaitu dunia kejahatan, anggota tubuh, roda kehidupan, dan api neraka (Ayat 6).
Demikianlah lidah yang tidak terkontrol merupakan wujud dari kejahatan yang berasal dari dorongan hati yang paling dalam namun mampu menyebar hingga ke seluruh tubuh. Sumber masalah yang sesungguhnya adalah pikiran dan keinginan manusia yang membuat lidah menjadi jahat dan membawa dampak pada seluruh keberadaan manusia.
Karena itu bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan.
Perlu kita ketahui bahwa lidah menghasilkan perkataan, dan di dalam perkataan ada kekuatan yang tersimpan, yang menghasilkan “buah”, dan buah itulah yang akan kita nikmati dalam kehidupan. Artinya setiap perkataan, entah yang positif, atau negatif pastinya akan berdampak bagi hidup.
Hanya masalahnya adalah, lidah merupakan bagian tubuh yang sulit untuk dikendalikan.
Dalam Ayat 7-8 menjelaskan kepada kita bahwa semua jenis binatang buas mampu dijinakan oleh manusia, tetapi tidak demikian dengan lidah. Dikatakan “Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang yang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan oleh sifat manusia, tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah” (ayat 7-8)
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada seorangpun yang dapat berkuasa atas lidahnya selama dia tidak menyerahkan lidah dan hidupnya kepada Tuhan.
Ayat 7-8 merupakan kontras antara ketidakmampuan manusia dalam menjinakkan lidah dengan kemampuan manusia menjinakkan binatang.
Memang kita ketahui, bahwa manusia telah diberikan mandat oleh Tuhan Allah untuk menguasai binatang baik di darat, laut maupun udara (Kejadian 1:28). Dan dalam hal ini kita melihat, banyak hal yang mampu dilakukan oleh manusia dalam menjinakkan binatang.
Namun tidak demikian halnya dengan lidah, nyatanya tidak ada seorangpun yang mampu mengen-dalikan lidah. Ia adalah sesuatu yang buas, yang tidak terkuasai dan penuh racun yang mematikan” (Ayat 8).
Dalam hal inilah, kedaulatan Allah sangat dibutuhkan. Hingga lidah yang dikuasai oleh Allah akan mampu dikuasai oleh manusia.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Lidah seseorang diciptakan Allah hanya satu. Tidak ada seorangpun yang diberikan hak istimewa dengan memiliki dua lidah, kecuali ular yang lidahnya bercabang dua.
Namun uniknya Alkitab menjelaskan kepada kita, walaupun lidah kita hanya satu, namun “dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah” (ayat 9).
Saudara, Yakobus memperlihatkan kepada kita adanya ketidakkonsistenan yang terjadi dalam lidah. Disatu sisi seseorang mampu untuk menaikan pujian terhadap Allah yang merupakan perkataan yang memiliki makna yang tinggi. Namun disisi lain, dengan lidah yang sama ia juga mampu mengutuk yang mencerminkan perkataan yang terendah, kotor dan tidak mulia.
Padahal, perkataan menjadi barometer atas kehidupan spiritual seseorang; dan mencerminkan apa yang ada di hatinya. Dengan adanya hati yang tidak konsisten dan mendua, akan mencerminkan ketidakkonsistenan dalam perkataan.
Dari sini kita harus pahami, bahwa sesungguhnya Allah menghendaki agar kita mengerti untuk tujuan apa Allah menciptakan lidah. Tujuannya tidak lain adalah supaya kita dapat memuji Dia, memuliakan Dia melalui mulut kita. Dan kitapun dapat menjadi berkat bagi sesama kita.
Sama halnya dengan pernyataan Firman Tuhan dalam Yakobus 1:19, yang mengingatkan bahwa “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah.”
Jika demikian apa yang harus kita lakukan? Yakobus mengakhiri pengajarannya dengan beberapa pertanyaan retoris. Pertanyaan retoris yang dikemukakan Yakobus, mengindikasikan satu kesimpulan yang utuh bahwa biar bagaimana pun perkataan haruslah konsisten.
Dalam ayat 11-12 Yakobus mengatakan: “Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pohon anggur dapat menghasilkan buah ara?”
Keduanya pastinya menginginkan jawaban TIDAK! Mata air asin tidak mungkin mengeluarkan air tawar. Mata air itu diilustrasikan seperti hati. Bila pikiran dalam hati baik, maka perkataan yang keluar juga baik, demikian sebaliknya. Hati yang tidak benar di hadapan Tuhan akan menghasilkan perkataan yang tidak berasal dari Tuhan. Jadi hati yang diperbaharui akan mampu menghasilkan perkataan yang murni, konsisten dalam kemurnian ucapannya (walaupun tidak sempurna).
Karena itu saudaraku, ada beberapa cara bagaimana kita dapat menjaga lidah kita dengan baik, agar kita tidak jatuh dalah dosa karena lidah:
· Pertama, sebelum kita mengatakan sesuatu, pikirkanlah: apakah perkataan yang akan saya katakan ini sudah benar?Banyak perkataan yang enak di dengar, namun itu berasal dari informasi yang tidak benar.
· Kedua, “pantaskah apa yang saya katakan ini?” Saudara, banyak perkataan sesuai dengan situasi untuk diucapkan, namun sebenarnya tidak pantas untuk diutarakan. Misalnya kita melihat seseorang yang sering sakit, maka perkataan yang tidak pantas kita ucapkan adalah: kamu memang sering sakit-sakitan ya, makanya jaga kesehatan!saya yakin, perkataan ini tidak akan membangun bahkan akan melukai hatinya.
· Ketiga, pentingkah apa yang saya katakan ini? Terkadang ada hal yang nyata, namun tidak penting untuk dikatakan.
· Dan yang keempat, bergunakah apa yang saya katakan ini? Banyak perkataan yang sebenarnya tidak berguna untuk dikatakan. Dengan proses empat langkah ini, kita dapat menjaga lidah kita dari setiap perkataan yang sia-sia.

Bapak/ ibu yang kekasih,
Lidah memang merupakan salah satu anggota tubuh yang kecil, tetapi dapat menjadi penyebab kesulitan yang terbesar jika kita salah dalam memper-gunakannya. Salah menggunakan lidah, maka itu dapat menjadi malapetaka buat kita. Tetapi jika kita benar dalam mempergunakan lidah kita, maka itu dapat menyelamatkan banyak orang.
Seringkali kita kurang bisa mengendalikan lidah kita sehingga tanpa kita sadari kita mengucapkan kata-kata yang sangat menyakitkan buat orang lain. Karena itu supaya kita tidak selalu jatuh dalam dosa karena lidah maka penting bagi kita untuk memberikan lidah dan hati setiap hari kepada Tuhan untuk senantiasa dikuduskan olehNya.
Memang kelihatannya tidak semudah untuk diajarkan. Namun percayalah bukan kekuatan kita yang mampu mengontrol Tuhan, tetapi kita memohon supaya Allahlah yang senantiasa mengontrol setiap perkataan kita, supaya melalui perkataan kita banyak orang yang diberkati Allah. Dan hidup kita dapat memuliakan namaNya. Amin

Kamis, 07 Mei 2015

BERTEKUN MENGASIHI TUHAN

BERTEKUN MENGASIHI TUHAN
Yosua 23:1-16

Sidang jemaat yang kekasih,
Tekun adalah salah satu kata yang mudah untuk diucapkan tetapi membutuhkan perjuangan untuk melakukannya. Sebab tekun menyangkut keputusan atau ketetapan hati yang kuat (teguh) untuk bersungguh-sungguh, rajin, dan tuntas dalam melakukan apa pun. Orang yang tekun biasanya tidak mudah untuk mendua hati, saudara. Seorang yang tekun adalah seorang yang hidupnya berfokus, seorang yang konsisten dan tidak mudah putus asa terhadap apa yang sedang dikerjakannya.
Dalam Lukas 8:15 dijelaskan bahwa orang yang tekun sajalah yang akan menghasilkan buah. Kenyataannya saudara, ketekunan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus akan membuat imannya semakin kuat dan dewasa di dalam Kristus. Di sisi lain, ketekunan akan membuat seseorang menjadi kuat dan tahan uji dalam menghadapi setiap pergumulan hidupnya. Dan orang yang tahan uji menimbulkan pengharapan (Roma 5:4).
Saudara, kita belajar dari pribadi Yosua yang berusaha tetap konsisten dengan keputusannya dalam mengasihi Tuhan. Saat Tuhan Allah memanggil Yosua untuk menjadi pemimpin Israel di usianya yang ke-80 tahun, ia berprinsip untuk tetap memegang janji Firman Tuhan secara tekun. Dan ketika ia akan meninggal dunia di usianya ke-110 tahun, ia membuktikan dirinya dihadapan umat dan di hadapan Allah bagaimana ketekunannya dalam mengasihi Tuhan Allah. Karenanya saudara, sebelum Yosua memasuki dunia yang fana, Yosua memanggil seluruh orang Israel, para tua-tuanya, para kepalanya, para hakimnya dan para pengatur pasukannya dan berkata kepada mereka “Aku telah tua dan sangat lanjut umur” (ayat 2).
Saudara, kejadian ini mengingatkan kita akan kebiasaan orang tua yang akan meninggal dunia, biasanya mereka merindukan orang-orang terdekatnya dapat berkumpul supaya ia dapat memberikan wejangan terakhir. Demikianlah Yosua mengumpulkan segenap bangsa Israel dan memberikan nasihatnya yang terakhir, dengan satu maksud untuk mewariskan nilai-nilai yang sangat penting, yang selama ini telah menuntun bangsa Israel mengalami keberhasilan, kemenangan, keamanan dan kemakmuran.
Yosua sadar, bahwa tidak lama lagi ia akan memasuki dunia fana. Ia harus menyampaikan hal penting ini sebelum semuanya terlambat. Bahwa bangsa Israel dapat menginsyafi dengan sungguh-sungguh, dengan segenap hati dan segenap jiwa mereka, tentang bagaimana karya kebaikan Tuhan itu telah dinyatakan. Dengan perkataan ini, Yosua hendak membuka mata bangsa Israel dengan memaparkan fakta dan kesaksian yang telah mereka jalani dan nikmati selama ini.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kita melihat, dalam amanatnya Yosua meninjau kembali karya-karya hebat yang telah dilakukan Allah ditengah-tengah perjalanan hidup mereka serta membahas janji-janji Allah untuk masa depan.
Memang saudara, sudah sewajarnya bila bangsa Israel membalas kasih Allah dengan cara bertekun dalam mengasihi Tuhan. Bagaimana Tuhan menyertai kehidupan mereka dimasa lampau. Bagaimana bangsa Israel sejak keluar dari tanah Mesir, mereka tidak memiliki tanah, mereka mengembara di padang gurun dalam pimpinan tiang awan dan tiang api. Dalam setiap kejadian, Allah sendiri yang berperang untuk Israel, sehingga tanah yang dijanjikan itu pada akhirnya menjadi milik mereka (ayat 3-4).
Saudara, bila bukan Tuhan sendiri yang berperang di depan mereka, bagaimana mungkin satu orang Israel dapat mengejar seribu orang kafir (ayat 10)? Penaklukan kota Ai dalam pasal 7-8 menjadi bukti nyata bahwa Tuhan sendiri yang berperang melawan musuh-musuh Israel.
Dalam keadaan itulah saudara, Yosua menyampaikan kepada bangsa Israel dua hal penting yang harus terus dipegang oleh umat Tuhan. Pertama, bahwa mereka perlu mengingat bahwa keberhasilan mereka adalah semata-mata karena campur tangan Tuhan yang berperang bagi mereka. Sehingga semua kekayaan dan milik pusaka yang mereka miliki adalah berkat dari Tuhan.
Hal kedua yang disampaikan Yosua adalah bahwa mereka perlu terus berpaut dan bersandar pada Tuhan dengan jalan memegang perintah-perintah-Nya. Dan untuk itulah Tuhan menuntut ketekunan bangsa Israel dalam melakukannya.
Bapak ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dalam ayat 11 Yosua berkata: “demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan, Allahmu” (ayat 11). Kata “Demi nyawamu”, mengandung arti, sebagaimana kita menilai nyawa kita sebagai hal yang sangat penting untuk dijaga, demikianlah umat Israel harus bertekun dalam mengasihi Allah.
Dengan kata lain saudara, perkataan ini sama dengan hukum kasih yang terdapat dalam Ulangan 6:5 yang mengatakan: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Artinya Tuhan menghendaki seluruh totalitas hidup kita untuk dapat mengasihi Tuhan.
 Tapi jika kondisinya terbalik, jika bangsa Israel menjauh dari Tuhan maka sejatinya hukuman pun akan datang sampai semuanya habis binasa (ayat 12-13).
Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan.
Mengerjakan panggilan Tuhan dalam kehidupan kita adalah hal yang utama. Yosua sudah menyelesaikan tugasnya dan membagikan tanah Kanaan berdasarkan suku-suku (Yosua 21:43-45). Bangsa Israel, sudah menerima harta warisan yang cukup bagi mereka. Tetapi satu hal yang penting yang Yosua peringatkan kepada bangsa Israel adalah mereka tidak lagi terikat pada hal-hal duniawi seperti itu.
Saudara inilah godaan yang seringkali tidak disadari manusia. Dengan dalih menginginkan kehidupan yang tenang dan sejahtera, banyak orang berusaha mengejar harta dan jabatan. Mereka mengira dengan semuanya itu, akan mampu menjamin kelangsungan hidup mereka.
Padahal saudara, tidak ada hal lain di dunia ini yang mampu menjamin kehidupan kita, selain dari Tuhan Allah. Karena Dialah sumber kehidupan itu sendiri. Dialah Allah yang menciptakan dan memelihara ciptaanNya. Justru Tuhan lebih berkenan kepada orang-orang yang berusaha mencari Dia ketimbang kemegahan dunia (Band. Yesaya 31:1).
Karenanya saudara, dalam pidato perpisahannya ini, Yosua menyampaikan dua hal tersebut kepada generasi yang akan melanjutkan perjalanan sejarah bangsa Israel itu. Bagi Yosua, rahasia keberhasilan hidupnya adalah soal bertekun untuk mengasihi Tuhan. Dan kini Yosua mau, rahasia ini pun yang perlu terus dipegang dan dipelihara oleh generasi yang akan meneruskan pelayanan Yosua.
Bapak itu yang kekasih dalam Tuhan.
Pertanyaannya, bagaimana seharusnya kita dapat bertekun dalam mengasihi Tuhan? Melalui perikop yang kita baca ini, minimal ada tiga hal yang penting untuk kita perhatikan bagaimana seharusnya kita bertekun mengasihi Tuhan, yaitu:

1.  Memelihara perintah Tuhan (ay. 6).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Hal pertama yang harus kita lakukan dalam bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan jalan memelihara perintah Tuhan.
Di ayat 6 dikatakan: “Kuatkanlah benar-benar hatimu dalam memelihara dan melakukan segala yang tertulis dalam kitab hukum Musa, supaya kamu jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri.”
Kita melihat saudara, Yosua memakai kata-kata “Kuatkanlah benar-benar hatimu”. Kata-kata ini adalah kata yang sama persis diterima Yosua saat Tuhan berbicara mengenai panggilannya.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa ketekunan membutuhkan komitmen yang sungguh-sungguh dari orang yang melakukannya. Tanpa komitmen yang sungguh-sungguh maka, ketaatan yang dilakukanya hanya sebatas perkataan dalam mulut, tanpa ada aksi yang dilakukan.
Hal ini dimaksudkan supaya kehidupan mereka tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. Sebaliknya mereka dapat tetap konsisten dengan tujuan utama mereka yaitu memuliakan Tuhan. Saudara, Yosua berkata demikian karena dia tahu akan ada banyak tantangan yang akan dihadapi mereka di depan. Tetapi bila mereka menguatkan hati, dalam memelihara dan melakukan segala hal yang dituliskan dalam hukum Musa, maka sehebat apapun tantangan yang akan hadapi tidak akan bisa menggoyahkan keputusan mereka untuk bertekun mengasihi Tuhan.
Demikian pula dengan kehidupan kita saudara. Allah pastinya menghendaki kita untuk senantiasa memelihara perintah Tuhan. Merenungkan firman itu siang dan malam, menjadikan firman Tuhan sebagai pedoman dalam kehidupan kita yang memimpin kita untuk bertindak hati-hati sesuai dengan apa yang tertulis di dalamnya. Dengan demikian Allah berjanji, bahwa perjalanan hidup kita dapat berhasil dan kita pun akan beruntung (Yosua 1:8).

2. Tidak bergaul dengan bangsa2 kafir (ay. 7, 12-13)
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Hal yang kedua bagaimana kita dapat bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan jalan tidak bergaul dengan bangsa-bangsa kafir.
Sebab jika itu yang mereka lakukan, pada akhirnya pergaulan yang salah itu akan menyeret keyakinan bangsa Israel untuk mengakui allah lain, bersumpah demi nama itu, dan beribadah atau sujud menyembah kepada mereka (Ayat 8).
Saudara, bagian yang kedua ini mengingatkan saya pada Mazmur 1:1 yang mengatakan Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam perkumpulan pencemooh.”
Inti dari ketiga perbuatan ini adalah menjauhi pergaulan hidup dengan orang orang yang fasik. Karena hidup yang kita jalani merupakan suatu gabaran suatu perjalanan: berjalan, berdiri lalu duduk. Dalam hal ini Allah tidak menghendaki kita terlibat jauh dengan kehidupan orang-orang fasik, apalagi mendengarkan nasihat-nasihatnya, mengikuti teladan-teladan hidup mereka, ataupun mengambil bagian dalam komunitas mereka, karena tujuan hidupnya berbeda.
Allah menginginkan orang-orang yang yang benar dapat sungguh-sungguh memiliki kehidupan yang focus pada pimpinan Tuhan bukan pada nasihat orang fasik. Karena jika tidak demikian, maka seluruh tatanan kehidupan mereka pada akhirnya akan menjadi rusak.
Saudara, Rasul Paulus pernah mengingatkan satu hal dalam I Korintus  15:33 “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” Karena itu, biarlah ini menjadi awasan bagi kita, bagaimana kita mempertanggung jawabkan hidup di hadapan Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Tuhan memang tidak memus-nahkan habis bangsa-bangsa lain di tanah Kanaan, Tuhan lebih membiarkan mereka ada di sana untuk menguji dan membuktikan kesetiaan bangsa Israel dalam menyembah Tuhan. Sehingga Allah dapat melihat mana yang taat dan mana yang perlu untuk dididik kembali.
Bila bangsa Israel sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, maka mereka harus bersikap taat secara total kepada Tuhan. Dan satu-satunya cara untuk menjaga ketulusan hati bangsa Israel bisa taat secara total adalah dengan jalan mereka menjauhkan diri dari pergaulan dengan penduduk setempat yang merupakan para penyembah berhala.
Saudara, Allah tahu apa yang menjadi kemungkinan buruknya, jika penduduk Israel bergaul dengan bangsa-bangsa kafir disekitarnya, mereka akan sulit terhindar dari hubungan kawin-mengawinkan, yang umumnya berujung pada penyembahan berhala secara bersama-sama (Ayat 12).
Bebab jika itu yang terjadi, keberadaan mereka diumpakan seperti perangkap yang akan jerat, seperti cambuk yang akan melukai lambung, seperti duri yang akan menyakiti mata, dan itu terjadi sampai mereka menjadi binasa (ayat 13).
Saudara, dari sini kita melihat bahwa janji-janji Allah bukannya tidak bersyarat bagi orang Israel. Kasih kepada Allah yang terungkap dalam ketaatan kepada perintahNya, iman akan pemeliharaanNya menuntut kita untuk memisahkan diri dari kehidupa orang fasik. Dengan jalan demikian Allah sendiri yang akan menyediakan kasih karunia yang diperlukan untuk memelihara persekutuan perjanjian di antara Allah dengan umatNya.
Saudara, Tuhan juga mengijinkan pergumulan dan kesulitan datang kepada kita, untuk melihat apakah kita sungguh-sungguh dalam mengasihi Tuhan atau tidak. Karenannya kita perlu senantiasa waspada, agar tidak menyeleweng dalam hal ibadah dan penyembahan seperti orang-orang kafir. Jika kita merindukan kehidupan yang bertekun dalam mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka tidak ada jalan lain, selain kita menjauhkan diri dari pergaulan-pergaulan dengan orang-orang fasik.

3. Berpaut kepada Tuhan (Ay. 8)
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Hal yang ketiga bagaimana kita dapat bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan jalan berpaut kepada Tuhan.
Berpaut berarti terikat erat-erat kepada Allah. Kehidupan yang sejati tidak bisa dilihat dari hal-hal yang nampak di dunia ini, tetapi kehidupan sejati ada dalam orang yang hidup bergaul kepada Allah.
Saudara, Tuhan Yesus pernah memberikan kita satu gambaran mengenai kehidupan yang berpaut ini, diumpamakan dengan sebuah pohon anggur. Tuhan Yesus adalah pokok anggur dan kita adalah ranting-rantingnya. Kata Yesus: “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:5)
Karena itu, tidak ada cara lain untuk bisa meresponi anugerah penyertaan Tuhan, selain kembali kepada bertekun mengasihi Tuhan. Ketika kita mengasihi Tuhan, maka kita akan memelihara dan melakukan Firman-Nya dalam seluruh aspek hidup kita.
Karena itu Yosua mengingatkan satu hal penting ini bahwa kamu harus berpaut pada Tuhan, Allahmu, seperti yang kamu lakukan sampai sekarang(ayat 8).
Kenyataannya saudara, tidak ada cara lain untuk mempertahankan sebuah generasi dapat berjalan dalam kehendak Tuhan kecuali generasi ini tetap fokus kepada Tuhan.
Kita melihat sudah cukup banyak contoh mengenai kehancuran generasi anak bangsa karena ketidaktaatan, seperti kecanduan narkoba, hamil di luar nikah, aborsi, dan kejahatan-kejahatan lainnya yang dipicu oleh ketidaktaatan. Dengan demikian, apapun yang terjadi, satu hal yang pasti ialah kita harus tetap setia kepada Tuhan.
Saudara, diakhir hidupnya, Yosua berpesan kepada orang-orang Israel, agar mereka tidak meninggalkan Tuhan. Demikian pula dengan kehidupan kita. Memang untuk dapat mengasihi Tuhan tidak semudah membalikan telapak tangan, di dalamnya dibutuhkan perjuangan. Dibutuhkan komitmen untuk terus bertekun mengasihi Dia.
Allah telah menyatakan kasihNya yang besar kepada kita. KebaikanNya tidak dapat diukur dengan hal apapun di dunia ini. Kematian Putra TungalNya di atas kayu salib menjadi bukti akan kasihNya yang besar. Sehingga setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Masalahnya adalah, bagaimana kita dapat mempertanggung-jawabkan kehidupan kita di hadapan Tuhan. Sebab pastinya Allah akan menuntut pertanggungan jawab masing-masing pribadi tentang dirinya di hadapan Allah (Roma 14:12). Karena itu, harus dimulai dari sebuah ketekunan untuk mengasihi Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Bertekun mengasihi Tuhan bukan hanya saat masih muda dan produktif, tapi seumur hidup kita. Baik ketika kita dalam kondisi baik maupun menghadapi tantangan berat sekalipun, Allah menghendaki anak-anakNya untuk dapat bertekun melakukannya. Mudah? Pastinya tidak! Tetapi, jika kita tidak memulainya dari sekarang, kapan lagi. Kita sadar anugerah Tuhan itu pastinya ada batasnya. Kita tidak tahu batasnya sampai kapan? Tetapi selama kita masih diberikan kesempatan untuk membenahi diri, marilah kita memulainya dengan hidup bertekun mengasihi Tuhan.
Kiranya kasih dan rahmat Tuhan senantaisa memampukan kita untuk dapat taat menjalani panggilan Tuhan dalam kehidupan kita. Amin.