Senin, 28 Maret 2016

KEBANGKITAN KRISTUS MENGUBAH KEHIDUPAN

KEBANGKITAN KRISTUS MENGUBAH KEHIDUPAN
1 Korintus 15:1-11

Rekan-rekan pemuda yang kekasih,
Iman akan kebangkitan Kristus merupakan inti dari kekristenan yang sejati. Melalui kebangkitan Kristus inilah kita dapat melihat bagaimana kuasa Allah yang luar biasa dahsyatnya dinyatakan. Karena itu saudara, mempercayai adanya kebangkitan itu sama dengan mempercayai Allah. Kalau Allah itu ada, maka Dia menciptakan alam semesta dan berkuasa atasnya, Dia juga memiliki kuasa untuk membangkitkan orang mati.
Sebaliknya, tanpa kebangkitan, iman Kristen tidak mungkin muncul. Yang terjadi adalah murid-muridNya hanya akan dijadikan simbol kekalahan dan kehancuran. Mungkin mereka akan mengingat Yesus sebagai guru terkasih mereka, dan penyaliban hanya akan melenyapkan harapan akan mesias. Salib akan kelihatan menyedihkan dan memalukan sebagai akhir dari karir Tuhan Yesus di dunia. Akan tetapi karena Kristus telah bangkit, maka semua usaha untuk menggulingkan iman Kristen tidak ada kuasanya.
Dalam hal ini saudaraku yang kekasih,
Kekristenan mula-mula sangat bergantung kepada kepercayaan murid-muridNya bahwa Tuhan telah membangkitkan Yesus dari kematian. Dan dengan kuasa yang sama inilah, Tuhan menggerakkan Rasul Paulus untuk menuliskan bagian yang kita baca ini.
Kaum muda yang kekasih,
1 Korintus 15 adalah pasal yang terpanjang di dalam Surat Korintus. Di dalamnya termuat 58 ayat yang mengajarkan soal kebangkitan. Dimulai dengan ajaran tentang kebangkitan Kristus, kemudian soal kebangkitan orang-orang percaya dan terakhir masalah kebangkitan tubuh.
Melalui bagian ini saudara, Rasul Paulus mengingatkan kepada jemaat di Korintus supaya dapat berdiri teguh di dalam Injil karena ada yang tidak percaya dengan kebangkitan dari kematian. Ia mengatakan bahwa jikalau tidak ada kebangkitan maka tidak ada Injil dan sia-sialah kepercayaan kita. Dalam hal ini saudara, kematian Yesus merupakan dasar dari keselamatan manusia. Pernyataan "Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci" (ayat 3), memberi penjelasan bahwa jika Kristus tidak mati, maka manusia tidak memiliki keselamatan. Tuhan Yesus mati sebagai kurban pengganti karena dosa kita. Ia mati untuk menebus kita sehingga melalui kematian-Nya kita dapat bersekutu dengan Allah. Hal ini secara nyata menggenapi apa yang telah dinubuatkan Yesaya dalam Yesaya 53:5-12.
Kemudian dikatakan bahwa Yesus yang mati itu “telah dikuburkan” (Ayat 4). Fakta membuktikan saudara, bagaimana mungkin Tuhan Yesus akan dikuburkan jika Ia tidak melalui fase kematian? Justru pernyataan bahwa “Ia telah dikuburkan” mengukuhkan kenyataan tentang kematian-Nya. Disisi yang lain hal ini juga menyatakan bahwa kematianNya bukanlah berita bohong. Sama halnya dengan dengan penguburan Daud membuktikan bahwa ia benar-benar telah mati (Kisah 2:29).
Dengan kata lain saudara,
Tuhan Yesus bukan mati suri dan juga bukan pura-pura mati. Tetapi Tuhan Yesus memang benar-benar mati. Ia tidak akan menjadi tidak mati hanya karena orang tidak percaya bahwa Ia tidak mati. Hal ini mau menjelaskan kepada kita bahkan sekalipun tidak ada yang percaya bahwa Ia telah mati, Faktanya Ia tetap telah mati, dan ini adalah fakta yang otentik. Sebab Yusuf dari Arimatea menyediakan kuburan baru miliknya untuk dijadikan tempat penguburan Tuhan Yesus (Markus 15:46).
Demikian juga pernyataan bahwa “Yesus telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci” (Ayat 4). Secara langsung menggenapi nubuat Tuhan Yesus sendiri akan kebangkitanNya dalam Matius 12:40. Dengan demikian saudara, keraguan orang-orang Korintus akan kebangkitan Kristus pada akhirnya dijawab oleh Paulus dengan memberikan bukti yang meyakinkan bahwa ada banyak orang yang melihat Yesus setelah kebangkitanNya. Antara lain, kepada Kefas (Petrus), kedua belas rasul (Ayat 5), lebih dari lima ratus saudara sekaligus (Ayat 6), Yakobus, kemudian semua rasul (Ayat 7), dan Paulus sendiri (Ayat 8). Mereka semua adalah saksi-saksi dari kebangkitan Kristus.
Dari sini kita pahami, kalau lebih dari dua orang saksi saja sudah menyatakan suatu kebenaran, terlebih lagi dengan kebangkitan Tuhan Yesus yang disaksikan orang banyak orang.
Karena itu, pengalaman Paulus akan kuasa kebangkitan Kristus membawa dia kepada suatu pemahaman tentang hidup yang baru di dalam Tuhan. Hal yang sama pun diingatkan Paulus kepada jemaat di Korintus. Dimana dengan tegas ia mengingatkan kembali akan makna hidup di dalam Kristus. Kecuali jikalau mereka merasa sia-sia menjadi seorang percaya.
Dari sini kita melihat penting sekali bagi kita untuk mengisi kehidupan kita bersama dengan satu pola yang ditetapkan oleh Kristus sendiri, yaitu suatu pola hidup menurut ukuran Firman Tuhan. Kita tunduk kepadanya tanpa rasa ragu-ragu kepada kekuasaan Firman itu. Berpegang teguh pada ajarannya, percaya pada janjiNya, mengindahkan peringatanNya dan menuruti segala perintahNya. Karena dari sinilah kita dapat merasakan anugerah Tuhan dalam hidup kita.
Apa yang dapat kita pelajari dari perikop yang kita baca ini? Melalui bagian ini, saya ingin membagikan 3 rahasia penting yang perlu kita ketahui tentang kebangkitan Kristus yang mengubah kehidupan:

1.  Kita harus belajar tahu diri (ayat 9).
Kaum muda yang kekasih,
Apa yang dikatakan oleh Paulus bukanlah hal yang berlebihan. Ketika ia menatap kehidupannya di belakang, ia mendapati bahwa selama ini, ia telah melakukan hal yang tidak berguna bagi Kristus. Moralitasnya menjadi rapuh karena ia tidak mengerti akan anugerah itu, sehingga dikatakan: “Sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.”
Untuk itu ia menyatakan kerendahan hatinya dengan perasaan menyesal telah menganiaya jemaat Tuhan. Ia menganggap dirinya yang terkecil/ yang paling hina dan tidak layak untuk disebut sebagai seorang Rasul sekalipun jabatan itu ia dapatkan langsung dari Allah.
Disini kita melihat, bahwa sebenarnya Paulus ingin mengatakan “aku Tuhan, seorang yang tidak berguna itu, sekarang ada menjadi RasulMu, semata-mata itu karena kasih karuniaMu Tuhan.” Paulus menyadari siapa dia di hadapan Tuhan yang kudus, siapa dia di hadapan yang berkuasa. Karena ia tahu diri tentang kondisi hidupnya. Dan kesadaran diri Paulus inilah yang membawanya pada suatu perubahan yang radikal – perubahan yang membuat dia siap dianiaya dan menderita demi Tuhannya.
Ketika Paulus menyadari dirinya yang paling kecil dari semuanya, justru itulah yang membawa dia pada satu kesadaran diri penuh di hadapan Tuhan.
Saudara, ini merupakan satu kesaksian yang paling otentik yang terjadi di dalam diri Paulus tentang kuasa kebangkitan Kristus. Sehingga melalui pengalaman hidupnya inilah membawa dia mampu menyadari bahwa sesungguhnya betapa besar dosanya, jika dibandingkan dengan anugerah Allah yang diterimanya, sehingga ia senantiasa rendah hati.
Kaum muda yang Tuhan Yesus kasihi.
Bukankah seharusnya demikian yang terjadi dalam kehidupan anak-anak Tuhan? Yaitu belajar tahu diri di hadapan Tuhan.
Berapa banyak kaum muda yang menyadari kehidupannya adalah sebuah anugerah Tuhan? Bukankah banyak kita jumpai hal-hal yang tidak penting justru menjadi pengisi kehidupan mereka. Di kota-kota besar, mereka mengisinya dengan dugem (Dunia Gemerlap), mereka terlibat dengan banyak sindikat narkoba, karena pergaulannya, mereka terjebak pada pola hidup seks bebas. Apakah di dalamnya tidak ada anak Tuhan? Justu yang saya takutkan banyak anak-anak Tuhan pun terjebak pada pola hidup yang seperti ini. Mengapa ini semua bisa terjadi? Karena mereka tidak tau diri di hadapan Tuhan.

2. Menyadari bahwa hidup yang baru itu adalah kasih karunia Tuhan (ayat 10).
Rekan-rekan KPR yang kekasih,
Seorang yang tahu diri akan senantiasa mengerti kehidupan yang dijalaninya adalah anugerah Tuhan.
Kita melihat bagaimana Paulus, sekalipun sebagai seorang Rasul yang hebat, tetapi ia menilai dirinya bisa ada sampai saat itu semata-mata karena kemurahan Tuhan. Sebagai seorang yang tadinya tidak percaya akan pribadi dan kuasa Yesus, kini ia yakin bahwa sesungguhnya Yesus telah mati, bangkit dari antara orang mati bagi dia.
“… aku adalah sebagai mana aku ada sekarang” (ayat 10). Dari ayat ini, Paulus ingin mengatakan bahwa “kalau bukan karena kebangkitan-Nya dan Ia menampakkan diri kepadaku, aku tidak akan pernah menjadi seperti apa adanya aku sekarang. Aku menjadi percaya, aku melayani Dia, aku memberitakan Injil sebagai seorang rasul. Aku hidup dalam anugerah-Nya. Jika bukan karena kebangkitan-Nya, aku pasti tetap tidak percaya, tetap hidup sebagai seorang pembunuh orang Kristen, tetap hidup dalam dosa dan kenajisan. Oleh karena Ia bangkit dan menampakkan diri kepadaku, aku mengenal Dia dan mengalami perubahan hidup.” Ini juga menunjukkan bahwa setiap perjumpaan yang sejati dengan Yesus yang hidup pasti mengalami perubahan. Ini adalah tanda orang kristen.
Ia menyadari bahwa keselamatan yang diperolehnya semata-mata karena anugerah Tuhan. Tetapi kasih karunia itu terus bekerja di dalam dia dan melalui dia selama ia melayani Tuhan.
Karena kasih karunia Allah, Paulus telah menjadi sebagaimana ia ada pada waktu ia menulis suratnya kepada orang-orang di Korintus. Sehingga kasih karunia tidak dinyatakan kepadanya tentunya ia masih sebagai penganiaya jemaat Tuhan. Akan tetapi karena Paulus sadar akan kasih karunia Allah yang besar membawa dia kepada satu komitmen yang sungguh dalam melayani dan menjalani hidup barunya.
Dalam surat lain Paulus menasihatkan bahwa keselamatan itu bukanlah hasil jerih payah kita, bukan karena kekuatan kita, akan tetapi semata-mata karena anugerah Tuhan.
Demikian pula dengan kehidupan yang sedang kita jalani, kalau kita dapat melakukan ini dan itu, itupun bukan karena kita mampu, bukan karena kita gagah, tetapi karena Tuhan memberikan kesempatan untuk dapat melakukan-nya. Jadi baik keselamatan maupun kehidupan semua diberikan Tuhan sebagai anugerah buat kita. Inilah konsep yang harus kita pahami sebagai anak-anak Tuhan. Kesadaran penuh atas kedaulatan Tuhan yang Mahakuasa dan hak istimewa Allah dalam mengatur dan menetapkan hidup kita
Mari kita pahami kehidupan kita sebagai bagian dari anugerah Tuhan. Dari sinilah kita dapat menjalani kehidupan yang menyenangkan hati Tuhan.

3. Berusaha menjadi orang yang luar biasa (ayat 10b).
Coba perhatikan kalimat ini: “Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras daripada mereka semua.”
Kita melihat Rasul Paulus, ketika ia memahami anugerah Tuhan dalam hidupnya. Ia bukan hanya menjadi seorang Rasul, tetapi lebih daripada itu ia mempersembahkan hidu dan pelayanannya untuk memenangkan jiwa-jiwa, sebagai bukti kesalehannya di hadapan banyak orang.
Perkataan “bekerja lebih keras” berarti “rela melakukan tugas yang berat, berdaya upaya dan rela menderita.” Disinilah kita melihat, kuasa Allah sanggup bekerja secara luar biasa dalam kehidupan anak Tuhan yang sungguh-sungguh seperti Paulus, sehingga ia bekerja melebihi orang lain. Itu sama artinya Paulus mampu menunjukkan kualitas hidup yag lebih tinggi daripada orang lain. Ia menyatakan kesanggupannya untuk dinilai oleh orang lain. Itulah tekad dari seorang yang mengerti makna kasih karunia Tuhan.
Mungkin kita berpikir, itukan Paulus! Kita kan dipanggil dari orang yang biasa-biasa saja. Betul itu, Paulus justru menganggap diri seorang yang paling kecil, tetapi ia mampu mempersembahkan hidup yang luar biasa bagi Allah. Bukan karena ia kuat, tetapi karena kuasa Allah itulah yang mendorong dia lebih bersemangat.
Pertanyaannya bagi kita, sejauh mana kita menyerahkan kehidupan kita di hadapan Tuhan? Dan sejauh mana kita mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan dalam segala karya kita. Tuhan tidak selalu memanggil kita untuk menjadi Hamba Tuhan secara full timer, tetapi Tuhan memanggil kita dalam segala bentuk kegiatan kita. Itu artinya baik kita yang masih duduk dibangku kuliah, ataupun kita yang tetap bekerja, marilah kita melakukan semuanya itu sebagai satu kesadaran penuh akan persembahan yang terbaik bagi Tuhan. Sehingga melalui pekerjaan itulah orang akan melihat kualitas hidup yang tinggi dan nama Tuhan dipermuliakan.
Kesadaran penuh inilah yang akhirnya memampukan kita untuk mempertanggung-jawabkan kehidupan kita baik dimata Tuhan maupun dimata sesama.
Kaum muda yang terkasih.
Marilah kita belajar dari Firman Tuhan ini. Untuk dapat hidup dalam anugerah Tuhan, memang membutuhkan kesadaran penuh dan perjuangan. Tantangan memang selalu ada dan bahkan mengikuti kehidupan kita, tetapi ingat apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan, “tetapi bukanlah aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.” (ayat 10).
Sebagai orang yang mengenal Kristus, kita mengatakan bahwa hidup ini adalah anugerah. Kebangkitan Kristus seharusnya memberikan dampak baru dari kehidupan baru kita. Setiap keadaan kita lihat sebagai anugerah dari Tuhan yang harus disyukuri, itulah yang menjadi kekuatan hati dan jiwa kita. Suka-duka, gagal atau sukses, posisi diatas atau dibawah, dan lain sebagainya, semua adalah anugerah yang memiliki maksud dan tujuan yaitu mendatangkan kebaikan bagi kita dan orang lain di sekeliling kita. 
Tidak ada satu keadaan pun dari hidup kita tanpa tujuan karena Tuhan yang kita sembah itu baik dan Dia tetap setia akan janjiNya. Untuk itu, isilah hidupmu dengan hal-hal yang dapat dipertanggung-jawabkan baik kepada sesama kita, terlebih lagi kepada Tuhan, sehingga nama Tuhan dapat dipermuliakan melalui kehidupan kita. Amin.

Selasa, 22 Maret 2016

KETIKA HARAPAN PUPUS

KETIKA HARAPAN PUPUS
Markus 15:42-47
(Matius 27:57-61; Lukas 23:50-56; Yohanes 19:38-42)


Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Mengakhiri doa sepekan kita kali ini, saya mengajak kita untuk merenungkan satu nats firman Tuhan mengenai penguburan Tuhan Yesus, dibawah satu tema: “Ketika Harapan Pupus.”
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kematian Kristus adalah berita fakta yang sangat penting sekali dalam iman Kekristenan kita. KematianNya bukanlah kematian biasa. Mengapa saudara? Karena kematianNya disebabkan oleh dosa manusia. Bayangkan saudara, Yesus Kristus yang tidak berdosa dijadikannya dosa karena kita. Terlebih lagi Tuhan Yesus sendiri pernah menanyakan langsung kepada orang banyak, “Siapakah diantaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yohanes 8:46).
Saudara, mengapa Yesus Kristus dikatakan tidak berdosa? Karena Tuhan Yesus dilahirkan dari Roh Kudus, maka dari itu Ia tidak mewarisi tabiat dosa dari Adam, seperti halnya kita. Dengan demikian maut tidak memiliki hak apapun atas diriNya.
Bapak/ Ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kitab Suci juga menyatakan bahwa orang-orang yang telah percaya kepada Kristus, sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, adalah orang-orang yang pastinya akan diterima di Surga. Saat seseorang menyatakan percaya dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan Yesus Kristus, seketika itu dia sudah menjadi warga negara Surga. Dia menjadi anggota dari Kerajaan Allah, dan dia disebut sebagai anak-anak Allah.
Inilah yang terjadi di dalam pribadi seseorang yang bernama Yusuf dari Arimatea. Ditengah-tengah tindakan arogansi ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi dan imam-imam kepala yang menyalibkan Tuhan Yesus, rupanya ada seseorang yang secara diam-diam menyimak apa yang terjadi di dalam pribadi Tuhan Yesus. Seluruh proses pengadilan Tuhan Yesus diikutinya dengan seksama, yang walaupun hal itu bertentangan dengan hati nuraninya. (Lukas 23:51).
Saudara, sebagai anggota majelis, Yusuf Arimatea tidak setuju dengan keputusan untuk menghukum Yesus, namun ia sadar bahwa secara sendirian tidak mungkin dapat mengubah keputusan yang telah diambil atas Yesus. Karena itu secara diam-diam pula ia mengagumi akan karakter dan pengajaranNya.
Saudara, siapakah Yusuf orang Arimatea ini? Ia adalah pribadi yang sangat terhormat. Dikatakan bahwa ia seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, itu berarti ia adalah anggota Sanhedrin-pengadilan tertinggi orang Yahudi, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah (Ayat 43).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kira-kira pada pukul tiga di hari Jumat itulah, Tuhan Yesus mati. Kematiannya didahului dengan adanya kegelapan yang meliputi seluruh daerah itu dan itu berlangsung selama tiga jam (15:33). Jadi selama tiga jam itulah Tuhan Yesus tergantung di atas kayu salib. Dan sekitar pukul 3 sore itu, Ia menyerahkan nyawaNya.
Saudara, perhitungan pergantian hari bagi bangsa Yahudi selalunya dimulai pada sore hari, yaitu pada pukul 6 sore. Karena itu ketika Tuhan Yesus dinyatakan telah mati pada jam 3 sore, itu berarti suatu waktu yang sangat terbatas jika Tuhan Yesus harus dikuburkan hari itu juga.
Terlebih lagi sesudah pukul 6 sore, hukum Sabat mulai berlaku dan segala pekerjaan apapun akan dilarang. Karena itu ketika Yusuf dari Arimatea ini mendengar kabar kematian Kristus, tanpa pikir panjang lagi ia segera pergi secara diam-diam mendatangi Pilatus dan meminta mayat Yesus (Ayat 43).
Saudara mungkin bertanya mengapa Yusuf yang harus tampil? Mengapa bukan ke-12 murid Yesus Kristus? Saudara, setuju atau tidak inilah kebijaksanaan Tuhan yang luar biasa dalam mengatur kejadian ini. Kalau seandainya ke-12 rasul yang diminta Tuhan menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus, kira-kira yang terjadi apa?
Mereka adalah orang-orang rendahan, mereka orang-orang yang tidak berpendidikan, terlebih lagi mereka bukan orang-orang yang memiliki akses kepada orang-orang kelas atas, yang ada justru mereka akan dianggap sebagai pemberontak yang berkomplot dengan Yesus Kristus. Baru menghadap prajuritnya saja di pintu gerbang itu mungkin mereka sudah di tangkap dan dipenjarakan atau mungkin dibunuh.
Tapi berbeda dengan Yusuf dari Arimatea ini, Yusuf adalah seorang yang dikatakan memiliki posisi yang tinggi dalam masyarakat Yahudi, seorang yang memiliki kredibilitas. Integritas hidupnya begitu baik. Dia bukan hanya orang yang berposisi tinggi, bukan hanya orang yang baik dan benar, tetapi dia juga adalah orang yang kaya yang murah hati. Darimana kita tahu bahwa dia orang kaya? Dari kuburannya!
Bapak/ ibu yang kekasih,
Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Yusuf bukan berasal dari Yerusalem, tetapi pastinya ia sudah menetap lama di Yerusalem dan karena dia sendiri mempunyai kuburan di Yerusalem. Dalam Matius 27:60 kita mendapatkan mencatat bahwa kuburan itu adalah kuburan baru milik Yusuf, yang digalinya dalam bukit batu.
Juga kalau kita melihat catatan Lukas 23:51 ayat ini memberikan satu penjelasan bahwa Arimatea merupakan sebuah kota Yahudi, yang sebagian besar penafsir menyimpulkan bahwa itu adalah Yudea.
Dengan demikian saudara, karena ia berkedudukan yang tinggi di Mahkamah Agung, Yusuf dapat berbicara dengan Pilatus. Namun begitu, permohonan Yusuf adalah permohonan yang sangat berbahaya, Sebab jika ia pada akhirnya menyatakan diri sebagai seorang yang memiliki simpatik terhadap Yesus yang disalibkan, hal itu akan mengundang kegaduhan di Istana Pilatus. Lagi pula ia tahu bahwa Tuhan Yesus dihukum sebagai pemberontak, dan karena anggota-anggota Mahkamah Agung yang lain pasti tidak setuju dengan tindakan Yusuf. Karena itu ia mendatangi Pilatus secara diam-diam. Yohanes menceritakannya dengan lebih jelas, bahwa semua itu dilakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi karena ia takut kepada orang-orang Yahudi (Yohanes 19:38).
Saudara perhatikan dengan seksama, pada ayat ke-43 disana ada kalimat yang bagi saya itu sangat penting sekali untuk kita perhatikan. Dikatakan bahwa untuk bisa menghadap Pilatus, Yusuf harus “memberanikan diri” karena ia tahu konsekuensi yang bakal ia terima. Sikap Yusuf yang memberanikan diri meminta mayat Yesus memperlihatkan kepada kita bagaimana kerasnya tindakan-tindakan orang-orang Yahudi itu terhadap Yesus.
Karena itu kedatangannya sebagai salah seorang daripada anggota Majelis Besar sama artinya dia sedang menyangkali semua keputusan imam-imam Kepala, anggota Majelis Besar itu yang telah meminta Yesus untuk dihukum mati dengan cara disalibkan.
Yang lain adalah, ketika Yusuf memberanikan diri untuk meminta mayat Yesus, itu berarti bahwa dia sudah siap di dalam menanggung semua konsekuensi yang harus dia alami. Mungkin dia akan dikucilkan, mungkin dia akan diusir daripada masyarakat Yahudi, dan dianggapnya sebagai seorang pembelot. Mungkin dia akan dibuang daripada perkumpulan Sanhendrin tersebut yang merupakan kumpulan yang sangat terkemuka, Ia akan kehilangan prestise di dalam masyarakat Yahudi. Mungkin dia juga akan diasingkan oleh keluarganya. Mungkin dia akan dibuang daripada kedudukan itu, yang tinggi dan terhormat itu, dan mungkin juga ia akan diasingkan dari pekerjaannya sebagai anggota Majelis Besar, Mungkin dia tidak bisa berbagian lagi dalam pelayanan kepada umat Allah, sebab namanya akan dicoret dari daftar Majelis Besar.
Tetapi semua itu tidak dihiraukannya! Ia tidak peduli dengan semua kemungkinan-kemungkinan itu, dia tidak peduli bagaimana nasibnya kelak, dan apa yang akan dilakukan oleh imam-imam Besar itu kepada diri dia kelak. Karenanya dengan tekad yang bulat ia “ia memberanikan diri” untuk datang kepada Pilatus dan meminta mayat Yesus.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Bisa jadi Yusuf dari Arimatea sempat merenungkan bagaimana perjalanan hidup yang dialami Yesus saat ia diperhadapkan dengan pengadilan yang penuh intrik, kebengisan wajah-wajah orang Yahudi yang penuh dengki, sampai memaksa Tuhan Yesus untuk disalibkan, dan pada akhirnya Yesus harus mati di atas kayu salib. Dalam bayang-bayang penantiannya akan Kerajaan Allah, ia mungkin menoleh kebelakang, bahwa selama ini, ia hanya terpaku melihat Yesus diperlakukan dengan cara yang tidak manusiawi, tetapi ia tetap diam, Yusuf tidak banyak berbuat apa-apa, karenanya semuanya dilaluinya tanpa tindakan yang berarti.
Karenanya ketika ia menyadari apa yang dinanti-nantikannya tentang Kerajaan Allah, semua itu digenapi di dalam pribadi Yesus, membawa Yusuf untuk memberanikan diri mendatangi Pilatus untuk meminta mayat Yesus Kristus.
Ini berarti apa Saudara? Ketika Yusuf membandingkan antara jabatannya dengan Yesus Kristus. Dia melihat Yesus Kristus lebih bernilai daripada jabatan tinggi yang didudukinya. Terlebih lagi ketika dia membandingkan antara ancaman, kesalahpahaman yang harus dia alami, kemudian mungkin sanksi sosial yang bakal dia terima dari masyarakat Yahudi, dengan ia melihat betapa bernilainya jika ia melakukan sesuatu bagi Yesus yang walaupun saat itu sudah mati.
Saudara, taruhannya adalah nyawanya sendiri, tetapi ia tidak peduli dengan semua itu. Dia tidak peduli apakah dia harus kemudian ketika menghadap Pilatus, dia akan ditangkap sebagai salah satu pemberontak yang berpihak kepada Yesus Kristus, tetapi dia tetap datang dan meminta Yesus punya mayat untuk dikuburkan secara layak.
Bapak/ Ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kematian Kristus adalah fakta yang paling penting di dalam iman Kristen, kematian Kristus itu adalah sesuatu yang tidak boleh dihilangkan dari Kitab Suci. Itu sebabnya ketika Saudara membaca Alkitab maka Saudara akan menemukan bahwa keempat Injil semuanya memberitakan tentang kematianNya, semuanya memberikan bukti-bukti dari kematian Yesus di atas kayu salib.
Saudara,
Pada masa kini, yang berhak mengatakan bahwa seseorang telah meninggal adalah dokter. Akan tetapi, pada masa itu, para prajuritlah yang menetapkan bahwa seseorang sudah mati atau belum.
Karenanya saat Tuhan Yesus masih disalibkan, untuk meyakinkan bahwa Tuhan Yesus benar-benar sudah mati, maka seorang prajurit menikam lambung Tuhan Yesus dengan tombak. Hingga keluarlah darah bercampur dengan air (Yohanes 19:34).
Saudara, biasanya orang yang disalibkan tidak akan mati secepat itu. Penyaliban adalah kematian yang sangat lambat dan menyakitkan. Seringkali diperlukan waktu beberapa hari sampai seseorang yang disalibkan benar-benar telah mati. Tetapi kematian Yesus dinyatakan lebih cepat dari biasanya. Karena itu berita tentang kematian Yesus membuat Pilatus menjadi terheran-heran sampai ia harus kembali memastikannya melalui Kepala pasukan (ayat 44) dan setelah mendapat jaminan barulah ia menyerahkan mayat Yesus kepada Yusuf dari Arimatea (ayat 45).
Bapak/ ibu yang kekasih,
Yusuf yang telah memiliki tekad yang baik, ia berusaha memberikan perlakuan yang spesial bagi Yesus. Sebab baginya, walaupun Tuhan Yesus telah mati, tetapi paling tidak ia masih mempunyai rasa peduli untuk menguburkanNya secara layak. Karena itu hal yang pertama kali ia buat adalah:
Pertama, Yusuf “membeli kain lenan.” Ini bukan lenan biasa, melainkan lenan baru yang terbaik untuk Sang Raja. Hal ini membuktikan bahwa Yusuf dari Arimatea memang mengusahakan semuanya itu dengan baik.
Kedua, Yusuf “menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu.” Disini menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Yusuf menunjukkan kasihnya yang tanpa pamrih.
Ketiga, Yusuf “membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu.” Maksudnya adalah Yusuf memberikan penghormatan tertinggi setelah Yesus menerima penghinaan yang terendah di atas kayu salib. Peristiwa ini juga menggenapi nubuatan yang spesifik dari Yesaya 53:9a.
Saudara dijelaskan bahwa mayat Tuhan Yesus disiapkan untuk dikuburkan secara layak sebagaimana kebiasaan bangsa Yahudi. Mayat Tuhan Yesus ditempatkan di dalam kuburan yang digali di dalam bukit batu. Sebuah makam baru dekat dengan bukit Golgota. Taman itu adalah milik Yusuf dari Arimatea sendiri. Tampaknya penting bahwa di kubur itu belum pernah dimakamkan seseorang, tetapi tidak dijelaskan soal kepentingan itu. Selanjutnya, makam itu ditutup dengan sebuah batu besar (Bandingkan dengan Markus 16:3-4).
Batu penutup makam itu sangat besar sehingga diperlukan beberapa pria bertenaga besar untuk menutup batu tersebut. Dengan demikian, seandainya Tuhan Yesus ternyata hanya pingsan dan belum benar-benar mati, dia tidak akan memiliki cukup tenaga untuk membuka batu tersebut. Oleh karena itu, penyebutan bahwa Tuhan Yesus telah "mati dan dikuburkan" dalam Pengakuan Iman Rasuli dimaksudkan untuk menyatakan bahwa Tuhan Yesus benar-benar telah mati. Namun kematian Yesus tidak menghalangi Yusuf untuk melakukan yang terbaik bagiNya.
Saudara kita lihat bagaimana Yusuf dengan tuntas menyelasaikan tugas yang diembannya. Sebagai seorang yang menanti-nantikan Kerajaan Allah, dengan rela hati ia menyerahkan kubur itu kepada Yesus. Sekali pun tidak pernah disangkanya bahwa kubur itu hanya diperlukan Yesus untuk tiga hari saja.
Keempat, Yusuf “[mengguling-kan] sebuah batu ke pintu kubur itu.” Tindakan itu sebenarnya sangat umum dilakukan pada masa itu di kalangan orang Yahudi. Yang menjadi tidak umum adalah tindakan penggulingan batu melibatkan dirinya yang adalah orang terkemuka. Ia bisa saja menyuruh orang lain yang melakukannya tanpa harus bersusah payah. Namun, nyata bahwa Yusuf ingin memberikan penghormatan yang tertinggi bagi Yesus dengan tangannya sendiri. Ia tidak mau bertindak setengah-setengah.
Dalam sebuah pelayanan, berapa banyak “anggota Majelis Besar yang terkemuka” yang rindu untuk memberikan penghormatan tertinggi kepada Yesus dengan “tangannya sendiri”? Bukankah kebanyakan dari mereka selalu merasa sudah cukup apabila uang mereka sendiri yang terlibat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan, jadi tidak perlu lagi turun tangan secara tenaga. Saudara ini adalah konsep yang salah! Sebab Tuhan Yesus sendiri berkata: “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37). Maksudnya adalah kasihilah Tuhan Allahmu dengan seluruh kehidupan kita, jangan setengah-setengah.
Lagi pula saudara,
Tindakan Yusuf menyiratkan sebuah cerita penutup dari seorang yang memiliki kerendahan hati dan yang terlibat dalam peristiwa sengsara Yesus, di mana peristiwa pembukanya diperankan oleh perempuan yang meminyaki kaki Yesus dengan minyak wangi dan menyeka kaki Yesus dengan rambutnya.
Mungkin Yusuf mewakili setiap orang yang lambat percaya kepada Tuhan Yesus. Mereka kehilangan kesempatan untuk bersekutu muka dengan muka dengan Tuhan Yesus, namun akhirnya mereka berkesempatan melayani Dia.
Hal yang menyedihkan yang paling umum terjadi dalam kehidupan kita adalah bahwa kita seringkali menunda memberikan pujian kita kepada seseorang yang kita kasihi sampai orang tersebut pada akhirnya sudah mati. Pastinya akan lebih baik bila kita memberikan sebagian dari bunga itu atau sebagian dari puji-pujian kita kepada seseorang selama ia masih hidup.
Dalam hal ini, bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Sebagai orang yang telah mengalami kasih dan penebusan dari Yesus Kristus, adakah seperti Yusuf dari Arimatea ini? Yang dengan gigih tetap memberikan penghormatan kepada Yesus, disaat-saat pengharapannya akan Mesias menjadi pupus karena kematian Yesus.
Kiranya kita pun demikian, tetap memiliki komitmen yang teguh untuk tetap setia kepada Allah, ditengah-tengah kondisi dunia yang tidak menentu ini. Kiranya Tuhan memberkati. Amin.

MENGHORMATI YESUS SEBAGAI RAJA

MENGHORMATI YESUS SEBAGAI RAJA
Markus 15:16-20a
(Matius 27:27-31; Yohanes 19:2-3)

Bapak/ ibu yang kekasih,
Di hari yang ketiga ini kita masih membahas masalah pengadilan Tuhan Yesus di hadapan Pilatus. Kita melihat saudara, sepertinya proses pengadilan yang dijalani oleh Tuhan Yesus di hadapan Pilatus dijalaniNya dalam waktu yang cukup panjang. Terlebih lagi pengadilan Pilatus bukan didasari oleh penyidikannya yang objektif terhadap persoalan yang terjadi. Tetapi lebih kepada menuruti keinginan orang banyak yang terus-menerus meneriaki agar Tuhan Yesus segera disalibkan. Hal ini dapat kita lihat dari sikapnya dalam membebaskan Barabas.
Saudara persetujuan yang diberikan oleh Pilatus dalam babak akhir persidangannya lebih merupakan sikap seorang pengecut yang lari dari tanggung jawabnya. Karena itu, kalau kita mencermati lebih dalam sebenarnya bukan Pilatus yang mengadili Tuhan Yesus, sebaliknya pengadilan itu lebih diatur oleh keinginan orang banyak.
Usai mendapatkan putusan menerima hukuman mati, dengan cara disalibkan inilah, Pilatus menyerahkan Tuhan Yesus ke tangan para serdadunya. Jadi saudara, saat salib Tuhan Yesus sedang dipersiapkan oleh para serdadu, kesempatan inilah yang dipakai mereka untuk mempermainkan Tuhan Yesus.
Saudara, perhatikan ayat ke-16: disana dikatakan: “Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul.”
Tuhan Yesus dibawa oleh para serdadu ke dalam gedung pengadilan. Sebuah tempat yang lebih dikenal dengan sebutan Praetorium atau tempat tinggal Gubernur, tepatnya markas besarnya. Disanalah para serdadu itu berkumpul mengelilingi Tuhan Yesus. Bagaikan sebuah pertunjukan yang sedang dipertontonkan kepada seluruh orang banyak.
Namun saudara, yang sangat membuat kita menjadi miris adalah gedung pengadilan yang seharusnya menjadi tempat Tuhan Yesus mendapatkan keadilan justru menjadi saksi terjadi pelecehan dan penganiaya yang diterima Tuhan kita.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Para serdadu Romawi itu pastinya sudah mengetahui bahwa Yesus tidak bersalah, sebab mereka juga mendengar bagaimana Pilatus memberikan putusan atas pengadilannya. Demikianlah dijelaskan dalam penyidikannya Pilatus bahwa ia tidak mendapati suatu kesalahan pun padaNya (Band. Markus 15:14).
Akan tetapi saudara, para serdadu ini sepertinya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sempit itu. Dalam persiapan penyaliban Tuhan Yesus, mereka mempermainkan Yesus sebagai Raja orang Yahudi, sebab mereka juga pernah mendengar orang-orang mengejek Yesus dengan sebutan itu dan Pilatus juga berkata demikian (Markus 15:2).
Kita melihat saudara, perlakukan yang diterima Tuhan kita merupakan perlakukan yang di luar prikemanusiaan. Tuhan Yesus diperlakukan layaknya binatang buruan yang dipermainkan kawanan pemburu, lengkap dengan anjing pemburu mereka. Lagi pula, kelakuan sadis para serdadu Romawi seperti ini memang sudah dikenal dimana-mana.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kalau kita mau membandingkan, barangkali dari semua yang telah terjadi atas diriNya, kejadian yang satu ini tidaklah begitu menyakitkan Yesus. Sebab kita tahu, tindakan-tindakan orang Yahudi atas Tuhan Yesus dilakukannya dengan penuh rasa kebencian (Markus 15:10).
Dengan demikian, kita melihat saudara, perbuatan para serdadu memang kejam, tetapi itu bukanlah perbuatan yang didasari oleh rasa benci. Bagi mereka, Tuhan Yesus tidak lebih seseorang yang akan disalibkan, dan mereka melakukan sebuah pantomime seolah-olah Yesus raja dan menyembahNya tanpa kebencian sedikit pun, tetapi sebagai sebuah olok-olokan besar.
Beberapa penafsir mengatakan: para serdadu ini memuaskan diri dalam kelakar yang kasar, tetapi tidak seperti orang Yahudi dan tidak seperti Pilatus, sebab mereka bertindak dalam ketidaktahuannya tentang jati diri Tuhan Yesus.”
Dalam sandirwara yang dibuat para serdadu ini, mereka melepaskan baju yang dikenakan Tuhan Yesus (Matius 27:27) dan kemudian mengenakan jubah ungu pada Yesus (yaitu warna yang biasa dipakai para raja), kemudian mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya (Markus 15:17). Sesudah itu mereka berpura-pura menyembah Dia.
Kelakuan mereka inilah yang pada akhirnya membenarkan tulisan Paulus kepada jemaat di Korintus, yaitu bahwa “Pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa” (1 Korintus 1:18). Faktanya saudara, tindakan mereka memang didasari oleh ketidak-mengertian mereka akan rencana Allah yang Mahakuasa yang merelakan untuk mengutus Putra TunggalNya mati bagi manusia. Sebab bagi mereka, raja yang sebenarnya hanya satu, yaitu Herodes Antipas. Karena itu perlakukan mereka tidak lebih karena mereka menyangka bahwa Yesus adalah seorang pendusta atau seperti orang gila, sehingga mereka mempermainkan Dia.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dikatakan, dalam permainan yang dibuatnya, para serdadu ini mengenakan jubah ungu kepadaNya. Tidak jelas, dari mana para serdadu ini mendapatkan jubah ungu. Sementara kita tahu, jubah yang dipakai serdadu umumnya adalah berwarna merah.
Saudara, untuk menyingkronkan akan hal ini, seorang penafsir menuliskan: Memang jubah serdadu Romawi itu berwarna merah, namun karena jubah itu termakan waktu, bisa jadi warna ini pada akhirnya memudar menjadi ke ungu-unguan”.
Dari sini, kita mendapatkan satu gambaran, bahwa para serdadu Romawi ini bukan memakaikan sebuah kain baru yang berwarna ungu, tetapi lebih kepada kain usang milik seorang serdadu. Hingga jika kita kaitkan dengan konteks bacaan kita, mereka memang hanya mau mengolok-olok Tuhan Yesus seolah-olah sebagai Raja orang Yahudi karenanya mereka mengenakan kain ungu kepadaNya (Yohanes 19:2).
Lebih lagi penghinaan ini, sudah pernah dilakukannya sebelumnya dalam pengadilan yang dilakukan Herodes Antipas. Dalam Lukas 23:11 dijelaskan bahwa Herodes Antipas dan pasukannya menista dan mengolok-olok Dia, dan mengenakan jubah kerajaan pada-Nya. Setelah itu ia menyerahkan Tuhan Yesus kembali kepada Pilatus.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Peristiwa ini tidak berhenti sampai disini. Bukan hanya jubah lusuh yang diberikan kepada Tuhan Yesus. Serdadu Romawi ini juga menganyam sebuah mahkota duri yang dipakaikan di kepalaNya (Markus 15:17). Mungkin para serdadu menganggap karena Yesus mengaku sebagai “raja” maka mereka memutuskan menganyam sebuah mahkota duri.
Seandainya mereka menganyam sebuah mahkota jerami atau semacam gelagah, itu pun sudah cukup untuk mengolok-olokNya. Akan tetapi, hal itu tidaklah cukup memuaskan hasrat mereka dalam bermain. Karena itu sifat serdadu Romawi yang iseng, melengkapi penderitaan Tuhan Yesus.
Kristus mengenakan mahkota duri yang patut dikenakan kepada kita, supaya kita bisa memakai mahkota kemuliaan yang seharusnya Dia kenakan. "mahkota duri" Secara tradisional ini telah dianggap sebagai suatu modus penyiksaan dimana duri tersebut ditekan ke dalam alis Yesus.
Saudara, kita lihat kalau awalnya orang-orang Yahudi mencemoohkan Tuhan Yesus karena pengakuanNya sebagai nabi (Matius 26:67-68), dan kini orang-orang bukan Yahudi pun mencemoohkan pengakuanNya sebagai Raja.
Mahkota duri melukiskan sifat Yesus sebagai Raja atas kesengsaraan, Raja atas kesusahan, Raja atas kehinaan dan rasa malu, sebab Yesus telah mengalami semua itu. Dengan sabar dan dengan berdiam diri Tuhan Yesus tidak membalas sedikit pun, sebaliknya Ia rela menjalani semuanya. Karena Ia sadar, untuk itulah Dia datang, untuk itulah Ia harus menanggung semuanya.
Demikianlah firman Tuhan mengatakan dalam 1 Petrus 2:23: “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki, ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerah-kannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil”.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Dalam ayat 18-19 kita mendapati bagaimana para serdadu ini bukan hanya melecehkan dalam bentuk fisik. Tetapi mereka juga melecehkan Tuhan Yesus secara psikis. Kata kerja dalam teks Yunani dari ayat-ayat ditulis dalam bentuk Imperfect Tenses, yang berarti sebuah tindakan yang telah dilakukannya berulang-ulang.
Dengan kata lain, sepertinya para serdadu ini berulang-ulang memberi hormat, berulang-ulang memukul kepalaNya, berulang-ulang meludahi-Nya dan berulang-ulang pura-pura berlutut dihadapanNya. Dari sini kita mendapatkan satu gambaran bagaimana kuasa-kuasa dari neraka sepertinya sedang bersenang-senang di halaman istana Pilatus.
Saudara, bukan tanpa alasan bahwa penghinaan-penghinaan tambahan ini diceritakan. Kita tahu saudara bahwa kejadian ini bukanlah sejenis pertunjukan yang lucu, yang sepatutnya ditertawakan. Tetapi itulah yang terjadi pada Tuhan kita Yesus Kristus.
Semua ini dilakukanNya demi keselamatan umat manusia yang berdosa. Pada waktu Allah membiarkan AnakNya yang Tunggal terhadap setiap jenis celaan. Maka pertama-tama kita harus memikirkan apa yang layak kita dapatkan? Bukankah seharusnya kitalah yang ada disana? Dan menerima penghinaan yang seperti itu?
Tetapi justru karena kasihNya yang besar, semua itu tidak dibiarkanNya diperbuat bagi kita, sebab dengan cara demikianlah, maka Ia telah melunasi hutang dosa serta penebusan yang dipersembahkan Kristus bagi kita. Karena kasihNya, Ia datang untuk melayani dan menyelamatkan manusia berdosa. Maka Ia rela menerima semua ini demi tujuan yang luhur tersebut. Hal ini saudara seharusnya dapat membangkitkan keyakinan pengharapan akan keselamatan yang telah kita terima dari padaNya.
Sama seperti mahkota yang dipakaikan bukanlah mahkota sungguh-sungguh tetapi mahkota duri (Markus 15:17), bahkan Matius menambahkan bahwa para serdadu Romawi itu memberikan kepadaNya sebuah tongkat kerajaan, tetapi bukanlah tongkat kerajaan yang sungguh-sungguh melainkan hanyalah sebatang buluh (Matius 27:29), maka jelaslah tindakan para serdadu lebih kepada tindakan pelecehan yang sangat tidak manusiawi. Tetapi semua itu dilakukannya karena mereka tidak tahu jati diri Tuhan Yesus yang sesungguhnya.
Bagaimana dengan kita saudara? Seringkali dalam kehidupan kekristenan kita, terkadang kita pun menemukan, sikap-sikap yang seolah-olah kita mirip dengan para serdadu ini. Banyak orang Kristen yang kelihatannya pandai memuji Tuhan, pandai berdiskusi soal teologi, tetapi sejatinya, dalam kehidupan praktis mereka sendiri, mereka tidak menghormati Tuhan Yesus sebagai Tuhan atas kehidupannya. Sebab kehadiran Kristus sebagai Raja dalam kehidupan mereka, hanya mereka terima dalam alam pikiran saja.
Karenanya tidak heran saudara, mereka seringkali kompromi dengan dosa sehingga kehidupan mereka tidak menjadi berkat bagi sesama anak Tuhan tetapi menjadi batu sandungan. Inikah yang dinamakan kekristenan yang dikehendaki Tuhan? 
Karena itu, biarlah melalui perenungan kita kali ini, kita dapat diingatkan sampai sejauh mana kita menjunjung tinggi Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat pribadi kita? Dan dalam rupa yang bagaimana kita menempatkan Yesus sebagai Raja kita? Kalau memang kita menghormati Tuhan Yesus sebagai Raja kita satu-satunya yang memerintah kehidupan kita, sejatinya kita akan lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kehidupan kita. Amin.