Sabtu, 27 Februari 2016

FIRMAN TUHAN LEBIH TAJAM DARIPADA PEDANG

FIRMAN TUHAN LEBIH TAJAM DARIPADA PEDANG
Ibrani 4:12-13

Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Masih dalam tema bulanan Mengapa Firman Tuhan Itu Penting, dalam minggu terakhir ini, kita akan membahas satu tema yang mengatakan bahwa: Firman Tuhan Lebih Tajam Daripada Pedang.”
Namun sebelum kita mengupas lebih lanjut tentang tema kita, saya mengajak kita untuk lebih dahulu melihat latar belakang dari penulisan perikop ini. Saudara, perikop ini berbicara tentang hari penghakiman, dimana apabila saat perhentian segala sesuatu telah tiba, Tuhan menghendaki supaya jangan ada seorang pun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga” (Ibrani 4:11).
Karena itu yang hendak ditekankan dalam surat Ibrani ini saudara, ialah bahwa orang-orang percaya yang sejati memiliki keselamatan yang kekal sebab mereka memercayakan diri mereka kepada seorang Juruselamat yang hidup, yang terus-menerus membela mereka. Akan tetapi, keyakinan itu tidak berarti bahwa mereka dapat bebas untuk berbuat dosa selama mereka masih hidup dalam dunia.
Maksudnya adalah kehidupan yang kita jalani, sejatinya harus diwarnai oleh sikap kehati-hatian. Jangan sampai pada akhirnya kita dibelokkan dari firman dan tidak lagi memercayai firman Allah. Karena hanya apabila firman itu dikaitkan dengan iman”, barulah firman itu dapat melaksanakan tujuannya.
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Sebenarnya tidak ada seorang pun yang dapat mengabaikan firman Allah, sebab firman Allah telah datang kepada manusia dan berada dalam kehidupan keseharian kita.
Sidang jemaatku yang kekasih dalam Tuhan,
Kita mungkin akan mengerti sedikit tentang hal-hal yang bisa ditimbulkan dari suatu perkataan. Bahwa kata-kata bukan hanya sebuah suara yang keluar dengan arti tertentu. Kata-kata adalah suatu kekuatan yang terus bergerak dan bertindak. Umpamanya jika ada seorang pemimpin mengucapkan sesuatu, maka ucapannya itu akan membahana dan membangkitkan orang untuk melakukan suatu reaksi yang seolah-olah membakar hati untuk segera melakukannya.
Sejarah manusia membuktikan bahwa pernyataan-pernyataan dari tokoh-tokoh besar akan menghasilkan tindakan yang membangun atau merusak bangsa-bangsa. Berkali-kali terjadi dalam sejarah, bahwa kata-kata yang diucapkan oleh seorang pemimpin atau ahli pikir telah menyebabkan terjadinya beberapa peristiwa besar dalam kehidupan manusia.
Saudaraku yang kekasih,
Jika kata-kata manusia saja dapat menyebabkan itu semua, terlebih lagi dengan firman Tuhan. Kita bisa kembali mengingat bagaimana Tuhan Allah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya hanya dengan berfirman. Juga di dalam Alkitab kita dapat melihat bagaimana Firman Allah menuntun dan memelihara umat kesayanganNya disepanjang sejarah. Firman Allah merupakan sesuatu yang hidup untuk semua orang disepanjang masa.
Hal-hal lain mungkin dapat berlalu dan lenyap begitu saja. Hal-hal lain mungkin akan memperoleh perhatian akademis atau dianggap penting sebagai sebuah barang antik. Tetapi firman Allah bukanlah barang antik yang akan habis oleh waktu. Tetapi sebaliknya firman Allah merupakan sesuatu yang bersifat kekal. Karena itulah rasul Yohanes menuliskan firman yang berkata: “Pada mulanya adalah firman: Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan” (Yohanes 1:1-2).
Karena itu bapak/ ibu yang kekasih,
Kalau firman Allah itu kekal, maka bisakah kita mengabaikan Firman Allah? Tentu tidak bukan? Justru firman Tuhan adalah sesuatu yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian dalam hidup manusia. Firman itu tetap menawarkan sesuatu yang harus diterima atau ditolak oleh manusia. Tentu saja Allah menggunakan firman itu untuk menyanggupkan kita melihat dosa dan ketidakpercayaan yang ada di dalam hati kita sendiri.
Firman Tuhan menyingkapkan hati kita, dan kemudian jika kita mempercayai Allah, firman itu menyanggupkan hati kita untuk menaati Allah dan menuntut janji-janjiNya. Itulah sebabnya seorang percaya harus rajin mendengarkan dan memerhatikan firman Allah.
Dalam firman itu, kita melihat Allah dan kita juga mengetahui bagaimana Allah melihat kita. Kita melihat diri kita sebagaimana adanya. Pengalaman itu menyanggupkan kita untuk bersikap jujur dengan Allah, memercayai kehendakNya dan menaati Dia.
Masalahnya adalah, bagaimana kita dapat memahami kebenaran firman itu sehingga kita dapat hidup dipimpin oleh firman. Ini yang seharusnya kita gumuli dalam keseharian kita saat kita membaca dan merenungkan firman Tuhan.
Saudara, kita tidak bisa menafsirkan firman Tuhan menurut maunya kita. Atau kita membaca hal-hal yang menguntungkan bagi kita, sementara disisi yang lain kita mengabaikan firman yang lain. Justru yang terpenting untuk kita sadari saat kita membaca firman Tuhan adalah, apa yang Tuhan kehendaki untuk kita pahami dan lakukan, sehingga kita tidak terjebak untuk menafsirkan firman Tuhan berdasarkan keinginan kita.
Untuk mencapai hal itu, maka kita harus kembali kepada tujuan Allah dalam memberikan firman itu sendiri, yaitu supaya kita dapat hidup berkenan kepadaNya.
Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Dalam hubungannya dengan kebenaran firman Tuhan ini, kita perlu mengetahui dua hal penting bagaimana kita dapat hidup berkenan kepadaNya, sambil kita menantikan waktu perhentian itu tiba:

1.  Firman Allah hidup dan kuat.
Bapak/ ibu yang kekasih, dikatakan “sebab Firman Allah hidup dan kuat” (Ibrani 4:12). Saya percaya seluruh bagian Alkitab menceritakan akan hal itu. Bahkan pemazmur sendiri berkata: “FirmanMu pelita bagi kakiku, dan terang bagi jalanku” (Mazmur 119:105). Artinya tanpa firmanMu aku tidak bisa melangkah di hidupku. Tanpa firmanMu hidupku bukanlah hidup yang berkenan kepadaNya.
Dalam hal inilah firman Tuhan memiliki kekuatan yang memberikan kehidupan. Seperti yang terjadi pada Filipus saat seorang malaikat mendorongnya menemui seorang sida-sida dari Etiopia yang sedang mempelajari kitab suci. Firman Allah itu mendorong Filipus untuk menginjili sida-sida itu dan pada akhirnya ia menjadi percaya (Kisah Para Rasul 8:26-40). Juga terhadap Saulus dalam perjalanannya ke Damsyik. Saat dia merencanakan suatu perbuatan yang akan menyusahkan orang-orang Kristen di Damsyik, Allah datang dan berbicara secara pribadi dengannya hingga ia menjadi pribadi yang diubahkan (Kisah Para Rasul 9).
Atau seperti yang dialami oleh orang-orang di Berea yang menyelidiki Kitab Suci setiap hari, dengan satu maksud “untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.” Sehingga dikatakan bahwa “banyak diantara mereka yang menjadi percaya; juga tidak sedikit diantara perempuan-perempuan terkemuka dan laki-laki Yunani” (Kisah para Rasul 17:11-12).
Dari contoh-contoh diatas kita memahami, kalau kita menyadari dengan penuh apa yang diajarkan oleh Alkitab maka firman Allah itu sudah menunjukkan betapa Dia kuat dan menjadi hidup. Semua ritme kehidupan manusia menjadi tepat karena firman.
Mari kita lihat bagaimana PL bisa sejajar dengan PB. Karena firman hidup, maka semua yang ada di PL menjadi genap di dalam PB. Semua yang dinyatakan di dalam PL maupun dalam PB nyata dalam kehidupan sekarang. Semua itu saudara tidak mungkin terjadi karena kebetulan. Rasanya terlalu banyak kebetulan-kebetulan yang terjadi jika PL dapat sejajar dengan PB. Saya sendiri percaya bahwa semua yang terjadi sebenarnya telah diatur berdasarkan firmanNya. Disitulah kita melihat bagaimana keunggulan firman itu.
Inilah yang menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan orang percaya, sehingga setiap orang bisa menjalani kehidupan berdasarkan pimpinan anugerah Allah. Mereka bisa kuat karena belas kasihan Allah. Firman itulah yang menguatkan. Gambaran ini menunjukkan kepada kita satu kekuatan yang luar biasa, yang tidak bisa dilawan. Satu kebenaran yang begitu kuatnya, itulah firman Tuhan.
Tetapi ingat saudara, pada Firman yang dikatakan oleh Alkitab, bahwa Firman yang kita dengar seharusnya dapat dibuktikan dari bagian lain, firman yang kita baca seharusnya dapat diperkuat oleh bagian lain, yang dilegalitas oleh bagian lain. Itulah yang dimaksud firman menafsir firman.
Jadi persoalannya bukan karena kata pendeta si A, bukan pula karena kata hamba Tuhan si B sehingga kita menuruti firman Tuhan. Tetapi apa yang diajarkan oleh firman Allah kepada kita. Kalau masalah klaim mengklaim firman Tuhan, siapa saja bisa ngomong bukan? Tetapi pertanyaannya apakah klaim itu bisa dibuktikan oleh kebenaran firman Tuhan yang lain atau tidak. Jangan-jangan hal itu telah dipelintir sehingga seolah-olah hal itu menjadi suatu kebenaran. Faktanya tidak sedikit hamba-hamba Tuhan yang seolah-olah memberitakan firman Tuhan, tetapi sebenarnya sedang memperbodoh banyak jemaat.
Karena itu ingatlah saudara! Firman Tuhan sendiri mengajarkan kepada kita: “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:21). Dengan kata lain, Allah menuntut kita untuk dapat menyaring setiap informasi yang kita terima berdasarkan kebenaran firman Tuhan. Sehingga firman Tuhan menjadi bagian yang solid dalam kehidupan orang percaya. Dan orang percaya harus berjalan disana untuk puji hormat nama Tuhan.
Setiap orang percaya harus menggumuli seluruh bagian itu sehingga nama Tuhanlah yang ditinggikan, nama Tuhanlah yang dimuliakan. Dan biarlah itu hidup di dalam hidup kita, ada dalam batin kita, mewarnai kehidupan kita, sehingga kehidupan kita berkenan kepada Allah. Bersandarlah pada firman, maka firman Tuhan akan sungguh-sungguh menghidupkanmu. Bersandarlah pada firman karena firman itu akan menguatkanmu. Sehingga disanalah kita hidup, dan disana kita bertahan, disana kita hidup dan dipimpin oleh kebenaran firman itu.
Mengenali akan firman, seharusnya menjadi kerinduan setiap kita. Bagaimana caranya, yaitu dengan membaca dan merenungkan dan dengan mengerti firman itu dan melakukan ketetapan-ketetapan firman Tuhan itu. Alangkah indahnya, dan luar biasanya jika jemaat sekalian dapat hidup di dalam firman. Pastinya kita akan mengerti apa yang menjadi pergumulan kehidupan orang percaya, di dalam melewati realitas hidup yang tak mudah. Karena itu tidak ada alasan bagi orang percaya untuk kalah dan menyerah terhadap persoalan hidup sepanjang dia bersandar kepada kebenaran firman Tuhan, karena firman Tuhan yang hidup dan kuat itu akan menguatkan setiap langkah hidup orang percaya.
Semoga kita ada disana, kalau memang kita cinta firman Allah, kalau memang kita mengenal firman itu, kalau memang kita hidup sesuai dengan firman itu. Jadi saudara firman Tuhan adalah firman Tuhan yang hidup dan kuat.
Sungguh betapa dahsyat dan hebat Firman Tuhan itu dan kuasa Firman ini sangat luar biasa. Tidak ada kuasa lain di dunia ini yang dapat menandingi-Nya. Roh Iblis mana yang dapat menghidupkan tulang-tulang yang sudah kering? Suatu demonstrasi kekuatan dan kedahsyatan Roh Allah telah dinyatakan melalui perintah-Nya kepada Yehezkiel, seperti ada tertulis: "Lalu firman-Nya kepadaku: "Bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah kepadanya: Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman Tuhan! Beginilah firman Tuhan Allah kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup di dalammu, supaya kamu hidup kembali. Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan dagingpadamu, aku akan menutupi kamu dengan kulit dan memberi kamu nafas hidup, supaya kamu hidup kembali. Dan kamu mengetahui bahwa Akulah TUHAN." (Yehezkiel 37:4-6).
Jadi bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Selama masih ada waktu bagi mereka yang menganggap remeh Firman Tuhan, bertobatlah! Sebab, tidak ada penyesalan yang bisa dilakukan didepan, Penyesalan selalunya terjadi sesudah segala sesuatunya terjadi. Jangan sampai kita menangis dalam kekekalan, dalam murka Tuhan yang menyala-nyala, tetapi menangislah karena firman Tuhan telah menegormu dan mengajakmu untuk kembali kepada jalan kebenaranNya.

2. Firman Allah lebih tajam dari pedang bermata dua mana pun.
Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Tahukah bapak/ ibu bahwa di dunia ini ada suatu pisau yang sangat tajam, yang ditemukan oleh seseorang yang bernama Bladesmith Hoffman. Ia membuat pisau super tajam yang pernah ada dan diberi nama The Nesmuk. Pisau ini terbuat dari baja carbon, perak strelling, dengan pegangan yang berbalutkan delapan berlian. Saudara pisau ini dipasaran dijual dengan harga 31.000 EURO, atau setara dengan $43.118 atau kalau dikurskan ke dalam rupiah, maka nilainya menjadi Rp. 603.652.000. Rasanya cukup untuk menutupi kekurangan pembangunan pastori kita.
Nah kalau di kolong langit ini ada pedang tajam, dikatakan bahwa pedang Allah lebih tajam. Karena itu ketika dikatakan bahwa: “Firman Allah… lebih tajam daripada pedang bermata dua mana pun” (Ibrani 4:12). Hal ini mau mengatakan bahwa pedang Allah mampu mampu memotong dengan sangat tajam, yang menusuk dengan dalamnya dan tidak ada yang bisa menahannya.
Bisa kita dibayangkan saudara, kalau suatu pedang bermata dua, jika ia ditusukkan maka ia akan membongkar sesuatu. Memang benar bahwa Firman Allah itu menguatkan seseorang, firman Allah itu mampu menghidupkan. Tetapi disisi yang lain, firman Tuhan juga mampu mengoreksi seluruh kehidupan manusia, membongkar seluruh kemunafikan, membongkar seluruh kesalahan di dalam diri. Hal ini penting untuk kita pahami.
Jadi orang yang cinta firman pastinya akan rela untuk dibongkar oleh firman Tuhan. Sehingga seluruh kehidupannya menjadi kembali benar dan seturut dengan titah Tuhan. Masalahnya adalah ada orang-orang yang munafik yang tidak rela dibaharui oleh firman Tuhan, karena sebenarnya ia tidak pernah hidup sejalan dengan firman Tuhan dan tidak pernah menjadi kekuatannya, sehingga ia gelisah kalau dikoreksi. Ia tersinggung kalau ia tertegur. Ujung-ujungnya ia menjadi tidak suka dengan hamba Tuhan yang menyampaikan kebenaran firman Tuhan.
Atau ada orang yang berusaha menyembunyikan diri, sehingga ia memanipulasi hidup, pura-pura hidup benar padahal bertentangan dengan hati nuraninya. Nah ini pun tetap tertelanjangi sebab firman itu akan menghukummu, waktunya akan tiba. Jadi sebelum kita berhadapan dengan firman hidup di hadapan tahta pengadilanNya kelak - pada waktu Tuhan Yesus datang - marilah kita mengoreksi diri apakah hidup kita sudah benar, hidup sesuai dengan kehendakNya.
Dengan demikian, kalau dikatakan bahwa firman Tuhan itu membedah bagian-bagian dari kehidupan kita, maka segala sesuatu akan terbuka di hadapan Tuhan, sehingga tidak ada satu bagian pun yang dapat disembunyikan lagi. Semuanya menjadi terang benderang, maka siapa kita, bagaimana kita hidup, semuanya tidak akan lagi tersembunyi di hadapan Allah yang Mahakudus. Kita tidak bisa lari dari penghakiman Allah.
Firman Tuhan bagaikan cermin yang dapat memperlihatkan noda-noda pada wajah seseorang, demikian juga Firman Tuhan sanggup mengung-kapkan segala dosa yang terpendam dalam lubuk hati manusia.
Ketajaman Firman Allah itu membinasakan, dimana Ia memiliki kekuatan untuk memisahkan. Ia memotong berkeping-keping apa yang harus dipotong berkeping-keping. Dan ia membawa kepada kehidupan dalam kuasa yang menghidupkan apa yang harus dibawa kepada kehidupan.
Firman Allah menembus kita sampai ke dalam pikiran-pikiran kita, dalam hidup kita dengan menebang apa yang harus ditebang dan memotong apa yang harus dipotong, seperti Agag yang dipotong-potong oleh Samuel di hadapan Tuhan di Gilgal (1 Samuel 15:33). Dalam hal ini, Firman Allah mempunyai daya tembus. Firman itu menembus begitu dalam sehingga menghasilkan perbedaan antara jiwa dan roh.
Mengenai perbedaan ‘jiwa dan roh’ sebenarnya ungkapan ini diambil dari konteks budaya Yunani waktu itu yang mengenal pembedaan antara tubuh, jiwa dan roh (trikotomis). Dalam Bahasa Yunani kata “jiwa” memakai kata “psukhe”, jiwa adalah dasar hidup. Semua yang hidup pastinya mempunyai jiwa. Itulah hidup badaniah.
Dalam Bahasa Yunani kata “roh” memakai kata “pneuma”. Ini adalah sesuatu yang memberi sifat khas kepada manusia. Dengan roh itulah manusia berpikir, menalar, dan memandang Allah yang ada di seberang sana.
Namun, saudaraku
Pada dasarnya Allah melihat manusia itu utuh, dalam satu kesatuan dan tidak dibedakan antara tubuh (soma), jiwa (psukhe) dan roh (pneuma) tetapi untuk menjelaskan sesuatu kadang pembedaan semacam itu memang diperlukan. Kadang orang memahami jiwa sebagai bagian dari proses berpikir kita, sedangkan roh adalah bagian dari manusia yang memampukan dirinya untuk berkomunikasi dengan alam yang berdimensi ilahi (Yohanes 4:24).
Jadi jika dikatakan bahwa firman Tuhan mampu memisahkan jiwa dari roh kita, seperti sumsum dari sendi-sendi. Kita tahu sendi adalah potongan-potongan tulang, dan di dalam tulang-tulang ini ada sumsum. Sumsum ini tersembunyi di dalam tulang, tetapi sama sekali berbeda dengan tulang. Tulang itu seperti jiwa, dan roh itu seperti sumsum. Roh itu tersembunyi di dalam jiwa, namun jiwa itu dapat dipisahkan dari roh.
Satu ayat yang sangat penting dalam Perjanjian Baru adalah 1 Tesalonika 5:23, yang mengatakan: “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna tanpa cacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.”
Dengan kata lain, penulis seolah-olah mau mengatakan: “Baik segi emosional maupun segi intelektual hidupmu harus diserahkan untuk diselidiki dengan teliti oleh Allah.”
Jadi justru karena ‘jiwa dan roh’ itu sulit dibedakan, sama seperti kehidupan kita, kadang-kadang antara ‘kebaikan’ dan ‘kejahatan’ juga menyatu dan sulit untuk kita lihat bedanya. Tetapi, Firman Tuhan mampu membedakannya dan bahkan menyadarkan kita untuk meneliti lebih dalam sehingga kita dapat membedakan “manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2)
Jadi intinya adalah bahwa Firman Allah telah datang kepada manusia dan merupakan sesuatu sedemikian rupa sehingga tidak dapat diabaikan. Firman itu menerangi hidup kita dan tidak ada yang tersembunyi. Ia mengingatkan kita, menegur kita dan membimbing kita. Firman itu sanggup memisahkan yang baik dari yang jahat, bahkan hal-hal yang kita anggap tak terpisahkan seperti ‘sumsum dan tulang’ atau ‘jiwa dan roh’.
Namun, apapun itu, sejujurnya saya sendiri mengalami kesulitan jika harus menarik garis yang tegas antara ‘jiwa dan roh’. Sebab bukan ini yang sebenarnya ingin ditekankan oleh penulis Ibrani, tetapi penekanannya justru pada kuasa Firman yang luar biasa. Sehingga hal yang sesulit apapun untuk dipisahkan, firman Tuhan sanggup memisahkannya.
Dengan pemahaman ini penulis Ibrani seolah-olah ingin mengatakan bahwa Firman Allah menguji kehidupan duniawi manusia dan keberadaan rohaninya. Ia mengatakan bahwa Firman Allah menyelidiki keinginan dan kehendak manusia dengan teliti. Keinginan adalah segi emosional dari manusia, dan kehendak adalah segi intelektualnya.
Nah, dalam hal ini, amat diharapkan respon setiap orang percaya untuk selalu bertobat, mengaku dosa dan membaharui dirinya setiap hari. Jangan ada dosa yang disembunyikan karena semua itu terbuka di hadapan Tuhan, yang digambarkan seperti orang yang telanjang. Orang yang merespon karya Firman dengan pembaharuan dirinya ‘tidak akan ditinggalkan’ (diselamatkan) tetapi orang yang mengeraskan hatinya, tidak mau bertobat, masih menyembunyikan dosa, maka penulis surat Ibrani mengingatkan agar ia dapat segera membaharui dirinya sebelum segala sesuatunya terlambat. Sebab tanpa pembaharuan dan pertobatan, sangat mungkin ia akan menjadi kelompok ‘yang ketinggalan’ (ayat 1).
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih,
Kalau kita membaca Firman Tuhan yang tajam itu, yang menelanjangi kita itu, yang memisahkan kebaikan dan kejahatan kita itu, dan Firman itu berbicara kepada kita, segeralah meresponnya dengan pertobatan dan pembaharuan diri.
Ini menjadi sesuatu yang penting bagi kita. Sebab firman itu akan membongkar seluruh kehidupan kita sehingga tidak ada lagi yang tersembunyi. Karena itu jika kita berpikir kita bisa memanipulasi firman Tuhan untuk kepentingan diri, atau kita berlaku cuek terhadap kebenaran firman Tuhan, masih bisakah kita selamat? Mungkin kita masih merasa dapat kucing-kucingan dengan kebenaran Allah, tetapi jangan lupa, pada saatnya nanti Tuhan akan menghadang kita dan meminta pertanggungjawaban.
Inilah pergumulann kita, inilah perjuangan hidup kita, bagaimana kita menjalankan peran kita di bawah penaklukan firman Tuhan. Karena itu ingatlah bahwa firman Allah itu hidup dan kuat. Kita tidak akan bisa kuat kalau bukan firman Tuhan. Kita tidak bisa hidup kalau bukan karena firman.
Firman Tuhan itu adalah firman yang tajam. Ia akan menghantam kita, memotong-motong seluruh kehidupan kita, sehingga hidup kita akan menjadi bersih dan terbuka secara nyata dihadapan Allah. Karena itu cintailah firman itu. Hiduplah dalam firman Tuhan itu.
Hari ini, banyak orang Kristen menjadi gagal dalam mengiring Tuhan, diantaranya karena menganggap remeh Firman Tuhan. Mereka menganggap diri sudah pintar jadi tidak perlu lagi membaca Alkitab. Mereka menganggap diri sudah dewasa rohani sehingga tidak perlu lagi ke gereja.
Terlebih lagi, Firman Tuhan hanya dijadikan sebagai buku bacaan biasa atau novel, bahkan ada yang menganggap Firman Tuhan adalah sebuah cerita yang sudah usang atau kuno. Karenanya jangan heran walaupun seseorang sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, tetapi apabila dalam hidup ke-Kristen-annya tidak sungguh-sungguh dan menganggap remeh Firman Tuhan, maka hidupnya dapat dipastikan tidak akan pernah berhasil. Apabila kita menganggap remeh Firman Tuhan, itu berarti kita juga menganggap remeh Tuhan sendiri.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan.
Kermit Eby menulis dalam buku “Allah di dalam dirimu” demikian: “Pada suatu ketika seseorang harus berhenti melarikan diri dari dirinya sendiri dan dari Allahnya – kemungkinan karena memang tidak ada tempat lain lagi yang dapat ditujunya.” Saatnya akan tiba bagi setiap orang untuk berjumpa dengan Allah dan di hadapan mataNya tidak ada suatu pun yang dapat disembunyikan. 
Jadi jika hari ini kita mengerti bahwa tidak ada sesuatu yang dapat kita sembunyikan di hadapan Tuhan, maka tidak ada jalan lain bagi kita selain kita menundukkan diri kita dihadapan Tuhan. Kita memulai kembali satu komitmen untuk mengiring Tuhan dengan sungguh-sungguh sampai apabila waktunya telah tiba, kita dapat mempertanggung jawabkan kehidupan kita dihadapan Tuhan. Amin.

Senin, 15 Februari 2016

HIDUP ADALAH UNTUK KRISTUS

HIDUP ADALAH UNTUK KRISTUS
2 Korintus 5:1-10

Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan.
Kematian adalah momok yang menakutkan bagi banyak orang.  Banyak orang tidak siap ketika diperhadapkan dengan yang namanya kematian. Akibatnya, keterpisahan dengan keluarga, hilangnya rasa nikmat dunia, dan limpahan harta kerapkali dijadikan dalih atas ketakutannya.  Ketakutan dan ketidaksiapan orang dalam menyambut kematian juga tak jarang tersembunyi dalam ungkapan “tak tega meninggalkan keluarga”. 
Saudara, entah kehidupan ataupun kematian sesungguhnya adalah bagian dari anugerah semata.  Jika kita coba lebih teliti, maka sesungguhnya kematian akan jauh lebih “nikmat” dibandingkan dengan kehidupan.
Mengapa saudara? Karena Allah memberikan satu gambaran kepada kita bahwa kematian sesungguhnya adalah suatu keindahan.  Sementara kehidupan adalah kesedihan.
Bisa dibayangkan saudara sejak seseorang dilahirkan ke dalam dunia, saat ia menunjukkan wajahnya di dalam dunia, yang bisa ia lakukan hanyalah menangis.
Pertanyaannya, mengapa ia menangis? Secara medis bayi menangis adalah hal yang biasa. Atau bahkan sangat penting karena kalau bayi baru lahir tidak menangis, atau menangis tidak keras, atau menangis terlambat artinya paru-paru bayi itu tidak mengembang dengan baik. Hal ini akan mempengaruhi fungsi-fungsi yang lain seperti jantung, pembuluh darah, otak, ginjal dan organ vital yang lain.
Dari sisi Sosiologi, bayi menangis adalah cara untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena bayi belum mampu berkata-kata, maka tangisan adalah cara yang bisa mereka gunakan untuk menyampaikan apa yang diinginkan dan dirasakannya.
Tetapi secara rohani, seorang banyi menangis bukan hanya karena ia membawa natur dosa di dalam dirinya. Tetapi ia juga menangis karena pada hakekatnya ia harus masuk ke dalam dunia yang penuh dengan penderitaan. Oleh karena itu bagi kita yang percaya, kita tidak perlu terlalu takut dengan apa yang namanya kematian.
Di sisi yang lain saudara, Hidup di dunia ini memang hanyalah sementara saja. Hidup kita diperibahasakan seperti seseorang yang singgah untuk sekedar minum. Dalam 1 Petrus 2:11, kita digambarkan “sebagai seorang pendatang dan perantau.”
Karena itu rumah kita yang sesungguhnya bukanlah di dunia ini. Sebab di dunia ini kita hanyalah diumpamakan sedang menginap di sebuah perkemahan.
Kita tahu saudara, Kemah adalah bangunan yang mudah goyah, sifatnya hanya sementara, lagi pula ia tidak terlalu indah. Hal ini berbeda dengan tempat tinggal yang disediakan Allah di sorga. Bagi setiap orang yang percaya, Allah telah menyediakan tubuh kemuliaan yang akan dikenakan di dalam kerajaanNya. Dan itu sifatnya kekal, indah dan tidak akan menunjukkan tanda-tanda kelemahan atau kerusakkan (Filipi 3:20-21).
Karena itu firman Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa fokus hidup kita bukanlah apa yang ada di dalam dunia ini. Hidup kita adalah untuk Kristus. Hidup yang kita jalani adalah hidup untuk sesuatu yang akan kita raih di masa depan.
Dan secara iman percaya, tubuh itu adalah bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga (1 Petrus 1:4).
Bagi kebanyakan orang yang tidak mengerti akan panggilan hidupnya, hidup adalah untuk mengejar materi atau kekayaan, mengutamakan diri sendiri, serta memuaskan segala keinginan daging.  Akhirnya kematian bukan lagi sebagai bagian dari keuntungannya, tapi sebagai musibah dan malapetaka. Oleh sebab itu bila ada diantara kita yang perjuangan hidupnya hanya untuk dunia ini maka yang diperolehnya hanyalah kebinasaan.
Karenanya tidak heran saudara, manusia pada umumnya selalu ketakutan menghadapi kematian, bahkan menyebut dan membicara-kannya saja mereka enggan.
Tetapi bagi orang percaya, yang merespons panggilan hidupnya sebagai kesempatan melayani Kristus, bahkan memberi buah bagiNya dan memuliakanNya melalui perkataan dan perbuatan, mereka akan berkata bahwa kematian adalah keuntungan.
Sidang jemaat perkabungan yang kekasih,
Dalam hal inilah firman Tuhan mengingatkan kepada kita "Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (ayat 1).
Saudara ketika Paulus berkata “Kami tahu” yang dimaksudkannya adalah kita tahu bahwa Kristus adalah awal dari kebangkitan dan bahwa orang-orang yang telah meninggal pun akan menerima kebangkitan. Jadi saudara, andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah kepercayaan kamu (1 Korintus 15:14).
Dengan kata lain saudara, apa yang ada dalam kehidupan kita yang sekarang ini tidaklah kekal, sifatnya hanya sementara saja.
Bagaimana kita tahu? Sebab Allah telah telah memberitahukan kepada kita segala yang perlu kita ketahui di dalam firmanNya.
Ketika orang percaya meninggal, tubuhnya dikuburkan, tetapi rohnya kembali kepada Allah yang telah mengaruniakannya (Pengkhotbah 12:7). Pada waktu Tuhan Yesus kembali untuk menjemput orang-orang kepunyaan-Nya, Ia akan membangkitkan tubuh rohaniah yaitu tubuh kemuliaan yang sesuai dengan natur sorgawi (1 Korintus 15:44-57).
Saya tertarik ketika Rasul Paulus menyatakan bahwa salah satu "godaan" kita sebagai manusia ketika kita menyadari bahwa "kita semua di sini itu hanya sementara" adalah "kita (menjadi) mengeluh oleh beratnya tekanan" (ayat 4).
Pertanyaannya saudara, siapa diantara kita yang hadir disini yang tidak pernah mengeluh? Semua orang pastinya pernah mengeluh bukan?
Kata mengeluh dalam bahasa Yunani memiliki pengertian “mengeluh keberatan, merintih, mengerang, iri hati, dendam, dukacita dan kesedihan.”
Sewaktu kita mengalami kehidupan yang sementara di dunia, bukankah mengeluh keberatan, merintih, mengerang, iri hati, dendam, dukacita dan kesedihan akan selalu menjadi "lawan" kita? Kita lupa bahwa hidup kita ini hanya sementara sehingga kita dengan spontan saja kita mengeluh keberatan, merintih, mengerang, iri hati, dendam, dukacita dan kesedihan.
Kita akan mengeluh apabila ada hal yang kita anggap buruk sedang terjadi dalam kehidupan kita: kehilangan handphone, dompet,  kita ngeluh (siapa yang tidak?); Kita akan berduka ketika ada seseorang yang meninggalkan kita hari ini (siapa yang tidak?)....
Dengan demikian, sejauh orang percaya masih tinggal di dalam kemah ini – yaitu darah dan daging - mereka pastinya mengeluh di bawah beban yang berat.
Namun demikian, Allah tidak menginginkan kita kehilangan pengharapan. Sebab Allah justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita” (Ayat 5).
Saudara ini semua terjadi bukan karena kita mengimaninya baru kita mendapatkan kepastian. Tetapi Allah sendiri menjanjikannya kepada kita. Allah telah mempersiapkan kita untuk sesuatu yang mulia itu dan Ia melimpahkannya di dalam Roh Kudus, yang tinggal diam di hati kita. Ia adalah jaminan dari kemuliaan yang akan datang sebelum kita memilikinya secara penuh.
Dalam hal inilah dikatakan saudara, bahwa hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat atau berdasarkan pada penampilan sesuatu.
Oleh sebab itulah Firman Tuhan mengingatkan kepada kita hari ini, untuk kita memiliki sebuah kehidupan yang tabah, “meskipun kami sadar bahwa selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan” (ayat 6).
Sidang perkabungan yang kekasih,
Memiliki hati yang tabah, kuat, dan berani untuk bangkit dari keterpurukan memang tidaklah mudah untuk dilakukan.
Saya menyadari, pastinya akan terasa sulit bagi keluarga ibu Lenny untuk menjalani kehidupan tanpa disertai suami yang kekasih. Dan itu akan terasa ditahun-tahun pertama almarhum meninggalkan keluarga.
Tetapi sebagai anak-anak Tuhan, kita tidak perlu kuatir, sebab kita tidaklah sendirian. Roh Kudus yang berdiam di dalam diri kita, akan senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menanggung segala sesuatu (Filipi 4:13).
Hanya masalahnya kita harus berusaha untuk memiliki kehidupan yang berkenan kepadaNya (Band. Ayat 9). Pengalaman hidup Paulus setelah ia menerima kehadiran Kristus menjadikannya seorang yang begitu mengandalkan Kristus sebagai sosok yang begitu penting dalam kehidupannya. Ia tidak gampang diombang-ambingkan oleh hal-hal keduniaan yang ada di sekitarnya. Tidak peduli seberat apapun tantangan atau penderitaan yang dihadapi dan dialaminya, Ia tetap berdiri tegak pada dasar imannya yakni Tuhan Yesus Kristus.
Kehadiran Roh Kudus dalam kehidupan Paulus memberikan sebuah jaminan bahwa Allah berkarya di dalam dirinya, meski ia sedang dalam keadaan susah. Maka di dalam segala keadaan, Paulus selalu berusaha untuk hidup menyenangkan hati Allah. Terutama karena kesadaran bahwa suatu saat, semua orang akan menghadap takhta pengadilan Kristus untuk memper-tanggungjawabkan segala sesuatunya.
Demikianlah halnya kehidupan kita sekalian, Allah menghendaki kita memiliki kehidupan yang kuat di dalam iman, sambil menyadari bahwa masing-masing kita memiliki tanggung jawab untuk mempertanggung jawabkan kehidupan kita di hadapan Allah.
Saudara yang kekasih,
Apakah saudara menyadari bahwa setelah kehidupan kita selesai, kita akan menghadapi pengadilan Allah atau menghadap takhta pengadilan Kristus (5:10)? Bacaan hari ini menjelaskan bahwa saat menghadap takhta pengadilan Kristus, kita harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita, "baik atau jahat" atau lebih tepatnya sesuatu yang  "bernilai atau tidak bernilai".
Bila kita melakukan hal-hal yang bernilai kekal, maka kita akan mendapat upah. Sebaliknya bila kita tidak melakukan hal-hal yang mengandung nilai kekekalan, maka kita akan merasa malu saat menghadap takhta pengadilan Kristus karena kita tidak menerima apa pun.
Bila Saudara yakin bahwa saudara akan sanggup mempertanggung-jawabkan semua perbuatan saudara di hadapan Allah, maka Saudara akan menghadapi takhta pengadilan Kristus dengan sikap yang optimis, karena Saudara akan dibebaskan dari semua kesusahan yang saat ini Saudara alami (2 Korintus 5:1-5).
Tetapi bila Saudara merasa takut menghadap takhta pengadilan Kristus, Saudara harus mengevaluasi diri apakah Saudara sungguh-sungguh telah mempercayai Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan telah memperoleh kehidupan yang baru di dalam Kristus?
Sebab bila Saudara sungguh-sungguh mempercayai Tuhan Yesus berarti Saudara berada di dalam Kristus dan Saudara tidak akan mengalami penghukuman (Roma 8:1). Hal ini berarti bahwa takhta pengadilan Kristus yang dibicarakan dalam bacaan Alkitab hari ini adalah pengadilan yang khusus berkaitan dengan upah yang akan diterima oleh setiap orang percaya
Pertanyaannya bagi kita, yang masih diberikan kesempatan untuk hidup sampai detik ini, sudahkah kita mengisi hari-hari kita dengan takut akan Tuhan dan mempersembahkan hidup yang terbaik bagi Dia? 
Khususnya bagi keluarga Ibu Lenny dan anak-anak. Saya percaya perjalanan hidup kalian masih panjang. Masih banyak urusan-urusan yang pastinya akan terasa berbeda karena tidak lagi disertai oleh suami yang kekasih,
Namun satu hal yang penting adalah "...Perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif," (Efesus 5:15).
Perjalanan kehidupan tanpa lagi disertai suami pastinya akan terasa berbeda. Ibu Lenny akan menjadi seorang Ibu sekaligus sebagai Ayah bagi anak-anak. Tetapi percayalah kepada Allah yang senantiasa memberikan kekuatan kepada kita.
Jangan putus asa saat mengalami kesusahan dan penderitaan. Ingatlah, bahwa Tuhan tidak akan melupakan apa yang kita kerjakan bagi Dia (Ibrani 6:10). Sebaliknya hiduplah bagi Kristus, supaya melalui kehidupanmu, nama Tuhan dipermuliakan. Amin.

MENGAPA KITA HARUS BERDOA, KALAU TUHAN MAHA TAHU?

MENGAPA KITA HARUS BERDOA, KALAU TUHAN MAHA TAHU?
Kejadian 18:16-33

Rekan-rekan pemuda yang kekasih,
Suatu kali saya mendapati satu buku yang berjudul “Pemburu Tuhan!,” karangan Tommy Tenney. Dalam buku ini dijelaskan bahwa “Seorang pemburu Tuhan adalah orang yang merindukan hadirat Tuhan sehingga ia memburu hal-hal yang mustahil dengan harapan bahwa sesuatu yang sulit ditangkap akhirnya dapat diperoleh.
Penulis mengumpamakan seorang anak yang memburu orang tuanya sehingga lengan ayah yang sangat kuat merangkul pemburunya. Pemburu menjadi mangsa; yang diburu menjadi penangkap. Kemudian dia mengutip sebuah ayat yang ditulis oleh Rasul Paulus "...melainkan aku mengejarnya kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya karena aku pun telah ditangkap" (Filipi 3:12).
Kemudian saya juga menemukan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Vania Larissa yang berjudul “Doa Mengubah Segala Sesuatu.” Dalam lagu ini dituliskan bahwa “Saat keadaan sekelilingku, ada di luar kemampuanku. Ku berdiam diri mencari Mu. Doa mengubah segala sesuatu. Saat kenyataan di depanku Mengecewakan perasaanku, kumenutup mata memandang Mu. Sbab doa mengubah segala sesuatu.”
Saudara, dua contoh diatas seolah-olah ingin mengatakan bahwa kehendak Tuhan bisa kita ubah berdasarkan kehendak kita. Namun, pertanyaannya, benarkah pernyataan ini? Apakah ini sesuai dengan pengajaran Alkitab?
Jika kita kaitkan dengan sifat Allah yang maha tahu, pertanyaan lain akan muncul. Kalau memang Tuhan kita itu Maha Tahu, apakah Tuhan tidak konsisten dengan keputusan-Nya saat Dia berinteraksi dengan Abraham? Kalau Tuhan Maha Tahu, untuk apakah kita harus berdoa lagi? Bukankah kehendakNya pasti akan terjadi dan bukan kehendak kita.
Rekan-rekan yang saya kasihi dalam Tuhan,
Berbicara soal doa, kita mengerti bahwa doa adalah sarana komunikasi yang Tuhan berikan kepada manusia. Manusia diciptakan Allah menurut gambar Allah, sehingga ia diberikan kemampuan untuk berhubungan dengan penciptanya. Dalam Alkitab banyak sekali kita dapatkan tokoh-tokoh yang menjalin relasi dengan Tuhan. Misalnya dalam Kitab Kejadian, nama Nuh, Abraham, Ishak dan Yakub, berulang kali disebutkan dimana mereka mendirikan mezbah dan mempersembahkan korban bakaran.
Juga Daud, Hana, Naomi dan Yeremia, mereka berkeluh-kesah dan meratap kepada Tuhan untuk bermacam-macam pergumulannya. Dengan kata lain saudara, di sinilah letak kepentingan doa dalam kehidupan umat-Nya.
Disisi yang lain, Tuhan memakai sarana spiritualitas ini untuk menyampaikan pesan-Nya kepada manusia. Seperti ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Ia datang mencari untuk menghakimi dan memberikan jalan keluar bagi manusia. Hal inilah yang terjadi dengan kota Sodom dan Gomora yang penuh dosa dan kekejian, sehingga Ia mau berbicara kepada Abraham tentang maksud-Nya.
Pertanyaan kita, siapa yang berinisiatif dalam memulai pembicaraan? Ternyata memang bukan Abraham yang memulai mengajukan permintaan kepada Allah, melainkan Allahlah yang memberitahu rencanaNya kepada Abraham. Bagaimana Allah mengasihi dan memperlakukan Abraham, berdasarkan kedaulatan-Nya, termasuk menyatakan apa yang akan dilakukan-Nya atas Sodom dan Gomora.
Jadi di sini jelas kita dapatkan bahwa Tuhan sendirilah yang membuka diri untuk berkomunikasi dengan Abraham. Inisiatif ini muncul dari Tuhan yang rindu untuk menyampaikan apa yang menjadi isi hati dan rencana Tuhan atas keadaan kota yang terkenal jahatnya, yaitu Sodom.
Karena itu di dalam ayat 17 dijelaskan: “Berpikirlah Tuhan: “Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini? Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat?”
Saudaraku, kalau Abraham mendapatkan kemurahan untuk mengetahui kehendak dan rencana Allah, jelas ini merupakan kesempatan yang baik dan berharga yang ia dapatkan dari Allah. Sebab tidak semua orang bisa mengerti rencana Tuhan dengan baik. Didalamnya diperlukan kepekaan dan relasi yang mendalam dengan Tuhan. Dan itulah yang terjadi dengan Abraham.
Dan lagi, saat Tuhan menyatakan dalan pikiran-Nya (Kejadian 18:20-21), bukan karena Tuhan bingung atau tidak Maha Tahu sehingga harus turun memeriksa kebenaran doa orang-orang percaya. Karena Kata yang dipakai, untuk menyatakan “…Aku hendak mengetahui.”  (ayat 21) memiliki pengertian “mengetahui untuk membedakan.” Dengan demikian, frase ini bukan bermaksud menyatakan Tuhan tidak tahu dan hendak mencari tahu. Sebaliknya frase ini justru ingin menegaskan bahwa Tuhan adalah Allah yang Maha Tahu dan menyatakan rencana-Nya kepada Abraham dalam bahasa manusia yang sederhana. Sebab hanya Tuhanlah yang tahu membedakan keselamatan orang benar dan salah,
Rekan-rekan pemuda yang kekasih,
Tuhan Allah memang tidak sembarangan mendatangkan musibah dan malapetaka (lihat ayat 32). Setiap kejadian yang tidak baik bahkan yang kita tidak mengerti alasannya, ada maksud dan jalan Tuhan yang bijaksana.
Perhatikan bagaimana permohonan Abraham terakhir dikatakan: “Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana?” (ayat 32).
Membuktikan bahwa memang Abraham tidak tahu kondisi bangsa Sodom dan Gomora. Dan ternyata memang tidak ada 10 orang benar disana. Artinya permohonan Abraham tidak mengubah apapun terhadap kehendak Allah.
Lagi pula saat Abraham berinteraksi dengan Tuhan, ia bukan sedang tawar menawar sesuatu dengan Tuhan. Ini bukan suasana sedang bernegosiasi. Sebab menawar atau negosiasi, itu terjadi pada posisi yang sama. Sementara memohon adalah menaruh pengharapan pada yang berkuasa. Sikap inilah yang terjadi pada Abraham, sebab dia kenal betul siapa Allah yang sedang berbicara kepadanya.
Bagaimana Lot dan keluarganya yang semua berjumlah 4 orang? Apakah mereka selamat? Dalam kasus ini bisa dikatakan ya, dimana mereka lepas dari api Sodom, Gomora, tetapi istrinya menjadi tiang garam karena dihukum Allah.
Namun, penyelamatan Lot, tak ada kaitan langsung dengan permohonan Abraham. Dalam 2 Petrus 2:6-9, jelas dikatakan, Lot adalah orang benar, dengan pilihan hidup yang tidak benar. Lot terhisab sebagai orang benar karena ikut menerima janji Allah kepada Abraham. Lot adalah orang bersunat (Kejadian 17). Jadi jelas sekali alasan penyelamatan Lot.
Dengan demikian saudara, tidak ada alasan apa pun bagi Allah untuk mengubah rancangan-Nya ataupun memperbaharui rencana-Nya, karena semua itu dibentuk berdasarkan kebajikan yang sempurna dan hikmat yang tak bercacat dari Allah.
Dan disini Abraham belajar melalui komunikasi dengan Tuhan tentang keadilan dan kebenaran Tuhan dalam menghakimi dan menghukum manusia.
Di sinilah keindahan yang Abraham alami dan nikmati dengan mengerti kepekaan rohani, sekaligus tidak bermain-main dengan keadilan dan kebenaran Allah.
Karena itu saudaraku, marilah kita belajar seperti Abraham dalam doa-doa yang kita panjatkan. Doa bukan ditetapkan untuk memberi informasi kepada Allah, seolah-olah Ia tidak mengetahui apa pun, sebaliknya doa dinaikan adalah untuk menyatakan bahwa Dia benar-benar mengetahui segala keperluan kita. Demikianlah yang Tuhan Yesus jelaskan kepada kita dalam Matius 6:8 yang menyatakan, ”Karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.”
Yang berikutnya adalah doa bukan dimaksudkan untuk memberitahukan kepada Allah apa yang kita butuhkan, melainkan untuk menyatakan pengakuan atas kebutuhan kita kepada-Nya. Dalam hal ini, menyadarkan kita bahwa rencana Allah pastinya berbeda dengan rencana kita.
Masalahnya adalah, Tuhan tidak menciptakan manusia seperti robot yang hanya bisa berjalan sesuai dengan sistem yang telah dibuat. Tetapi Tuhan menciptakan manusia dengan dilengkapi perasaan dan akal pikiran. Dengan hal inilah Tuhan menghendaki terjadinya komunikasi antara Allah dan umat-Nya. Lagi pula komunikasi bukan laporan atau hanya diisi dengan permintaan-permintaan orang percaya. Komunikasi lebih kepada saling mengenal isi hati ketika bertukar informasi.
Hari ini banyak orang berdoa, tetapi jauh di dalam motivasi hatinya hanya meminta, memerintah, mengklaim, atau bahkan memaksa Tuhan mengubah haluan sesuai dengan kehendak pribadinya. Padahal komunikasi ditujukkan supaya kita mengerti isi hati Tuhan.
Saat ini, komunikasi Tuhan dengan kita diberikan melalui Alkitab dan perenungan Firman Tuhan dengan tujuan untuk menyatakan dan memperjelas isi hati Tuhan.
Dan melalui doa, kita belajar menyelaraskan apakah kehendak kita sudah sejalan dengan kehendak Tuhan ataukah kehendak kita justru telah melenceng jauh dari rencana dan kehendak Tuhan.
Dengan demikian, apakah kita masih perlu berdoa walaupun Tuhan sudah tahu bahkan tidak mengubah kehendak Tuhan? Jawabannya ialah, Ya! Tuhan memang menghendaki kita untuk berdoa terus menerus (Lukas 18:7-8; Roma 8:26; 12:12; Filipi 4:6; I Tesalonika 5:17; Yakobus 4:3; 5:16; dst).
Sekalipun dikaitkan dengan predestinasi Allah/ ketentuan Allah, doa bukanlah sesuatu yang sia-sia untuk dilakukan. Sebab memang doa bukan untuk mengubah hati dan kebijaksanaan Tuhan, tetapi mengubah hati dan perbuatan kita agar sesuai dengan rencana Tuhan. Jika doa kita bisa mengubah kehendak Allah, maka bisa dipastikan bukan Allah lagi yang maha kuasa (sovereign) melainkan kita. Kenyataannya hanya Allahlah yang Maha Tahu sebab Ia tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu.
Lagi pula Tuhan Yesus sendiri telah memberikan satu teladan yang baik dimana Ia sendiri senantiasa berdoa. Doa adalah sarana yang dipakai Allah untuk menggenapi kehendakNya dalam dunia ini. Doa juga adalah untuk kepentingan kita, supaya kita dikuatkan dalam hidup bagi Dia di tengah dunia yang berdosa ini.
Kita melihat dimana Tuhan Yesus pagi-pagi benar sudah bercakap dengan BapaNya untuk menghadapi harinya yang sibuk. Tuhan Yesus juga bergumul dalam doa di taman Getsemani sebelum menjalani misinya yang final ke kayu salib. 
Namun demikian, berdoa harus dengan cara yang benar dan tujuan yang benar. Yaitu menyelaraskan kehendakNya dalam kehidupan kita. Jadi marilah kita senantiasa hidup dalam doa karena inilah perintah Allah bagi kita. Amin.

Minggu, 14 Februari 2016

MENGAPA HARUS BERGEREJA?

MENGAPA HARUS BERGEREJA?
Ibrani 10:19-25;


Kaum muda yang kekasih di dalam Tuhan,
Saat kita berinteraksi dengan sahabat, jemaat mungkin kita pernah mendengar satu pertanyaan yang seperti judul di atas, “Mengapa kita harus ke gereja, bukankah Tuhan sendiri bilang untuk kita dapat diselamatkan hanya diperlukan hanya percaya saja?”
Kira-kira bagaimana menurut kalian? Apakah betul panggilan ke gereja merupakan suatu keharusan yang memberatkan kita? Saudara, ini adalah pertanyaan mendasar yang harus kita jawab oleh setiap orang-orang yang mengaku percaya kepada kristus!
Sama halnya ketika kita ditanya, mengapa kita harus percaya Kristus? Kira-kira, apa jawaban yang bias kita berikan?
Ya! Karena hanya di dalam Kristuslah ada keselamatan! Di dalam Kristuslah maka kita menerima kehidupan kekal. Maka kitapun percaya kepadaNya yang empunya keselamatan itu. Demikianlah firman Tuhan berkata dalam Yohanes 14:6, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."
Untuk itu kembali kepada pertanyaan kita yang pertama, sekarang setelah kita percaya kepada Kristus, lalu untuk apa kita harus ke gereja? Bukankah kita bisa ibadah di rumah kita sendiri? Bukankah kita bisa membaca Alkitab sendiri?
Saudara...
Kelihatannya, pendapat di atas ada benarnya, bahwa kita bisa menghadap Tuhan di rumah kita sendiri, kita bisa bersaat teduh sendiri, kita merenungkan firman Tuhan sendiri, kita pun dapat memuji Tuhan sendiri. Akan tetapi, pertanyaannya: itukah yang Tuhan kehendaki? Apakah demikian teladan yang diberikan oleh jemaat Tuhan mula-mula?
Faktanya saudara, tidak semua bisa kita lakukan sendiri. Sebagai makhluk social kita butuh peran orang lain untuk mengisi kekurangan diri kita. Artinya tidak semuanya bisa kita lakukan seorang diri tanpa campur tangan orang lain?
Bisakah seorang tukang cukur mencukur rambutnya sendiri? Atau bisakah seorang dokter mengobati diri/ mengoperasi dirinya sendiri? Kenyataannya tidak, bukan!
Ada hal-hal tertentu, dimana kita membutuhkan kehadiran orang lain untuk memberikan semangat, dorongan, koreksi dan nasihat, demi pertumbuhan rohani kita.
Rekan-rekan pemuda yang kekasih,
Sekali lagi saya tekankan bahwa, masalah terbesar manusia, yaitu keselamatan dan kehidupan kekal. Dan masalah itu, kini telah dibukakan Yesus bagi kita yang percaya kepadaNya. Sehingga setiap orang yang percaya kepadaNya tidak lagi berada dibawah hukuman dosa, melainkan kita memperoleh keselamatanNya. Karena apa, karena Ia telah membukakan jalan yang baru dan yang membawa kita kepada kehidupan itu. (ayat 20).
Dengan demikian, sebenarnya tidak ada alasan yang tepat bagi kita untuk tidak pergi beribadah di gereja. Gereja memang dipersiapkan Allah sebagai suatu organisme yang utuh di dalam diriNya. Dimana Kristus sebagai kepala, dan kita (gereja) sebagai tubuhNya. Ini merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kepercayaan iman Kristen. Kristuslah dasar gereja. Demikianlah Kristus menghendaki agar gereja dapat berdiri sebagai wadah yang diperuntukkan untuk membina, membangun dan saling mendorong satu sama lain di dalam kasih.
Dengan demikian, jika ada orang-orang yang tidak mau beribadah ke gereja, atau menganggap bahwa ibadah adalah satu hal yang sia-sia. atau mungkin ibadah dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak memiliki pengaruh sama sekali, sehingga bisa datang dan bisa tidak datang, sebenarnya ia tidak mengerti hakekat kekristenan yang sesungguhnya.
Coba perhatikan kehidupan orang-orang Israel di dalam Zaman Perjanjian Lama. Seseorang yang ingin memper-sembahkan korban tidak akan berani untuk mencoba masuk ke dalam Kemah Suci atau Bait Allah. Bahkan seorang imam besar sekalipun hanya diijinkan masuk satu kali dalam setahun. Kalian tahu alasannya? Karena antara Allah dan umatNya terdapat tirai yang tebal, yang memisahkan tempat kudus dan tempat Mahakudus.
Akan tetapi kini, karena kematian Kristus, maka jurang pemisah itu kini tidak ada lagi. Allah senantiasa mengundang kita hadir dalam BaitNya yang kudus, karena Kristus. Sehingga bagi orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, ia akan menganggap satu kehormatan yang begitu besar apabila ia dapat pergi beribadah di rumah Tuhan.
Kaum muda yang saya kasihi,
Ibadah sangat berguna untuk mengubah hidup kita menjadi lebih baik dan membuat pertumbuhan rohani kita semakin dewasa. Hal ini tentu hanya dapat dicapai jika kita memahami hakekat sebenarnya dari ibadah itu.
Saudara, hakekat ibadah bukan terletak dari gambaran yang tampak secara lahiriah, dekorasi gedung yang mewah, MC yang menghidupkan, Pemusik yang menggugah semangat bernyanyi dll. Akan tetapi ibadah yang benar adalah ibadah yang didalamnya ada kuasa Allah yang dirasakan mampu mengubahkan kehidupan rohani kita.
Kita datang beribadah bukan supaya kita diayani. Akan tetapi sebaliknya kita datang beribadah adalah supaya kita bisa melayani Allah, kita menyembah Allah.
Untuk itu, kita mesti melihat nasihat Paulus yang menggambarkan hal ini sebagai salah satu fenomena menjelang hari-hari terakhir. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5).
Saudara Ini adalah golongan yang secara lahiriah melakukan ibadah, datang ke gereja, berdoa, menyanyi, namun semua itu dilakukan tanpa disertai kerinduan yang sungguh-sungguh, melainkan hanya sebatas aktivitas rutin semata. Makanya tidak heran jika mereka ini akan tetap hidup dalam keraguan dan gampang goyah ketika permasalahan menerpa mereka.
Dikatakan, mereka “hadir dalam ibadah, namun pada hakekatnya memungkiri kekuatannya.” Secara fisik mereka menjalankan kewajiban beribadah, tapi sebenarnya mereka tidak menangkap inti dari ibadah itu sendiri. Maka tidak akan ada apa-apa yang dialami dan diperoleh dari ibadah itu sendiri. Semua hanyalah akan sia-sia.
Rekan-rekan pemuda,
Ibadah yang benar seharusnya bisa membuat hidup kita diubahkan menjadi lebih baik dengan pertumbuhan iman yang pesat. Hakekat dari ibadah sesungguhnya adalah sebuah sarana bagi kita untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan, masuk dan diam dalam hadiratNya, bersekutu dan bergaul akrab dengan Tuhan.
Jika ini kita sadari penuh, maka kita tidak akan main-main lagi dalam ibadah kita. Ibadah yang benar akan menghasilkan sesuatu yang besar.
Kita bisa belajar dari kesungguhan hati jemaat mula-mula. Dimana "Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kisah Para Rasul 2:46-47). Lihatlah bagaimana Tuhan memberkati mereka dengan jiwa-jiwa baru, karena Allah menghargai kesungguhan hati mereka dalam beribadah.
Ibadah yang sejati akan menghasilkan perubahan budi, yang akan membuat pribadi kita menjadi baru, terus bertumbuh lebih baik lagi dengan mengetahui kehendak Allah, apa yang baik dan berkenan kepadaNya dan apa yang sempurna. (Roma 12:2).
Dalam hal inilah maka kita harus terus melatih diri kita untuk dapat beribadah dengan benar, karena itu akan sangat berguna baik untuk hidup di dunia maupun untuk hidup yang akan datang. (1 Timotius 4:7b-8).
Tuhan telah memberi keselamatan atas kita sebagai kasih karuniaNya yang begitu besar, oleh karena itu ia menginginkan kita untuk meninggalkan kefasikan dan kedagingan, nafsu-nafsu duniawi dan memilih hidup bijaksana dan taat beribadah.
Kalau begitu, apa yang mesti kita lakukan? Minimal melalui pembacaan kita malam ini kita menemukan 4 kebenaran penting:

1.  Marilah kita beribadahlah dengan sungguh-sungguh (ayat 22). Artinya:
Janganlah kita sampai lupa untuk berbakti kepada Tuhan. Sekali dua kali ketika kita pertama kali diingatkan, seharusnya itu mampu mengubahkan cara pandang kita.
Jangan lagi kita ogah-ogahan untuk pergi beribadah. Bagaimanapun tidak ada tawaran lain yang lebih berharga dibandingkan tawaran beribadah. Untuk itu, kita mesti mempersiapkan diri kita secara rohani agar saat kita bersekutu kita merasakan kuasa dan karya Tuhan bekerja di dalam diri kita.

2. Tetaplah Teguh berpegang pada pengakuan iman kita (ayat 23).
Janganlah kita sampai melepaskan diri dari apa yang sudah kita imani. Sebab apabila seorang percaya menaruh pengharapannya pada kristus dan bergantung pada kesetiaan Allah, orang itu tidak akan goyah.

3. Berusaha untuk saling mendorong dan saling memperhatikan (ayat 24).
Sebagai orang percaya kita mestinya sadar bahwa kekristenan bukanlah untuk kepentingan diri sendiri saja tetapi juga untuk orang lain. Untuk itu di dalam ibadah kita bisa saling mengingatkan, saling menegur dan saling menasihati. Sehingga keutuhan persekutuan tetap terjaga. Untuk itu, disinilah letak masalahnya, ketika kita melihat ada rekan-rekan kita yang telah lama undur dari persekutuan, seharusnya kita yang setia berusaha memberikan kekuatan bagi mereka yang telah lama undur. Sebab, kesetiaan untuk hadir dalam jemaat dapat mendorong orang lain untuk hadir dan merangsang mereka berbuat baik.

4. Kita harus lebih giat menjelang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua (ayat 25).
Pengenalan kita tentang Allah seharusnya memacu semangat kita untuk lebih dan lebih lagi untuk giat dalam beribadah. Zaman ini semakin lama semakin tua, dunia ini semakin lama semakin rusak keparahannya. Jangan sampai, ketika Tuhan Yesus datang, kita kedapatan sedang tidak setia beribadah. 
Untuk itu, agar kita tidak kecolongan waktu, teruslah kita giat beribadah menjelang hari Tuhan mendekat. Sama halnya 5 Gadis yang bijaksana, yang mempersiapkan 5 buli-buli minyak beserta 5 pelita yang dipegangnya.  Sehingga ketika tiba saatnya sang Mempelai datang, mereka pun dapat masuk bersama-sama ke ruang perjamuan dengan penuh sukacita (Matius 25:1). Amin.