Minggu, 31 Juli 2016

MENERAPKAN HUKUM KEENAM DALAM KEHIDUPAN PRAKTIS

MENERAPKAN HUKUM KEENAM DALAM KEHIDUPAN PRAKTIS
Keluaran 20:13; Ulangan 5:17


Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Pada minggu ini kita masih membahas tentang hukum keenam, yaitu mengenai hukum “Jangan Membunuh”. Kalimat tentang Hukum ini sangat singat, hanya dua kata. Namun Hukum ini memiliki makna yang sangat luas dalam penerapannya. Pada minggu lalu Ev. Ozi sudah menjelaskan begitu panjang lebar mengenai hakekat dari hukum keenam ini. Bukan hanya sebuah tindakan nyata tentang menghilangkan nyawa seseorang, tetapi hal lain yang sama hakekatnya dengan membunuh diantaranya: kemarahan, mengatai orang lain kafir, dan tindakan jahil (Matius 5:21-22). Karena itu Hukum keenam ini bukan hanya berbicara soal tindakan fisik mengenai larangan pembunuhan. Tetapi juga berkaitan dengan niatan, perkataan, yang mematikan mental dan spiritual seseorang.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perintah Allah “Jangan membunuh” ini menyadarkan kita, betapa berharganya hidup atau nyawa manusia di hadapan Tuhan. Saudara, Hidup itu kudus, itu adalah anugerah Allah. Pada saat Allah menciptakan manusia, Allah menciptakannya menurut peta gambar-Nya (Kejadian 1:27). Saat permukaan bumi diselimuti kabut, Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan Ia menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7). Dengan demikian, Allah adalah sumber dan pemberi hidup manusia. Maka hak atas hidup manusia adalah milik Allah sendiri. Hanya Allahlah yang berhak mengizinkan, menunjuk, atau menetapkan untuk mengakhiri hidup seseorang. Mengapa? Apa yang membuat Allah berhak melakukan itu? Karena Dialah sang Pencipta dan Pemberi kehidupan. Tanpa pribadi Allah sudah tentu tidak ada yang namanya kehidupan. Oleh sebab itu, hanya Dialah yang memiliki hak atau otoritas untuk mengambil nyawa dan melakukan apa pun sesuai dengan kehedak-Nya. Jadi saudara, hak untuk menentukan hidup dan mati seseorang bukan berada di tangan manusia, tetapi berada di tangan Tuhan. Tuhan sendirilah yang berdaulat atas kehidupan dan kematian manusia. Oleh karena itu manusia, tidak memiliki hak untuk menentukan hidup atau mati baik bagi dirinya sendiri maupun bagi sesamanya.
Namun kalau kita melihat dalam kehidupan sehari-hari, mengapa banyak sekali terjadi kasus pembunuhan. Baik itu pembunuhan yang tidak terencana sampai pembunuhan terencana. Mulai dari yang biasa, sampai pada tingkat yang paling sadis. Bukan hanya melibatkan anak-anak akan tetapi lebih kepada orang dewasa. Bukan hanya diperkotaan besar, tetapi juga di pedesaan terpencil pun kasus ini ada. Mengapa saudara? Jawabannya adalah, karena kejatuhan manusia dalam dosalah sehingga manusia pada akhirnya salah dalam menilai soal kehidupannya. Dipikirnya dia berhak menentukan kehidupannya sendiri dan orang lain. Padahal hakekatnya tidaklah demikian.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Secara umum kita melihat, bahwa semua kasus pembunuhan terjadi karena merasa dirinya lebih pantas hidup di dunia sementara orang lain tidak pantas hidup di dunia; atau kehadiran orang lain telah mengganggu keberadaan dirinya sehingga ia meniadakan orang itu. Pembunuhan biasanya dipicu oleh pikiran yang dipenuhi amarah. Kemarahan bertumbuh menjadi sikap benci yang berakhir dengan tindakan membunuh. Itulah dosa! Yakobus 1:15 berkata: “Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” Jadi saudara, perbuatan dosa yang dipupuk terus-menerus, bukan saja melahirkan maut bagi dirinya, tetapi juga bisa berakibat kematian bagi orang lain. Itulah pembunuhan. Lagi pula “setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya” (1 Yohanes 3:15).
Itu sebabnya, setelah Allah memberikan perintah untuk menghormati orang tua, segera disusul dengan perintah jangan membunuh. Dimana manusia tidak boleh membunuh sesamanya karena yang menetapkan nilai setiap manusia bukanlah manusia, melainkan Allah sendiri. Hidup seharusnya patut dipelihara dan jangan dihancurkan. Sebab hidup itu berasal dari Allah, dan apa yang telah dikaruniakan Allah pada manusia haruslah dipeliharanya dengan baik. Jadi pada prinsipnya, melalui perintah jangan membunuh ini, Allah memerintahkan kita supaya kita menghargai kehidupan yang Allah berikan.
Bapak ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Pembunuhan banyak dimengerti adalah sebuah tindakan meniadakan nyawa dan kehidupan seseorang. Di dunia ini, bagi pembunuh akan ada hukum yang menghakiminya. Sebab inilah buah dari dosa! Kita melihat efek dari kejatuhan manusia ke dalam dosa secara langsung adalah tindakan pembunuhan, yaitu saat Kain membunuh Habel (Kejadian 4:8).  Dosa bukan hanya merusak kehidupan Adam dan Hawa, tetapi dosa juga merusak keluarga dan seluruh keturunannya. Inilah yang disadari Kain, dimana saat ia sadar telah jatuh dalam dosa, ia diliputi suatu ketakutan besar. Bayang-bayang dosa terus-menerus mengejar dan menuntutnya sehingga menghilangkan damai sejahtera hatinya. Hal ini menyebabkan Kain hidup dalam ketakutan, kalau-kalau orang lain pun akan membunuhnya ketika mereka bertemu dengannya. Karena itu saat ia dihukum oleh Allah, ia memohon belas kasihan Tuhan agar Tuhan melindungi nyawanya (Kejadian 4:14-15). Dengan demikian saudara, bukan kitalah pencipta hidup kita, pencipta kita adalah Tuhan Allah. Jadi hidup kita bukanlah milik kita tetapi milik Allah (Kisah Para Rasul 17:24-25). Lagi pula Ayub mengatakan, ”Tuhan memberi, Tuhan yang mengambil” (Ayub. 1:21), Dia sajalah yang berhak mengambilnya dan kemudian menghakiminya (Ibrani 9:27).
Alkitab melalui Hukum Taurat mengajarkan bahwa Tuhan dapat memakai manusia sebagai alat untuk menghukum ciptaan-Nya, termasuk menghukum mati sesamanya. Hukum Taurat mengatur hukuman mati bagi para pezinah, pembunuh sesamanya dan pembunuhan dalam peperangan. Semua peraturan ini jelas sehingga tidak bisa ditafsirkan dengan sembarangan.
Allah memberikan hak otoritas terhadap pemerintah untuk mengatur sebuah negara. Izin untuk menghukum diberikan kepada para pemimpin umat berdasarkan keterangan para saksi yang dapat dipercayai. Karena itu Perjanjian Baru menegaskan bahwa tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada di tetapkan oleh Allah. Dalam Roma 13:1-7 dijelaskan jika ada bangsa lain yang mencoba untuk memasuki wilayah kekuasan negara kita untuk mencelakakan dan menghancurkan, maka tugas dari para pemimpin bangsa kita adalah mengambil tindakan militer untuk melawan mereka. Jadi membunuh berbeda esensinya dengan memberikan hukuman mati.
Terkadang orang Kristen berpikir, bahwa membunuh untuk membela negara merupakan perbuatan yang salah. Karena itu, sangat jarang dalam keluarga Kristen, khususnya di Indonesia, yang menganjurkan anak-anaknya masuk dalam sekolah Militer. Terlebih lagi, negara kita sendiri tidak mengharuskan setiap warga negaranya untuk wajib militer. Tetapi ketika seorang Kristen dipanggil untuk melayani negaranya dalam angkatan darat atau laut atau udara, untuk sebuah alasan yang benar, dan negara menugaskannya untuk membela dari ketidak-benaran hingga harus membunuh, maka hal itu sama sekali tidak melanggar perintah keenam. Sebab ia sedang mengemban tugas negara yang menjadi wakil Allah. Dengan demikian, Tuhan memberikan izin untuk membunuh para penjahat bukan sebagai bentuk tindakan pembunuhan, melainkan sebuah penghukuman.
Hal yang lain saudara dalam kehidupan keseharian kita, kita menemukan ada banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan hukum keenam ini. Yang walaupun ada banyak pro kontra di dalamnya mengenai penggunaan etika Kristen. Tetapi bagi kita yang tunduk terhadap firman Allah, kita harus kembali kepada apa yang dikatakan oleh Alkitab. Sebab Alkitablah dasar pijakan kita untuk beretika. Sehingga masalahnya bukan lagi boleh atau tidak, masalahnya harus dilihat apakah tindakan itu benar atau tidak menurut firman Tuhan.
Kasus Selfi. Rasa-rasanya di zaman ini, tidak ada orang yang tidak pernah selfi. Terlebih lagi sekarang marak HP Smartphone yang canggih dengan resolusi kamera yang bagus, membuat orang tergila-gila dengan selfi. Berfoto selfi memang baru ngetrend tahun 2014 yang lalu. Bukan hanya dengan menggunakan tangan lalu memotret diri, sekarang ini juga marak penggunaan “Tongsis” = tongkat narsis. Bagi ibu-ibu yang sudah lanjut, mungkin berkata: “Itu kan hanya dilakukan anak-anak muda, kita tidak mengerti menggunakan HP.” Pertayaannya betulkah mereka tidak pernah selfi? Saya rasa tidak! Saat mereka berdandan, mereka menata diri mereka di depan cermin, pasti satu atau dua kali, mereka senyum-senyum sendiri dan mengambil gaya untuk memastikan apakah dandanan mereka sudah rapi atau belum. Itu juga selfi. Terlebih lagi, kalau kita kaitkan dengan kehidupan kita saat ini, rasanya hampir semua orang pernah narsis. Mengambil gambar diri dengan pose atau gaya tertentu lalu kita upload ke media social melalui gadget kita, itulah narsis. Nampang gaya walaupun duit lagi krisis, itu juga “Narsis”. Tapi masalahnya, apakah tindakan yang demikian dibenarkan?
Dalam 2 Timotius 3:1-2 dijelaskan, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama….” Apa yang saya mau katakan, inilah kondisi zaman sekarang. Dan kondisi zaman sekarang sudah dinubuatkan akan terjadi demikian. Termasuk juga selfi, dimana orang yang hidup di zaman akhir akan lebih mencintai dirinya sendiri. Orang yang selfi biasanya ia lebih menyukai penampilan diri sendiri. Egosentris sangat nampak dari tindakan selfi atau narsis. Terlebih ketika ia mengunggahnya di media social. Secara umum mereka mau berkata: “Ini aku, aku lebih cantik…, lebih ganteng…, lebih keren…, lebih berani...” Sehingga tidak jarang orang bukan saja selfi dalam kadar yang biasa-biasa saja. Tetapi terkadang mereka berani menantang maut, dengan harapan ia bisa menjadi orang paling berani. Makanya tidak heran, jika ada orang yang berselfi di Menara-menara tinggi, bibir-bibir tebing dengan memperlihatkan pemandangan belakang sebuah jurang. Untuk apa? Selain dalam hati kecilnya berkata bahwa saya ini sedang sombong.
Bapak/ ibu yang kekasih, kapan pun orang Kristen berpikir tentang “bermain-main dengan kematian” atau tentang tindakan-tindakan “berani mati” untuk sesuatu yang konyol jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Terlebih lagi jika motivasinya untuk menunjukkan “keakuannya” lebih hebat. Sebab secara tidak langsung ia bermain-main dengan kehidupan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Jadi, haruskah kita takjub dengan berselfie ria yang populer di zaman sekarang? Saya rasa tidak perlu! Hal ini justru seharusnya semakin mengingatkan kita kembali bahwa kita sudah-sungguh-sungguh berada di zaman akhir. Bukan hanya photo selfie yang populer, tetapi juga tindakan acuh tak acuh untuk hal-hal rohani (agama), membual, menyombongkan diri, berontak terhadap orang tua dan sebagainya. Maka dari itu, pertanyaannya bukanlah “apakah selfi diperbolehkan atau tidak?” Tetapi pertanyaannya adalah: Berfoto selfi untuk apa? Orang yang sudah lahir baru, yaitu yang sudah sungguh-sungguh bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya tentunya tidak akan mengundang bahaya terhadap dirinya.
Kasus bunuh diri. Kita tidak hanya dilarang membunuh orang lain, perintah ini juga melarang kita untuk bunuh diri. Bunuh diri sama salahnya dengan membunuh orang lain. Biasanya seseorang berencana untuk bunuh diri karena kehidupan yang dijalaninya seakan sangat berat baginya. Sesuatu yang sangat menyedihkan telah menimpanya atau ia harus hidup tanpa seseorang atau sesuatu yang rasanya harus ia miliki.  Sehingga ia lebih memilih untuk berhenti hidup daripada hidup didalam keadaan yang sedang ia jalani. Saudara, dimedia massa kita banyak melihat kasus-kasus seperti ini, karena keinginannya tidak dipenuhi orangtua, seorang anak menggantung dirinya. Karena diputuskan oleh pacarnya, seorang pemuda nekad terjun dari Tower BTS. Karena suaminya tidak peduli dengan kehidupan keluarga, seorang isteri mengakhiri hidupnya dan anak-anaknya dengan menenggak racun. Dan masih banyak kasus-kasus yang lain. Mengapa ini terjadi? Karena hakekatnya mereka tidak mengerti esensi sebuah kehidupan yang dianugerahkan Tuhan.
Ketahuilah saudara, ketika seseorang memilih untuk bunuh diri, berarti ia memilih untuk tidak menerima apa yang Allah tetapkan bagi dirinya.  Jadi membunuh, baik membunuh diri maupun membunuh orang lain, terjadi karena salah menilai hidup.
Paulus berkata: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan Hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20). Dari sini kita mengerti bahwa kehidupan kekristenan yang kita jalani bukan lagi soal ini hidupku. Tetapi soal pemahaman bahwa hidup yang kita jalani bukanlah milikku sendiri, sebab Tuhan Yesus telah mati bagi diriku, untuk menyelamatkanku. Itu sebabnya, bagaimanapun susahnya hidupmu, begitu banyak hal yang tidak dapat engkau capai, begitu banyak kesulitan yang engkau hadapi, engkau tetap harus hidup. Jangan pernah mempunyai pikiran untuk bunuh diri. Niat bunuh diri itu datang dari Iblis yang selalu mau melecehkan manusia, ciptaan Tuhan yang diciptakan menurut peta gambar-Nya. Di sini kita melihat bahwa konsep dan pengertian orang Kristen sangat berbeda dari semua ajaran agama dan pikiran orang sekuler yang belum mengenal firman Tuhan. Karena itu jika kita sungguh-sungguh mengerti bahwa kita adalah anak-anak Allah, jauhkanlah segala pikiran konyol yang berniat untuk mengakhiri hidup.
Kasus Aborsi. Kasus aborsi merupakan dilema besar yang tentunya tidak mudah untuk dipecahkan. Karena mencakup bermacam-macam aspek: legal, teologis, etis, sosial dan personal. Di dalamnya ada yang pro dan kontra dalam penilaian etis terhadap kasus aborsi ini. Membunuh bayi belum lahir sama saja dengan Child Abuse. Membunuh bayi cacat atau kaum dewasa yang menderita bukan menghindarkan dari kesengsaraan manusia, melainkan menyebabkan penderitaan kematian. Karena itu Alkitab dengan tegas melarang umat-Nya melakukan pembunuhan sebab hal yang demikian adalah kejahatan di mata Tuhan (Keluaran 20:13).
Aborsi yang dilakukan biasanya atas pertimbangan tidak mau menerima anak karena aib, tidak siap menerima anak, atau karena hanya cacat, jika hal ini dilakukan maka bertentangan dengan kebenaran. Karena baik Alkitab maupun gereja memberikan nilai sama antara bayi yang masih ada di dalam kandungan dengan manusia yang sudah dewasa atau manusia yang sudah hidup di dunia. Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi (pembuahan benih dalam kandungan), dalam Matius 1:20 dituliskan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus, dengan demikian Yesus sungguh-sungguh menjadi manusia yang seutuhnya pada saat konsepsi. Aborsi merupakan dosa yang mengerikan. Bahwa merupakan suatu keberanian kita sebagai manusia yang fana ingin berperan sebagai Allah untuk mencabut nyawa manusia. Orang-orang yang melakukannya bukan saja membunuh hidup melainkan menentukan siapa harus hidup.
Dalam Keluaran 21:22-24 dipersoalkan tentang kasus pengguguran (Aborsi), khususnya mengenai kasus kecelakaan seorang wanita yang sedang mengandung, yang terlibat dalam perkelahian antara dua orang laki-laki, apabila si ibu hidup dan kandungannya gugur, maka orang tersebut harus ganti rugi, tapi kalau ibu itu mati dan kandungannya juga gugur, maka hukumnya adalah nyawa ganti nyawa. Dalam hal ini ternyata orang Yahudi sangat menghargai hidup.
Memang tidak ada label harga pada hidup manusia. Akan tetapi Allah menilai manusia yang diciptakan-Nya itu segambar dengan-Nya. Sebelum Allah menciptakan manusia, Ia berkata, “Marilah kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita” (FAYH Kejadian 1:26). Maka diciptakan-Nya laki-laki dan perempuan seturut peta gambar-Nya. Tidak ada dan tidak mungkin ada agama yang mengajarkan seperti ini. Dari sini kita melihat bahwa Manusia memiliki nilai yang sangat berharga di mata Allah dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Manusia memancarkan dan merefleksikan kemuliaan dan kehormatan Allah. Sejak sebelum hukum keenam diberikan, Tuhan sudah mengizinkan manusia untuk makan daging binatang. Allah tidak mengizinkan manusia membunuh manusia, tetapi mengizinkan membunuh binatang. Manusia yang membunuh sesamanya jauh lebih kejam dari binatang. Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya pernah berkata, “Apa gunanya seorang memperolah seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?” (Markus 8:36). Disini mau ditegaskan bahwa nyawa manusia lebih berharga daripada apapun di dunia ini (Matius 6:26). Oleh karena itu, Tuhan mengajarkan kepada manusia untuk menghargai sesamanya, mulai dari menghargai orang tua, lalu menghargai semua orang lain.
Akhirnya tidak ada alasan bagi kita untuk melegalkan tindakan aborsi. Aborsi adalah pelanggaran terhadap hukum Allah, dan Allah sangat membenci tindakan seperti itu. Aborsi hanya dapat dilakukan dengan syarat, membahayakan nyawa ibunya karena janin di dalamnya tidak bertumbuh, dan bayi di dalam kandungan dinyatakan sudah mati, selain itu tidak boleh diaborsi. Jika akibat dari pemerkosaan, maka tugas gereja adalah melakukan pelayanan pastoral pendampingan bagi ibunya. Calon bayi yang ada di dalam kandungan sudah ada nyawanya sejak proses pembuahan, maka membunuh calon bayi sama dengan membunuh manusia lainnya.
Kasus Pembunuhan Mental. Pembunuhan juga bukan hanya secara fisik, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk mematikan mental, karakter, masa depan, kepribadian seseorang. Itulah fitnah! Minggu yang lalu Ev. Ozy sudah menjelaskan point ini. Namun saya ingin menambahkan sedikit.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Fitnah adalah tuduhan yang tidak mendasar. Tindakan ini sama dengan bersaksi dusta terhadap sesama. Pembunuhan yang tidak langsung kepada fisik tetapi bisa mengarah kepada mematikan karakter seseorang, nampak dalam perkataan atau sikap: menghina, memfitnah, membenci, bersaksi dusta, menghakimi, iri hati. Begitu juga dengan menahan hak atau fasilitas, jabatan serta menempatkan orang pada garis depan untuk mengalami kehancuran. Kita mungkin sering mendengar sebuah frasa yang berkata: “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan.” Di satu sisi ada benarnya. Sebab penganiayaan melalui tekanan terhadap jiwa seseorang, bisa membuat orang menjadi kecewa sampai akhirnya bunuh diri. Ada yang dibunuh karena keteledoran orang lain atau karena orang lain tidak mau direpotkan. Sungguh suatu tindakan kebodohan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, ketika kita menilai orang lain lebih rendah dari dirinya sendiri. Oleh karena itu, Alkitab memerintahkan kita untuk jangan membunuh. Perintah keenam menyerukan kepada kita untuk memperhatikan sesama, bukan hanya kehidupan Kristen dan sahabat-sahabat Kristen kita sendiri. Perintah ini menyerukan kepada kita agar memiliki kepedulian yang cukup kepada sesama sehingga kita akan melakukan sesuatu mengenainya. Kiranya dengan mengenal nilai manusia terlebih dahulu, lalu kita mengetahui batasan hak yang kita miliki, kita bisa meminta kepada Tuhan untuk memberikan kita kasih, menjauhkan kita dari rasa benci, iri hati, dengki, dan dendam – api yang menghancurkan baik diri kita maupun orang lain. Kita dituntut untuk tidak merendahkan derajat manusia dan merampas darinya kehidupan yang penuh dan kata sebagaimana yang dikehendaki Allah untuk dinikmati olehnya. Kiranya Tuhan memimpin dan menolong hidup kita. Amin.

Jumat, 22 Juli 2016

IMAN DI TENGAH KRISIS

IMAN DI TENGAH KRISIS
Habakuk 3:1-19


Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Keberadaan manusia sepanjang hidupnya tidak pernah lepas dari yang namanya pergumulan. Pergumulan menjadi sebuah sisi lain, selain sukacita yang mewarnai kehidupan manusia. Apakah pergumulan itu sebenarnya? Secara realita, ketika kita berkata bahwa kita sedang bergumul, itu berarti kita sedang berada dalam sebuah masalah. Sebagai orang Kristen, kita cenderung lebih memilih kata “bergumul” daripada kata “masalah”. Hal ini dilakukan bukan hanya sebagai bentuk penghalusan istilah, tetapi juga untuk menjaga identitas kekristenan kita.
Akan tetapi, pergumulan Kristen yang sebenarnya adalah ketika dalam menghadapi suatu persoalan, ia berusaha mencari kehendak Tuhan dalam persoalan tersebut. Jikalau ia tidak menyertakan Tuhan dalam persoalan yang sedang dihadapinya, maka hal itu bukanlah pergumulan.
Persoalannya muncul, ketika orang Kristen diperhadapkan antara kehendak pribadi dengan kehendak Tuhan. Bagaimana menghubungkan kehendak Tuhan dengan kehendak pribadi. Inilah yang seringkali menjadi konflik dalam diri anak-anak Tuhan. Seolah-olah anak-anak Tuhan diperhadapkan dengan benturan kehendak. Kesulitan terbesar anak-anak Tuhan, bukan karena ia tidak melihat jalan Tuhan. Tetapi ia tidak peduli dengan jalan Tuhan.
Saudara,
Seringkali, dalam kehidupan kita, kita tidak ingin kehendak kita dikesampingkan, tetapi di sisi yang lain hati kecil kita berkata “saya mau taat pada kehendak Tuhan”. Sehingga persoalan selalu muncul ketika kehendak Tuhan tidak sejalan dengan apa yang kita pikirkan, kita selalu menjerit dan bertanya, Tuhan mengapa harus yang itu? Melihat jalan Tuhan tidak sejalan dengan pikiran kita, mulai hati kita tidak tenang, kita bergumul dengan benturan kehendak, dan ketika kita memilih untuk tidak taat biasanya kita pergi meninggalkan Tuhan. Kalau kita mau taat kepada Tuhan saudara, bukankah seharusnya kita berkata: “Biarlah kehendakMu yang terjadi Tuhan, bukan kehendakku?” Dari sinilah maka kita akan memperoleh hati yang tenang dan tanpa kesulitan untuk menjalani hidup sesuai kehendak Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dalam pembacaan kita kali ini, kita melihat sebuah pergumulan yang di hadapi nabi Habakuk dalam pelayanannya di Yehuda. Pada pasal-pasal sebelumnya dijelaskan, bagaimana nabi Habakuk seakan-akan memprotes kejahatan yang terjadi di lingkungannya, tetapi di sisi yang lain ia juga menjadi heran, mengapa Tuhan Mahakudus seolah-olah tidak bertindak tegas terhadap semua kekacuan yang terjadi (Habakuk 1:2-4).
Kemudian Allah mengilhami Habakuk dan memperlihatkan apa yang bakal terjadi. Tuhan berfirman: “Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai jika diceriterakan” (Habakuk 1:5). Selanjutnya Tuhan menyingkapkan kepada nabi itu ciri-ciri kedahsyatan dari kerajaan Babel, yaitu orang-orang Kasdim, yang segera akan dikirimNya untuk menghukum Yehuda (Habakuk 1:6-11).
Saudara, rupanya pemberitahuan tentang hukuman Tuhan itu sama sekali di luar dugaan Habakuk. Nabi Habakuk sama sekali tidak percaya kalau Tuhan akan menggunakan bangsa kafir untuk memberi pelajaran kepada umatNya, apalagi itu adalah tentara Babilon yang sangat tersohor kekejamannya. Itulah sebabnya sang nabi berkata kepada Tuhan, “Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kau tetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kau tentukan dia untuk menyiksa” (Habakuk 1:12).
Di pasal 2:1-5 Tuhan menegaskan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak berdiam diri melihat kekejaman dan kekerasan manusia. Tuhan bukan berdiam diri atau membiarkan kejahatan Yehuda, tetapi Dia sedang merancang suatu penghakiman yang akan membuat sang nabi tercengang-cengang.
Tampaknya salah satu pola penghakiman Allah adalah menggunakan bangsa kafir yang lebih kuat dan lebih jahat untuk menghukum Israel. Tindakan hukuman seperti itu sudah sering dilakukan Tuhan atas mereka, di samping dengan cara mendatangkan bencana berupa hama yang memusnahkan hasil panen mereka. Kenyataan ini mendatangkan suatu pemikiran pada kita yang hidup di zaman sekarang ini, bahwa Tuhan akan menghukum semua bangsa secara adil, termasuk bangsa Israel, apabila mereka tidak segera bertobat; sebaliknya Tuhan akan memberikan jaminan pemeliharaan kepada orang benar. Karenanya Tuhan menjawab pergumulan Habakuk dengan berkata: "Orang yang jahat tidak akan selamat, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah akan hidup karena kesetiaannya kepada Allah" (Habakuk 2:4).
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih,
Orang percaya yang sungguh-sungguh sejatinya tidak akan dihukum oleh Tuhan. Karena itu masuk dalam pasal 3 ini, Habakuk berdoa agar Tuhan menggenapi rencanaNya di tengah-tengah bangsa yang tertindas. Dengan demikian, jika kita perhatikan Kitab Habakuk ini, maka kitab ini sangat sarat dengan doa seorang nabi Habakuk yang dipanjatkan kepada Tuhan, sekaligus juga sebuah bentuk nyanyian (3:1). Pasal ini lebih merupakan sebuah tanggapan Habakuk atas jawaban Allah dalam pasal 2. Bahwa di tengah-tengah dosa dunia dan hukuman Tuhan, dia telah belajar untuk hidup dengan iman kepada Allah dan mengandalkan kebijaksanaan jalan-jalan Tuhan.
Dalam keseluruhan perikop ini kita melihat bahwa Ia berdoa agar dalam masa kesesakan itu, Tuhan tetap menyatakan kasih sayangNya, sehingga mereka dapat bertahan dalam berbagai pencobaan. Di ayat ke-2 ia berkata: Tuhan telah kudengar kabar tentang Engkau, dan pekerjaanMu, ya Tuhan kutakuti! Hidupkanlah itu dalam lintasan tahun, nyatakanlah itu dalam lintasan tahun; dalam murka ingatlah akan kasih sayang!Dari sini kita melihat, sebagai seorang nabi Habakuk sadar bahwa yang diperlukan oleh dirinya dan bagi segenap umat Yehuda ialah suatu kebangunan rohani. Dan itu harus dimulai dengan kesadaran akan menjalin relasi yang intim bersama dengan Tuhan. Tanpa hal itu semuanya adalah kesia-siaan. Demikian juga dengan kehidupan kita. Tuhan menginginkan anak-anakNya berhasil dalam perjuangan membangun iman. Akan tetapi iman itu harus dibangun dalam persekutuan yang erat denganNya. Karena dengan berbuat demikian, maka iman kita dapat menghasilkan buah.
Janji keselamatan Tuhan diteguhkanNya dalam ayat 3-4, "Allah datang dari negeri Teman dan Yang Mahakudus dari pegunungan Paran. KeagunganNya menutupi segenap langit, dan bumi pun penuh dengan pujian kepadaNya. Ada kilauan seperti cahaya, sinar cahaya dari sisiNya dan di situlah terselubung kekuatanNya.” (Habakuk 3:3-4).
Penglihatan-penglihatan yang dilihatnya itu menimbulkan perasaan gentar bercampur keyakinan dalam hati Habakuk. Ia berkata, "Ketika aku mendengarnya, gemetarlah hatiku, mendengar bunyinya, mengigillah bibirku; tulang-tulangku seakan-akan kemasukan sengal, dan aku gemetar di tempat aku berdiri; namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan yang akan mendatangi bangsa yang bergerombolan menyerang kami,” (Habakuk 3:16).
Dari sinilah timbul suatu iman yang luar biasa dari Habakuk. Iman yang demikian bukan sekedar percaya, tapi mengandung unsur kesetiaan dan ketaatan yang teguh. Dari sini kita pahami bahwa iman bukan sekedar doktrin yang dipercayai, tapi adalah cara hidup seutuhnya. Iman adalah keter-gantungan sepenuhnya kepada Tuhan setiap saat.
Dalam Ibrani 11:1 dijabarkan mengenai definisi iman. Dikatakan bahwa, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
Dari nas firman ini, kita memahami bahwa Iman berarti kita bersandar pada keselamatan yang telah digenapkan oleh Tuhan Yesus. Maka iman adalah dasar yang paling penting dalam kekristenan. Iman jugalah yang membedakan kekristenan dari agama-agama lain. "Tanpa iman tak seorang pun bisa diperkenan Tuhan" melalui iman kita menang atas dunia ini.
Pengharapan berasal dari iman kita kepada kesetiaan Tuhan. Dengan kata lain, kesetiaan Tuhan adalah dasar dari pengharapan kita, dan janji Allah yang didasarkan atas kesetiaanNya adalah jaminan bagi pengharapan kita. Karena iman, kita menang atas dunia ini, karena pengharapan kita dimampukan untuk mengarahkan pandangan kita pada dunia yang lain. Maka setelah kita beriman, kita segera masuk pada tahap pengharapan. Dengan kata lain, iman menghasilkan pengharapan dan pengharapan membawa kita mengarah pada hal-hal kekekalan. Dengan demikian, iman memampukan kita menang atas dunia ini dan pengharapan memampukan kita melintasi dunia ini dan melihat akan dunia yang ada di sana. Itulah yang membuat kita tidak terlalu mengutamakan dunia yang nampak ini.
Dalam 1 Korintus 13:13 berkata: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar diantaranya ialah kasih.” Dari sini kita pahami, bahwa dengan Iman dan pengharapan memampukan kita melalui hidup rohani yang melampaui hidup di dunia ini. Baru setelah itu timbul hal yang ketiga yaitu kasih. Jadi setelah kita mempunyai iman, kita mampu menang atas dunia ini. Setelah kita memperoleh pengharapan, kita mampu melihat dunia yang ada di atas dunia ini dengan jelas. Setelah kita memiliki kasih, kita mampu menoleh ke belakang untuk memulihkan dunia ini. Kita patut bersyukur kepada Tuhan yang memberikan hikmat seperti ini. Tidak ada satu agama pun yang sanggup mengungkapkan unsur rohani yang lebih jelas daripada apa yang diungkapkan oleh Alkitab. Belum pernah ada satu filsafat yang mengajarkan kepada kita tentang intisari hidup rohani yang begitu limpah. Siapakah orang Kristen? Orang Kristen adalah orang yang beriman kepada Allah. Siapakah orang Kristen? Orang Kristen adalah orang yang memandang kehendak Allah dari tempat yang jauh.
Sebab itu, bagi orang Kristen, baik hidup atau mati, baik hidup yang sekarang ataupun hidup yang akan datang, baik yang nampak ataupun yang tidak nampak, kita sudah menang bahkan menang dengan gemilang atas semua itu. Karena tak seorang pun sanggup memisahkan kita dari kasih Allah, kasih yang berada di dalam keselamatan Yesus Kristus. Dengan demikian, orang Kristen adalah orang yang berpengharapan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Ayat 17-19 lebih merupakan kesaksian Habakuk tentang konsep syukur. Ia bersyukur bukan karena telah diberi berkat, tetapi karena ia tahu siapa Allah yang ia layani itu. Untuk itu walaupun ia berada ditengah-tengah hukuman Allah atas Yehuda, Habakuk tetap memilih untuk bersukacita di dalam Tuhan. Allah akan menjadi Juruselamatnya dan sumber kekuatan yang tak putus-putus. Keyakinannya yang teguh membawa ia kepada suatu pengharapan yang pasti, bahwa kemenangan terakhir akan datang bagi semua orang yang hidup oleh iman kepada Allah (Habakuk 2:4)
Dikatakan dalam ayat 17-19: “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. (Untuk pemimpin biduan. Dengan permainan kecapi)” (Habakuk 3:17-19).
Kita melihat sebuah iman yang lahir ditengah-tengah krisis, dimana saat semua harapan dari hasil pertanian mengecewakan. Harapan atas hasil peternakan pun mengecewakan. Tetapi harapan satu-satunya yang tidak mengecewakan adalah kasih penyertaan Tuhan. Karena itu tekad Habakuk sangat jelas bahwa ia akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, (Habakuk 3:18a), ia mau tetap bersorak-sorak walaupun sedang terpuruk dan sangat kecewa, Ia tetap mengimani dan selalu percaya bahwa rancangan Allah bukanlah rancangan buruk melainkan rancangan yang terbaik. Inilah yang seharusnya terjadi dalam kehidupan anak-anak Tuhan, dimana kita harus senantiasa mengucap syukur dalam segala waktu. Sebab itulah yang dikehendaki Allah (1 Tesalonika 5:18).
Saudara, “Allah akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (Pengkhotbah 3:11). Nabi Habakuk meyakini Allah memiliki rencana indah dibalik pencobaan ini, Beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. (Habakuk 3:18b).
Inilah yang dimaksud dengan sukacita karena Iman, melihat segala sesuatu dalam perspektif iman, segala sesuatu yang buruk itu belum final tapi proses dan dibalik semua pergumulan yang tengah kita hadapi ada sesuatu yang indah dan lebih besar di dalam rencana Allah. Mengimani bahwa hidup kita senantiasa dalam skenario Tuhan, karena Tuhan adalah sutradaranya, dan Tuhan merencanakan semuanya baik
Teks ini juga mengajarkan kepada kita agar bersukaria dalam Allah walaupun ketika setiap insting dalam tubuh kita menjerit penuh duka. Sekalipun diingatkan sepenuhnya tentang kekejaman yang akan terjadi, Habakuk mengalami suatu sukacita kudus, yaitu kemampuan ilahi untuk bersukacita di dalam Tuhan. Sasaran dari sukacitanya adalah Allah Juruselamatnya.
Ada hal-hal yang lebih abadi dan lebih penting dari pada dunia sementara ini. Kita harus pahami bahwa sejarah berada di luar kendali dan tak seorang pun yang tahu semua ini akan berakhir di mana. Karena sesungguhnya Allah-lah yang berada di balik jalannya sejarah, Ia yang mengendalikan-Nya dan Ia tahu ke mana sejarah ini akan berakhir.
Dasar dari sukacita sejati ini adalah Tuhan sendiri yang adalah penyedia keselamatan orang beriman.  Sumber sukacita sejati datangnya tidak lain hanyalah dari Tuhan sendiri yang bekerja dalam hati yang penuh syukur dan penyerahan total kepada kedaulatan Tuhan.
Nabi Habakuk memberikan kesaksian hidup bahwa ia melayani Tuhan bukan karena diberi berkat, tetapi karena Tuhan adalah segalanya bagi dirinya yang harus disembah dan ditaati.   Di tengah penghukuman Allah atas Yehuda, Habakuk masih tetap dapat bersukacita dan berharap sepenuhnya kepada Tuhan. Dari sini kita dapat belajar:
Kita patut menyadari bahwa Tuhan berdaulat atas kehidupan kita. Kehidupan yang sedang kita jalani adalah sebuah kehidupan yang didalamnya Tuhan merancangkan sesuatu yang baik bagi umat-Nya. Tinggal bagaimana kita meresponi rancangan Tuhan itu dengan cara yang benar.
Keraguan Habakuk tentang sikap Allah terhadap dosa Yehuda terjawab setelah Allah menyatakan niat-Nya untuk menghukum umat itu. Di sini nabi itu belajar bahwa Tuhan tidak pernah bertindak terlambat ataupun terlalu cepat dalam berurusan dengan manusia. Demikian pun dengan kita. Pertolongan Tuhan tidak pernah kurang panjang untuk menolong umat yang dikasihi-Nya.
Di saat-saat hidup mengikuti Tuhan penuh dengan kesulitan dan tantangan, pandanglah pada Tuhan Yesus. Dia telah mengurbankan diriNya di kayu salib untuk mengalahkan musuh-musuhnya dan memberi kemenangan bagi kita, umatNya. Jangan pernah putus harap dan menyerah pada keadaan sebab, pada saatNya Dia akan mengubah ratapan kita menjadi sukacita. Jangan gentar karena situasi yang meresahkan di sekitar kita, tetapi takjublah karena Dia selalu hadir dan berkarya dalam peristiwa segelap apapun.
Melalui nabi Habakuk, Allah mengajarkan kepada kita tentang doktrin keselamatan yang berlaku secara universil dan abadi, yaitu bahwa setiap orang akan “hidup oleh percaya” atau “diselamatkan oleh iman.” Sebaliknya, Tuhan tidak berkenan pada orang yang menyombongkan kebenarannya sendiri. Kesombongan adalah salah satu kebencian di mata Tuhan (Amsal 6:16-17), tetapi orang yang rendah hati dimahkotai Allah dengan keselamatan (Mazmur 149:4). Sebab orang-orang yang rendah hati itu mudah diajar (Mazmur 25:9), dan mereka mengandalkan perlindungan dalam nama Tuhan (Zefanya 3:12). Dengan demikian, kita belajar untuk mengerti kehendak Tuhan bukan menuntut-Nya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.

Sabtu, 02 Juli 2016

HORMATILAH AYAHMU DAN IBUMU

HORMATILAH AYAHMU DAN IBUMU
Keluaran 20:12
(Ulangan 5:16)


Sidang jemaat yang saya kasihi dalam Tuhan
Pada minggu pertama bulan Juli ini kita akan membahas bagian kedua dari sepuluh Hukum Allah. Dimana bagian pertama berisikan Hukum ke 1-4 yang menjelaskan bagaimana relasi manusia dengan Allah. Saudara, hukum ini mengatur bagaimana manusia harus mengasihi Tuhan Allahnya. Allah menghendaki semua manusia memiliki rasa gentar kepadaNya, sebab Dialah Allah Pencipta dan Raja atas segala sesuatu. Karenanya kita harus memberi hormat dan taat secara penuh kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi.
Pada bagian kedua saudara, yaitu Hukum ke 5-10 berbicara tetang relasi manusia dengan sesamanya. Dan relasi itu harus dimulai dari keluarga. Jadi saudara, Hukum ke 5 ini khusus berhubungan antara orang tua dengan anak. Mengapa saudara? Karena keluarga adalah masyarakat paling kecil yang dibentuk oleh Allah. Di dalam keluarga Allah menanamkan nilai-nilai bagaimana manusia harus berbuat. Ketika Allah menciptakan manusia, keluarga merupakan satu-satunya lembaga ilahi untuk kehidupan bersama. Namun, setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, dua lembaga penting lainnya diberikan Tuhan, yakni Gereja dan negara.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Perintah kelima ini mengajarkan kepada kita kewajiban untuk menghormati dan menaati otoritas yang diberikan oleh Tuhan. Dari sini pahami bahwa Allah telah menentukan otoritas yang harus dihormati. Semua otoritas berasal dari Tuhan. Baik itu otoritas yang dimiliki orang tua, majikan, pejabat gereja dan penguasa sipil semuanya berasal dari Tuhan (Keluaran 20:12; Efesus 6:5; Kisah 20:18; Roma 13). Karenanya Allah memberikan kepada orang-orang tertentu suatu tugas untuk memelihara dan melindungi orang lain. Dan perintah ini juga mengajarkan kepada mereka yang menjalankan otoritas ini sehingga mereka harus mendapatkan semua ketaatan yang selayaknya. Para orangtua memelihara dan melindungi anak-anak mereka. Para suami memelihara dan melindungi isteri mereka. Para raja atau penguasa lainnya memelihara dan melindungi rakyatnya dan juga para pendeta beserta penatuanya memelihara dan melindungi gereja mereka.
Dalam Ulangan 6 diungkapkan tentang syema Israel yang menekankan bagaimana orang tua memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengajar anak-anak tentang Tuhan. Allah memerintahkan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka di dalam Tuhan, sebab Tuhanlah pemilik otoritas tertinggi. Dikatakan “Apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk dirumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” (Ulangan 6:6-7).
Dari sini kita pahami bahwa orang tua diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menyatakan siapa Tuhan kepada anak. Sehingga pengertian tentang perjanjian dan siapa Allah, ini boleh dibagikan oleh orang tua kepada anak. Ini adalah hal yang penting. Saudara membagikan kebenaran tidak bisa hanya membagikannya dalam ranah pengertian. Mengajar tentang Allah tidak cukup hanya dengan kata-kata. Mengajar tentang Allah harus dengan keberadaan diri yang mencerminkan siapa Tuhan. Itu sebabnya anak mendapatkan pelajaran dari orang tua tentang siapa Tuhan, baik dalam pengertian, dalam pengenalan siapa Tuhan, juga sekaligus dalam contoh kehidupannya.
Sidang jemaat yang kekasih,
Allah kita adalah Allah Tritunggal, artinya lebih dari 1 Pribadi: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Tetapi semuanya ada dalam 1 Allah bukan 3 Allah. Dengan kata lain Allah kita adalah 3 Pribadi dalam 1 Allah. Bagaimana kita bisa mengerti konsep ini dengan sederhana? Lebih dari 1 tetapi adalah 1. Inilah yang dicerminkan dalam sebuah pernikahan, dimana 2 pribadi disatukan menjadi 1. Itulah keluarga, dan pembentukan keluarga dimulai dari orang tua. Itu sebabnya mengapa anak harus dididik oleh orang tua, karena orang tua adalah yang disatukan menjadi satu. Inilah prinsip yang Tuhan mau di bangun dalam masyarakat sosial. Tuhan memanggil manusia untuk hidup bersama, dan ketika hidup bersama. Artinya Tuhan mau manusia dapat mengajarkannya berulang-ulang terhadap setiap generasi ke generasi berikutnya.
Saudara,
Disatu pihak orang tua memang diberikan kuasa atas anak-anak mereka. Orang tua harus menyediakan semua yang diperlukan anak-anak mereka untuk bertumbuh dengan tubuh, pikiran dan jiwa yang sehat. Mereka harus melindungi anak-anak dan melatih anak-anaknya. Terkait dengan hukum ini maka tugas orang tua adalah mengasihi anak-anak mereka dan membuat mereka untuk takut akan Allah dan mengajar jalan-jalanNya yang telah ditunjukkanNya (Ulangan 4:9; 6:6-7; Efesus 6:4).
Namun hari ini, kesempatan ini sepertinya telah disalahgunakan oleh beberapa orang tua, dengan mengalihkan tanggung jawabnya melalui berbagai perangkat teknologi. Sehingga peran orangtua dalam mendidik dan mengajar anak sangat kurang. Yang terjadi adalah orang tua lebih banyak menyuguhkan anak-anaknya dengan gadget-gadget yang berisikan permainan, buku-buku dongeng, film-film yang berisikan filsafat-silsafat dunia, sehingga tidak heran saudara jika hari ini ada begitu banyak anak-anak bertumbuh dalam filsafat-filsafat dunia, mereka belajar melalui apa yang mereka lihat dan dengar didalam gadget-gadget yang disediakan orang tua. Akibatnya peran orang tua semakin terabaikan. Mereka sibuk dalam dunia pekerjaannya dengan alasan mencari uang demi anaknya, padahal anak-anaknya terabaikan. Ketika mereka diperhadapkan dengan kondisi anak-anak yang lebih agresif, orang tua-orang tua modern sekarang bertanya, mengapa anak-anak sekarang lebih susah diajar dibandingkan dulu ketika mereka diajar?
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kegagalan orang tua mendapatkan ketaatan dari anak-anaknya, sebenarnya merupakan tindakan yang tidak menguduskan otoritas Ilahi. Dan sudah pasti ini akan berakibat buruk pada anak-anak mereka. Padahal kalau kita mau kembali pada apa yang diajarkan firman Tuhan, kegagalan anak bisa jadi merupakan kegagalan orang tua dalam membawa anak-anak bertumbuh. Saudara, Amsal 29:15 berkata: “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.” Dari sini kita mengerti bahwa sebenarnya Tuhan menghendaki agar peran orang tua dapat dilakukan dengan serius demi masa depan anak-anaknya.
Disisi yang lain, hukum ke-5 juga berbicara soal tanggung jawab anak terhadap orang tua. Dikatakan: Hormatilah ayahmu dan ibumu, Dalam Ulangan 5:16 dijelaskan secara lebih panjang lebar Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Alahmu. Jadi saudara, hukum menghormati ayah dan ibu adalah perintah Tuhan. Yang walaupun hukum ini dapat dikembangkan lebih luas, yaitu kepada orang yang lebih tua, kepada siapapun yang memegang otoritas. Namun pada prinsipnya, setiap anak harus menghormati semua orang karena mereka diciptakan menurut gambar Allah dan rupaNya. Dalam Keluaran 21:15, 17 Allah menuntut hukuman mati bagi setiap orang yang memukul atau mengutuk orang tuanya. Ini berarti Allah sangat mementingkan penghormatan kepada orang tua, karena demikianlah Allah menetapkannya (Band. Efesus 6:1-3). Karena itu saudara, Allah memperingatkan kepada semua orang tua, secara khusus kepada setiap ayah untuk tidak membangkitkan amarah anak-anaknya, sebaliknya hendaklah mereka mendidik anak-anak di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:4).
Semua otoritas yang dianugerahkan Tuhan adalah terbatas. Artinya kita wajib menghormatinya sejauh itu dilaksanakan di dalam lingkup batasan yang telah Allah tetapkan. Tuhan mengatakan “Hormatilah orang tua, seperti yang diperintahkan Tuhan” (Ulangan 5:16). Di bagian lain dikatakan “Semua orang harus takluk kepada pemerintah, …. Sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah” (Roma 13:1). Jadi kerjakan bukan demi orang tua, tapi demi Tuhan. Begitupun berlaku bagi setiap warga negara yang didalamnya kita mengabdi.
Jadi kewajiban yang harus dipenuhi anak-anak adalah memperhatikan apa yang diajarkan orangtua mereka. Anak-anak dilahirkan tanpa mengetahui apapun. Mereka bergantung sepenuhnya kepada orangtua mereka untuk mengajar mereka yang perlu mereka ketahui. Kewajiban lain yang harus dipenuhi anak-anak adalah menaati orangtua mereka. Menaati perkataan mereka. Saudara, hormati orang tua berarti saat kita menjadi anak, waktu kita kecil, kita tunduk kepada mereka dan teladani mereka kalau mereka pantas diteladani. Sebab tidak hormat terhadap orang tua, adalah cerminan atas tidak hormatnya kita kepada Allah.
Dipihak yang lain, ini merupakan tanggung jawab yang besar bagi setiap anak-anak dimana mereka harus menghormati otoritas orangtua dan mematuhi mereka dengan segera. Perintah ini memanggil setiap-anak-anak untuk menghormati semua otoritas di atasnya, termasuk memperlakukan orang-orang yang berada dibawah kita sebagaimana yang dikehendaki Allah. Mereka yang sejajar dengan kita, yang sebaya dengan kita.
Namun pertanyaannya, “bagaimaan kalau orang tua kita tidak layak dihormati? Apa yang harus dilakukan sebagai anak-anak? Saudara, nampaknya tidak ada dasar bagi setiap anak untuk tidak hormat kepada orang tuanya. Tidak ada alasan lain, untuk seorang anak dapat mengabaikan perintah ini.
Sebagaimana dikatakan bahwa yang harus dihormati bukan hanya sebatas orangtua kita sendiri, tetapi juga termasuk orang-orang yang lebih tua dari kita. Kewajiban yang diarahkan disini adalah bagaimana menjaga keharmonisan hubungan dengan sesama, bahkan kalau kita bandingkan dengan etika Perjanjian Baru, justru dikatakan supaya saling menghormati. Sebab saling menghormati merupakan dasar tata tertib sosial dan damai sejahtera. Bukan itu saja, menghormati juga berarti mengasihi. Hormat bukan berarti takut tanpa alasan, justru hormat adalah didorong oleh rasa kasih dan ucapan terima kasih yang mendalam, dan sebagi wujud dari rasa rendah hati.
Jadi Tuhan memerintahkan kita untuk menghormati orang tua kita tanpa satu syarat tertentu. Mungkin orang tua kita tidak sekaya, sepintar, secantik atau setampan orang tua teman kita, namun hormat tidak dipandang dari sisi yang seperti itu. Lagi pula keberadaan kita di dalam keluarga bukanlah sebuah pilihan. Kita tidak bisa memilih di dalam keluarga seperti apa kita dilahirkan. Semuanya diatur oleh Tuhan di dalam kekekalan. Sebab itu sikap hormat merupakan perintah Tuhan dan kewajiban kita, jadi kita harus melakukannya dengan tulus dan dengan rasa takut akan Tuhan.
Kita melihat saudara, banyak orang Kristen yang begitu kelihatan pelayanannya bagus, tapi waktu ditanya “orang tuamu bagaimana?” mereka tidak peduli. Mereka pikir dengan melayani Tuhan secara penuh waktu tetapi mengabaikan orang tuanya, pelayanan mereka diterima Tuhan? Kita harus ingat, bahwa menghormati dan mengasihi Allah adalah perwujud-nyataan dari hormat dan kasih kita terhadap orangtua. Dalam 1 Yohanes 4:20 dijelaskan demikian, “Jikalau seorang berkata: “aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya.” Memang benar bahwa menghormati dan mengasihi Allah adalah yang utama dari segalanya. Namun bagaimana mungkin kita benar menghormati dan mengasihi Allah yang tidak kelihatan itu, sedangkan orangtua yang disekitar kita sendiri tidak kita hormati dan kasihi, itu namanya pendusta! Karena itu kita harus berhati-hati dengan ajaran-ajaran atau pun dogma-dogma yang memakai nama gereja atau kekristenan yang mengajarkan pentingnya “persekutuan gereja” diatas segala-galanya. Tidak perlu menuruti orangtua, yang penting teman satu persekutuan; orang tua dianggap sebagai orang berdosa yang belum hidup baru sehingga tidak perlu didengar nasehatnya; perpuluhan lebih penting daripada menolong orang tua yang kekurangan (band. Markus 7:10 -13).
Lagi pula Yohanes Calvin mengatakan “sejelek-jeleknya orang tua, tetap Tuhan pakai dia untuk menghadirkan kamu di dunia ini. Dan itu merupakan suatu anugerah besar.” Karena itu saudara, jangan pernah sekali-kali kita memandang rendah orang tua, yang telah membesarkan dan mendidik kita dengan segenap hati mereka. Sebab kita tahu, dasar atas ketaatan anak terhadap orang tua semata-mata didasarkan atas firman Tuhan. Artinya sebatas apa yang disampaikan orang tua tidak melanggar firman Allah, seorang anak wajib untuk bersikap taat dalam segala hal (Band Kolose 3:20).
Saya teringat dengan ucapan Papa saya ketika beliau masih hidup. Secara pendidikan ayah saya hanya sampai tamatan SMA. Tetapi kerinduannya dan cita-citanya adalah agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Terlebih lagi, dari empat anak-anaknya, tiga anak laki-lakinya diserahkan untuk menjadi seorang hamba Tuhan. Karena itu ia berusaha mendidik anak-anaknya dengan pola yang dia pahami. Sekarang ketika saya sampai sejauh ini, saya akhirnya memahami, bahwa usahanya tidak pernah gagal. Karena Tuhan yang menyertai perjalanan hidup anak-anaknya.
Bapak/ ibu yang kekasihi,
Anak-anak yang sudah besar juga memiliki tanggung jawab terhadap orang tua mereka. Anak-anak tidak pernah menjadi terlalu tua sehingga boleh berhenti mennghormati orang tua mereka. Mereka harus menunjukkan rasa hormat kepada orang tua mereka seumur hidup mereka. Hormat kepada orang tua mencakup pemeliharaan terhadap mereka pada saat mereka sudah tua/ tidak bisa bekerja. Ketika orang tua memasuki masa tua, perkataan hormati orang tua termasuk di dalam persiapan merawat mereka.
Jadi saudara, hukum kelima mengatakan hormati orang tua bukan saja ketika mereka kuat, Saudara tunduk, tapi ketika mereka lemah pun, Saudara sekarang ganti menjadi pelindung mereka. Inilah keindahan hidup yang Tuhan mau. Waktu kita sudah lemah, kekuatan sudah tidak ada, sudah mulai capek, sudah mulai putih rambutnya, sudah mulai tidak kuat berdiri, ada anak yang berbakti mengatakan “saya topang kamu, saya akan berada di samping kamu” ini yang Tuhan mau di dalam menghormati. Biarlah kita menaati Firman Tuhan dengan melepaskan semua kepahitan yang pernah ada dan mengingat keindahan berkat Tuhan untuk kita salurkan.
Sidang jemaat yang kekasih,
Anak yang tidak memperhatikan orang tua, Tuhan Yesus mengatakan lebih jahat dari pada orang kafir. Saudara mau taat kepada Tuhan, punya jabatan tinggi di gereja, dipakai Tuhan luar biasa, tapi waktu Saudara mengabaikan orang tua, Saudara lebih parah dari orang kafir. Itu sebabnya kata hormat berarti ketika orang tua sudah makin tua, anak harus menjadi orang yang mendampingi yang bersyukur karena dulu dipelihara dan terus support orang tuanya. Anak akan ada waktu di mana dia menjadi kuat, dia harus support orang tuanya, inilah pengertian hormat. Maka otoritas-otoritas orang tua kepada anak berhenti waktu anak itu punya otoritas kepada keluarganya sendiri. Tetapi kebertundukkan anak untuk hormat kepada orang tua tidak pernah dicabut sampai orang tua dipanggil oleh Tuhan.
Yang berikutnya saudara, dalam pengertian bangsa Yahudi siapa yang menghormati orangtuanya pasti akan memelihara mereka pada umur tuanya. Tapi sering tanpa sadar, orang justru menghormati orang tua justru pada saat mereka sudah mati. Sebagai contoh, ada seorang anak yang merantau dan dia berhasil di perantauan, katakanlah dia menjadi orang yang terkenal dan kaya raya. Tapi semasa perantauannya, dia tidak pernah ingat kepada orangtuanya dan saudara-saudaranya yang ditinggalkannya di tanah kelahirannya. Mengirim surat ataupun menelpon pun sudah tidak pernah, apalagi pulang ke kampungnya. Suatu saat dia mendapat kabar bahwa ayahnya telah meninggal dunia, dia pun pulang ke kampungnya. Karena dia termasuk orang yang terpandang dan kaya raya, dia membuat pesta besar-besaran pada acara kematian ayahnya tersebut, bahkan dia membuat kuburan untuk orang tuanya dengan biaya ratusan juta. Ini bukanlah bentuk penghormatan yang benar yang diajarkan Tuhan. Semasa orangtuanya sehat, sebiji kue pun tidak pernah diberikan, giliran sudah tua dan sakit-sakitan ditawarkan "Coto yang paling enak”, coba kita bayangkan bagaimana orangtua tersebut bisa memakannya, ketika kolesterol dan asam uratnya tinggi? Jadi, baiklah kita mengingat orangtua kita setiap saat, terlebih pada masa hidupnya, bukan soal banyak ataupun besarnya yang kita berikan, tapi perhatian itulah yang diharapkan orangtua kita.
Saya sedih sekali kalau banyak anak-anak takut menjadi Kristen dikarenakan ketakutan orangtua mereka kalau-kalau anak-anaknya tidak lagi menghormati mereka. Ini konsep yang salah kaprah. Siapa bilang orang Kristen tidak mengajarkan untuk tidak hormat kepada orangtua? Justru di dalam kekristenanlah Allah mengajarkan bagaimana seorang anak harus tahu bagaimana menghormati orangtua mereka dengan cara benar. Tetapi itu berlaku ketika mereka masih hidup. Jadi bukan tugu atau kuburan yang mahal sebagai tanda penghormatan kita kepada orangtua.
Sungguh sangat disayangkan, jika masih banyak konsep-konsep yang salah masih diterapkan didalam kehidupan anak-anak Kristen. Mereka masih memegang tradisi yang sebenarnya itu bertentangan dengan firman Tuhan. Terlebih lagi, filsafat-filsafat dunia yang menekankan kita harus menghormati arwah leluhur kita, dengan memberikan mereka sesaji setiap minggunya. Untuk apa? Kalau antara orang yang masih hidup sudah tidak ada lagi hubungannya dengan yang sudah meninggal, lalu untuk apa segala yang disajikan? Selain semua adalah kesia-siaan!
Jadi bagaimana kita menyikapinya? Jawabannya adalah berilah yang patut untuk diberikan! Menghormati orang tua memang adalah perintah yang patut dilakukan setiap anak-anak, penghormatan itu diberikan bukanlah pada saat kematiannya, tetapi semasa hidupnya. Inilah hukum kasih yang diperintahkan Allah kepada kita, bagaimana kita mengasihi sesama kita (orang tua kita). Menghormati dan mengasihi orangtua akan mendatangkan berkat berkelimpahan dari Tuhan Allah.
Pemeliharaan kelangsungan hidup umat Allah sebagai komunitas akan bergantung pada kesetiaan mereka terhadap perintah ini. Dengan kata lain, bila kita hidup di bawah suatu kesadaran yang kuat akan otoritas pemberian Allah dalam keluarga, gereja dan negara, kita akan dipelihara oleh Tuhan.
Alasan yang Allah berikan kepada mereka yang melaksanakan perintah menghormati orang tua mereka adalah “supaya lanjut umurmu di tanah yang Allah berikan kepadamu.” Dalam konteksnya Allah telah berjanji kepada bangsa Israel bahwa mereka akan hidup damai di tanah yang Dia berikan kepada mereka selama mereka menaatiNya. Jika mereka berhenti menaatiNya dan berhenti mengikuti perintah-perintahNya, Allah akan memunculkan musuh bagi mereka, yang akan menghalau mereka keluar ke negeri lain.
Pertanyaan kita apakah konteks ini masih berlaku dalam kehidupan kita saat ini? Jawabannya adalah masih, dan tetap berlaku sampai saat ini! Allah memerintahkan kita untuk menaati perintah ini sehingga itu berdampak baik bagi kita dan kita akan menikmati umur panjang di bumi. Karena itu bagian penting dari hidup sebagai umat Allah adalah menaati perintah bagi anak-anak untuk menghormati orang tua.
Dalam Amsal 1:8-9 dijelaskan, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jagan menyia-nyiakan ajaran ibumu. Sebab karangan bunga yang indah itu bagi kepalau, dan suatu kalung bagi lehermu.” Saudara ayat ini mau menggambarkan pentingnya seorang anak untuk memberi perhatian serius pada ajaran orang tua, karena itulah harta berharga dalam hidupnya. Ajaran orang tua yang saleh bagaikan cahaya lampu. Cahaya yang memampukan kita untuk melihat dengan jelas sehingga kita dapat melihat dengan benar dan supaya kita tahu apa yang harus diperbuat. Disisi yang lain, bagi orang tua juga adalah hal patut menjadi perhatian serius dimana mereka harus menyediakan waktu untuk berbagi hidup degan anak-anaknya. Amin.