Jumat, 09 Desember 2016

KEHADIRAN YANG MEMBERI MAKNA

KEHADIRAN YANG MEMBERI MAKNA
Lukas 7:11-17


Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Tidak ada peristiwa yang sering disebutkan orang sebagai sebuah kebetulan. Kalau kita percaya bahwa Allah adalah yang kekal dan abadi, maka seharusnya tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa terlebih dahulu Ia ketahui. Karena itu saudara, kekristenan tidak mengenal yang namanya kebetulan-kebetulan. Mengapa saudara? Karena semua kejadian yang dialami manusia, tidak akan pernah lepas dari campur tangan Tuhan. Kekristenan percaya bahwa dalam segala hal Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikkan bagi mereka yang mengasihi Dia. Dalam Roma 8:28 dijelaskan: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Sehingga di dalam keadaan apapun yang kita alami, Tuhan tetap peduli terhadap anak-anak-Nya dan Dia sangat tahu dengan apa yang kita alami dalam hidup. 
Saudara, kisah membangkitkan orang mati yang dicatat dalam Lukas 7:11-17 ini, merupakan kisah yang dituliskan secara pribadi oleh Lukas. Kita tidak akan menemukan kisah yang parallel dengan ini baik dalam Matius atau pun Markus.  Yang jelas saudara, mujizat ini terjadi sehari setelah Tuhan Yesus menyembuhkan hamba perwira itu (ayat 11).
Setelah peristiwa penyembuhan hamba seorang perwira di Kapernaum yang sangat luar biasa, Tuhan Yesus bersama-sama dengan rombongannya, mereka pergi menuju ke sebuah kota yang bernama Nain. Satu desa kecil di daratan Yizreel, tepatnya 9.6 km sebelah selatan Nazaret, di pinggir Hermon kecil, dan hingga sekarang kota ini masih bernama Nain.
Kita melihat saudara, bagaimana Tuhan Yesus melakukan inisiatif dengan terlebih dahulu menolong janda yang tengah berdukacita karena anak laki-lakinya yang tunggal telah meninggal. Kita bisa membayangkan bagaimana iring-iringan mayat itu berjalan dari rumah duka menuju ke luar perbatasan, yang pasti kesedihan yang begitu mendalam dirasakan oleh janda ini. Kejadian ini merupakan pukulan yang terberat yang harus dialami ibu janda ini. Betapa tidak saudara, anak satu-satunya yang selama ini menjadi tumpuan harapannya, kini harus pergi meninggalkan dirinya. Mungkin sudah sekian lamanya ia kehilangan suaminya, ia menggantungkan hidupnya kepada anak satu-satunya. Namun siapa yang sangka, kalau hari itu anaknya yang tunggal meninggal lebih dulu. Karena itu janda ini pastinya berdukacita sekali, sebab ia tidak tahu bagaimana nasibnya kelak. Secara fisik mungkin ia tidak lagi kuat untuk bekerja keras, dan kalau pun ia sanggup melakukan suatu pekerjaan, siapa yang bakal menerimanya untuk bekerja? Nasib seorang janda di Timur selalunya menyedihkan, sebab dia tidak mudah memperoleh pekerjaan yang menguntungkan sehingga ia sangat bergantung pada keluarga laki-laki yang paling dekat. Karena itu ia sangat kehilangan dengan kepergiaan anak.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Saya percaya peristiwa ini bukanlah sebuah kisah kebetulan, sebagaimana anggapan banyak orang, mengenai realitas “kebetulan”. Mengapa saudara? Mari kita perhatikan dengan seksama kejadian-kejadian berikut, untuk kita dapat melihat dengan lebih jeli apakah ini yang disebut sebagai sebuah kebetulan ataukah kehendak Tuhan. Pertama, mengenai kejadian kematian anak sulung ini, bagaimana anak muda itu bisa mati pada saat Tuhan Yesus berada disekitar mereka? Kedua, Bagaimana saat itu bisa dipilih sebagai hari untuk penguburannya? Ketiga, mengapa pula Tuhan Yesus mengadakan perjalanan + 51,4 km dari Kapernaum dan tiba pada sore hari di kota Nain tepat pada saat iring-iringan jenazah itu lewat.
Bayangkan saudara kalau seandainya rombongan Tuhan Yesus terlambat sedikit saja tiba di kota Nain, maka orang mati itu pastinya sudah dikuburkan, atau jika rombongan Tuhan Yesus terlalu cepat datang, dan isak tangis keluarga masih begitu dalam di rumahnya, sehingga pastinya tidak seorang pun akan memperhatikan keberadaan Tuhan di dekat mereka. Jadi saudara, di sini kita melihat bahwa Tuhan tahu bagaimana Ia mengatur segala sesuatu; dan rencana-Nya selalu benar hingga Ia dan rombongan bisa sampai pada detik yang tepat. Lagi pula bukan tanpa alasan bagi Lukas untuk menuliskan peristiwa ini secara pribadi untuk di masukkan dalam bagian Injilnya.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Peristiwa mujizat ini merupakan kisah yang kedua dari pelayanan membangkitkan orang mati yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Kisah pertamanya terdapat dalam Matius 9:18-26, tentang seorang anak gadis dari kepala rumah ibadat yang baru mati. Kisah ketiga terdapat dalam Yohanes 11:1-44, tentang Lazarus yang sudah empat hari dalam kubur.
Mujizat membangkitkan orang mati ini disaksikan oleh begitu banyak orang. Hal ini telah terbukti kebenarannya ketika kedua kelompok orang banyak itu berpapasan di pintu gerbang kota yang tidak jauh dari tempat pemakaman. Di sana terdapat kerumunan murid-murid serta orang banyak yang tiap-tiap hari menyertai Tuhan Yesus (ayat 11). Dan kelompok kerabat dan tetangga yang mengantar pemuda yang hendak dikuburkan (ayat 12). Sungguh terdapat perbedaan besar antara rombongan yang mengikuti Tuhan Yesus dengan  rombongan yang mengikuti janda dan anaknya yang telah meninggal. Tuhan Yesus dan murid-muridnya sedang bersukacita dalam berkat Tuhan, tetapi janda ini dan kerabat-kerabatnya sedang meratapi kematian anak satu-satunya, yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya. Yang jelas peristiwa ini mempertemukan dua anak tunggal, yang satu hidup tetapi yang ditentukan untuk mati, Dialah Tuhan Yesus. Sedangkan yang satunya telah mati, tetapi ditentukan untuk hidup, dialah anak dari seorang janda.
Peristiwa ini memang luar biasa. Sebab siapakah yang dapat melakukan mujizat ini kecuali Tuhan sendiri? Itulah sebabnya orang banyak yang berdiri di tapal batas kota itu berkata serentak: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita. dan Allah telah melawat umat-Nya” (ayat 16). Jadi di situ terdapat cukup banyak saksi yang menyokong kebenaran mujizat ini, yang memberi bukti tambahan tentang wewenang atau otoritas Ilahi Kristus. Bukti ini lebih besar daripada penyembuhan penyakit-penyakit, karena tidak ada kuasa alam atau sarana apa pun yang mampu membangkitkan orang mati.
Dari sini kita melihat saudara bahwa Tuhan Yesus telah memperlihatkan diri-Nya adalah Mesias sebab Dia telah memperlihatkan diri-Nya adalah penguasa kehidupan. Terlebih lagi Tuhan Yesus telah memperlihatkan sisi lain dari penderitaan yang paling ditakuti oleh manusia yaitu kematian. Bagian ini juga mengingatkan kita bahwa melalui mujizat ini ternyata walaupun dalam pandangan manusia terdapat batasan kebahagiaan, namun di dalam Tuhan kebahagiaan itu tidak akan pernah berakhir.
Cukup menarik saudara, dimana sikap pertama yang diperlihatkan oleh Tuhan Yesus ketika melihat janda itu, adalah “Ia tergerak oleh suatu belas kasihan.” Dikatakan bahwa ketika Tuhan Yesus melihat janda itu maka “tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan” (ayat 13). Jadi fokus dari kisah ini bukan pada orang muda itu, tetapi pada ibunya. Tuhan Yesus pastinya sudah tahu apa yang terjadi sekalipun Ia tidak bertanya tentang penyebab kematian anak muda itu. Ia sudah memperhatikan bagaimana isak tangis ibu janda yang telah kehilangan segala-galanya. Karena itu, ketika melihat iring-iringan kematian, Tuhan Yesus langsung menaruh belas kasihan kepada janda itu. Ia menghiburnya dengan perkataan: “Jangan menangis”, seolah-olah Ia hendak mengatakan, “Aku tak mau melihat engkau menangis karena Aku datang ke dunia untuk membawa sukacita dan damai sejahtera bagi kamu.”
Memang saudara, tidak ada permohonan kepada-Nya untuk perempuan itu, sebagaimana kejadian sebelumnya dalam kisah anak seorang kepala ibadah. Bahkan Ia juga tidak mengucapkan kata-kata yang panjang lebar untuk menghibur janda itu, selain ucapan “jangan menangis.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Perkataan Tuhan Yesus ini, bukanlah sebagai sebuah larangan untuk menangis pada waktu peristiwa dukacita karena kematian orang yang dicintai, tetapi ada rencana lain yang jauh lebih indah yang ingin Tuhan Yesus tunjukan kepada janda ini, yaitu Ia akan membangkitkan anak yang mati itu. Alasan ini memang hanya berlaku bagi janda dalam perikop ini. Namun ada juga alasan umum yang dapat berlaku bagi kita saat ini sedang berdukacita karena kehilangan, yaitu supaya kita jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan (1 Tesalonika 4:13). Jadi saudara, Tuhan Yesus tidak menunggu sampai ada yang meminta-Nya tetapi mujizat ini terjadi karena ada belas kasihan dari Tuhan.
Rasa empati sesama tentu meringankan beban janda tersebut, sebab mereka mengetahui betapa pedihnya hidup yang akan dijalaninya ke depan. Selama ini janda tua ini mengandalkan putranya untuk menjadi penopang hidup di hari tuanya dan kenyataan harus ia terima dimana sekarang anaknya telah mati. Namun saudara, disaat yang tepat Tuhan datang dan menyelamatkannya dari dua dukacita tersebut. Karena itu Ia berkata: “Jangan menangis.
Dari sini kita melihat bahwa belas kasihan Tuhan Yesus terhadap janda ini menunjukkan bahwa Allah merasa kasih dan kepedulian yang khusus bagi para janda atau siapapun yang hidupnya sebatang kara di dunia ini. Sikap kepedulian yang luar biasa ditunjukkan oleh Yesus yang langsung pada tindakan nyata untuk menunjukkan kepeduliaan-Nya kepada orang yang dalam kesusahan.
Dikatakan “Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya dan sedang pada pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (ayat 14). Perhatikan saudara, Tuhan Yesus berjalan menghampiri usungan yang dibawa rombongan duka. Yang dibawa orang-orang itu bukan sebuah peti, tetapi sebuah keranda mayat. Kemudian “Ia menyentuhnya” ini merupakan tindakan yang jarang ditemui di masyarakat Yahudi, sebab tradisi menyentuh mayat hanya akan membawanya menjadi najis.  Tetapi saudara, Tuhan Yesus tidak merasa diri-Nya akan menjadi najis karena menyentuh usungan mayat, sebab tidak ada yang najis bagi-Nya.
Jadi tindakan ini bukan sekedar untuk menghentikan dan melihat kondisi yang mati, tetapi lebih dari itu, dengan menyentuh keranda mayat mungkin Ia bermaksud untuk menunjukkan bahwa Ia sama sekali tidak menghindari kematian dan kubur, supaya bisa mendapatkan kehidupan untuk kita. karena itu yang terjadi adalah anak itu mendapatkan kehidupannya kembali setelah beberapa waktu mati. Segera sesudah pengusung itu berhenti, kemudian dengan penuh hikmat, sebagai seorang yang memiliki kuasa dan berkuasa atas maut, Tuhan Yesus berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (ayat 14).
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kita melihat, bagaimana Yesus bertindak sebagai Tuhan yang berotoritas atas maut. Tanpa melalui ritual tertentu, Tuhan Yesus hanya memerintahkan agar anak itu bangkit. Dan ketika firman-Nya yang memberi hidup itu disampaikan, jenazah itu pun menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Ada dua bukti tanda kehidupan yang ditunjukkan dalam peristiwa ini: pertama, pemuda itu bangun dan duduk dan kedua, ia mulai berbicara. Ingat saudara bahwa anak muda ini dibaringkan pada sebuah usungan keranda yang terbuka, bukan dalam sebuah peti yang tertutup, jadi pastinya dengan mudah ia bisa bangun untuk duduk. Kemudian dengan penuh lemah lembut, Tuhan Yesus  membawa anak itu dan menyerahkannya kepada ibunya yang sangat berduka.
Sejenak peristiwa kebangkitan mendadak dari mayat itu pastilah sangat menakutkan banyak orang yang hadir karena itu Lukas melukiskannya dengan menyebut semua orang ketakutan. Namun ketakutan yang berikutnya bisa saja karena mereka melihat mujizat yang besar, dimana Yesus berkuasa atas maut, sehingga Ia mampu membangkitkan orang yang telah mati. Bagaimana tidak saudara, orang yang sudah terbujur kaku, tiba-tiba bangun dan duduk atas perintah seseorang. Bagaimana pun juga ketakutan mereka pada akhirnya disusul dengan ungkapan hati yang memuliakan Allah, karena mereka merasakan kehadiran Allah. Mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus menunjukkan bahwa Kristus adalah Tuhan dan itu terlihat dari reaksi yang ditunjukkan oleh semua orang yang ada pada saat itu (ayat 16).
Janda itu pun tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa ia akan menyaksikan mujizat yang seperti ini. Tidak seperti kisah sang perwira yang terlebih dahuklu mengajukkan permohonan. Jadi peristiwa ini terjadi murni karena belas kasihan Tuhan Yesus yang memberikan pengharapan besar.
Rasaya tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk tersebarnya berita tentang mujizat ini. Peristiwa ini mendorong orang-orang untuk bersemangat bertemu dengan Tuhan Yesus dan orang banyak itu pun mengikuti Dia. Dikatakan: “Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya” (ayat 17).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Dalam kehidupan ini, rasa-rasanya tidak ada yang lebih indah selain daripada mengenal dengan baik kasih Tuhan dalam kehidupan kita. Kita dapat menjalani kehidupan dengan sukacita, karena kita menyadari penyertaan dan pemeliharaan Tuhan.
Setiap kejadian yang dirasakan dalam kehidupan kita, semuanya ada dalam pengetahuan Tuhan, jadi tidak ada yang namanya “kebetulan”. Karena itu kita juga tak perlu merasa “galau,” jika sesuatu yang tidak terduga menimpa kita, sebab tidak ada yang kebetulan terjadi di dalam kehidupan kita. Sebab, kita tahu bahwa Allah yang kita kenal dan sembah itu selalu ada di samping kita menghadapi aneka persoalan kehidupan.
Karena itu biarlah melalui renungan khotbah ini, kita diingatkan bahwa ketika kita datang kepada Yesus dan sujud menyembah Dia, Dia mau mendengarkan segala keluh kesah, mau mendengarkan segala masalah yang dihadapi dan mau mendengar segala seruan kita. Penyakit yang diderita akan disembuhkan-Nya, jalan buntu yang dihadapi akan diberikan jalan keluar, yang berbeban berat akan diberikan kelegaan dan sukacita. Karena Tuhan mau peduli dan menolong kita yang datang sujud menyembah Dia. 
Hari ini biarlah kita juga diyakinkan kembali akan kasih Tuhan yang jauh daripada hidup kita. Kehadiran-Nya selalunya memberi makna, sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya dapat merespon setiap kejadian dengan tetap percaya. Yang walaupun kita tidak melihat-Nya secara kasat mata, namun Allah akan terus berkarya dan bekerja di tengah-tengah kehidupan orang-orang yang selalu berharap akan Tuhan dan yang setia akan Firman-Nya. Amin.

Kamis, 01 Desember 2016

KEDATANGAN TUHAN YANG MENGHIBURKAN

KEDATANGAN TUHAN
YANG MENGHIBURKAN
I Tesalonika 4:13-18


Bapak/ ibu yang kekasih.
Nasehat Paulus kepada jemaat di Tesalonika ini dilatar belakangi oleh sebuah pemahaman yang keliru tentang nasib dari orang-orang yang meninggal dunia. Mereka berpikir bahwa kematian merupakan ujung akhir dari keberadaan manusia. Sehingga ketika peristiwa dukacita itu menimpa seseorang, rasa kehilangan, rasa kesedihan begitu menghantui mereka yang ditinggalkan. Terlebih lagi mereka beranggapan bahwa orang yang meninggal adalah orang yang kurang beruntung karena tidak hadir pada waktu Tuhan datang yang kedua kali.
Saudara, kita di sini berkumpul bersama-sama dengan keluarga untuk diajak mengenang 100 hari dari almahumah ibu Corry. Itu artinya lebih dari tiga bulan sudah ibu Corry meninggalkan kita, ia meninggalkan keluarga. Saya pribadi lebih suka menyebut ini sebagai suatu ibadah penguatan bagi keluarga yang ditinggalkan. Mengapa saudara? Karena sejauh ini, keluarga bisa meyaksikan bagaimana pimpinan Tuhan yang berlaku selepas ibu yang kekasih meninggalkan mereka. Mereka masih tetap diberikan kekuatan untuk menjalani kehidupan sampai sejauh ini.
Karena itu firman Tuhan berkata kepada kita: “Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan” (Ayat 13).
Apakah disini, berarti bahwa Firman Tuhan melarang kita untuk berdukacita? Tidak, saudara! Alkitab tidak melarang kita untuk berdukacita karena kehilangan seseorang yang kekasih. Sebab Perasaan sedih merupakan perasaan yang sangat manusiawi sehingga tidak dapat/ tidak perlu dicegah. Lagipula kematian merupakan kenyataan yang harus diterima oleh setiap makhluk yang hidup. Kematian merupakan fakta akan kedaulatan Tuhan berlaku atas ciptaan-Nya. Yang harus diwaspadai adalah bahwa kita tidak boleh tenggelam dalam kesedihan seperti orang yang tidak memiliki pengharapan lagi. Kita harus menyadari bahwa kematian fisik bukanlah akhir dari "nasib" manusia.
Kematian fisik bagi orang beriman harus dipandang sebagai perpisahan sementara. Walaupun perpisahan sementara itu mendatangkan kesedihan, perpisahan itu sekaligus membangkitkan pengharapan akan masa depan yang lebih baik. Pada waktu Kristus datang kembali ke dunia ini, perpisahan sementara itu akan diganti dengan sukacita yang luar biasa karena kita akan bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang kita kasihi yang mati di dalam Tuhan.
Jadi saudara, pernyataan ini justru dimaksudkan Paulus untuk menanggapi kegelisahan dan kebimbangan yang seringkali dihadapi manusia, tentang bagaimana nasib orang-orang yang telah meninggal. Dan Alkitab membukakan satu rahasia penting kepada kita, bahwa kematian tidaklah meniadakan mereka.
Dengan demikian kita melihat, bahwa sebenarnya Rasul Paulus mencoba membuka pola pikir yang baru, mengenai kebenaran Allah tentang orang-orang yang telah meninggal di dalam Tuhan. Istilah yang dipakai untuk kata “meninggal dunia” disini dalam bahasa aslinya digunakan kata: “tertidur atau yang berbaring”. Jadi arti harafiahnya adalah mereka sedang istirahat panjang, istirahat yang tidak terganggu. Mereka sudah mengundurkan diri dari dunia yang penuh kesukaran ini, untuk beristirahat dari semua susah payah dan kepedihan mereka, dan mereka tidur di dalam Yesus.
Karena itu, perhatikan ayat 14: “Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal di dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” Frase ini mengandung arti jika kita percaya bahwa Kristus telah mati dan juga telah bangkit, maka mereka juga harus percaya bahwa mereka yang sudah meninggal akan dikumpulkan bersama-sama dengan Kristus di sorga yang mulia. Kematian  dan kebangkitan Kristus menjadi dasar iman orang percaya, dan memberi kita pengharapan akan kebangkitan yang penuh sukacita, sebab Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal, dan karena itu orang-orang yang mati dalam Dia tidaklah binasa atau hilang (1 Korintus 15:18, 20). Kebangkitan Kristus merupakan peneguhan penuh terhadap selurh isi Injil, atau seperti yang dikatakan firman Tuhan, telah mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa.
Jadi orang-orang yang sudah meninggal dipersatukan dengan-Nya dalam keheningan, terlelap di lengan-Nya, dan berada di bawah pemeliharaan dan perlindungan istimewa-Nya. Jiwa-jiwa mereka ada dalam hadirat-Nya, dan debu mereka ada di bawah penjagaan dan kuasa-Nya, sehingga mereka tidaklah hilang ditelan bumi, dan bukan juga orang-orang yang kalah, melainkan menjadi pemenang melalui kematian, sebab mereka berpindah dari dunia ini ke tempat yang lebih baik, yaitu di surga yang mulia. “Kematiannya bukan lagi sebagai tragedi, melainkan kemenangan karena Kristus hidup“.
Dengan demikian saudara, kita tidak perlu lagi risau soal orang-orang yang sudah meninggalkan kita. jiwa-jiwa mereka sudah berada di tangan yang tepat. Dan Allah memastikan bahwa mereka akan bersama dengan Kristus ketika Dia datang kembali dengan penuh kemenangan. Jadi, dimana Kristus berada, disitu juga orang percaya berada.
Hal ini sejalan dengan janji Tuhan Yesus dalam Yohanes 14:3, “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.
Dan fakta penting yang harus kita pahami adalah, kita yang masih hidup, sekali-kali tidak akan bisa lagi berkomunikasi dengan yang sudah meninggal. Dunia kita dengan dunia mereka sudah berbeda. Dengan kata lain, orang yang sudah meninggal sudah berada di tangan Tuhan selama-lamanya, dan kita yang masih hidup tidak perlu lagi mengurusi mereka yang sudah meninggal.
Yang harus kita pikirkan sekarang adalah nasib kita yang masih hidup, apakah jiwa-jiwa kita sudah berada di tangan yang tepat? Apakah kita sudah memiliki iman yang sama di dalam Yesus? Inilah yang menjadi PR panjang kita sepanjang umur kita.
Saudara, rahasia besar ini sudah dibukakan secara terang di dalam Alkitab, dalam frase selanjutnya Paulus menegaskan kembali kepada pembacanya, “ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal” (1 Tesalonika 4:15).
Berbicara soal kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya memang tidak seorang pun yang dapat mengetahuinya. Sebab peristiwa ini merupakan misteri Allah yang tidak dinyatakan bagi siapa pun juga. Namun bukan berarti Tuhan Yesus tidak akan datang. Kedatangan-Nya adalah sesuatu yang pasti akan terjadi, namun soal waktunya kapan, tidak ada seorang pun yang diinjinkan Tuhan untuk mengetahuinya. Hanya fakta yang paling penting yang harus kita ketahui adalah bahwa kedatangan kedua tersebut berpusat pada Tuhan sendiri, Tuhan sendiri akan turun dari surga ke tempat kita berada ini.
Jemaat Tuhan yang kekasih,
Dan pada waktu Tuhan datang kembali, Ia akan lebih dahulu membangkitkan orang percaya yang telah mati, membawa roh itu beserta dengan-Nya, sehingga mereka akan bangkit dalam tubuh kemuliaan, dan kedatangan Tuhan akan menyatukan tubuh dan roh menjadi satu makhluk yang akan mengambil bagian dalam kemuliaan-Nya untuk selama-lamanya.
Sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan (ayat 17).
Jemaatku yang kekasih,
Frase ini ingin menjelaskan bahwa orang-orang yang masih hidup pada waktu Tuhan Yesus datang akan diubahkan. Mereka akan diangkat bersama-sama dengan mereka yang telah dibangkitkan dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Perubahan ini terjadi seketika, perubahan ini akan terjadi dalam sekejap mata (1 Korintus 15:52).
Kedatangan Yesus yang keduakali adalah suatu peristiwa yang gegap gempita yang disertai dengan sebuah pekikan dari penghulu malaikat dan sangkakala Allah.  Setiap orang akan mendengar dan melihatnya (Wahyu 1:7; Matius 24:31; Yohanes 5:28,29; Kisah 1:9-11). Lagi pula, penampakan ini akan disertai dengan kemegahan dan kuasa, dengan sebuah tanda, yaitu seruan seorang  Raja. Sehingga pertemuan itu akan sangat mulia karena kita akan memiliki tubuh kemuliaan. Ketika Yesus masih melayani di atas bumi ini, Ia berdoa kiranya kita pada suatu hari akan memandang kemuliaan-Nya dan mengambil bagian di dalamnya. Dan pada saat kedatangan-Nya yang kedua inilah, doa itu akan digenapi.
Saudara, pertemuan itu akan bersifat abadi karena kita akan selama-lamanya bersama dengan Tuhan. Inilah kebahagiaan orang-orang kudus di hari itu, yang tidak akan pernah dirasakan oleh mereka yang tidak percaya kepada Yesus. Jadi berkumpulnya seluruh orang-orang kudus bersama-sama hanyalah sebagian dari sukacita mereka. Tetapi kebahagiaan yang sesungguhnya adalah bersama-sama dengan Tuhan selama-lamanya. Fakta inilah yang seharusnya menjadi pendorong bagi kita untuk bisa menghiburkan orang-orang kudus yang mengalami dukacita karena kematian, bahwa sekali-kali kematian tidak akan memisahkan, sebab jiwa dan raga mereja akan diperatukan oleh Tuhan dalam tubuh kemuliaan. Kita yang percaya di dalam Yesus akan bersama-sama kembali dengan mereka yang meninggal di dalam Tuhan dan berkumpul bersama-sama di surganya Tuhan. Demikianlah firman Tuhan berkata: “Karena itu hiburkan seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini” (ayat 18).
Saudara, pertemuan kita dengan Tuhan juga merupakan saat perhitungan. Inilah yang disebut “tahta pengadilan Kristus” dimana Kristuslah yang akan menghakimi semua manusia tanpa terkecuali, baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia. Dikatakan oleh firman Tuhan: “Sebab kita semua harus menghadap tahta pengadilan Allah” (Roma 14:10).
Pengadilan yang dialami oleh setiap orang percaya tidak bertentangan dengan pembenaran dalam Kristus, karena pembenaran berkaitan dengan keselamatan dari neraka, sedangkan pengadilan yang disebutkan dalam ayat ini berkaitan dengan keadaan orang percaya dalam Kerajaan Kristus. Antara kita semua yang ada yang akan memerintah bersama dengan Kristus (Wahyu 2:26-27 dan 3:21) dan ada yang akan menjadi malu sama sekali (1 Korintus 3:15 dan 1 Yohanes 2:28), karena sepanjang kehidupannya ia tidak pernah menghasilkan buah.
Bapak ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Janji kedatangan Tuhan ini kiranya menjadi penghiburan dan pengharapan yang terus menerus kita dengungkan dalam pertemuan-pertemuan ibadah kita. Sebab bagi kita yang percaya, kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya ini akan menjadi sebuah reuni besar antara mereka yang meninggal dunia di dalam Tuhan dengan orang-orang yang masih hidup. Dengan sahabat-sahabat kita, dengan anggota-anggota keluarga kita yang telah percaya. 
Dengan demikian,
Kita tidak perlu lagi meratapi mereka yang sudah meninggal dunia. Kematian adalah kenyataan hidup yang sudah digariskan Tuhan bagi semua makhluk. Kematian bukanlah suatu kebetulan, melainkan sesuatu yang sudah ditetapkan: “Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibrani 9:27).
Pengharapan orang Kristen adalah nyata, bukan pengharapan yang sia-sia, walanpun kita diijinkan mengalami dukacita namun ada hal yang jauh lebih mulia dibalik kejadian suka dan duka. Hal itu adalah kedatangan Yesus Kristus kembali untuk membawa kita bersama Dia selamanya di Sorga dan bersama dengan Orang sudah meninggal di dalam Tuhan. 
Karena itu, bersukacita kalau kita sudah berada dalam satu iman di dalam Tuhan Yesus. sebab kita akan kembali bertemu dengan mereka yang kita kasihi. Dan bersukacitalah sebab baik ketika kita masih hidup di dalam dunia, ataupun ketika kita harus berpulang kembali, kita tetap berada di dalam Tuhan yang memberikan keselamatan bagi kita. Kiranya Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Kamis, 24 November 2016

JANGANLAH KHAWATIR AKAN ANCAMAN MANUSIA

JANGANLAH KHAWATIR AKAN ANCAMAN MANUSIA
Matius 10:16-33
(Markus 13:9-13; Lukas 12:2-9, 21:12-19)


Sidang jemaat yang kekasih,
Beberapa minggu sebelumnya kita sudah belajar bagaimana kehidupan manusia selalunya diliputi oleh perasaan takut atau pun kuatir, takut akan kebutuhan pangan yang tidak tercukupi, takut akan kebutuhan sandang yang kurang layak, atau takut akan kebutuhan papan kita tidak memadai, dan kita diingatkan saudara, untuk tidak kuatir dan takut terhadap semuanya itu. Karena Allah yang kita sembah adalah Allah pemelihara kehidupan kita. Dan jika Allah adalah pemelihara hidup kita, maka Ia pun akan mencukupkan segala kebutuhan hidup kita.
Saudara, hal yang seringkali juga menjadi sumber kekuatiran manusia, adalah kita sering menjadi takut dengan ancaman manusia. Kita perlu tahu bahwa menjadi menjadi orang Kristen bukan berarti kita akan terhindar dari yang namanya penderitaan. Sebab Tuhan sudah memberikan syarat, bahwa setiap orang yang mau mengikut Yesus, ia harus terlebih dahulu menyangkal diri, memikul salib lalu mengikut Yesus (Matius 16:24; Markus 8:34, Lukas 9:23). Dalam hal ini, saya tidak akan kembali mengulas pembahasan tentang hal mengikut Yesus, akan tetapi hari ini saya ingin lebih memfokuskan pembahasan kita mengenai konsekuensi yang bakal kita terima sebagai pengikut Yesus, yaitu bahwa setiap orang percaya pastinya akan diperhadapkan dengan yang namanya penderitaan, penganiayaan bahkan pembunuhan.
Dalam hal ini, Tuhan menggambarkan keadaan kita seperti “seekor domba yang berada di tengah-tengah srigala, dan Tuhan menghendaki kita untuk dapat bersikap cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Band. ayat 16). Kondisi ini memang sulit untuk kita pikirkan, bagaimana seekor domba harus berada di tengah-tengah srigala. Mungkin dunia akan berpikir bahwa analogi ini sama artinya dengan bunuh diri. Sehingga pikiran dunia pada akhirnya sudah meracuni sebagian dari orang Kristen.
Karenanya tidak heran saudara, kalau banyak orang percaya berusaha untuk menghindari kenyataan pahit ini. Daripada harus menelan pil pahit, bukankah lebih baik minum suplemen. Suplemen itu lebih enak, suplemen itu menyehatkan. Nah, kalau pil pahit, jangankan meminumnya, mencium baunya saja semua orang menghindar. Akhirnya mereka punya konsep, daripada mati konyol bukankah lebih baik hidup happy ya ya ya, happy ye ye ye. Sehingga tidak heran saudara, jika pada akhirnya banyak anak Tuhan yang lebih menyenangi nasihat-nasihat yang menjanjikan penghiburan, khotbah-khotbah yang ringan dan menghiburkan. Sebab konsep berpikir mereka adalah karena mereka sudah penat dengan kesibukan pekerjaan mereka, kalau pun mereka datang ke gereja adalah bukan untuk diajak untuk berpikir, bukan mau diajar untuk memahami kehendak Tuhan, tetapi lebih untuk mencari kepuasan batin. Mereka mencari pengkhotbah-pengkhotbah yang bisa menyenangkan hati mereka, daripada harus menjalani kenyataan hidup yang pahit. Nah, kalau hanya mau mencari kepuasan hati, untuk apa panggil pengkhotbah, panggil saja komika-komika ternama yang bisa “standup komedy” sehingga gereja bisa menghadirkan lelucon yang menyenangkan hati. Sebab pengkhotbah sejati tidak pernah berusaha menyenangkan hati jemaat, tetapi selalunya menyenangkan hati Tuhan.
Di sinilah letak permasalahannya, saudara! Mengapa banyak jemaat ogahogahan datang beribadah? karena mereka tidak mau belajar dari Tuhan! Mengapa banyak orang asal mencari Tuhan? karena sebenarnya mereka tidak mau di atur Tuhan! Sebab kalau kita kembali membaca baik-baik apa yang disampaikan Tuhan Yesus, sebenarnya di sana jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang menghendaki kita masuk ke dalam dunia. Perhatikan frase “Lihat, Aku mengutus kamu…” Saudara, kalimat ini jelas menyatakan bahwa atas kehendak Tuhanlah kita masuk ke dalam dunia dan tinggal di dalam dunia. Tuhan mengutus kita ke tengah-tengah dunia bukan untuk berleha-leha, untuk bersantai-santai, tidak! Tetapi Tuhan mengutus kita untuk belajar menelan pil pahit. Karena itulah Ia menggambarkan “seperti seekor domba di tengah-tengah srigala.”
Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Apa yang bisa diharapkan dari kawanan domba yang lemah, tidak berdaya, dan yang tidak bisa melindungi diri di tengah-tengah kawanan srigala yang buas? Selain mereka akan hidup dalam kegelisahan, mereka akan terus mengembik karena ketaktan dan akhirnya ia menjadi mangsa srigala hingga mati tercabik-cabik? Tetapi kondisi ini tidak sama artinya dengan mati konyol. Karena kita tidak sendirian, Ia akan selalunya berada di dekat kita. Dalam hal ini, sebenarnya Tuhan ingin mengingatkan kepada kita, inilah kondisi dunia yang harus dihadapi anak-anak Tuhan.
Saudara, dunia tidak lagi memandang kita sebagai bagiannya, sebab dunia tidak lagi melihat bagian diri kita yang lama, karena itu mereka membenci kita (ayat 22). Namun ketika kita sadar bahwa Tuhan Yesuslah yang mengutus kita, seharusnya ini menjadi penghiburan bagi kita. Sebab jika Tuhan Yesus mengutus murid-murid-Nya pasti juga Ia akan melindungi dan meneguhkan mereka.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Saat kita menerima Yesus menjadi Tuhan dan Juruselamat, bukankah kita tidak membayar harga apapun. Persembahan dan perpuluhan yang kita berikan kepada gereja, bukan sebagai pengganti bahwa kita telah membayar jasa Tuhan. Terlalu picik jika kita memikirkannya demikian. Alkitab dengan tegas mengatakan kepada kita bahwa kita ditebus bukan dengan perak atau emas, melainkan  dengan darah Kristus yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat (1 Petrus 1:18-19). Karena itu tidak ada seorangpun yang berjasa menggantikan pengorbanan Kristus. Namun ketika kita mulai mengikut Yesus ada harga yang harus dibayar. Dan ketika kita mulai melayani Yesus, kita harus membayar segala-galanya. Tetapi itu tidaklah seberapa, jika dibandingkan dengan kehormatan yang dipikul para hamba-Nya kini dan kemuliaan yang kelak diberikan pada kita (Roma 8:18).
Dan tujuan peringatan yang diberikan Tuhan Yesus ini adalah bukan supaya kita menjadi mundur dari panggilan kita. Justru sebaliknya, Tuhan menghendaki kita agar memiliki satu keberanian untuk mengatakan kebenaran dengan jelas dan terbuka. Kita dituntut Tuhan untuk menyadari konsekuensi yang bakal kita hadapi sebagai anak Tuhan dan bersiap-siap untuk menghadapinya.
Karena itu saudara, setiap kita dipanggil untuk bersikap cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Apa maksudnya saudara? Maksud dari “cerdik seperti ular” berarti kita dituntut untuk waspada dan tidak lengah. Waspada betapa jahatnya orang-orang yang belum kenal Tuhan. Namun demikian, Tuhan Yesus mempunyai kasih yang sempurna. Sehingga sekali pun Dia tahu betapa jahatnya manusia, Dia tetap rela datang ke dalam dunia dan melayani manusia.
Jadi saudara, setiap pengikut Kristus harus tahu betapa jahatnya manusia. Jika mereka tidak menyadarinya, bayangkan betapa mudahnya mereka kecewa dan putus asa ketika akhirnya mereka tersadar bahwa dunia memang sangat kejam.
Kita memang tidak dipanggil untuk memakai kekuatan fisik ataupun senjata militer untuk menghadapi penolakan dan serangan dari penguasa-penguasa dunia. Sebaliknya kita dipanggil untuk memakai senjata Ilahi, yaitu pimpinan Roh Kudus (ayat 19-20). Sampai di sini, kita melihat ternyata mengikut Tuhan itu sangat mengerikan. Di dalamnya penuh aniaya dan penuh bahaya. Apakah ini berarti lebih baik kita tidak usah mengikut Dia? Tidak saudara!
Sekarang mari kita lihat, siapakah manusia yang ada di dunia ini yang bebas dari aniaya dan bahaya? Apakah presiden bebas dari aniaya? Begitu ada revolusi para pemberontak itu akan menganiaya, bahkan membunuh presiden yang terguling. Ada banyak sejarah membuktikan kepala-kepala negara yang harus mengakhiri masa jabatannya karena tuntutan ini. Salah satunya kasus yang baru-baru ini terjadi dimana Senat Brasil pada Rabu (31/8/2016) melengserkan Presiden Dilma Rousseff dari posisinya karena dinilai melanggar undang-undang anggaran negara. Dengan demikian, berakhir sudah kekuasaan partai bergaris kiri, Partai Buruh, yang selama 13 tahun terakhir berhasil menempatkan kadernya di posisi tertinggi di negara dengan perekonomian terbesar kawasan Amerika Latin tersebut.
Apakah tentara bebas aniaya? Mereka justru menjadi target senjata tentara lawan. Para tentara diutus negara menjadi garda terdepan, yang siap melindungi negaranya dari serangan musuh. Jadi pastinya mereka sudah bersumpah untuk rela mati bagi negaranya. Siapakah manusia di dunia ini yang bebas dari bahaya dan aniaya? Saya rasa tidak ada! Itu sebabnya bodoh sekali kalau orang Kristen menjadi takut mengikut Tuhan karena takut acaman bahaya. Terlalu banyak orang penakut di dunia ini, karena itu jangan lagi kita menambah-nambah jumlahnya dengan menjadi salah satu orang penakut.
Sebaliknya, biarlah kita “tulus seperti merpati” maksudnya adalah dalam memberitakan Injil, kita tidak boleh bertujuan yang salah apalagi mengkompromikan isi beritanya. Kita adalah marketing-marketing Allah yang dipanggil untuk menjadi saksi-Nya. Kita dipanggil untuk menyaksikan bagaimana Allah berkarya di dalam kehidupan kita, bagaimana Allah memelihara kita, bagaimana Allah memilih dan menyelamatkan kita. Dengan berani kita mengakui Yesus adalah Raja kerajaan surga di hadapan semua manusia (32). Maka Tuhan Yesus pun akan mengakui kita di hadapan Allah Bapa. Justru dengan ketulusan seperti merpati ini, akan mencegah mereka dari cara yang berdosa untuk meloloskan diri dari bahaya tersebut.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Tuhan Yesus sudah mengingatkan bahwa orang-orang yang tidak takut Tuhan akan membenci, memfitnah, menghukum, menyiksa, dan mempermalukan utusan-utusan Tuhan. Bukan saja orang-orang fasik itu memiliki rencana jahat, mereka juga mempunyai akses kepada pemerintah dan pemimpin-pemimpin sehingga mereka pun melawan para murid. Sebagian akan dibenci tanpa alasan, sebagian difitnah dan dianggap penjahat. Sebagian dianiaya, sebagian bahkan dibunuh. Sebagian lagi akan dikejar-kejar dan harus hidup di dalam pelarian. Mereka begitu membenci anak-anak Tuhan yang selalunya memberitakan kabar pentingnya pertobatan dari dosa-dosa mereka.
Tetapi, dikatakan di dalam ayat 23, “Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang.” Maksudnya adalah sebelum kehabisan tempat berlindung, Tuhan sudah datang memberikan pertolongan-Nya. Saudara, Tuhan memang tidak menjanjikan akan meloloskan mereka dari bahaya, sebaliknya Tuhan menghendaki kita untuk bersikap waspada terhadap rencana jahat, yang sekalipun pada akhirnya kita harus tertangkap dan diadili, tetapi Tuhan mengatakan bahwa Roh Kudus akan memberikan kekuatan kepada kita untuk terus bersaksi. Roh Kudus akan secara aktif senantiasa menyertai mereka. Faktanya saudara, sejarah membuktikan, sejak para Rasul itu tersebar, sejak anak-anak Tuhan semakin menderita, sejak Injil makin ditekan, tetapi kasih karunia Tuhan tidak pernah berkurang. Bahkan kalau kita mau hitung-hitungan sampai hari ini, pekerjaan Tuhan semakin banyak tersiar ke belahan bumi.
Dalam hal inilah Tuhan ingin mengingatkan murid-murid-Nya bagaimana mereka menghadapi sistem dunia ini. Ini adalah tugas yang sangat berat, tetapi Tuhan terus menjanjikan penyertaan-Nya. Kesadaran akan penyertaan Tuhan yang melampaui hidup dan mati, menjadi kunci kemenangan bagi kita yang percaya.
Karena itu saudara, tiga kali Tuhan menegaskan kepada setiap murid-murid-Nya agar mereka tidak takut terhadap semua itu, yakni dalam ayat 26-27, 28 dan 31.
Mari kita perhatikan perintah pertama Tuhan Yesus dalam ayat 26-27, ini merupakan perintah ganda kepada para murid-Nya agar mereka tidak perlu takut. Dikatakan “Jadi janganklah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah.” Maksudnya adalah Tuhan Yesus ingin menyatakan dengan secara gamblang bahwa para pelayan Tuhan, para pemberita Injil tidak perlu takut. Kebenaran pasti akan menang. Karena itu mereka harus tetap setia kepada Firman Allah, berkhotbah secara terang-terangan, tegas dan dengan berani. Kalau ada orang Kristen yang mengalami aniaya, sengsara dan bahkan sampai harus mati syahid karena imannya, maka ia harus ingat bahwa harinya akan tiba ketika semuanya akan tampak jelas bagaimana adanya. Dan pada hari itu juga kepalsuan kekuatan di penganiaya akan nyata, dan kepahlawanan saksi kristiani akan nyata dan masing-masing akan mendapatkan ganjaran.
Saudara inilah yang dirasakan oleh Paulus, bagi Paulus menderita bagi Kristus bukanlah sebuah kerugian. Justru “ia menghendaki agar setiap pembaca tahu, bahwa apa yang terjadi atasnya justru telah menyebabkan kemajuan Injil. Sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa ia dipenjarakan tidak lain oleh karena Kristus” (Band. Filipi 1:12-13). Dari sini kita melihat saudara, karena perjumpaannya dengan Kristuslah, saat ia melihat kembali ke belakang, semua yang ia lakukan dianggapnya sebagai sampah. Ia tidak pernah menyesal untuk menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadinya, terlebih harus menderita bagi Kristus. Dari sinilah Paulus mengambil satu kesimpulan yang sangat tepat ketika ia mengatakan “Karena bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:21).
Perintah kedua dalam ayat 28, “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” Ayat ini secara sederhana ingin menjelaskan bahwa tidak ada hukuman yang dikenakan oleh manusia kepada manusia lain, yang dapat dibandingkan dengan nasib akhir dari manusia yang bersalah karena tidak taat dan tidak setia kepada Tuhan. Dengan kata lain, memang benar manusia bisa membunuh jasmani manusia yang lain, tetapi kutukan dan hukuman Tuhan atas manusia akan mematikan baik jasmani maupun jiwa manusia.
Karena itu saudara, maut bukan saja berbicara soal kematian jasmani, tetapi maut yang sesungguhnya yang dimaksudkan Alkitab adalah keterpisahan manusia dari hadapan Allah. Keterpisahan ini begitu mengerikan sehingga Anak Manusia pun menjerit mewakili manusia yang berdosa, “Eloi, Eloi, lama Sabaktani?” yang berarti “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46; Markus 15:34). Saudara, dalam konteks ini, Allah sebagai Bapa memang tidak meninggalkan diri-Nya (Lukas 23:46); tetapi Allah Sebagai Hakim harus memisahkan diri dari Dia apabila Dia akan mengalami kematian rohani menggantikan manusia berdosa. Karenanya saudara, kita yang telah mengenal kebenaran, seharusnya kita tidak takut terhadap ancaman manusia yang ingin mengambil nyawa kita, karena Tuhan telah terlebih dahulu berjanji akan menjamin kita. Sebaliknya, takutlah kepada Allah sebagai Hakim yang akan menghakimi semua manusia, baik yang telah mati ataupun yang masih hidup. Ia akan menghukum setiap manusia yang berdosa dengan hukuman kekal-Nya. Karenanya tidak ada alasan untuk kita tidak setia kepada Tuhan. Seharusnya kenyataan ini semakin menambah kecintaan kita kepada Tuhan.
Perintah ketiga dalam ayat 31, “Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” Perintah ini didasarkan pada kepastian akan penyertaan dan perhatian Tuhan. Kalau burung pipit saja yang harganya sangat murah dipelihara dan diperhatikan oleh Tuhan, apalagi hidup manusia. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa Allah Bapa sanggup memelihara hidup dan Dia juga yang menentukan hidup matinya seseorang. Hidup kita dianggap begitu berharga sehingga rambut di kepala kita pun terhitung semua (ayat 30). Tuhan tidak akan meninggalkan kita dalam keadaan apa pun. Jika demikian, mari kita berjanji untuk tidak meninggalkan Dia dalam keadaan apa pun.
Di dalam ayat 32 Tuhan Yesus memperingatkan bahwa takut kepada manusia hingga menyangkal nama Yesus adalah dosa yang sangat besar. “Setiap orang yang mengakui AKu di depan manusia, Aku pun akan mengakuinya di depan Bapa-ku yang di sorga.” Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk dapat mengelak dari kenyataan, dengan alasan takut mati sehingga kita, menyangkal nama Tuhan Yesus?
Karena itu saudara, bahwa keberanian dan keteguhan hati para utusan Sang Raja itu bukanlah suatu hal yang tanpa dasar. Keberanian dan keteguhan mereka itu didasarkan pada keyakinan, bahwa apa pun yang terjadi mereka tidak akan dapat terlepas atau hanyut keluar dari perlindungan kasih Allah. Mereka tahu bahwa segenap waktu hidup dan matinya ada pada tangan Tuhan. Mereka tahu bahwa Allah tidak akan meninggalkan atau mengkhianati mereka. Mereka tahu bahwa mereka selalunya disertai dan dilindungi oleh pemeliharaan Tuhan. Kalau demikian keadaanya, masihkah kita harus takut? Dan kalaupun memang masih takut, kepada siapakah kita harus takut?
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan, 
Tuntutan Yesus ini berlaku bagi siapa saja, dari generasi ke generasi. Faktanya ada begitu banyak alasan untuk kita tetap menaati Tuhan dengan penuh sukacita dan keberanian. Mari layani Tuhan dengan mengabarkan firman-Nya. Mari layani Tuhan dengan tulus dan tidak ada motivasi egois apa pun. Mari layani Tuhan dengan kesadaran betapa bahayanya dunia tempat kita berada ini. Mari layani Tuhan dengan kesadaran bahwa Tuhan akan memimpin, menyediakan jalan, menyertai, dan menjaga hidup kita. Sebab Tuhan Yesus sudah berkata: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang (Matius 10:34). Maksudnya adalah pedang kebenaran yang akan memberi hidup kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Karena itu jangan pernah kita takut terhadap ancaman dunia, sebaliknya “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (Ibrani 10:25). Kiranya Firman Tuhan ini menguatkan kita sekalian. Amin.

Minggu, 20 November 2016

PANGGILAN HIDUP KUDUS DAN MENERAPKAN KASIH PERSAUDARAAN

PANGGILAN HIDUP KUDUS DAN MENERAPKAN KASIH PERSAUDARAAN
1 Petrus 1:13-25

Kaum muda yang saya kasihi di dalam Tuhan,
Panggilan kita sebagai orang yang telah menerima penebusan Allah adalah kita diharapkan dapat menjaga kekudusan hidup dan kasih persaudaraan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebab setuju atau tidak, Allah menuntut adanya satu perbedaan yang sangat mencolok, yang seharusnya dapat dipersembahkan oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai orang Kristen.
Saudara, dewasa ini ada banyak orang yang mengatakan bahwa ia adalah orang Kristen. Namun dalam prakteknya, dalam kehidupan sehari-hari mereka, kehidupan mereka jauh dari apa yang diharapkan Tuhan bagi mereka. Fakta di lapangan kita melihat tidak semua orang mampu menyatakan kehidupannya sebagai cerminan dari apa yang dikehendaki oleh Kristus. Padahal saudara, kalau kita melihat kembali arti dari kekristen, Kristen sendiri berarti adalah pengikut Kristus, murid dari Kristus, umat kepunyaan Allah (Band. Kisah 11:26).
Saudara, pertanyaan kita, mengapa saudara ada banyak orang Kristen yang hidupnya tidak mencerminkan kekristenan yang sesungguhnya? Apakah karena tekanan dunia yang terlalu hebat, sehingga orang yang mengaku diri sebagai orang Kristen, tidak sanggup memenuhi standart yang ditetapkan Allah? Sehinga tuntutan ini adalah sebuah tuntutan yang muluk-muluk, sebuah tuntutan yang sulit dicapai oleh seorang Kristen yang sejati.
Saya rasa tidak demikian saudara! Sebab keberhasilan kita dalam menjalani panggilan kekristenan, bukan terletak dari kekuatan kita semata, yang walaupun di dalamnya Allah memberikan kesempatan bagi kita untuk turut mengambil bagian dalam mengerjakan keselamatan kita. Tetapi keberhasilan kita, lebih banyak ditentukan oleh pimpinan Allah di dalam kehidupan orang-orang percaya.
Bagaimana pun juga saudara, memang tidak mudah menjalani hidup di dalam dunia ini sambil mempertahankan kehidupan yang kudus. Lingkungan di sekitar kita yang dikatakan Alkitab sebagai “dunia,” selalunya menekan kita, mencobai kita supaya kita dapat menyerupai dunia. Namun tetap, bukan berarti hal itu tidak bisa dilakukan!
Karena itu saudara, melalui perenungan kita malam ini, saya mengajak kita untuk merenungkan bagaimana seharusnya kita berperan aktif dalam menjaga kekudusan hidup dan kasih persaudaraan di dalam dunia yang berdosa ini. Apa yang harus kita persiapkan sebagai langkah kita untuk menuju kehidupan yang dikehendaki Tuhan?
Saudara mari kita perhatikan langkah-langkah yang harus dipersiapkan. Dalam ayat 13 dijelaskan: “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
Perhatikan frase “Sebab itu siapkanlah akal budimu…” Ini adalah frase yang membutuhkan perhatian khusus dari setiap pembaca, bahwa meskipun keadaan diluar tidak pernah kita duga, namun kita mesti mempersiapkan sebuah strategi untuk melawannya. Jadi Petrus seolah-olah ingin mengingatkan setiap orang percaya untuk memiliki kesiapan diri yang baik, kita dituntut untuk menyiapkan akal budi, segenap perhatian kita dalam menghadapi tantangan dunia.
Pernyataan ini juga sama artinya kita dituntut untuk dapat mengendalikan pikiran, atau memiliki pikiran yang terlatih sebelum kita menghadapi tantangan dunia. Saudara rupanya, untuk menjadi seorang Kristen yang sejati, bukan hanya dituntut untuk percaya kepada Yesus lalu selesailah pekerjaan kita. Tidak saudara! Selama kita masih hidup di dalam dunia ini, ada tugas yang harus kita persiapkan, yaitu kita perlu melatih diri menyiapkan akal budi kita, dengan jalan belajar akan firman Allah.
Saudara dengan kita melatih diri untuk belajar, dengan melatih akal budi kita dalam firman Tuhan, membuat kita lebih siap menghadapi kenyataan hidup. Sebab melalui firman Tuhanlah kita mengetahui apa yang baik, apa yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Sehingga dengan semuanya itu, akal pikiran kita menjadi terlatih untuk membedakan mana yang dikehendaki Tuhan dan mana yang tidak dikehendaki Tuhan.
Yang berikutnya adalah kita bukan hanya perlu memiliki pikiran yang terkendali, tetapi kita juga dituntut untuk memiliki pikiran yang waspada. Kata “waspadalah” merupakan nasihat untuk menilai fakta-fakta yang ada dengan wajar tanpa emosi dan kepanikan yang berlebihan. Kata ini berarti “tenang, mantap, terkendali dalam mempertimbangkan persoalan-persoalan.” Kata ini diulang kembali dalam pasal 4:7; 5:8.
Kata ini juga mengandung arti bahwa kita dituntut untuk dapat dengan seksama memperhatikan kemungkinan dari bahaya dan musuh rohani yang bakal menyerang kita. Karena itu pekerjaan utama orang Kristen yang pertama adalah pada kesiapannya untuk mengatur dengan benar hati dan pikirannya. Kewaspadaan membawa kita untuk tetap berjaga-jaga dan tidak lengah terhadap setiap tantangan zaman. Sebab benarlah firman Tuhan yang mengatakan: “Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut tetapi daging lemah” (Matius 26:41).
Yang berikutnya saudara, perhatikan frase “Letakkanlah pengharapan seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu.” Saudara kita dituntut untuk memiliki pengharapan yang utuh kepada Kristus. Dan tindakan ini menuntut adanya ketekunan di dalam menjalankannya.
Saudara, dengan menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali akan menguatkan iman dan pengharapan kita pada masa-masa kesukaran, dan hal ini memberikan lebih banyak lagi kasih karunia Allah kepada kita. Sebab kita tahu, bahwa masa depan kita sudah pasti berada di tangan Tuhan Yesus.
Sekarang kita beralih pada ayat 14-16 yang berbicara tentang bagaimana kita menjaga kekudusan hidup kita agar jangan sampai kita terbawa hawa nafsu.
Mari kita perhatikan frase “Sebagai anak-anak yang taat” (ayat 14). Perkataan ini dapat dipandang sebagai pedoman hidup kudus, baik yang bersifat menegaskan, yakni “Kamu harus hidup sebagai anak-anak yang taat, seperti orang-orang yang sudah diangkat Allah menjadi anggota keluarga-Nya dan diperbaharui oleh anugerah-Nya.” Atau perkataan ini dapat juga dipandang sebagai alasan untuk mendesak mereka supaya hidup kudus dengan menimbang siapa mereka sekarang, yaitu anak-anak yang taat, dan siapa mereka pada waktu mereka hidup menuruti hawa nafsu dan kebodohan.
Sebaliknya “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Petrus 1:15-16).
Argumentasinya sangat sederhana dan masuk akal. Anak-anak biasanya mewarisi sifat-sifat orang tua mereka. Allah itu kudus; karena itu sebagai anak-anak-Nya, kita hendaknya hidup kudus. Kita adalah orang-orang yang “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Petrus 1:4) dan patut menyatakan sifat ilahi itu melalui kehidupan kita yang saleh.
Kalimat ini secara harfiah berkata: “janganlah kamu menjadi serupa” dengan “hawa nafsu daging yang dahulu.” Kalimat ini sama dengan yang dinyatakan Paulus dalam Roma 12:2, yang mengatakan: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Dari sini kita memahami bahwa keinginan hidup seorang Kristen sudah diubah: tetapi jika orang Kristen itu sendiri tidak waspada maka dia tetap saja bisa “diseret dan dipikat oleh keinginannya sendiri yang jahat” (Yakobus 1:14).
Yang menarik dalam ayat ini saudara, bahwa penyebab dari semua ini adalah kebodohan yang menyebabkan mereka hidup menuruti hawa nafsu. Orang-orang yang belum diselamatkan kurang memiliki pengetahuan rohani dan hal ini menyebabkan mereka menyerahkan kepada segala keinginan daging dan kesenangan duniawi.
Dalam 1 Yohanes 1:5 dijelaskan bahwa, “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.” Pernyataan ini berkenaan dengan keadaan Allah, bukan dengan apa yang dilakukan oleh-Nya. Jadi, terang adalah kodrat Allah sendiri. Dan kekudusan merupakan ide utamanya. Anugerah Allah dalam memanggil orang berdosa merupakan ajakan yang kuat untuk hidup kudus. Justru suatu perkenanan yang besar jika kita berhasil dipanggil oleh anugerah Ilahi untuk keluar dari keadaan dosa dan kesengsaraan ke dalam keadaan dimana kita memiliki semua berkat dari Perjanjian Baru.
Allah itu kudus, dan apa yang berlaku bagi Allah juga harus berlaku bagi umat-Nya. Kekudusan Allah merupakan bagian yang penting dari sifat-Nya. Kekudusan apa pun yang kita miliki dalam tabiat dan kelakuan kita pasti berasal dari Dia.
Kata “kudus” yang dipakai di sini adalah “hagios” yang artinya berbeda. Bait Allah hagios karena ia berbeda dengan rumah yang lain. Hari Sabat hagios karena berbeda dengan hari yang lain. Allah itu kudus, dan apa yang berlaku bagi Allah juga berlaku bagi umat-Nya. Kekudusan mengandung pengertian terpisah dari cara-cara fasik dunia dan dipisahkan untuk mengasihi, melayani dan menyembah Allah (Imamat 11:44). Kekudusan adalah sasaran dan maksud pemilihan kita di dalam Kristus. Itu berarti menjadi serupa dengan Allah dan mengabdi kepada-Nya sementara hidup untuk menyenangkan-Nya. Status berbeda perlakuan berbeda pula. Demikianlah gereja dan orang Kristen. Dia punya status berbeda dan oleh karena itu prilakunya berbeda pula.
Kehidupan kudus itu dapat terjadi ketika seseorang memiliki akal budi yang sehat dan hidup di dalam pengharapan akan Tuhan. Umat perlu mewaspadai hawa nafsu di dalam dirinya yang dapat membuat mereka jatuh ke dalam dosa. Kita perlu menjaga kekudusan hidup karena kita adalah ciptaan Allah, gambar dan rupa Allah – Allah yang Maha Kudus. Menjaga kekudusan menjadi penting karena sebagai umat percaya, kita telah ditebus oleh Tuhan. Firman Allah mengerjakan pelayanan pengudusan dalam kehidupan orang-orang percaya yang penuh pengabdian (Yohanes 17:17).
Dari sini kita melihat saudara, bahwa mereka yang senang membaca firman Allah, merenungkannya dan berusaha untuk menaatinya, akan mengalami pimpinan dan berkat Allah dalam kehidupan mereka (Mazmur 1:1-3). Firman itu menyatakan pikiran Allah, karena itu kita harus mempelajarinya. Firman itu menyatakan isi hati Allah, karena itu kita harus mengasihinya. Firman itu menyatakan kehendak Allah, karena itu kita harus hidup sesuai dengan firman-nya. Seluruh keberadaan kita pikiran, kehendak dan perasaan kita haruslah dikendalikan oleh firman Allah. Maka dengan pengenalan yang demikianlah, setiap-anak Tuhan dapat menjaga kehidupannya tetap kudus sesuai dengan kehendak Allah.
Hidup kudus adalah anugerah Tuhan. Hidup kudus merupakan akibat perubahan status dari orang yang belum percaya menjadi anak Tuhan dan menjadi dasar hidup orang percaya. Kristen adalah umat tebusan Allah yang telah dilahirkan kembali karena pengorbanan Kristus yang telah mati di kayu salib. Inilah penebusan yang mahal, yang tidak mungkin dibayar dengan apa pun juga, selain dengan darah Yesus Sang Putra Allah.
Sebab faktanya adalah, Allah adalah hakim sejati yang akan menghakimi seluruh manusia. Dikatakan: “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi sema orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini (ayat 17). Sebagai anak-anak Allah, kita perlu bersikap serius tentang dosa dan kehidupan yang kudus. Bapa sorgawi kita adalah Bapa yang kudus (Yohanes 17:11) dan adil (Yohanes 17:25). Karenanya Ia tidak akan kompromi dengan dosa. Bagaimana pun juga, dosalah yang telah menyebabkan Bapa mengutus anak-Nya yang tunggal untuk mati di atas kayu salib. Sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya diberi hak untuk memanggil Allah sebagai Bapanya (Galatia 4:6). Jika kita memanggil Allah sebagai “Bapa” maka kita hendaknya memancarkan sifat-sifat-Nya.
Saudara, penghakiman yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah penghakiman atas pekerjaan seorang percaya. Penghakiman ini tidak ada hubungannya dengan keselamatan, kecuali bahwa keselamatan perlu menghasilkan perbuatan baik (Titus 1:16; 2:7, 12). Melihat fakta bahwa Allah Bapa dengan penuh kasih mendisiplin anak-anak-Nya pada masa ini, dan Ia akan menghakimi perbuatan mereka ada masa yang akan datang, kita hendaknya menanamkan sikap takut terhadap Tuhan, dengan menaruh hormat yang selayaknya terhadap Allah. Kesadaran akan kenyataan bahwa Allah adalah Hakim bagi kita seharusnya membawa kita untuk hidup lebih berhati-hati dan saleh. Sebab demikianlah firman Tuhan berkata “Orang bijaksana dikenal melalui apa dan siapa yang ditakuti olehnya (Matius 10:28).
Ayat 18-19 berbicara tentang anugerah Allah dalam Yesus Kristus yang merelakan diri-Nya sebagai korban penghapusan dosa yang sangat mahal. Darah Yesus Kristus adalah satu-satunya harga penebusan manusia dan penebusan manusia itu nyata, bukan kiasan. Kita dibeli dengan harga, dan harga itu sepadan dengan pembeliannya, sebab itu adalah darah Yesus yang mulia.
Istilah “mahal” yang dipakai dalam pembahasan ini adalah “Timios,” yang sekaligus menjadi ciri khas dari Petrus. Dan ini adalah bukti dari kasih Allah kepada manusia, sehinga iman dan pengharapan kita hanya tertuju kepada Allah. Kasih Allah adalah alasan utama untuk mencapai kehidupan yang kudus. Kasih Allah merupakan satu alasan mengapa Tuhan kita menetapkan Perjamuan Kudus, yaitu supaya secara terus menerus umat-Nya mengingat bahwa Ia telah mati bagi mereka. Petrus menjelaskan bahwa kematian Kristus adalah suatu janji, bukan suatu kebetulan: Karena kematian-Nya itu telah direncanakan sebelum dunia ini dijadikan (Kisah 2:23). Bagaimana ketidakberdosaan sempurna dari Sang Anak Domba, penderitaan-nya yang seharusnya ditanggung oleh manusia, menjadi landasan bagi suatu cara menilai yang baru dan sorgawi.
Dari sudut pandang manusiawi, Tuhan kita dibunuh dengan kejam; tetapi dari sudut pandang Ilahi, Ia menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus orang-orang berdosa (Yohanes 10:17-18).
Karena itu rancangan Kristus dalam menumpahkan darah-Nya yang paling berharga adalah untuk menebus kita, bukan hanya dari kesengsaraan kekal di akhirat, melainkan juga dari perilaku atau hidup yang sia-sia di dunia ini.
Saudara, penderitaan Kristus bukan suatu keadaan darurat. Penderitaan tersebut merupakan rencana Allah yang terbaik mengingat dosa manusia. Kenyataan ini akan sangat menghibur orang-orang kudus yang kini mulai mengalami penderitaan.
Setelah menyebutkan harga penebusan, Rasul Petrus melanjutkan dengan berbicara tentang beberapa hal yang berkaitan baik dengan Sang Penebus maupun yang ditebus-Nya (ayat 20-21).
Perhatikan frase “Yang telah dipilih sebelum dunia dijadikan” Artinya kita telah dipilih atau ditetapkan oleh Allah yang sudah tahu sebelumnya. Jika Allah mengetahui sebelumnya tentang apa yang akan dipilih-Nya, menunjukkan kepada kita tentang suatu kehendak, keputusan bahwa apa yang akan terjadi itu adalah pasti (Kisah 2:23). Allah tidak saja sudah mengetahui sebelumnya, tetapi juga menentukan dan menetapkan, bahwa Anak-Nya harus mati bagi manusia, dan ketetapan ini sudah ada sebelum dunia dijadikan. Waktu dan dunia dimulai bersama-sama, sebelum waktu dimulai, tidak ada apa-apa selain dari kekekalan.
Ayat 22-25 berbicara tentang bagaimana sebagai manusia yang telah menyucikan diri mengamalkan kasih persaudaraan dengan tulus ikhlas. Karena kamu telah menyucikan dirimu. Petrus mengacu kepada kesungguhan dari pertobatan mereka. Suatu kenyataan yang disadari oleh para pembacanya.
Kelahiran kita yang pertama kali adalah kelahiran secara “daging” dan daging itu dapat binasa. Apa pn juga yang dilahirkan secara daging pasti akan mati dan hancur. Hal ini menerangkan mengapa umat manusia tidak dapat bernaung dalam satu kesatuan peradaban: karena semuanya berdasarkan pada kedagingan dan pasti akan hancur berantakan.
Sebab sebagai orang percaya kita telah dilahirkan kembali melalui Firman-Nya. Dan firman Allah adalah kekal. Firman Allah adalah sarana agung bagi pembaharuan diri atau kelahiran kembali (Yakobus 1:18). Secara garis besar Firman Tuhan di saat ini hendak mengingatkan kita sekalian sebagai orang percaya yang mengaku diri kita sebagai para pengikut Kristus bahwa ketika kita mengaku kita adalah orang Kristen maka di dalam pengakuan tersebut ada tanggung jawab yang besar yang harus kita pikul dan kita buktikan sebagai wujud nyata iman kita kepada Allah di dalam Kristus. Kasih persaudaraan orang Kristen harus disalurkan kepada saudara-saudaranya dengan hati yang tulus, jujur, dan teguh. Semuanya terjadi karena ia adalah ciptaan yang baru, yang diciptakan bukan dari kefanaan namun ketidakfanaan. Dia sudah dibentuk kembali.
Kelahiran yang baru dan kedua ini jauh lebih diinginkan dan luhur daripada kelahiran yang pertama. Hal ini diajarkan oleh Rasul Petrus dengan lebih memilih benih yang tidak fana daripada benih yang fana. Oleh benih yang fana kita menjadi anak-anak manusia, sedangkan oleh benih yang tidak fana kita menjadi putra dan putri Yang Mahatinggi
Dengan status baru ini, dimungkinkan baginya untuk hidup dalam dan demi kasih Kristus yang sempurna. Sebab apa buktinya kita mengatakan bahwa kita percaya kepada Allah kalau kita tidak mengasihi sebab Allah adalah kasih. Dan kalau kita mengatakan bahwa kita percaya kepada Allah tetapi kita tidak mempraktekkan kasih didalam hidup kita dengan hidup kudus dihadapan Allah, maka iman kita akan mati. Sebab Iman tanpa perbuatan pada hakekkatnya adalah mati (Yakobus 2:17b). Oleh sebab itu maka kita harus saling mengasihi satu dengan yang lain agar iman kita tidak menjadi mati. Dan ini membuktikan bahwa kita sungguh mengasihi Allah, dan hidup di dalam kekudusan dan persaudaraan dengan sesama.
Kaum muda yang saya kasihi,
Kalau kita memperhatikan kehidupan zaman yang semakin moderen seperti ini, rasa-rasanya sulit sekali kita mempraktekkan/ mewujudnyatakan kasih. Perkembangan zaman lebih menuntut kita serba cepat dan individual. Konkritnya bahwa dewasa ini kasih mulai memudar dari dalam kehidupan orang percaya. Manusia dewasa ini sedang didokrin bahwa dunia ada dalam genggaman kita. Sehingga secara sadar atau tidak sadar, kita mulai diseret untuk keluar dari dunia nyata kita dan beralih kepada dunia maya yang ada di dalam genggaman kita. Akibatnya, kita tidak lagi hidup bersosial dengan baik. Ibaratnya, kita memang berdekatan, tetapi dekat belum tentu satu pemikiran.
Dunia modern juga telah menyulap ibadah-ibadah yang seremonial dengan tayangan-tayangan streaming yang bisa disaksikan di mana saja. Sehingga orang mulai malas untuk ke gereja dan menguduskan hari Sabat. Padahal ketika kita mengatakan kita mengasihi Allah maupun sesama maka kita pasti akan selau menguduskan Sabat. Bisakah tayangan streaming khotbah online menggantikan ibadah seremonial? Kalau jawabanya adalah bisa, itu artinya kita sedang menolak firman yang disampaikan dalam Ibrani 10:25. Namun ironisnya bahwa Sabat memang sudah tidak lagi di indahkan oleh beberapa orang.
Dewasa ini juga kita melihat banyak sekali terjadi kasus pemerkosaan, pelecehan seks dan dekadensi moral, pencurian, KKN, penipuan, manupulasi, dll. Ini merupakan wujud nyata dari kedegilan hati orang percaya yang menganggap bahwa kasih hanyalah sebuah slogan tanpa harus diwujudnyatakan.
Kaum muda yang kekasih,
Biarlah melalui kebenaran firman Tuhan kali ini, mendorong kita untuk dapat mempertahankan kekudusan hidup sebagai orang-orang yang telah ditebus dengan mempraktekan kasih agar iman kita kepada Allah menjadi sempurna dan iman kita menjadi hidup agar ketika kita mengatakan kita mengasihi Allah saat itu kita menyatakan iman kita kepada Allah sebab iman kita adalah iman yang hidup yang dilandasi dengan kasih baik kepada Allah maupun sesama. Amin.