Selasa, 22 Maret 2016

KETIKA HARAPAN PUPUS

KETIKA HARAPAN PUPUS
Markus 15:42-47
(Matius 27:57-61; Lukas 23:50-56; Yohanes 19:38-42)


Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Mengakhiri doa sepekan kita kali ini, saya mengajak kita untuk merenungkan satu nats firman Tuhan mengenai penguburan Tuhan Yesus, dibawah satu tema: “Ketika Harapan Pupus.”
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kematian Kristus adalah berita fakta yang sangat penting sekali dalam iman Kekristenan kita. KematianNya bukanlah kematian biasa. Mengapa saudara? Karena kematianNya disebabkan oleh dosa manusia. Bayangkan saudara, Yesus Kristus yang tidak berdosa dijadikannya dosa karena kita. Terlebih lagi Tuhan Yesus sendiri pernah menanyakan langsung kepada orang banyak, “Siapakah diantaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yohanes 8:46).
Saudara, mengapa Yesus Kristus dikatakan tidak berdosa? Karena Tuhan Yesus dilahirkan dari Roh Kudus, maka dari itu Ia tidak mewarisi tabiat dosa dari Adam, seperti halnya kita. Dengan demikian maut tidak memiliki hak apapun atas diriNya.
Bapak/ Ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kitab Suci juga menyatakan bahwa orang-orang yang telah percaya kepada Kristus, sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, adalah orang-orang yang pastinya akan diterima di Surga. Saat seseorang menyatakan percaya dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan Yesus Kristus, seketika itu dia sudah menjadi warga negara Surga. Dia menjadi anggota dari Kerajaan Allah, dan dia disebut sebagai anak-anak Allah.
Inilah yang terjadi di dalam pribadi seseorang yang bernama Yusuf dari Arimatea. Ditengah-tengah tindakan arogansi ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi dan imam-imam kepala yang menyalibkan Tuhan Yesus, rupanya ada seseorang yang secara diam-diam menyimak apa yang terjadi di dalam pribadi Tuhan Yesus. Seluruh proses pengadilan Tuhan Yesus diikutinya dengan seksama, yang walaupun hal itu bertentangan dengan hati nuraninya. (Lukas 23:51).
Saudara, sebagai anggota majelis, Yusuf Arimatea tidak setuju dengan keputusan untuk menghukum Yesus, namun ia sadar bahwa secara sendirian tidak mungkin dapat mengubah keputusan yang telah diambil atas Yesus. Karena itu secara diam-diam pula ia mengagumi akan karakter dan pengajaranNya.
Saudara, siapakah Yusuf orang Arimatea ini? Ia adalah pribadi yang sangat terhormat. Dikatakan bahwa ia seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, itu berarti ia adalah anggota Sanhedrin-pengadilan tertinggi orang Yahudi, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah (Ayat 43).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kira-kira pada pukul tiga di hari Jumat itulah, Tuhan Yesus mati. Kematiannya didahului dengan adanya kegelapan yang meliputi seluruh daerah itu dan itu berlangsung selama tiga jam (15:33). Jadi selama tiga jam itulah Tuhan Yesus tergantung di atas kayu salib. Dan sekitar pukul 3 sore itu, Ia menyerahkan nyawaNya.
Saudara, perhitungan pergantian hari bagi bangsa Yahudi selalunya dimulai pada sore hari, yaitu pada pukul 6 sore. Karena itu ketika Tuhan Yesus dinyatakan telah mati pada jam 3 sore, itu berarti suatu waktu yang sangat terbatas jika Tuhan Yesus harus dikuburkan hari itu juga.
Terlebih lagi sesudah pukul 6 sore, hukum Sabat mulai berlaku dan segala pekerjaan apapun akan dilarang. Karena itu ketika Yusuf dari Arimatea ini mendengar kabar kematian Kristus, tanpa pikir panjang lagi ia segera pergi secara diam-diam mendatangi Pilatus dan meminta mayat Yesus (Ayat 43).
Saudara mungkin bertanya mengapa Yusuf yang harus tampil? Mengapa bukan ke-12 murid Yesus Kristus? Saudara, setuju atau tidak inilah kebijaksanaan Tuhan yang luar biasa dalam mengatur kejadian ini. Kalau seandainya ke-12 rasul yang diminta Tuhan menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus, kira-kira yang terjadi apa?
Mereka adalah orang-orang rendahan, mereka orang-orang yang tidak berpendidikan, terlebih lagi mereka bukan orang-orang yang memiliki akses kepada orang-orang kelas atas, yang ada justru mereka akan dianggap sebagai pemberontak yang berkomplot dengan Yesus Kristus. Baru menghadap prajuritnya saja di pintu gerbang itu mungkin mereka sudah di tangkap dan dipenjarakan atau mungkin dibunuh.
Tapi berbeda dengan Yusuf dari Arimatea ini, Yusuf adalah seorang yang dikatakan memiliki posisi yang tinggi dalam masyarakat Yahudi, seorang yang memiliki kredibilitas. Integritas hidupnya begitu baik. Dia bukan hanya orang yang berposisi tinggi, bukan hanya orang yang baik dan benar, tetapi dia juga adalah orang yang kaya yang murah hati. Darimana kita tahu bahwa dia orang kaya? Dari kuburannya!
Bapak/ ibu yang kekasih,
Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Yusuf bukan berasal dari Yerusalem, tetapi pastinya ia sudah menetap lama di Yerusalem dan karena dia sendiri mempunyai kuburan di Yerusalem. Dalam Matius 27:60 kita mendapatkan mencatat bahwa kuburan itu adalah kuburan baru milik Yusuf, yang digalinya dalam bukit batu.
Juga kalau kita melihat catatan Lukas 23:51 ayat ini memberikan satu penjelasan bahwa Arimatea merupakan sebuah kota Yahudi, yang sebagian besar penafsir menyimpulkan bahwa itu adalah Yudea.
Dengan demikian saudara, karena ia berkedudukan yang tinggi di Mahkamah Agung, Yusuf dapat berbicara dengan Pilatus. Namun begitu, permohonan Yusuf adalah permohonan yang sangat berbahaya, Sebab jika ia pada akhirnya menyatakan diri sebagai seorang yang memiliki simpatik terhadap Yesus yang disalibkan, hal itu akan mengundang kegaduhan di Istana Pilatus. Lagi pula ia tahu bahwa Tuhan Yesus dihukum sebagai pemberontak, dan karena anggota-anggota Mahkamah Agung yang lain pasti tidak setuju dengan tindakan Yusuf. Karena itu ia mendatangi Pilatus secara diam-diam. Yohanes menceritakannya dengan lebih jelas, bahwa semua itu dilakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi karena ia takut kepada orang-orang Yahudi (Yohanes 19:38).
Saudara perhatikan dengan seksama, pada ayat ke-43 disana ada kalimat yang bagi saya itu sangat penting sekali untuk kita perhatikan. Dikatakan bahwa untuk bisa menghadap Pilatus, Yusuf harus “memberanikan diri” karena ia tahu konsekuensi yang bakal ia terima. Sikap Yusuf yang memberanikan diri meminta mayat Yesus memperlihatkan kepada kita bagaimana kerasnya tindakan-tindakan orang-orang Yahudi itu terhadap Yesus.
Karena itu kedatangannya sebagai salah seorang daripada anggota Majelis Besar sama artinya dia sedang menyangkali semua keputusan imam-imam Kepala, anggota Majelis Besar itu yang telah meminta Yesus untuk dihukum mati dengan cara disalibkan.
Yang lain adalah, ketika Yusuf memberanikan diri untuk meminta mayat Yesus, itu berarti bahwa dia sudah siap di dalam menanggung semua konsekuensi yang harus dia alami. Mungkin dia akan dikucilkan, mungkin dia akan diusir daripada masyarakat Yahudi, dan dianggapnya sebagai seorang pembelot. Mungkin dia akan dibuang daripada perkumpulan Sanhendrin tersebut yang merupakan kumpulan yang sangat terkemuka, Ia akan kehilangan prestise di dalam masyarakat Yahudi. Mungkin dia juga akan diasingkan oleh keluarganya. Mungkin dia akan dibuang daripada kedudukan itu, yang tinggi dan terhormat itu, dan mungkin juga ia akan diasingkan dari pekerjaannya sebagai anggota Majelis Besar, Mungkin dia tidak bisa berbagian lagi dalam pelayanan kepada umat Allah, sebab namanya akan dicoret dari daftar Majelis Besar.
Tetapi semua itu tidak dihiraukannya! Ia tidak peduli dengan semua kemungkinan-kemungkinan itu, dia tidak peduli bagaimana nasibnya kelak, dan apa yang akan dilakukan oleh imam-imam Besar itu kepada diri dia kelak. Karenanya dengan tekad yang bulat ia “ia memberanikan diri” untuk datang kepada Pilatus dan meminta mayat Yesus.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Bisa jadi Yusuf dari Arimatea sempat merenungkan bagaimana perjalanan hidup yang dialami Yesus saat ia diperhadapkan dengan pengadilan yang penuh intrik, kebengisan wajah-wajah orang Yahudi yang penuh dengki, sampai memaksa Tuhan Yesus untuk disalibkan, dan pada akhirnya Yesus harus mati di atas kayu salib. Dalam bayang-bayang penantiannya akan Kerajaan Allah, ia mungkin menoleh kebelakang, bahwa selama ini, ia hanya terpaku melihat Yesus diperlakukan dengan cara yang tidak manusiawi, tetapi ia tetap diam, Yusuf tidak banyak berbuat apa-apa, karenanya semuanya dilaluinya tanpa tindakan yang berarti.
Karenanya ketika ia menyadari apa yang dinanti-nantikannya tentang Kerajaan Allah, semua itu digenapi di dalam pribadi Yesus, membawa Yusuf untuk memberanikan diri mendatangi Pilatus untuk meminta mayat Yesus Kristus.
Ini berarti apa Saudara? Ketika Yusuf membandingkan antara jabatannya dengan Yesus Kristus. Dia melihat Yesus Kristus lebih bernilai daripada jabatan tinggi yang didudukinya. Terlebih lagi ketika dia membandingkan antara ancaman, kesalahpahaman yang harus dia alami, kemudian mungkin sanksi sosial yang bakal dia terima dari masyarakat Yahudi, dengan ia melihat betapa bernilainya jika ia melakukan sesuatu bagi Yesus yang walaupun saat itu sudah mati.
Saudara, taruhannya adalah nyawanya sendiri, tetapi ia tidak peduli dengan semua itu. Dia tidak peduli apakah dia harus kemudian ketika menghadap Pilatus, dia akan ditangkap sebagai salah satu pemberontak yang berpihak kepada Yesus Kristus, tetapi dia tetap datang dan meminta Yesus punya mayat untuk dikuburkan secara layak.
Bapak/ Ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kematian Kristus adalah fakta yang paling penting di dalam iman Kristen, kematian Kristus itu adalah sesuatu yang tidak boleh dihilangkan dari Kitab Suci. Itu sebabnya ketika Saudara membaca Alkitab maka Saudara akan menemukan bahwa keempat Injil semuanya memberitakan tentang kematianNya, semuanya memberikan bukti-bukti dari kematian Yesus di atas kayu salib.
Saudara,
Pada masa kini, yang berhak mengatakan bahwa seseorang telah meninggal adalah dokter. Akan tetapi, pada masa itu, para prajuritlah yang menetapkan bahwa seseorang sudah mati atau belum.
Karenanya saat Tuhan Yesus masih disalibkan, untuk meyakinkan bahwa Tuhan Yesus benar-benar sudah mati, maka seorang prajurit menikam lambung Tuhan Yesus dengan tombak. Hingga keluarlah darah bercampur dengan air (Yohanes 19:34).
Saudara, biasanya orang yang disalibkan tidak akan mati secepat itu. Penyaliban adalah kematian yang sangat lambat dan menyakitkan. Seringkali diperlukan waktu beberapa hari sampai seseorang yang disalibkan benar-benar telah mati. Tetapi kematian Yesus dinyatakan lebih cepat dari biasanya. Karena itu berita tentang kematian Yesus membuat Pilatus menjadi terheran-heran sampai ia harus kembali memastikannya melalui Kepala pasukan (ayat 44) dan setelah mendapat jaminan barulah ia menyerahkan mayat Yesus kepada Yusuf dari Arimatea (ayat 45).
Bapak/ ibu yang kekasih,
Yusuf yang telah memiliki tekad yang baik, ia berusaha memberikan perlakuan yang spesial bagi Yesus. Sebab baginya, walaupun Tuhan Yesus telah mati, tetapi paling tidak ia masih mempunyai rasa peduli untuk menguburkanNya secara layak. Karena itu hal yang pertama kali ia buat adalah:
Pertama, Yusuf “membeli kain lenan.” Ini bukan lenan biasa, melainkan lenan baru yang terbaik untuk Sang Raja. Hal ini membuktikan bahwa Yusuf dari Arimatea memang mengusahakan semuanya itu dengan baik.
Kedua, Yusuf “menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu.” Disini menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Yusuf menunjukkan kasihnya yang tanpa pamrih.
Ketiga, Yusuf “membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu.” Maksudnya adalah Yusuf memberikan penghormatan tertinggi setelah Yesus menerima penghinaan yang terendah di atas kayu salib. Peristiwa ini juga menggenapi nubuatan yang spesifik dari Yesaya 53:9a.
Saudara dijelaskan bahwa mayat Tuhan Yesus disiapkan untuk dikuburkan secara layak sebagaimana kebiasaan bangsa Yahudi. Mayat Tuhan Yesus ditempatkan di dalam kuburan yang digali di dalam bukit batu. Sebuah makam baru dekat dengan bukit Golgota. Taman itu adalah milik Yusuf dari Arimatea sendiri. Tampaknya penting bahwa di kubur itu belum pernah dimakamkan seseorang, tetapi tidak dijelaskan soal kepentingan itu. Selanjutnya, makam itu ditutup dengan sebuah batu besar (Bandingkan dengan Markus 16:3-4).
Batu penutup makam itu sangat besar sehingga diperlukan beberapa pria bertenaga besar untuk menutup batu tersebut. Dengan demikian, seandainya Tuhan Yesus ternyata hanya pingsan dan belum benar-benar mati, dia tidak akan memiliki cukup tenaga untuk membuka batu tersebut. Oleh karena itu, penyebutan bahwa Tuhan Yesus telah "mati dan dikuburkan" dalam Pengakuan Iman Rasuli dimaksudkan untuk menyatakan bahwa Tuhan Yesus benar-benar telah mati. Namun kematian Yesus tidak menghalangi Yusuf untuk melakukan yang terbaik bagiNya.
Saudara kita lihat bagaimana Yusuf dengan tuntas menyelasaikan tugas yang diembannya. Sebagai seorang yang menanti-nantikan Kerajaan Allah, dengan rela hati ia menyerahkan kubur itu kepada Yesus. Sekali pun tidak pernah disangkanya bahwa kubur itu hanya diperlukan Yesus untuk tiga hari saja.
Keempat, Yusuf “[mengguling-kan] sebuah batu ke pintu kubur itu.” Tindakan itu sebenarnya sangat umum dilakukan pada masa itu di kalangan orang Yahudi. Yang menjadi tidak umum adalah tindakan penggulingan batu melibatkan dirinya yang adalah orang terkemuka. Ia bisa saja menyuruh orang lain yang melakukannya tanpa harus bersusah payah. Namun, nyata bahwa Yusuf ingin memberikan penghormatan yang tertinggi bagi Yesus dengan tangannya sendiri. Ia tidak mau bertindak setengah-setengah.
Dalam sebuah pelayanan, berapa banyak “anggota Majelis Besar yang terkemuka” yang rindu untuk memberikan penghormatan tertinggi kepada Yesus dengan “tangannya sendiri”? Bukankah kebanyakan dari mereka selalu merasa sudah cukup apabila uang mereka sendiri yang terlibat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan, jadi tidak perlu lagi turun tangan secara tenaga. Saudara ini adalah konsep yang salah! Sebab Tuhan Yesus sendiri berkata: “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37). Maksudnya adalah kasihilah Tuhan Allahmu dengan seluruh kehidupan kita, jangan setengah-setengah.
Lagi pula saudara,
Tindakan Yusuf menyiratkan sebuah cerita penutup dari seorang yang memiliki kerendahan hati dan yang terlibat dalam peristiwa sengsara Yesus, di mana peristiwa pembukanya diperankan oleh perempuan yang meminyaki kaki Yesus dengan minyak wangi dan menyeka kaki Yesus dengan rambutnya.
Mungkin Yusuf mewakili setiap orang yang lambat percaya kepada Tuhan Yesus. Mereka kehilangan kesempatan untuk bersekutu muka dengan muka dengan Tuhan Yesus, namun akhirnya mereka berkesempatan melayani Dia.
Hal yang menyedihkan yang paling umum terjadi dalam kehidupan kita adalah bahwa kita seringkali menunda memberikan pujian kita kepada seseorang yang kita kasihi sampai orang tersebut pada akhirnya sudah mati. Pastinya akan lebih baik bila kita memberikan sebagian dari bunga itu atau sebagian dari puji-pujian kita kepada seseorang selama ia masih hidup.
Dalam hal ini, bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Sebagai orang yang telah mengalami kasih dan penebusan dari Yesus Kristus, adakah seperti Yusuf dari Arimatea ini? Yang dengan gigih tetap memberikan penghormatan kepada Yesus, disaat-saat pengharapannya akan Mesias menjadi pupus karena kematian Yesus.
Kiranya kita pun demikian, tetap memiliki komitmen yang teguh untuk tetap setia kepada Allah, ditengah-tengah kondisi dunia yang tidak menentu ini. Kiranya Tuhan memberkati. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar