Senin, 10 Oktober 2016

KETAATAN KRISTUS

KETAATAN KRISTUS
Filipi 2:1-11


Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Minggu yang lalu kita belajar tentang Keilahian Kristus. Salah satu doktrin yang sangat penting dalam kekristenan, yaitu tentang pengakuan Yesus adalah Tuhan. Saudara, Yesus adalah Allah yang sejati dan hakikat Yesus Kristus sebagai Allah, menunjukkan kesetaraan-Nya dengan Bapa baik sebelum, selama dan sesudah masa hidup-Nya di bumi (Yohanes 1:1; 8:58; 17:24; Kolose 1:15-17). Di dalam kekekalan-Nya Yesus Kristus adalah Allah. Oleh karena Yesus Kristus adalah Allah, maka Kristus mempunyai hak atas semua sifat-sifat Allah.
Nah, pada minggu ini, kita akan belajar sisi lain dari Kristologi, yaitu tentang Ketaatan Kristus. Saudara, berbicara tentang ketaatan Kristus, timbul beberapa pertanyaan yang mesti kita jawab untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tepat: Apa yang dimaksud dengan ketaatan? Ketaatan yang seperti apa yang dilakukan dan diajarkan Tuhan Yesus? Dan seberapa pentingkah ketaatan Kristus ini berlaku dalam kehidupan kekristenan kita?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, saya mengajak kita untuk melihat terlebih dahulu terminologi sebuah ketaatan, bahwa ketaatan berasal dari kata taat. Dalam KBBI kata “Taat” artinya “senantiasa tunduk, patuh, tidak berlaku curang, setia, saleh dan kuat beribadah.” Sedangkan “ketaatan” lebih diartikan sebagai “kepatuhan, kesetiaan, kesalehan.” Dalam dunia hukum, ketaatan lebih diartikan sebagai fungsi untuk tidak membahayakan atau mengganggu kedamaian atau keadilan.
Dalam kekristenan sendiri, ketaatan tidak dapat dilepaskan dari iman. Ketaatan adalah bagian atau bukti dari iman. Dalam kehidupan keseharian seseorang, dapat saja ketaatan lahir dari motivasi-motivasi tertentu, tetapi tidak ada cara lain untuk mewujudkan imannya kecuali dengan menunjukkan ketaatannya dalam menghidupi apa yang diimaninya. Jadi dari sini kita pahami saudara bahwa orang yang hidup dalam ketaatan merupakan perwujudan dari iman mereka kepada Allah.
Sekarang kita melihat, apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus berkaitan dengan ketaataan-Nya? Mari kita simak ayat 6 dari Filipi pasal 2 ini: yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,” (Filipi 2:6).
Dalam ayat ini ada frasa “dalam rupa Allah”. Dalam bahasa Yunani, ada dua kata yang menggambarkan kata rupa, yaitu kata “Morfe dan Skhema.” Kedua kata ini memiliki kesamaan dalam hal terjemahaan, yakni sama-sama merujuk kepada kata “rupa”. Namun secara makna, kata “Morfe” berbeda dengan kata “Skhema.” “Morfe” adalah rupa hakiki yang tidak pernah berubah; seperti “kemanusiaan, keilahian.” sedangkan “Skhema” adalah rupa lahiriah yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Ketika Paulus menjelaskan tentang Yesus dalam kalimat ini, Paulus menuliskannya dengan menggunakan kata “Morfe.” Jadi kalimat “dalam rupa Allah” lebih tepat diterjemahkan sebagai “keberadaan-Nya yang tidak dapat berubah atau bersifat Ilahi.” Yang sekalipun “Skhema” luar-Nya berubah karena sekarang menjelma menjadi Yesus namun dalam hakikat Ia adalah Ilahi.
Sudah tentu sebagai Allah, Yesus Kristus tidak memerlukan apa pun! Ia telah memiliki semua kemuliaan dan pujian dari surga. Bersama-sama dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, Ia memerintah seluruh alam semesta ini. Tetapi ayat 6 mengemukakan suatu fakta yang mengejutkan: bahwa Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai “milik yang harus dipertahankan.”
Dengan demikian, yang ingin dijelaskan Paulus dalam kalimat ini adalah sekalipun Yesus adalah Allah, namun Ia tidak mempertahankan hak-Nya, tetapi menanggalkan kedudukan itu demi kepentingan manusia. Kristus tetap adalah Allah, dan keilahianNya tidak berkurang, tetapi demi kepentingan manusia maka hakikat keilahian itu disembunyikan. Dari sini kita melihat bahwa Yesus tidak memikirkan diri-Nya sendiri; Ia memikirkan orang lain. Pandangan-nya/ sikap-Nya ialah memperhatikan orang lain tanpa mementingkan diri sendiri. Saudara inilah bentuk kerendahan hati yang mutlak yang lahir dari kasih-Nya yang besar. Inilah ketaatan Yesus yang berperan sebagai Anak Tunggal Allah.
Perhatikan ayat 7 “melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2:7).
Kata “rupa” tetap menggunakan kata “Morfe” yang menunjukkan kesungguhan dari kedudukan-Nya sebagai hamba dan menjadi sama dengan manusia. Kekeristenan percaya bahwa Yesus Kristus adalah manusia yang sejati. Ia seratus persen manusia seutuhnya. Ia bukan manusia jadi-jadian. Ia juga bukan manusia setengah dewa. Tetapi Ia sungguh-sungguh menusia seutuhnya. Namun ada sesuatu yang lebih di sini, yaitu Kristus “menjadi sama dengan manusia.” Maksudnya adalah dalam Keilahian-Nya, Kristus kini mengambil rupa manusia, menjadi sama dengan manusia dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia sungguh dan sepenuhnya manusia. Mendapat bagian dalam darah dan daging kita. Tampil dalam kodrat dan kebiasaan manusia dan Dia mengambil kodrat manusia dengan sukarela. Itu merupakan tindakan-Nya sendiri dan dilakukan dengan persetujuan-Nya sendiri.
Saudara, Kita tidak dapat berkata demikian mengenai bagian kita dalam kodrat manusia. Di sini Ia mengosongkan diri-Nya sendiri, melepaskan diri dari kehormatan dan kemuliaan dunia atas serta dari keadaan-Nya yang sebelumnya untuk mengenakan pada diri-Nya sendiri kain kotor berupa kodrat manusia.
Jadi saudara, walaupun Ia tetap benar-benar Ilahi, namun sekarang Kristus mengambil sifat manusia dengan segala pencobaan, kehinaan dan kelemahannya, hanya bedanya adalah Ia tanpa dosa. Berbeda dengan Adam pertama, yang melakukan tindakan sia-sia untuk mencapai kesetaraan dengan Allah (Kejadian 3:5), Yesus sebagai Adam yang terakhir (1 Korintus 15:47), Ia merendahkan diri-Nya dan di dalam ketaatan-Nya Ia menerima peran sebagai hamba yang Menderita. Sehingga Ia mempersembahkan ketaatan yang tak bercacat dan sempurna kepada Bapa di pihak orang-orang yang terkait dengan-Nya oleh iman.
Kita melihat saudara, Adam gagal dalam ketaatannya, tetapi Kristus berhasil secara sempurna. Adam adalah adalah sumber dosa dan kematian, tetapi Kristus adalah sumber ketaatan dan kehidupan. Sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Namun demikian, kemanusia Yesus tidaklah permanen; kemanusiaan itu memang sungguh-sungguh nyata namun itu sudah berlalu, sebab sejak kenaikan-Nya ke surga, Ia telah kembali ke dalam tubuh-Nya yang baru.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
 Pada ayat 8 dijelaskan: Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:8).
Dalam hal ini Paulus berbicara tentang Yesus yang telah merendahkan diri-Nya sendiri dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Dari sini kita melihat bahwa ciri khas utama hidup Yesus adalah kerendahan hati, ketaatan dan pengangkalan diri. Ia tidak ingin menguasai manusia, tetapi hanya melayani mereka; Ia tidak menginginkan kehendak-Nya sendiri, tetapi kehendak Allah; Ia tidak ingin meninggikan diri, tetapi menyangkal seluruh kemuliaan-Nya demi manusia. Apabila kerendahan hati, ketaatan dan penyangkalan diri merupakan ciri khas paling agung bagi hidup Yesus, maka itu juga harus merupakan ciri dari setiap orang Kristen yang mengaku sebagai anak-anak-Nya.
Kita melihat saudara, Yesus sendiri rela melepaskan identitas dengan segala hak-Nya walaupun Ia adalah Allah. Inilah yang disebutkan sebagai mengosongkan diri-Nya. Maksudnya adalah Ia rela mengosongkan diri-Nya, menyembunyikan keutamaan-Nya supaya orang berdosa dapat diselamatkan. “Pengosongan diri-Nya ini tidak sekedar berarti secara sukarela menahan diri untuk menggunakan kemampuan dan hak istimewa ilahi-Nya, tetapi juga menerima penderitaan, kesalahpahaman, perlakuan buruk, kebencian, dan kematian yang terkutuk di salib. Yesus mengabaikan kemuliaan diri-Nya dengan membiarkan diri dihina, direndahkan, disiksa, bahkan dibunuh. Jadi Kristus tidak hanya menjadi manusia sejati, tetapi seorang manusia “sama dengan yang lain” yang mengambil bagian dalam seluruh kelemahan manusia kecuali dalam dosa.
Kalau kita bercermin dari apa yang dilakukan Yesus, merendahkan diri memang bukan perkara mudah, sebab kita perlu melatih diri untuk bersikap demikian dalam relasi kita dengan sesama, khususnya di antara orang percaya. Itu bisa ditunjukkan dengan kesediaan mengalah saat berbeda pendapat untuk hal-hal yang tidak prinsipil. Dalam kehidupan berjemaat pun kiranya kita belajar untuk tidak menonjolkan diri sendiri saja, tetapi juga memberi kesempatan kepada orang lain untuk maju.
Saudara, Ketaatan Yesus pada kehendak Allah Bapa adalah ketaatan yang mutlak, karena ketaatan-Nya berorientasi pada kehendak Bapa. Ketaatan-Nya bukan hanya taat dalam melaksanakan tugas-Nya tetapi kesempurnaan dalam menyerahkan diri sesuai dengan kehendak Bapa, yakni Dia harus mati demi penebusan orang yang berdosa. Ketaatan Yesus untuk mati di kayu salib menjadi jembatan yang mengatasi jarak antara manusia berdosa dengan Allah yang suci. Yesus Kristus telah memberitahukan kepada kita bahwa perjalanan-Nya dari sorga untuk mencari orang berdosa, telah sampai pada titik paling bawah, paling hina, dan paling dalam yang tidak akan bisa dilakukan oleh siapapun juga. Karenanya tidak heran saudara, jika ketaatan Kristus adalah ketaatan yang mutlak.
Dalam hal ini, maka ketaatan yang berorientasi pada Allah sejatinya akan menghasilkan ketaatan mutlak, sebaliknya ketaatan yang hanya untuk menyenangkan hati manusia akan menimbulkan ketidaktaatan yang tersembunyi. Karena itu, ketaatan Tuhan Yesus kepada kehendak Allah Bapa, ditunjukkan-Nya pada penyerahan diri-Nya sampai mati, merupakan sebuah teladan bagi kita.
Seringkali berbagai pergumulan hidup di dunia membuat kita merasa terdesak dan sulit untuk taat kepada Allah. Kita diingatkan bahwa walaupun sulit dan menuntut pengorbanan, kita harus belajar taat kepada kehendak Allah. Siapakah kita, yang jauh lebih rendah daripada Dia, tetapi memberontak kepada Bapa di surga? Kita hanyalah ciptaan yang lemah dan kecil ini berani melawan Allah. Tetapi Yesus taat sampai mati di atas kayu salib. Hanya dengan ketaatan kepada Allah, barulah rencana Allah yang sempurna dan baik dapat terlaksana. Demi kebaikan hidup kita semua, mari belajar menaati Allah secara mutlak. Saudara, kunci agar kita bisa terus terarah kepada ketaatan seperti Kristus adalah selalu berdoa. Sama seperti Yesus taat kepada kehendak Allah, kita pun harus belajar taat kepada kehendak Allah dalam kehidupan kita. Doa akan menolong kita agar kita tetap terarah untuk taat kepada Allah.
Kita lanjut ke ayat 9-10 “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,” (Filipi 2:9-10).
Saudara inilah bagian yang paling agung dimana Yesus menerima pemuliaan dari Bapa. Cepat atau lambat, setiap makhluk hidup di seluruh jagat raya, di surga, di bumi dan bahkan di neraka, akan menyembah-Nya. Dalam tatapan Yesus yang telah meninggalkan kemuliaan-Nya demi manusia dan mengasihi manusia sampai mati di atas salib, hati manusia menjadi luluh dan penolakkan mereka hancur. Ketika orang menyembah Yesus Kristus, mereka jatuh pada kaki-Nya dalam kasih yang ajaib. Kita melihat saudara, sebagai bagian dari konsekuensi dari kasih yang penuh pengurbanan, Allah memberikan Yesus nama di atas segala nama. Ini merupakan gagasan yang umum di pakai dalam Alkitab yaitu memberi suatu nama baru untuk menandai suatu tahapan baru dalam hidup manusia. Abram menjadi Abraham ketika menerima janji Allah (Kejadian 17:5). Yakub menjadi Israel ketika Allah masuk ke dalam hubungan baru dengannya (Kejadian 32:28).
Lalu nama baru apa yang disandangkan kepada Kristus. Tidak lain jawabannya adalah “nama di atas segala nama” inilah gelar yang merujuk pada “Tuhan.” Mula-mula gelar ini berarti tuan atau pemilik. Lalu istilah ini menjadi gelar resmi kaisar-kaisar Romawi. Istilah ini juga dipakai sebagai gelar dewa-dewa kafir. Saat penerjemahan Alkitab menerjemahkan kata Yehovah dalam Alkitab PL versi bahasa Yunani, mereka menerjemahkan kata “Yehovah” menjadi “Kurios” yang berarti “Tuhan.” “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi.” Pembagian jagat raya atas tiga wilayah itu mau menekankan keseluruhan jagat raya itu. Maka pemahaman kita adalah Dialah Tuan dan pemilik segala kehidupan. Dialah Raja dari segala raja; Dialah Tuhan yang tidak dapat disamakan oleh dewa-dewa kafir dan patung-patung bisu.
Tujuan ini nampak jelas dalam ayat 11 “dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi 2:11).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan, pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan adalah pengakuan yang sangat penting dalam dalam kekristenan. Menjadi orang Kristen berarti mengaku Yesus sebagai Tuhan (Roma 10:9). Pengakuan ini amat sederhana, namun mencakup keseluruhan. Mungkin kita akan mengerti lebih baik tentang arti sebuah kekristenan jika kita kembali kepada pengakuan ini, yakni bahwa kita harus menaklukan diri dan taat kepada-Nya, sujud menyembah kepada-Nya, mengakui dan menghormati-Nya sebagai Tuhan yang empunya kuasa dan kemuliaan. Sebab merupakan kehendak-Nyalah supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa (Yohanes 5:23).
Sekalipun demikian, seluruh tujuan Yesus bukan kemuliaan diri-Nya sendiri, tetapi kemuliaan Allah. Dari sini kita melihat bahwa keyakinan Paulus sangat jelas bahwa Allah adalah satu-satunya yang paling agung. Tuhan adalah “nama di atas segala nama” yang dikaruniakan kepada Yesus. Dia Raja dan Pemerintah yang diangkat oleh Allah untuk memegang kekuasaan atas segala sesuatu. Jadi penghormatan apa pun yang diberikan kepada Kristus tertuju juga kepada Bapa. Dalam hal inilah Matius 10:40 berkata: “Barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.
Kita perlu tahu saudara, bahwa Sebetulnya, gereja Filipi adalah gereja yang bagus/ baik. Ini terlihat dari banyaknya pujian yang Paulus berikan kepada mereka (Filipi 1:5 4:10, 14-18). Tetapi, bagaimanapun juga, ini bukan gereja yang sempurna. Dalam gereja Filipi ada orang-orang yang bertujuan mengarahkan perhatian orang pada diri mereka sendiri, dan tujuan Yesus adalah mengarahkan pandangan manusia kepada Allah. Jadi, pengikut Kristus harus selalu berpikir bukan mengenai dirinya, melainkan orang lain, bukan demi kemuliaannya sendiri, melainkan kemuliaan Allah. Dari sini maka kita akan dapat memahami bagian dari ayat 1-4 seperti yang dikatakan oleh Paulus.
Bahwa tujuan utama hidup kekristenan adalah menjadi seperti Kristus. Demikianlah Rasul Yohanes berkata "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup" (1 Yohanes 2:6). Setiap orang Kristen harus meneladani Kristus dalam hidupnya dan mengikuti jejak hidup-Nya sehingga kita menjadi serupa dengan Dia. 
Banyak orang Kristen bertanya, "Mana mungkin sama seperti Kristus?" Memang, dalam keilahian-Nya tentu kita tidak akan pernah bisa dan tidak akan mungkin dapat menjadi seperti Kristus. Tetapi dalam aspek kemanusiaan-Nya tentu kita bisa seperti Dia, karena ada Roh Kudus di dalam kita; Roh itulah yang akan memampukan kita untuk hidup sama seperti Kristus. Hidup sesuai dengan kehendak Kristus.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Yesus Kristus adalah pribadi yang rendah hati.  Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Ketika Saudara membaca keempat Injil, pernahkan Saudara memperhatikan bahwa Yesuslah yang melayani orang lain, bukan orang lain yang melayani Yesus? Ia selalu siap sedia menolong siapa saja, kaum nelayan, pelacur, pemungut cukai, orang-orang sakit, orang-orang yang menderita dan lain sebagainya. Semuanya dilakukan-Nya dengan penuh kasih. Kita pun seharusnya demikian, kita dapat mulai menanamkan rasa peduli kita terhadap orang lain. Orang yang rendah hati adalah orang yang tidak semata-mata memikirkan dirinya sendiri atau mencari pujian bagi diri sendiri, tetapi "...menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;" (Filipi 2:3b). Orang yang rendah hati adalah orang yang rela melayani karena menyadari bahwa dirinya adalah hamba. Orang yang memiliki kerendahan hati dan hidup bagi orang lain, dari dirinya dituntut pengorbanan dan pelayanan, tetapi pada akhirnya hal itu mendatangkan kemuliaan. Inilah pernyataan Paulus, "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1 Korintus 4:1).
Jadi sukacita dari kerendahan hati bukan hanya diperoleh dengan menolong orang lain dan ikut serta dalam persekutuan dalam penderitaan Kristus (Filipi 3:10), tetapi terutama dari pengetahuan bahwa kita sedang memuliakan Allah.
Banyak orang Kristen tidak menyadari akan hal ini. Karena kaya, kita menjadi tinggi hati dan menganggap rendah orang lain yang di bawah kita; ketika pelayanannya sudah berhasil dan menjadi hamba Tuhan 'besar', tidak sedikit yang menjadi lupa diri.  Sikap kita pun mulai berubah, pilih-pilih ladang pelayanan, mau melayani asal fasilitasnya memadai dan lain-lain. Siapa kita ini? Kristus saja rela membasuh kaki murid-murid-Nya (baca Yohanes 13:1-20) dengan tujuan supaya kita meneladani Dia. Karena itu biarlah ketaatan yang telah diteladankan Kristus bagi kita, mendorong kita untuk mau mengikuti teladannya dalam hal taat kepada Allah, melakukan setiap firman-Nya dan hidup menyenangkan hati Allah. Kitanya Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

1 komentar:

  1. Makasih sudah disetujui komen saya. Infokan saya bila anda berkenan untuk tukar link. Terima kasih lagi sebelumnya. Taat Kepada Yesus

    BalasHapus