Senin, 17 Oktober 2016

PERCAYALAH KEPADAKU

PERCAYALAH KEPADAKU
Yohanes 14:1, 11


Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Malam ini kita akan merenungkan satu bagian penting yang berbicara tentang iman dan percaya. Kata "iman" yang dipakai dalam Perjanjian Baru me­ru­pakan terjemahan dari kata Yunani πίστις (pistis), sedangkan kata kerja­nya "percaya" adalah terjemahan dari kata πιστεύω (pisteuo). Perjanjian Baru memberi tempat yang utama kepada iman, atau kepada tindakan percaya. Dalam Injil Sinoptik, kata iman muncul sebanyak 20 kali. Iman seringkali dihubungkan dengan penyembuhan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Akan tetapi yang terlebih penting dari semua ini adalah tuntutan Tuhan Yesus akan iman yang tertuju kepada diri-Nya. Tuntutan khas kekristenan bahwa orang harus beriman kepada Tuhan Yesus secara gamblang didasarkan pada tuntutan-Nya sendiri. Saudara, iman sering dianggap sebagai soal hubungan, bukan semata soal pengakuan. Buktinya adalah fakta bahwa, dibandingkan dengan bagian-bagian lain dalam Perjanjian Baru. Dalam Injil Yohanes pemakaian kata kerja ini jauh lebih sering diikuti dengan kata depan “eis yang berarti “mempercayakan diri kepada.” Dari sini kita melihat bahwa dalam Injil Yohanes, iman menduduki tempat yang sangat mencolok, hal ini terlihat dari munculnya kata kerja “pisteuo  sampai 98 kali. Jadi hal yang terpenting adalah hubungan orang percaya dengan Kristus. Justru Yohanes berulang-ulang berbicara tentang percaya kepada-Nya atau percaya dalam nama Kristus (Yohanes 3:18).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Apakah artinya percaya kepada-Nya? Mengapa Tuhan Yesus menuntut supaya setiap orang percaya kepada-Nya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita memulai dengan satu fakta bahwa sesungguhnya semua manusia sedang berada pada kondisi yang menyedihkan. Mengapa? Karena, “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23). Dosa selalunya menyeret manusia kepada maut, tetapi kasih karunia Allah memungkinkan manusia yang berdosa dapat mengenal Allah (Roma 6:23). Fakta bahwa tidak ada seorang pun dapat membenarkan dirinya di hadapan Tuhan. “Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa” (Roma 3:20). Yang berikutnya fakta bahwa tidak ada seorang pun yang mampu memperoleh keselamatannya sendiri (Efesus 2:28). Fakta bahwa hanya ada satu cara yang paling ampuh untuk manusia memperoleh pembenaran Allah dan keselamatan-Nya, yaitu kita harus menerimanya dengan cara yang ditentukan sendiri oleh Allah. Fakta bahwa cara Allah untuk menyelamatkan manusia adalah dengan mengirim putra tunggal-Nya sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Fakta bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan manusia yang sementara hidup dalam dosa (Kisah 10:43). Justru ketika manusia masih menjadi seteru Allah, Tuhan Yesus memperdamaikan kita dengan Allah, melalui kematian-Nya (Roma 5:10).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kembali kepada topik kita tentang iman, kita tahu bahwa definisi iman sendiri sudah dijelaskan oleh Alkitab dalam Ibrani 11:1 yang berkata, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
Dari definisi itu, kita pelajari beberapa karakter iman. yaitu bahwa orang beriman mendapatkan jaminan atau kepercayaan diri. Iman berbeda dengan pengharapan, karena iman adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan.” Pengharapan selalu memberi peluang kepada keraguan.
Masalahnya, kadang-kadang iman hanya dikaitkan soal mempercayai bahwa apa yang dikatakan seseorang adalah benar, atau mempercayai seseorang sebagai yang layak dipercayai. Sehingga iman berkaitan dengan percaya dihubungkan dengan pengakuan bahwa suatu fakta historis tertentu adalah benar.
Kita melihat saudara, ketika Tuhan Yesus bangkit dari kematian, Ia menampakkan diri kepada murid-murid-Nya. Dan ketika salah seorang murid Tuhan Yesus yang bernama Tomas meragukan kehadiran Tuhan Yesus, Tuhan Yesus datang kepadanya dan berkata: Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkan tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah” (Yohanes 20:27). Perkataan Tuhan Yesus ini dapat kita terjemahkan secara harfiah, “Berhentilah dari ketidakpercayaan dan jadilah orang percaya.”
Saudara, percaya bukanlah sebuah iman yang buta yang mengajarkan kepada kita untuk melompat dalam kegelapan. Percaya mempunyai dasar dan isi. Percaya mempunyai dasar atas apa yang sesungguhnya telah terjadi dalam sejarah. Sebagai orang percaya, iman kita dibangun di atas fondasi keberadaaan Allah, dan perlakuan-Nya terhadap orang yang mencari-Nya berbeda dengan perlakuan-Nya terhadap orang yang tidak mencariNya. Sehingga setelah benar-benar mempercayai kedua hal itu, kita mulai menyenangkan Allah, karena kita segera mencariNya.
Bagi orang zaman itu, nama mengungkapkan seluruh keberadaan seseorang. Keberadaan orang itu seutuhnya. Maka percaya dalam nama Yesus berarti mutlak percaya kepada diri Yesus seutuhnya. Yohanes 3:18 berkata: “Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”. Ajaran khas Yohanes ialah, bahwa perihal kekekalan ditentukan oleh kekinian dan disini. Iman tidak melulu menjamin hidup yang kekal pada suatu masa depan yang tidak diterangkan, tetapi juga memberi hidup yang kekal sekarang ini. Barangsiapa percaya kepada Anak, sekarang ini ia telah beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:36).
Karena itu saudara, percaya kepada Yesus seharusnya lebih dari sekedar mengetahui hal yang benar tentang Yesus. Kekristenan tidak hanya mengajarkan tentang pengakuan siapa Yesus dan apa yang dilakukakan-Nya dalam dunia sebatas ilmu pengetahuan. Ketika seseorang berkata: "Saya percaya Yesus adalah pengajar yang benar, seorang nabi yang agung, dan seorang yang baik. Tetapi untuk menjadikan Yesus sebagai Tuhan saya, tunggu dulu.Pertanyaan saya, betulkan orang itu sungguh-sungguh percaya? Percaya dalam hal apa?
Saudara, saya mengajak kita untuk menelaah lebih dalam tentang kasus ini. Rasanya, sangat tidak masuk di akal kalau seseorang percaya bahwa Yesus adalah pengajar yang benar, tapi menolak ajaran-Nya. Tuhan Yesus sangat jelas mengajarkan bahwa Ia adalah satu-satunya Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yohanes 14:6).  Jadi jika saudara percaya bahwa Yesus adalah seorang pengajar yang benar tetapi saudara tidak mengakui ajaran-Nya, itu artinya saudara adalah orang yang gegabah.
Saudara juga tidak bisa mengatakan bahwa saya percaya bahwa Yesus adalah nabi agung, tapi menolak nubuat-Nya yang berkata Ia akan mati dan dibangkitkan dalam tiga hari (Lukas 18:31-33). Berarti saudara seorang yang mabuk.
Saudara juga tidak bisa mengatakan bahwa saudara mengakui bahwa Yesus adalah orang yang baik, tapi tidak mempercayai klaim-Nya sebagai Anak Allah (Lukas 22:70; Yohanes 5:18-47). Itu artinya saudara adalah orang gila.
Jadi saudara, kekristenan secara garis besar adalah: pengakuan tentang Yesus yang telah mengusung dosa Saudara ke kayu salib dan memberikan keselamatan yang kekal oleh karena nama-Nya. Dalam hal ini Yohanes 3:36 berkata: "Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya."
Karena itu percaya bukan hanya sekedar mengakui bahwa sesuatu adalah benar. Tetapi juga mengandalkan, menyerahkan diri kepada-Nya, setia kepada-Nya dan taat pada apa yang diajarkan atau diperintahkan-Nya. Percaya berarti percaya kepada-Nya sebagai pribadi yang hidup sebagaimana sesungguhnya Yesus itu. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menuntut kita supaya kita dapat percaya kepada-Nya. “Percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku” (Yohanes 14:1; band Matius 18:6). Saudara, dalam ayat ini Tuhan Yesus ingin menegaskan satu hal bahwa Ia sejajar dengan Allah. Kesejajaran ini adalah sesuatu yang wajar, karena keilahian Yesus Kristus sudah dinyatakan berulang-ulang dalam Injil Yohanes. Jadi dengan kata lain, Tuhan Yesus ingin berkata: “jika kamu percaya kepada Allah, kamu pun harus percaya kepada Yesus.” Dalam hal ini saudara, obyek iman mereka adalah Allah dan Tuhan Yesus. Jika Tuhan Yesus memang mewakili Allah Bapa, seperti apa yang dikatakan dalam pasal 5:19, Dia layak dipercayai sama seperti Allah sendiri. Tidak cukup bahwa mereka percaya kepada Allah yang diceritakan dalam Perjanjian Lama, tetapi mereka menolak pribadi yang didalamNya sedang menggenapi firmanNya. Sebaliknya mereka juga harus percaya kepada Tuhan Yesus yang sebentar lagi akan dikhianati, dihukum dan disalibkan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Perintah ini bukanlah kata-kata yang hampa. Sebab sebentar lagi para murid akan menghadapi suatu krisis iman yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Dia yang mereka kagumi dan kasihi akan disalibkan sebagai penjahat yang dihukum. Mereka perlu mengem-bangkan iman mereka supaya mereka tidak hancur. Tuhan Yesus mau menolong mereka supaya mereka dapat bertahan sampai Dia bangkit kembali. Kematian dan kebangkitan Yesus Kristus memang sudah dinubuatkan dan digambarkan dalam Perjanjian Lama, tetapi sampai saat itu manusia belum pernah mengalami atau menyaksikan sesuatu yang begitu dasyat dan mulia. Tanpa iman, mereka akan hancur dan tidak mungkin menjadi rasul-Nya.
Percaya kepada Yesus lebih dari percaya tentang Yesus. Kita tidak dituntut untuk beriman untuk memenuhi logika kita, sebab iman sesungguhnya melampui logika manusia. Kita mesti percaya kepada pribadi Yesus dan bersandar kepada-Nya karena Ia hidup dalam kehidupan kita. Melalui Kristus, kita dibawa masuk ke dalam kovenan dengan Allah, dan mendapat bagian dalam berkat dan janji-Nya. Tanpa Dia, orang-orang berdosa seperti kita ini pastilah sudah kehilangan segala harapan untuk mengalami semuanya ini. Namun, dengan percaya kepada Kristus sebagai Pengantara antara Allah dan manusia, kepercayaan kita kepada Allah akan mendatangkan penghiburan bagi kita. sebab orang-orang yang percaya kepada Allah dengan benar, akan percaya kepada Yesus Kristus, yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka. Sehingga bagi Yesus, iman harus mempengaruhi perbuatannya.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Berbicara tentang tuntutan Tuhan Yesus untuk kita dapat percaya kepada-Nya, harus dilihat dengan latar belakang karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Sehingga yang menjadi inti Perjanjian Baru ialah gagasan Allah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan manusia dengan melalui kematian yang mendamaikan manusia dengan Allah di salib-Nya. “… sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu” (Yohanes 8:24). Jadi, keselamatan pasti merupakan buah dari iman. Yohanes berkata dalam pendahuluan kitabnya, “Tetapi semua orang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yohanes 1:12). Jadi iman adalah sarana yang olehnya orang diterima ke dalam suatu persekutuan baru, yang terlihat sebagai satu keluarga, yang hanya dimungkinkan melalui Tuhan Yesus. Hanya melalui Tuhan Yesuslah manusia benar-benar dapat menjadi anak-anak Allah.
Sebagai Allah, Tuhan Yesus lebih tahu apa yang kita butuhkan lebih daripada diri kita sendiri. Bahwa kita perlu penyelamatan dari murka Allah, dan kita perlu relasi yang memuaskan jiwa dengan Allah. Untuk itulah Yesus datang ke dalam dunia. Jadi agar iman kita mengarah menuju keselamatan, itu harus berpusat kepada Tuhan Yesus Kristus. Imanlah yang menjamin kehidupan kekal (Yohanes 3:16) dan ketiadaan imanlah yang membawa seseorang pada penghukuman (Yohanes 3:18). Untuk memiliki iman kepada Yesus Kristus berarti kita harus memercayai-Nya dan mematuhi perintah-perintah-Nya. Sehingga iman lebih dari sekadar kepercayaan yang pasif. Sebaliknya kita mengungkapkan iman kita melalui tindakan-tindakan aktif dalam kehidupan kita. Penolakkan menerima hidup menurut syarat-syarat yang Ia tentukan jelas merupakan penolakan atas seluruh misi-Nya.
Jadi jika kita menerima Dia, menaati Dia, melihat Dia, mengenal Dia, maka tanggapan kita bersifat positif. Jika kita tidak menyambut Dia dengan cara-cara ini, maka kita tidak mempunyai iman yang sungguh-sungguh kepada-Nya. Kiranya perenungan ini dapat membawa kita untuk lebih menyadari tentang makna iman dan percaya dalam kehidupan kekristenan kita, sehingga kita dapat semakin mengasihi Tuhan Yesus dengan lebih sungguh. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar