Selasa, 06 September 2016

JANGAN MENGUCAPKAN SAKSI DUSTA TENTANG SESAMAMU

JANGAN MENGUCAPKAN SAKSI DUSTA TENTANG SESAMAMU
 (Keluaran 20:16)


Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Hari ini kita kembali membahas 10 hukum. Dan pada hari ini kita masuk dalam pembahasan hukum ke-9 yaitu yang berbicara tentang “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”. Saudara, berbicara tentang dusta, Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata “dusta” berarti “perkataan yang tidak benar”, sedangkan “berdusta” berarti  “mengatakan  hal yang tidak benar, berbohong”. Kedua-duanya memiliki pengertian yang hampir mirip.
Bapak/ ibu/ sdr yang kekasih,
Dalam kehidupan sehari-hari kita, sadar atau tidak sadar, seringkali kita pun sering melakukannya. Kita sering tergoda untuk mengatakan hal-hal yang tidak jujur dalam kehidupan kita dengan berbagai macam motif dan alasan. Baik kepada diri sendiri, kepada keluarga, pasangan kita atau pun rekan kerja. Jika kita merujuk pada hasil penelitian sebuah lembaga survei beberapa tahun yang lalu, tampaknya berdusta sudah menjadi cara hidup yang lazim yang dianut oleh kebanyakan orang. Beberapa tahun yang lalu sebuah penelitian membuktikan bahwa 91% orang telah biasa berdusta berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sepele; 36% orang berdusta mengenai hal-hal yang penting; 86% mengaku sering berdusta kepada orangtua; 75% berdusta kepada teman-teman; 73% kepada saudara kandung; dan 69% kepada pasangannya.
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Firman Tuhan hari ini memerintahkan kita untuk senantiasa mengatakan kebenaran tanpa disertai embel-embel berbohong dengan alasan apapun juga dan dengan resiko apapun. Dalam hal inilah firman Tuhan dalam Amsal 13:5 pun berkata, “Orang benar membenci dusta, tetapi orang fasik memalukan dan memburukkan diri”. Serta dalam Kolose 3:9 dijelaskan bahwa, “Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya”. Dari sini kita melihat saudara, bahwa perintah larangan berbohong atau berdusta ini adalah sebuah perintah yang mutlak, tidak bisa ditawar. Itu sebabnya dalam hukum ke-9 mengatakan “Janganlah sekali-kali engkau mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.” Hal ini sama artinya bahwa orang yang mengaku beriman mesti belajar tahu apa yang menjadi kebenarannya, bahwa ia harus senantiasa menjaga hidupnya benar.
Jadi saudara, mengatakan kebenaran sudah seharusnya menjadi salah satu ciri utama dari seorang pengikut Kristus.
Dalam Kolose 3:9 tadi diungkapkan bahwa orang-orang percaya tidak boleh berdusta, karena ia telah "menanggalkan manusia lama serta kelakuannya." Artinya perbuatan dusta bukanlah ciri khas kehidupa anak Tuhan. Sebaliknya saat seseorang berdusta, itu berarti dia sedang mengikuti jejak Setan. Karena Setan adalah bapa segala dusta" (Yohanes 8:44).
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Sesungguhnya dusta lebih berkenaan dengan pemikiran-pemikiran yang salah, yang menyangkal sebuah fakta sehingga seseorang mengira dengan sikapnya ia dapat menyembunyikan kesalahan dan melindungi diri dari kebenaran.
Padahal kenyataannya tidaklah demikian! Orang yang kehidupannya selalu penuh dengan dusta justru hanya akan memperberat masalah. Di sisi yang lain, pengakuan yang jujur adalah cara tercepat untuk mendapatkan pengampunan dan membuat kita kembali pada pimpinan dan pemeliharaan Allah. Sekarang mari kita perhatikan apa yang diungkapkan firman Tuhan dalam 1 Yohanes 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita maka Ia adalah setia dan adil sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”. Firman Tuhan sangat jelas mengungkapkan bahwa kejujuran kita mengenai dosa yang telah kita lakukan, memberikan peluang akan pengampunan Allah berlaku atasnya.
Sebaliknya, jika seseorang berkelit dan pura-pura tidak berdosa, maka sesungguhnya ia membuat Allah menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalamnya. (1 Yohanes 1:10).
Dr. Joseph Stowell seorang pimpinan Moody Bible Institute berpendapat: “Berterus terang mengatakan kebenaran adalah hal yang tidak mudah dilakukan. Budaya kita sekarang ini telah beralih kepada etika kepuasan diri sendiri, yang mana banyak kesalahan-kesalahan yang tidak hanya ditoleransi tetapi juga dianjurkan sebagai hal yang benar. Sebagai akibatnya, banyak dari kita yang merasa nyaman jika kita berbohong atau tidak berterus terang kepada orang lain.”
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Kebenaran memiliki banyak nilai-nilai penting. Kebenaran adalah dasar untuk sebuah kepercayaan, integritas, iman, keamanan dan stabilitas. Pada waktu kebenaran diganti dengan kebohongan, maka nilai-nilai tersebut akan menjadi hancur dan menghilang dari kehidupan orang tersebut. Di sisi lain, kebohongan adalah teman baik dari ketidak-percayaan, kecurigaan, keraguan, kekacauan, pertikaian, dendam, kebencian dan kemarahan.
Jadi kapanpun kebohongan menggantikan kebenaran, maka kebohongan akan menyingkirkan kebenaran. Dari sini sebenarnya kita mesti mengetahui kebenarannya bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang adil. Tuhan kita mau setiap kesaksian diberikan untuk pengadilan memberikan keputusan yang tepat untuk orang yang bersalah.
Itu sebabnya saksi menempati posisi yang sangat penting bagi hakim dalam menimbang suatu perkara dalam pengadilan. Seorang saksi harus memberitakan apa yang dia lihat, apa yang dia tahu, apa yang dia amati, supaya pengadilan dapat memutuskan perkara dengan tepat.
Saudara, di dalam Alkitab banyak sekali contoh-contoh dapat kita temukan tentang bagaimana dosa bersaksi dusta, seringkali membawa dampak buruk baik terhadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain. Salah satu contoh dapat kita lihat dari Perjanjian Lama yaitu tentang peristiwa kematian Nabot sebagai dampak dari niat jahat isteri Ahab yang menyuruh seseorang untuk mengemukakan kesaksian palsu tentang Nabot (1 Raja 21:1-29).
Saat itu, ketika Raja Ahab tergiur dengan kebun anggur milik Nabot orang Yizreel, Raja Ahab berniat untuk membelinya, padahal dia sendiri memiliki kebun anggur yang sangat subur. Ahab berkata: Berikanlah kepadaku kebun anggurmu dengan bayaran uang atau jika engkau lebih suka, aku akan memberikan kebun anggur kepadamu sebagai gantinya” (1 Raja 21:6). Namun saat niatnya untuk membeli kebun anggur Nabot, Nabot malah mengatakan bahwa ini adalah tanah warisan, sebagaimana yang diperintahkan Tuhan. Dan tanah warisan tidak boleh diperjualbelikan kepada siapa pun.” Mendengar pernyataan dari Nabot, akhirnya Ahab menjadi marah, dia pulang ke istananya, ia masuk ke dalam kamar, mengunci diri dan tidak mau makan.
Melihat kejadian ini, Izebel isteri dari Ahab, bertindak untuk membela suaminya dengan satu rencana jahat di mata Tuhan. Serta menjanjikan bahwa keinginan suami pasti akan terkabul. Sehingga dengan diam-diam dia mengumpulkan orang-orang jahat dan dan merencanakan sebuah pembunuhan dengan alibi tuduhan palsu. Ia menulis sebuah surat atas nama Ahab. Dalam surat itu ditulisnya demikian: “Maklumkanlah puasa dan suruhlah Nabot duduk paling depan di antara rakyat. Suruh jugalah dua orang dursila duduk menghadapinya, dan mereka harus naik saksi terhadap dia dengan mengatakan: Engkau telah mengutuk Allah dan raja. Sesudah itu bawalah dia keluar dan lemparilah dia dengan batu sampai mati” (1 Raja 21:9-10).
Setelah didengarnya bahwa Nabot telah mati terbunuh, maka datanglah Izebel menghampiri Ahab sambil berkata: “Bangunlah ambillah kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu, menjadi milikmu, karena Nabot yang menolak memberikannya kepadamu dengan bayaran uang, sudah tidak hidup lagi, ia sudah mati” (1 Raja 21:15).
Kita melihat saudara bagaimana kekuatan dusta, mengakibatkan hilangnya nyawa seorang yang baik. Dosa yang ditimbulkan dalam hati, ketika sudah meracuni pikiran pada akhirnya hanya akan menghasilkan sebuah tindakan dosa. Sehingga dosa selalunya membuahkan dosa yang baru, jika hal itu tidak diselesaikan di hadapan Tuhan.
Begitu pula respon Tuhan saat melihat dosa yang ditimbulkan oleh Izebel, Tuhan marah sekali dengan tindakan Ahab yang tidak berprikemanusiaan, sehingga Ia memerintahkan Nabi Elia untuk pergi menghadap Ahab sambil menyampaikan nubuat tentang penghukuman baginya. Elia berkata: “Beginilah firman Tuhan: Di tempat anjing menjilat darah Nabot, disitu jugalah anjing akan menjilat darahmu” (1 Raja 21: 19). Semua ini saudara, dibuat Tuhan karena sakit hati-Nya atas dosa yang ditimbulkan Ahab di tengah-tengah orang Israel. Tuhan juga menulahi Izebel dengan sebuah kutukan bahwa “anjing akan memakan izebel di luar tembok Yizreel” (1 Raja 21:23). Dari sini kita melihat bapak/ ibu, bahwa dosa karena dusta bukanlah sebuah perkara sepele di hadapan Tuhan.
Terlebih jika dusta itu berkenaan dengan penghinaan nama Tuhan. Inilah yang dimaksudkan dengan bersaksi dusta dan karena itu Tuhan sangat membenci akan dosa ini.
Bapak/ ibu/ sdr yang kekasih,
Jika kita percaya bahwa Tuhan berdaulat atas kehidupan kita serta memercayai tindakan-Nya untuk mengasihi dan memelihara kita dalam segala hal, maka seharusnya kita tidak boleh berbohong untuk mencoba memanipulasi keadaan hidup kita. Kebohongan tentang keadaan hidup kita di hadapan sesama, sama artinya sebuah penyangkalan bahwa Tuhan berdaulat atas kehidupan kita. Karena itu marilah kita belajar mengendalikan diri kita dan belajar untuk bersikap jujur dengan segala keadaan yang kita rasakan.
Saudara, hukum ke-9 ini juga dapat berhubungan dengan lidah sebagaimana yang disebutkan oleh Yakobus 3:1-12. Prasangka buruk dan manipulasi yang timbul dalam pikiran kemudian dilanjutkan dengan sebuah kata-kata juga akan melahirkan dusta. Ketika seseorang berdusta dalam hatinya, maka dosa itu hanya dapat diketahui oleh Tuhan, karena Tuhan mengenal hati manusia. Akan tetapi dusta yang timbul dari sebuah perkataan baru dimengerti oleh sesamanya. Masalahnya saudara, seringkali orang berpikir bahwa berdusta adalah dosa yang kecil jika dibandingkan dengan berjinah, mencuri atau membunuh. Mengapa saudara, karena manusia berdosa sudah kehilangan standar moral sehingga tidak bisa lagi dapat menilai esensi sebuah dosa. 
Akibatnya timbul pertimbangan dosa kecil dan dosa besar. Dan dosa dusta dipahami sebagai dosa kecil. Faktanya tidaklah demikian! Semua bentuk dosa di mata Tuhan esensinya sama. Tidak ada dosa kecil dan dosa besar, tidak ada dusta demi kebaikan. Semua yang namanya dosa adalah kekejian di mata Tuhan. Dan upah dosa adalah maut.
Dalam hal ini, maka sebagai orang Kristen biarlah kita selalu berkata yang benar, penuh hikmat dan pertimbangan sehingga kita mampu menguasai lidah kita.
Bapak, ibu, sdr yang kekasih
Mengatakan yang benar mengenai orang lain dan mengatakan kebenaran setiap saat adalah sikap yang berarti bagi Allah. Allah menyukai kebenaran, sebagaimana diri-Nya adalah Kebenaran. Karena itu Dia hanya mengatakan apa yang benar. Tuhan Yesus, Anak Allah, juga menyebut diri-Nya sebagai “Jalan, kebenaran dan Hidup”. Hal inilah yang memper-lihatkan kepada kita bahwa sesungguhnya Tuhan tidak suka dengan yang namanya dusta atau bohong. Karena Dia adalah kebenaran yang sejati. Oleh karena itu Dia pun menghendaki dan merindukan agar kita sebagai anak-anak-Nya dapat hidup di dalam kebenaran itu. Dengan demikian, ketika hukum Allah melarang suatu hal, hukum itu juga memerintahkan yang sebaliknya. Kita tidak boleh memiliki keinginan untuk mendengarkan apa yang dikatakan orang lain mengenai keburukan orang lain.
Kita mungkin tidak akan pernah berkata bahwa kita menginginkan orang berbuat jahat, tetapi dengan bersemangat mendengarkan kabar yang jahat mengenai orang lain pun sudah membuat kita terlihat bersukacita di dalam kejahatan. Kita harus bergemar di dalam mendengarkan hal-hal yang baik mengenai orang lain, bukannya cerita mengenai perbuatan jahat. Jika kita selalu berhati-hati untuk melakukan yang benar dan menghindari berbuat salah, kita akan memiliki hati nurani yang bersih.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Manusia suka memikirkan kasih Allah. Tetapi kita tidak pernah memikirkan apa yang dibenci Allah, oleh karena itu kita juga harus mempertimbangkan hal ini agar kita dapat menghindari apa yang dilarang-Nya.
Oleh karena itu apa yang kita katakan mengenai orang lain sangatlah serius. Allah menghendaki agar kita berhati-hati dalam membicarakan orang lain.
Kata-kata kita yang diucapkan secara sembrono dapat sangat melukai orang lain. Kita perlu untuk berhati-hati terutama untuk tidak mengatakan hal-hal yang tidak benar mengenai orang lain. Karena ini menyangkut reputasi kita. Kadang kala reputasi dibuat berdasarkan fakta. Kadang reputasi di buat berdasarkan apa yang dikatakan orang yang mungkin tidak benar. Reputasi atau penilaian diri itu sangat penting. Jika kita memiliki reputasi yang baik, orang lain akan menghormati kita dan akan memuliakan Allah, karena kita berkata bahwa kita adalah milik-Nya. Perintah ini memanggil kita untuk berbuat semampu kita untuk melindungi reputasi kita sendiri dan reputasi orang lain. Kita merusak reputasi orang lain ketika kita menyebarkan hal-hal yang buruk yang kita dengar mengenai orang itu.
Bapak,ibu,sdr yang terkasih
Oleh karena itu kesaksian yang jujur dan benar sangat di butuhkan, terutama karena si tertuduh bertanggung jawab membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Orang yang mengucapkan saksi dusta akan merugikan dia dan menyebabkan dia menderita hukuman yang tidak patut. Pastilah dia merugikan orang banyak karena masyarakat menjadi tidak aman dan damai. Orang yang berdusta untuk keuntungan sendiri biasanya merugikan orang lain dan sudah jelas melanggar firman Tuhan. Karena itulah, biarlah melalui kebenaran firman Tuhan ini, kita dapat belajar untuk senantiasa berkata jujur terhadap diri sendiri, jujur terhadap orang lain terlebih lagi jujur terhadap Allah. Dengan demikian, kehidupan kita akan senantiasa dipelihara oleh Tuhan. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar