Minggu, 24 Januari 2016

SESAT KARENA TIDAK MENGERTI ALKITAB

SESAT KARENA TIDAK MENGERTI ALKITAB
Matius 22:23-33

Sidang jemaat yang saya kasihi dalam Tuhan,
Perjalanan iman anak-anak Tuhan memang membutuhkan suatu proses yang sangat panjang. Pertumbuhan iman tidak diberikan secara instan. Tidak serta merta saat kita pertama kali percaya kepada Tuhan Yesus lalu kita memiliki iman yang sempurna. Sebaliknya iman itu harus dipupuk dan di dalamnya dituntut suatu usaha untuk mau terus belajar akan kebenaran.
Dalam taraf belajar untuk mengenal kebenaran inilah saudara, penting bagi kita untuk memahami Alkitab secara utuh. Dari setiap pengajaran demi pengajaran yang kita terima, kita harus menemukan benang merah dari iman yang kita terima dari Tuhan itu. Sebab pemahaman yang sepotong-sepotong justru akan membahayakan iman.
Karena itu bapak/ ibu yang kekasih,
Hari ini kita akan belajar bagaimana Alkitab memberikan kepada kita satu penjelasan penting bagaimana seharusnya kita mengerti Alkitab dengan benar. Dan salah satu topik yang kita angkat kali ini adalah mengenai kebangkitan. Satu topik yang mengupas doktrin eskatologi, yang bagi sebagian orang mungkin masih membingungkan. Bahkan dikalangan para teolog pun topik ini masih banyak diperdebatkan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kita tahu bersama, dalam setiap pelayanan Tuhan Yesus pastinya selalu dipenuhi oleh banyak orang. Dalam setiap pelayanan Tuhan Yesus, ada begitu banyak orang yang datang dengan berbagai macam motivasi yang dimilikinya.
Biasanya yang selalu kita ingat, kelompok yang selalu dekat dengan Tuhan Yesus selain murid-murid adalah orang-orang Farisi. Orang Farisi adalah kelompok yang merasa diri paling baik, paling suci, dibandingkan yang lain. Mereka adalah kelompok yang menarik diri dari segala hiruk pikuk duniawi. Mereka menerima kitab Musa dan kitab para nabi. Dan dalam teologinya orang-orang Farisi percaya akan adanya kebangkitan.
Kelompok lain yang juga selalu berada di dekat Tuhan Yesus adalah orang-orang Saduki. Orang Saduki adalah orang-orang yang jenius & kaya. Mereka adalah orang-orang yang berpengaruh karenanya mereka memiliki kedudukan tinggi dalam kemasyarakatan ataupun di kalangan politisi. Kebanyakan mereka adalah imam-imam atau bahkan Imam Besar (band. Kis 5:17). Berbeda dengan orang Farisi, orang-orang Saduki mau bekerja sama dengan orang Roma, karenanya mereka tidak segan-segan untuk mendukung Herodes.
Namun, sekalipun kelompok Saduki jumlahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan Orang-orang Farisi, tetapi kelompok ini sudah ada dalam masyarakat Yahudi + 280 tahun sebelum Kristus lahir.
Dalam hal teologi, orang-orang Saduki hanya menerima Kitab Musa (Kejadian – Ulangan) yang diakui sebagai firman, tetapi itu pun mereka pelajari hanya sebatas moralitas. Namun, secara teologis mereka tidak percaya adanya kebangkitan. Maka hal yang tidak dapat mereka percayai adalah misalnya makhluk yang tidak bertubuh yang dapat dilihat oleh mata. Mereka percaya tidak ada makhluk malaikat. Mereka percaya bahwa pada waktu seseorang meninggal dunia maka jiwa dan roh orang itu pun turut mati. Makanya mereka tidak percaya adanya kehidupan dibalik kematian. Mereka juga tidak percaya adanya sorga atau pun neraka.
Lagipula, orang-orang Saduki ini tidak mendasarkan kepercayaan mereka pada iman seperti yang diajarkan firman Tuhan dalam Ibrani 11:1, yang mengatakan bahwa: Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
Sebaliknya mereka justru lebih bersandar pada kepandaian yang mereka miliki. Otak mereka yang genius mendasarkan setiap persoalan hidup dalam hukum hipotesa. Artinya saudara, apa yang tidak dapat dijangkau oleh akal mereka, hal itu jelas tidak dapat diterima dalam kehidupan mereka.
Namun uniknya saudara, sekalipun kelompok Farisi dan Saduki dalam beberapa kasus selalu bermusuhan di kemajelisan keagamaan. Dimana orang Saduki menjadi orang liberalnya dan Orang Farisi menjadi orang yang lebih konservatif. Di dalam keributan bersama, ternyata mereka juga bisa damai sama-sama walaupun hanya sifatnya sementara. Khususnya dalam melawan Tuhan Yesus. Sebab mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu berusaha menelanjangi ajaran Tuhan Yesus.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Dalam perikop yang kita baca ini dikisahkan, bahwa orang-orang Saduki itu datang kepada Tuhan Yesus. Mereka bercerita tentang seorang perempuan yang menikah lalu suaminya mati.
Dasar cerita ini memang ada di dalam Perjanjian Lama yang sering disebut sebagai hukum levirat (Ulangan 25:5-10). Namun orang-orang Saduki memakai bagian ini sebenarnya adalah untuk menjebak Tuhan Yesus.
Saudara, dalam hukum Musa ini memang dijelaskan bahwa jika ada seorang laki-laki mati tanpa anak, maka saudaranya yang laki-laki wajib mengawini janda itu untuk memberi keturunan bagi saudaranya tadi dan anak sulung yang lahir itu harus dipandang sebagai anak  dari saudaranya itu. Jadi hukum ini sebenarnya digunakan untuk memelihara keturunan orang yang telah meninggal.
Akan tetapi jika orang itu menolak untuk mengawini janda tersebut, maka mereka harus pergi mencari tua-tua. Kemudian perempuan itu harus melepaskan kasut si pria, meludahi mukanya dan mengutukinya. Maka orang itu membawa tanda penolakan.
Nah saudara, orang-orang Saduki ini mengutip kasus perkawinan levirat dimana tujuh orang saudara laki-laki, masing-masing mati tanpa meninggal-kan anak, dan satu per satu mereka mengawini perempuan yang sama. Disinilah pokok masalah muncul. Dimana orang-orang Saduki terlalu lebay. Mereka terlalu membesar-besarkan perkara, sehingga cerita yang sebenarnya sederhana tetapi didramatisir oleh orang-orang Saduki.
Bayangkan saudara, apa ada seorang wanita yang menikahi tujuh laki-laki dari saudara yang sama dan sialnya semua suaminya mati tanpa meninggalkan keturunan. Tentu saja cerita ini diatur sedemikian rupa dengan harapan supaya bisa memojokkan Tuhan Yesus.
Sebab pikirnya, kalau memang ada kebangkitan, bahwa nanti pada waktu hari kebangkitan, wanita ini pastinya akan bertemu kembali dengan ketujuh suaminya. Dan pertanyaan mereka adalah: “Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu  pada hari kebangkitan? Sebab mereka telah beristerikan dia” (Matius 22:28).
Sebuah pertanyaan yang sebenarnya sangat sederhana. Sebuah pertanyaan yang masuk akal bukan? Kalau dia menikah tujuh kali, lalu pada masa kebangkitan, dan ia bertemu Tuhan Yesus di sorga, lalu siapa yang menjadi suaminya.
Dengan pertanyaan itu, orang-orang Saduki berusaha ingin menertawakan Tuhan Yesus jika pada akhirnya Tuhan Yesus tidak bisa menjawabnya. Lagi pula mereka berpikir, masalah kebangkitan orang mati sukar dicocokkan dengan hukum-hukum Musa. Sehingga dengan jebakan yang dibuatnya mereka berharap pada akhirnya Tuhan Yesus menjadi malu di hadapan orang banyak.
Saudara, pertanyaan orang Saduki ini sangat tajam, bahkan jika pertanyaan itu diajukan kepada orang Farisi pastinya bakal memojokkan mereka, tetapi mungkin bagi sebagian orang pertanyaaan mereka muncul atas dasar ketidaktahuan. Tetapi jangan lupa, orang saduki bukanlah orang yang tidak membaca Kitab Suci. Mereka bahkan secara rutin belajar Kitab Suci. Tetapi meskipun demikian, pada dasarnya mereka buta terhadap kebenaran khususnya tentang hal kebangkitan. Pertanyaan bagi kita, apa yang menyebabkan mereka buta terhadap kebenaran?
Jawabannya adalah karena orang-orang Saduki berpegang pada pengajaran yang salah. Dari ayat 23, sebenarnya kita sudah mendapat kesan bahwa orang-orang Saduki ini memang datang kepada Tuhan Yesus dengan membawa asumsi yang salah, yaitu mereka tidak percaya terhadap kebangkitan orang mati.
Lagi pula salahnya terletak pada konteks kebangkitan dimasa depan di bawa dalam pemikiran dimasa kini. Tadi di awal saya sudah menjelaskan bahwa orang-orang Saduki lebih menekankan hal yang berbau logika ketimbang masalah supranatural. Karenanya tidak heran jika mereka menilai natur kebangkitan dalam memori masa kini. Disinilah letak salah mereka. Karena mereka salah faham terhadap pengajaran Kitab Suci, maka itu menyebabkan mereka salah dalam mengertinya.
Saudara, Inilah kesalahan dari semua agama di dunia, yaitu semua urusan dunia yang bersifat material diterapkan ke surga yang sifatnya non-material, semua yang sifatnya jasmani dijadikan landasan untuk menentukan semua hal yang rohani.
Faktanya, ketika orang mulai mengacaukan 2 realitas yang berbeda, yaitu: realita yang tidak bergerak, yang kekal dengan realita yang terus bergerak, yang sementara; maka terjadilah kerusakan teology. Karena dalam hal ini, Allah dipaksakan masuk dalam akal manusia. Jadi kita seharusnya menyadari bahwa hal yang sementara tidak bisa dicampurkan/ disamakan dengan hal-hal yang bersifat kekal.
Saudara, “tidak mengerti Kitab Suci adalah sesuatu yang sangat berbahaya! Sebab karena tidak-mengertian bisa menyebabkan seseorang jadi sesat. Dan kesesatan dapat membawa kepada kebinasaan (band. Hosea 4:6, 14b).
Ada banyak orang yang selalu menganggap bahwa dirinya sudah mengerti Kitab Suci. Maka ia membaca lalu ia menterjemahkan menurut maunya dia. Ironis sekali. Atau ada juga orang membaca kitab suci lalu berkata kita tafsirkan merupakan satu kesatuan. Statmennya bagus. Tetapi satu kesatuan tujuannya yang salah, yaitu memaksakan yang digenapi baru kepada yang lama yang tidak pas. Lalu memaksakan situasi lama yang sudah digenapi muncul kembali ke permukaan. Atau mengutip-ngutip ayat menurut tafsir dia, padahal maksudnya tidak seperti itu. Nah ini yang repot.
Sehingga orang-orang Saduki yang memegang kitab Musa, orang-orang Saduki yang tidak percaya kepada kebangkitan menjadi sebuah warna yang ada terus menerus dalam kehidupan kekinian. Karena itu jangan heran jika kita mendengar orang, ada yang percaya ini ada yang tidak percaya itu, ada yang percaya Yesus Tuhan, ada yang tidak percaya. Kok bisa, jangan lupa bahwa orang bisa mempunyai berbagai pikir dan paradigma yang beraneka ragam dalam kehidupannya. Sehingga menimbulkan selisih faham, dan kesakitan atau saling menyakitkan antara satu dan yang lainnya. Ini realita kehidupan. Inilah pergumulan dalam keseharian. Sehingga dengan demikian bagaimana kita melakukan apa yang Tuhan mau, perlu menjadi pertimbangan kita. Sehingga kita tidak salah kaprah dalam menjalani kehidupan, tetapi memiliki kehidupan yang tepat sasaran.
Pertanyaannya bagi kita, Apakah saudara tidak mengerti Kitab Suci, atau hanya mengerti sedikit sekali tentang Kitab Suci? Saudara, jangan pernah menganggap enteng hal itu, karena hal itu bisa menyesatkan saudara! Karena itu penting bagi kita untuk terus berusaha dan belajar Kitab Suci dengan serius dan benar!
Di dalam gereja kita sebenarnya kita sudah memberikan wadah bagi kita yang mau belajar lebih dalam tentang Kitab Suci melalui BGA. Dalam BGA itu kita membaca, kita meneliti, kita melihat konteks dekat konteks jauh. Korelasi antara ayat satu dengan ayat yang lainnya sehingga kita memiliki gambaran yang lebih utuh. Karena itu
datanglah dalam Kebaktian Doa.

Sidang jemaat yang kekasih,
Kembali kita kepada konteks bacaan kita. Dalam ayat 29 tadi, kita melihat bahwa Tuhan Yesus juga menambahkan bahwa kesesatan mereka terjadi karena mereka tidak mempercayai kuasa Allah.”
Kita melihat saudara, karena orang-orang Saduki tidak percaya akan kebangkitan, dan bahkan mereka menganggap hal itu sebagai suatu hal yang mustahil/ tidak masuk akal. Bukan hanya membuktikan bahwa mereka hanya mengandalkan logika mereka, tetapi kenyataannya adalah karena mereka percaya pada kuasa Allah. Itulah yang menyebabkan kesesatan mereka!
Bapak/ ibu yang kekasih,
Berhati-hatilah pada logika. Kita tahu bahwa setiap kita diperlengkapi Allah dengan otak untuk berpikir. Dan Allah mau supaya kita mempergunakan otak yang diberikan Tuhan itu dengan baik. Hanya yang Tuhan Allah larang bagi kita adalah kalau kita lebih bersandar pada logika kita dan tidak percaya pada kuasa Allah, maka hal itu akan menyesatkan kita. Dalam hal ini Yesaya 5:21 berkata: “Celakalah mereka yang memandang dirinya bijaksana, yang menganggap dirinya pintar!”
Dalam hal ini Tuhan Yesus sebenarnya ingin berkata kepada orang-orang Saduki dan termasuk kita yang hadir saat ini bahwa kalau saudara tidak bisa mengerti apa yang Allah katakan, maka saudara sudah salah mengerti akan apa yang dikatakan oleh Musa yaitu jika seorang mati dengan tiada meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu.
Masalahnya adalah, perkataan Musa ini bukanlah masalah kawin mengawinkan akan tetapi titik beratnya lebih kepada hubungan keturunan mesianik. Maksudnya adalah orang Israel harus punya anak karena orang Israel ditetapkan sebagai pembawa keturunan mesias. Iblis mengerti betul akan hal ini, maka dalam sejarah berkali-kali iblis berusaha menghabisi keturunan Israel. Akan tetapi kita melihat bagaimana pemeliharaan Allah terus berjalan sehingga berbagai upaya iblis tidak berhasil.
Ideologi teologis dari rencana Tuhan ini rupanya memang tidak ditangkap oleh orang Saduki. Karena yang dipikirkannya adalah masalah kawin mengawinkan semata, Sehingga semua ide teologis sudah digeser menjadi hal-hal yang bersifat duniawi semata. Sedangkan masalah Surga menjadi duplikasi obsesi kita di dunia yang kita lemparkan ke sana.
Karena itu Tuhan Yesus beriusaha menjelaskan bahwa dalam teologi kebangkitan tidak ada yang namanya kawin dan dikawinkan (ayat 30). Tidak ada namanya pergaulan seksual yang sama seperti saat ini. Lagi pula dalam kebangkitan tidak ada seseorang memiliki memori yang lalu.
Lebih lanjut Tuhan Yesus menjelaskan bahwa dalam kebangkitan seseorang akan memiliki tubuh yang baru, yaitu suatu tubuh kemuliaan. Kita melihat saudara, satu bagian firman Tuhan Dalam 1 Korintus 15:40, 42 yang menjelaskan kepada kita bahwa, Ada tubuh sorgawi dan ada tubuh duniawi, tetapi kemuliaan tubuh sorgawi lain dari pada kemuliaan tubuh duniawi... Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan.”
Dengan demikian, di dalam tubuh yang baru berarti tidak ada memori yang lalu. Tidak akan ingat ini istri saya, ini anak-anak saya. Cilaka saudara kalau selama hidupnya, seseorang memiliki musuh tetangganya yang tidak disukai, Dan saat kebangkitan nanti, ia akan menunggu untuk balas dendam, apa namanya sorga yang seperti itu.
Kebangkitan pastinya melewati kematian. Kematian adalah akhir dari sebuah kenangan. Kematian adalah akhir dari segala perjalanan kehidupan dalam kesementaraan. Dalam hal ini, kematian tidak akan menyisakan apapun akan masa lalunya. Sehingga dalam tubuh yang baru berarti tidak ada apa-apa lagi akan hal-hal yang lama.
Kalau kita masih ingat bahwa ini adalah mantan isteriku, oh ini adalah anak-anakku itu berarti masih dalam memori. Artinya kita belum mengalami yang namanya kematian. Tapi kalau dalam tubuh yang baru, dikatakan tidak ada yang namanya memori yang lama. Itu artinya semua hal yang ditinggalkan setelah kematian hanyalah sebuah kenangan-kenangan semasa hidupnya.
Lagi pula orang-orang yang bangkit akan hidup seperti malaikat di sorga. Bukan berarti menjadi malaikat. Tetapi maksudnya adalah tidak ada lagi batasan waktu dan ruang. Mereka sudah merdeka tanpa batas. Dengan demikian, jelaslah bahwa pertanyaan orang Saduki itu adalah sesuatu yang tidak relevan!
Dalam pemikiran yang sama sebenarnya Tuhan Yesus pernah memperingatkan Petrus dengan keras dalam Matius 16:23. Ia berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Itulah yang dinamakan SESAT! Dimana kesesatan manusia adalah karena dia telah berpikir salah sehingga doktrin yang ia bawa pun menjadi salah. Jadi doktrin sangatlah berpengaruh pada keselamatan. Kalau kita sesat, maka kita akan mati. Jadi sesat bukanlah urusan sederhana.
Karena itu untuk meluruskan pola pikir yang salah dalam orang-orang Saduki, Tuhan Yesus mulai dengan meletakkan satu prinsip – bahwa seluruh pertanyaan itu dimulai dari suatu kesalahan dasar, yaitu kesalahan dalam berpikir bahwa surga sama dengan bumi. Dan dalam berpikir tentang kekekalan dalam istilah kekinian.
Maka jawaban Tuhan Yesus ialah bahwa setiap orang yang membaca Kitab Suci harus mengerti bahwa pertanyaan ini sama sekali tidak relevan karena surga bukan sekedar kelanjutan atau perpanjangan dunia ini. Disana kelak ada hubungan-hubungan yang baru dan lebih agung, yang jauh melampaui hubungan-hubungan jasmani di dunia sekarang ini.
Dalam hal ini Tuhan Yesus berusaha menjelaskan esensi dari pengajaran yang benar. Tuhan Yesus berusaha untuk kembali menarik orang Saduki dan seluruh pendengarnya untuk balik kepada esensi yang benar: siapa yang asli sebagai pemilik Kerajaan Surga, siapa yang asli berada dalam kebenaran Tuhan, siapa yang asli menjadi pengikut Allah yang benar, siapa yang asli menjadi anggota tubuh Kristus, siapa yang asli yang betul-betul diselamatkan dan mendapat hidup yang kekal yaitu dia yang betul-betul kembali kepada Allah, yang setia kepada Kitab Suci, dan yang betul-betul mengakui kedaulatan kuasa Allah.
Perhatikan saudara, bagaimana Tuhan Yesus mengutip kebenaran firman dalam Keluaran 3:6, yang berkata: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Saudara, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub adalah Allah orang hidup!
Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia adalah Allah orang hidup dan bukan Allah orang mati. Bagi Musa, Allah adalah Allah yang hidup. Leluhur-leluhur Musa memang sudah mati secara fisik, tetapi mereka tetap hidup, maka Allah adalah Allah mereka yang hidup sampai selama-lamanya. Karena itu Allah yang hidup itu haruslah Allah dari manusia-manusia yang hidup pula.
Jadi Kerajaan Surga adalah kerajaan dimana Allah memerintah, kerajaan yang diperuntukkan bagi orang hidup bukan orang mati. Isu ini sepertinya telah membuat orang Saduki semakin terjepit. Kalau mereka menolak kebangkitan, semua yang rohani, padahal mereka menerima semua yang bersifat material. Kalau mau konsisten seperti itu maka Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub berarti Allah orang mati. Kalau orang Saduki konsisten dengan konsep Allah yang bersifat materi maka berarti Allah mereka harus kelihatan. Karena mereka menolak hal yang rohani maka mereka tidak bisa bertemu dengan Tuhan Allah karena Allah ada di wilayah roh. Karena mereka menolak kebangkitan, ketika mereka mati mereka pun tidak bertemu dengan Tuhan Allah.
Semua yang berkaitan dengan Allah, berkaitan dengan yang sudah mati dan bangkit. Karena itu saat Tuhan Yesus mengutip bagian dalam kitab Musa seperti halnya orang Saduki, seperti Ia sedang menusuk balik orang mereka: Siapakah Allahmu yang sebenarnya? Menurut mereka, Allah haruslah riil, bisa jalan-jalan, yang sebenarnya adalah diri mereka sendiri. Mereka tidak dapat bertemu dengan Allah yang asli, mereka bertemu dengan Allah yang palsu yaitu Allah orang mati, berarti mereka pun mati.
Dari sini kita melihat sebenarnya Tuhan Yesus sedang memberikan jawaban bukan sekedar menanggapi pertanyaan mereka. Karenanya tidak heran jika orang-orang Saduki tidak bisa lagi menjawab namun masalahnya mereka tidak mau membuka diri terhadap kebenaran.  Sebab pada akhirnya kita melihat merekalah bagian dari penyaliban Tuhan Yesus.
Sidang jemaat yang saya kasihi,
Orang yang menerima anugerah pastinya akan mengerti penjelasan Tuhan Yesus diatas dan mengenal kebenaran. Orang yang mengerti anugerah seharusnya memiliki respon yang bisa dipertanggungjawabkan, karena salah berespon berarti celaka. Orang Saduki ketika dihantam dengan kebenaran Tuhan bukannya menerima tetapi langsung menolak dan pergi, dia bukan mau dikoreksi tetapi semakin sengit dan berakhir dengan menghantam Tuhan Yesus di kayu salib.
Ketika orang Saduki mulai mementingkan implikasi iman mereka bukannya mengimplikasikan iman mereka berdasarkan Taurat, tetapi mereka mengimplikasikan iman berdasarkan teologi mereka. Teologi mereka, mereka rumuskan, lama kelamaan teologi itu lepas dari Taurat lalu masuk ke dalam filsafat. Inilah kecelakaan besar. Taurat hanya menjadi tempelan dari teologi mereka.
Semua orang yang mengatakan kalimat: jangan terlalu sibuk berdoa, berpikirlah tentang dosa, kelahiran baru, masuk surga, dan lain sebaginya, dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang yang tidak hormat kepada Tuhan. Sebaliknya mereka sedang menolak Firman, mereka tidak mengakui wahyu Tuhan yang paling mutlak dan menggantinya dengan filsafat. Karena itu supaya kita tidak tersesat dalam pola pikir yang salah, penting bagi kita untuk kembali kepada Firman Tuhan dengan lebih teliti, dan menghargainya sebagai kebenaran satu-satunya. Teologi adalah sarana untuk kita betul-betul kembali kepada Firman. Teologi yang baik akan mengajak kita secara ketat dan akurat mempelajari seluruh bagian Firman.
Teologi yang salah justru seolah-olah memakai Alkitab untuk bermain secara topik, memainkan bagian Firman Tuhan tertentu yang cocok dengan pikiran manusia, tetapi tidak menuntut untuk kita mengakui Firman Tuhan sebagai kebenaran mutlak secara komprehensif dan utuh.
Seberapa jauh kita mau belajar setia kembali kepada Firman, masih melihat Tuhan mau beranugerah, dan betul-betul mau rendah hati dibongkar, dikoreksi oleh Firman. Jangan abaikan semua anugerah Tuhan. Mari kita belajar untuk berespon dengan benar terhadap anugerah Tuhan.
Maka, sebenarnya apa yang dipertanyakan oleh orang Saduki, telah dihancurkan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus telah melakukan apa yang tidak mampu dilakukan oleh rabi-rabi paling bijak sekalipun. Dari Kitab Suci itu sendiri Ia telah membantah orang Saduki, dan telah membuktikan kepada mereka bahwa ada kehidupan sesudah kematian yang tidak boleh dipikirkan dalam istilah-istilah duniawi.
Bagaimana dengan kita saudara, Bukalah diri untuk kebenaran, karena bagi orang percaya, kematian bukanlah akhir dari hidup namun justru merupakan awal kehidupan yang sebenarnya bersama Allah di dalam kekekalan. Biarlah dengan kebenaran firman Tuhan ini, kita semakin dibuat Allah mengerti dan iman kita semakin bertumbuh di dalam Tuhan. Dan kita dimampukan untuk percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya kebenaran yang tidak bisa diganggu gugat, karena Ia adalah firman Allah. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar