Kamis, 04 Juni 2015

MEFIBOSET - KEHIDUPAN YANG DIPULIHKAN

MEFIBOSET - KEHIDUPAN YANG DIPULIHKAN
2 Samuel 4:4; 9:1-13


Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Setiap orang pastinya pernah mengalami yang namanya peristiwa-peristiwa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam kehidupan di masa lalunya. Terkadang peristiwa yang tidak menyenangkan dalam hidup seseorang dimasa lalu, menjadi kenangan yang seringkali mengha-langinya untuk dapat maju ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, dibutuhkan satu pemulihan yang terjadi dalam kehidupannya.
Saudara, pemulihan sangatlah penting bagi setiap orang yang pernah mengalami luka-luka batin yang sulit terobati. Sebab dengan mengalami kehidupan yang dipulihkan oleh Tuhan, ini menjadi titik awal bagi dia untuk kembali bangkit dari keterpurukan hidupnya.
Saudara, dalam perikop yang kita baca kali ini, kita mendapati satu pribadi yang juga pernah mengalami satu pemulihan dalam hidupnya. Sebut saja namanya Mefiboset. Mefiboset berarti “malu/ aib.” Sebagaimana namanya Mefiboset, ia dikenal sebagai pribadi yang memiliki perasaan rendah diri yang berlebihan.
Siapakah Mefiboset saudara? Mefiboset adalah satu-satunya anak laki-laki Yonatan, cucu dari Saul, raja Israel yang pertama. Sebagai putera mahkota, cucu dari raja Saul, dapat dipastikan bahwa Mefiboset telah dipersiapkan untuk menjadi raja di masa mendatang.
Dalam kondisi yang demikian, pastinya kita bisa menebak bahwa masa kecil Mefiboset dihabiskannya dalam lingkungan istana: Kemewahan, kemegahan dan kemakmuran menjadi pemandangan sehari-hari baginya. Secara materi Mefiboset tidak mengalami kekurangan suatu apa pun, Seharusnya ia menjadi seorang anak yang beruntung dan bermasa depan cerah.
Silsilah keluarga yang sebenarnya dapat menjadi suatu kebanggaan, namun ternyata tidak demikian yang dialami oleh Mefiboset.
Serangkaian peristiwa dan keadaan membuatnya menjadi pribadi yang rendah diri. Suatu peristiwa telah membuyarkan semua masa depannya. Segala kemegahan dan kemuliaan yang biasa dinikmatinya sebagai keluarga istana dalam waktu sekejap menjadi lenyap. Mefiboset telah kehilangan orang-orang yang dicintainya: ayahnya (Yonatan), kakeknya (raja Saul) dan saudara-saudaranya yang lain. Mereka tewas di medan peperangan saat melawan orang Filistin di Padang Bukit Gilboa. Hal ini dapat kita lihat dari kesaksian firman Tuhan yang mengatahakan "Orang Filistin terus mengejar Saul dan anak-anaknya dan menewaskan Yonatan, Abinadab dan Malkisua, anak-anak Saul. Jadi Saul, ketiga anaknya dan pembawa senjatanya, dan seluruh tentaranya sama-sama mati pada hari itu." (2 Samuel 31:2, 6).
Saudara, saat berita kematian rombongan Saul itu sampai ke istana, dapat dipastikan membawa kekecauan dan kepanikan bagi seluruh orang-orang yang ada di istana.
Ditambah lagi pada masa itu, ada istilah “pemberantasan sampai ke akar-akarnya” – yang dikenal dengan sebutan genoside, yaitu pembunuhan kepada satu keturunan atau suku. Tujuannya tidak lain adalah supaya tidak ada kesempatan bagi “musuh” untuk membalas dendam dan memberontak di kemudian hari.
Bapak ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Daud memang tidak bermaksud untuk mengikuti kebiasaan ini. Namun, karena keluarga Saul tidak mengetahui sebelumnya niat Daud yang mulia itu. Karenanya saat berita kematian Yonatan dan Saul dari Yizreel, didengar oleh Ziba – pengasuh Mefiboset. Seketika itu juga Ziba bergegas membawa Mefiboset lari dalam gendongannya. Ia berpikir bahwa Mefiboset merupakan putra tunggal pewaris tahta Saul. Jika seorang raja yang baru berkehendak untuk membinasakan seluruh keluarga Saul, pastinya Mefiboset adalah orang yang pertama yang dicarinya.
Karena itu ia bergegas lari guna menyelamatkan diri. Namun, karena larinya yang terburu-buru, menyebabkan Mefiboset kecil terjatuh dan mengalami cacat. Kakinya pincang seumur hidupnya. Saudara, hal ini terjadi saat Mefiboset masih berumur 5 tahun (2 Samuel 4:4).
Akibatnya dari cacat yang permanen ini saudara, bisa dipastikan bahwa Mefiboset tidak dapat lagi menikmati masa kecil dan remaja sebagaimana layaknya anak-anak normal lainnya. Mefiboset tumbuh sebagai orang yang cacat dan terluka batinnya, apalagi ia harus keluar dari istana dalam situasi sebagai seorang pelarian.
Tidak ada lagi figur seorang ayah yang bisa dibanggakan dan memberinya perlindungan. Tidak ada lagi kegagahan dan kepahlawanan yang dulu pernah dilihatnya dari Yonatan, ayahnya.
Begitu juga berita tentang keberadaan kakeknya (raja Saul), yang tidak lebih dari seorang raja Israel yang gagal dan tidak berkenan kepada Tuhan. Saudara sepertinya lengkaplah sudah penderitaan batin yang harus dialami Mefiboset. Perasaan malu dan tidak berharga terus menghantui pikirannya dari tahun ke tahun, hingga ia berumah tangga.
Saudara, 17 tahun lebih Mefiboset hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Ditambah lagi keberadaannya yang pincang menyebabkan Mefiboset menjadi seorang yang minder. Masa lalu yang kelam kini menghalangi langkahnya untuk menatap hari esok. Sepertinya masa depan dan harapannya pun sudah sirna.
Bapak ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kita tahu bahwa antara Daud dengan Saul sangatlah tidak akur. Sebenarnya bukan Daud yang bermasalah, melainkan Saul yang berniat untuk membunuh Daud. Sekarang, ketika Daud memerintah sebagai Raja Israel menggantikan Saul. Saat itu usia Daud mencapai 47 tahun dan Mefiboset sendiri sudah menginjak usia 22,5 tahun.
Dijelaskan bahwa Daud berniat untuk menyatakan kasihnya kepadanya (ayat 1). Ia berkata kepada pengikutnya: Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akna menunjukkan kasihku kepadanya oleh Yonatan.”
Saudara,
Apakah Daud melupakan perseteruan Saul dengannya? Tidak saudara! Daud tahu Saul membencinya. Tetapi Daud tidak pernah menyimpan dendam sedikit pun terhadap keluarga Saul. Karenanya Daud mengingat akan Mefiboset.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Apa yang melatar belakangi pemikiran Daud sehingga ia tidak memiliki niat untuk melenyapkan Mefiboset? Dalam 1 Samuel 20:7 kita melihat bagaimana persahabatan antara Daud dengan Yonatan, seperti belahan jiwanya. Dikatakan “Yonatan mengasihi Daud seperti mengasihi dirinya sendiri” (1 Samuel 20:17).
Saudara, persahabatan mereka yang legendaris menghadapi ujian puncak ketika Daud mengetahui bahwa Saul berusaha untuk membunuhnya. Namun karena Yonatan bersumpah akan menyelamatkan Daud dan ia meminta sahabatnya memberikan satu janji sebagai imbalannya: Dikatakan: “…janganlah engkau memutuskan kasih setiamu terhadap keturunanku sampai selamanya. Dan apabila Tuhan melenyapkan setiap orang dari musuh Daud dari muka bumi, janganlah nama Yonatan terhapus dari keturunan Daud… Dan Yonatan menyuruh Daud sekali lagi bersumpah demi kasihnya kepadanya” (1 Samuel 20:5-7).
Saudara, kenangan akan sumpahnya kepada Yonatan inilah yang mendorong Daud untuk bertanya kepada pelayannya: “Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan” (2 Samuel 9:1).
Bertahun-tahun sebelumnya Daud telah membuat perjanjian dengan Yonatan untuk menunjukkan kasih setia Tuhan kepada keluarga Yonatan. Dan sekarang saat ia memegang tongkat pemerintahan Israel, Daud mengingat kembali akan apa yang sudah dijanjikannya.
Jadi saudara, Daud memikirkan keluarga Saul yang sekiranya masih ada yang hidup, bukanlah untuk membantai mereka hingga tuntas, tetapi justru untuk menyatakan kasih yang pernah dijanjikannya. Sebuah kasih yang hidup di dalam dirinya ini pastinya berasal dari Allah.
Daud juga tidak sedang mencari muka dengan melakukan tindakan baik agar dipuji oleh rakyatnya. Ia juga tidak sedang berusaha melakukan sesuatu agar orang lain melakukan sesuatu untuknya. Melainkan ia lebih terdorong oleh suatu kenangan bahwa ia pun pernah menjadi seorang yang lemah. Dan dalam kelemahannya Daud terbantu oleh karena Yonatan. Sekarang ia pun ingin melakukan hal yang sama terhadap Mefiboset.
Saudara, Daud memilih untuk mengingat keluarga Saul yang pastinya hancur karena ditinggalkan orang-orang terkasihnya. Ia tidak mau Mefiboset terus hidup dalam kepahitan. Karenanya Daud menyuruh beberapa orang untuk mengambil Mefiboset di rumah Makhir bin Amiel, dari Lodebar (Ayat 5).
Itulah yang membuat Daud mau memikirkan nasib keluarga yang ditinggalkan dengan tewasnya Saul dan Yonatan dalam peperangan. Itulah sebuah kasih yang berbeda dengan kasih yang pada umumnya kita jumpai di dunia. Sebuah kasih Allah yang "unconditional", yang berlaku bahkan kepada orang yang sudah berlaku begitu jahat sekalipun. Tuhan sendiri menunjukkan belas kasihNya yang luar biasa kepada kita justru ketika kita masih berdosa. Ketika seharusnya kebinasaan yang layak kita terima, Tuhan menggantikannya dengan keselamatan.
Saudara, tindakan Daud atas Mefiboset ini, mengingatkan saya akan kasih Allah dan tindakan-Nya pada umat manusia. Tuhan Yesus datang ke dunia mencari manusia untuk diselamatkan; Daud juga berinisiatif untuk mencari tahu keberadaan Mefiboset. Keadaan Mefiboset yang timpang pada kedua kakinya (ayat 13) yang juga menunjukkan kondisi manusia yang timpang karena dosa-dosanya.
Namun walaupun begitu, Daud mengasihi Mefiboset dengan sungguh-sungguh dan ingin mengembalikan segala milik Saul dan seluruh keluarganya kepada Mefiboset (ayat 9). Inilah cerminan karya Tuhan dalam memulihkan hidup kita yang tercemar akan dosa.
Saudara, seorang penulis bernama Alfred Plummer pernah menulis: Membalas kebaikan dengan kejahatan itu merupakan sikap iblis, membalas kebaikan dengan kebaikan itu adalah hal yang manusiawi, tetapi membalas kejahatan dengan kasih merupakan sebuah sikap moral yang sempurna seperti sifat Ilahi.
Jika kita yang penuh dosa saja mau Tuhan ampuni dan kasihi, mengapa kita tidak bisa melakukannya kepada orang-orang yang bersalah kepada kita? Seharusnya kita bisa!
Karena firman Tuhan berkata "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19). Terlebih lagi Tuhan Yesus sudah memberi contoh langsung bagaimana seharusnya bentuk kasih itu diaplikasikan dalam kehidupan. Kita melihat bagaimana Tuhan Yesus mengalami ketidakadilan, penyiksaan hingga Ia tergantung di atas kayu salib, Namun bukan kutuk yang Tuhan Yesus ucapkan, sebaliknya Tuhan Yesus memanjatkan doa meminta pengampunan atas orang-orang yang telah menganiaya Dia (Lukas 23:34).
Bapak ibu yang kekasih,
Kembali kepada nats kita, saat Mefiboset tiba di dalam istana. Perasaan takut menyelimuti hatinya, ia langsung bersujud dan menyembah kepada Daud serta berkata: “Inilah hamba, tuanku” (2 Samuel 9:6). Saudara, kita pastinya mengerti ketakutan yang dialami oleh Mefiboset. Sekalipun mungkin ia telah diberitahu bahwa Daud adalah orang yang baik, tetapi apa jaminannya? Sekalipun mungkin para utusan sudah menyampaikan bahwa Daud tidak ingin menyakitinya, namun nyatanya ia masih saja ketakutan. Saudara, bukankah kita juga demikian? Kita bertanya kepada Tuhan, betulkah saya mendapatkan keselamatan itu? Kita khawatir jangan-jangan kita mendapatkan keselamatan yang palsu. Kekhawatiran yang kita tunjukkan di dalam wajah yang menghadap lantai.
Mefiboset yang merasa tidak layak untuk datang menghadap raja Daud, apalagi menerima kasih kemurahannya, sehingga ia manyamakan dirinya seperti anjing mati yang tidak berguna; ia sudah kehilangan jati dirinya karena sekian lama telah terbuang, karena perasaan takut.
Mefiboset memang telah dipanggil, ia telah diselamatkan, tetapi ia masih membutuhkan sebuah jaminan. Bukankah kita juga demikian? Bukankah kita, seperti para tamu yang gemetar, memerlukan jaminan sehingga kita membungkuk di hadapan raja yang pemurah?
Saudara perhatikan apa yang dikatakan Daud kepada Mefiboset? Kata-kata Daud yang pertama adalah “Jangan takut, sebab aku akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan” (Ayat 7).
Demikian pula dengan Allah kita saudara, saat kita sebagai orang yang berdosa berhadapan dengan Tuhan Yesus yang Agung, bukankah Tuhan juga berkata hal yang sama yang mengatakan kepada kita: “Jangan takut.”
Saudara, Paulus menyatakan bahwa kita memiliki kepastian itu. Dalam Roma 5:8 firman Tuhan berkata: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”
Apa yang dilakukan Daud terhadap Mefiboset seperti mimpi yang menjadi kenyataan, laksana hujan yang menghapus kegersangan hati. Citra diri Mefiboset yang negatif seketika berubah karena uluran tangan kasih Daud.
Saudara, perhatian Daud memberikan pengharapan baru, semangat hidupnya kembali timbul karena ia merasa kembali dihargai; Daud telah membuatnya merasa diterima dan memberinya rasa aman yang selama ini ia rindukan.
Namun Daud menegaskan semuanya itu bukan karena kehebatan dan kebaikannya sendiri, melainkan karena tuntunan Tuhan semata. Ia telah terlebih dahulu mengalami pertolongan dan kebaikan Tuhan yang begitu melimpah supaya ia pun dapat menyalurkan kasih itu kepada Mefiboset.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Tindakan Daud mengingatkan saya akan kasih Allah dan tindakan-Nya pada umat manusia. Tuhan Yesus datang ke dunia mencari manusia untuk diselamatkan; Daud juga berinisiatif mencari Mefiboset. Keadaan Mefiboset yang timpang kedua kakinya (ayat 13), menunjukkan keadaan manusia yang timpang karena dosa. Pengakuan Mefiboset tentang kehinaan dirinya (ayat 8) melukiskan betapa hina manusia yang ternoda dosa di hadapan Allah.
Tetapi, Daud mengasihinya dan mengembalikan segala milik Saul dan seluruh keluarganya kepada Mefiboset (ayat 9). Itu mencerminkan bagaimana Tuhan memulihkan hidup kita yang tercemar dosa.
Bila saat ini situasi kita sulit seperti Mefiboset, jangan pernah merasa hidup kita tidak berharga. Ingat, ada satu Pribadi yang sangat memperhatikan dan mengasihi kita. Seperti Daud yang telah menyelamatkan hidup Mefiboset dan memberi dia tempat terhormat di istana demi Yonatan, dan menentukan Ziba, salah seorang hamba Saul, untuk melayaninya. Demikianlah kehidupan kita di tangan Tuhan Yesus, di dalam tanganNya kita diberikan pemulihan, masa depan, pengharapan pasti. Tinggal bagaimana respon kita untuk mempergunakan anugerah yang telah Tuhan berikan kepada kita? Amin.

1 komentar: