Rabu, 03 Juni 2015

AKU DAN MASALAHKU

AKU DAN MASALAHKU
Mazmur 42:1-6


Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Hidup tidak selalu menyenangkan. Kadang-kadang tekanan kehidupan yang kita hadapi begitu berat, sehingga tidak jarang orang merasa tidak tahan menghadapi menyataan hidup dan mereka membutuhkan pertolongan.
Kenyataan memang betul saudara, setiap orang pastinya tidak pernah lepas dari yang namanya masalah. Artinya beragam masalah bisa menimpa siapa saja. Baik anak kecil sampai kepada orang dewasa. Entah itu orang kaya atau orang miskin, yang namanya masalah akan terus-menerus kita hadapi selama kita masih hidup di dunia ini.
Namun masalahnya saudara, disaat-saat kita membutuhkan pertolongan Tuhan, kita merasa semuanya seperti membisu. Kita merasa sendirian tanpa ada pegangan. Kita merasa Allah begitu jauh saat kita membutuhkan bimbingan dan pertolonganNya. Kenyataan seperti ini saudara, pastinya bisa membuat kita menjadi frustasi. Kita menjadi putus asa dan kehilangan pengharapan oleh karena apa yang kita hadapi sepertinya bertambah berat dan bertambah berat.
Apa yang kebanyakan orang hadapi ternyata juga pernah dialami pemazmur ini. Masalah dan tekanan hidup yang sulit pernah menghimpitnya hingga membuat jiwanya menjadi gelisah dan tertekan.
Saudara, kemungkinan besar apa yang dialami pemazmur dan orang-orang Israel zaman itu adalah pengalaman masa pahit saat mereka berada dalam pembuangan di Babel. Dalam keadaan sebagai bangsa tawanan Kerajaan Babel, mereka hanya bisa menikmati perlakuan hidup yang tidak manusiawi, kerja paksa, makian, dan cemoohan menjadi bagian hidup mereka sehari-hari.
Hal inilah yang menyebabkan pemazmur sangat menderita dan mengalami tekanan yang luar biasa. Sehingga dalam keadaan seperti itu pemazmur merindukan untuk bertemu dengan Tuhan.
Begitupun beratnya masalah yang di hadapi oleh pemazmur memaksa dia untuk meratapi pergumulannya. Karena itu mazmur 42 ini juga dikenal sebagai mazmur ratapan.
Saudara, sebagai bangsa yang besar, umat kepunyaan Allah, rupanya ini hanya menjadi kenangan masa lalu mereka. Bertahun-tahun mereka hidup menderita. Berulang-ulang mereka berseru kepada Allah, memohon kemurahanNya, tetapi Allah tak menjawab, yang seolah-olah Allah tidak lagi hadir dalam kehidupan umatNya.
Kita lihat saudara, bagaimana kerinduan pemazmur ini untuk bertemu dengan Allah. Ia mengungkapkan: Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah” (ayat 2).
Perhatikan bentuk penggambaran yang diambil oleh pemazmur, keadaan dirinya yang membutuhkan hadirat Tuhan diumpakaman seperti seekor rusa yang merindukan air.
Saat merenungkan bagian ini saya menjadi bertanya, mengapa pemazmur mengambil penggambaran seekor rusa untuk menceritakan keadaan dirinya? Mengapa pemazmur tidak menggam-barkan dirinya dengan seekor domba?
Saudara, Ternyata ada perbedaan yang nyata antara rusa dan domba. Domba terkenal sebagai binatang yang lemah, takut air dan tidak bisa berenang, karena bentuk tubuhnya yang tertutup oleh bulu. Hal ini berbeda dengan keadaan seekor rusa. Rusa memiliki bentuk tubuh yang cukup besar dan bau badan yang khas. Kalau sedang lari ia dikejar binatang yang memburunya, ia hampir dipastikan akan mudah ditangkap karena baunya yang khas. Lalu bagaimana ia dapat terhindar dari kejaran musuh-musuhnya? Tidak ada cara lain selain ia harus menghilangkan bau badannya. Dan hanya ada satu tempat dimana rusa ini mendapatkan tempat perlindungan dan menghilangkan jejak dari bau badannya. Ia harus mencari sebuah sungai. Sungai yang berair baginya bukan saja untuk menghilangkan rasa haus, tetapi tempat yang tepat untuk berlindung. Saat menemukan sungai, ia akan langsung masuk dan meneggelamkan dirinya sehingga tidak lagi tercium bau badannya oleh musuh. Pada saat itulah musuhnya tidak bisa mengejar rusa itu lagi.
Namun rupanya, penggambaran pemazmur mengenai seekor rusa pun tidak seperti kebanyakan orang yang menggambarkan sisi keindahannya. Yang pemazmur gambarkan adalah seekor rusa yang mengembara di bukit-bukit yang rumputnya terbakar matahari musim kemarau sungai-sungai yang sudah kehabisan air dengan merindukan sungai yang masih berair yakni sungai yang airnya hanya mengalir pada musimnya,agar ia dapat minum dan menyambung hidupnya. Sama halnya Rusa yang haus akan air demikianlah pemazmur yang haus kepada Allah.
Dalam kondisi yang demikian, saudara, tidak ada kebutuhan lain, selain mendapatkan sungai yang berair. Ia sadar, tanpa air hidupnya akan berakhir. Itulah pelukisan jiwa yang dilanda kerinduan untuk bertemu dengan Allah. Pemazmur ingin menggambarkan bagaimana perasa-annya yang betul-betul rindu akan hadirat Tuhan.
Ratapan kerinduannya akan Allah diungkapkan lebih lanjut dengan berkata jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup, bilakah aku boleh datang melihat Allah?” (ayat 3). Kita melihat saudara, sekarang ia melukiskan kerinduannya dengan satu pengontrasan yang menggugah. Jiwa pemazmur yang haus dibandingkan dengan “Allah yang hidup.
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Perkataan Allah yang hidupmelukiskan bahwa Allah adalah Pribadi yang hidup yang berbeda dengan ilah-ilah lain yang mati, yang juga menawarkan diri sebagai sumber kehidupan dari segala sesuatu. Namun pemazmur sadar, tanpa Allah yang hidup, dirinya pastinya akan binasa. Dari sini kita melihat bahwa Allah adalah sumber kehidupan dari segala sesuatu dimana jiwa pemazmur sendiri bergantung kepada Allah.
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Ditengah-tengah keadaan yang seperti itu ia bertanya, Bilakah aku boleh datang melihat Allah?” (ayat 3)   Ini merupakan suatu pertanyaan yang lahir karena kebutuhan yang sangat mendesak, yang selama ini terpendam karena kerinduan, kini ia berharap untuk bertemu walaupun hanya sejenak.
Pemazmur akan puas bila ia diperbolehkan datang melihat Allah atau dengan kata lain datang menghadap di hadirat Tuhan…di Bait suci dimana Tuhan hadir di tengah-tengah umatNya.
Dari sini kita mengerti saudara, pemazmur dan bangsa Israel baru bisa menghargai apa artinya bersekutu dengan Tuhan. Baru bisa mengerti begitu indahnya kalau hidup bersama dengan Tuhan. Dulu memang mereka pernah mengabaikan Allah, mereka tidak menaruh perhatian pada kehadiranNya, firmanNya, teguranNya, dan kasih sayangNya. Sekarang keadaannya sepertinya sedang terbalik, dimana persekutuan dengan Allah adalah sebuah anugerah yang ingin dia dapatkan. Karenanya tidak ada hak apa pun untuk dapat memaksakan kehendak Allah untuk merespon kerinduanya, selain belas kasihan Allah yang terulur menemui pemazmur.
Karena itu di ayat ke empat dia berkata: Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: “Di mana Allahmu?” (ayat 4)
Saudara, dalam masa pembuangan di Babel yang berarti hidup dalam masa penjajahan sudah pastinya menjadi pemandangan yang lazim jika keseharian mereka dipenuhi dengan tangisan dan ratapan. Dalam hal inilah pemazmur mengungkapkan air mataku menjadi makananku siang dan malam.” Pemazmur terasing dari Allah dan manusia, ia tinggal menangis siang dan malam sehingga makanannya pun dibasahi dengan air matanya. Belum lagi cemoohan kasar orang-orang yang tidak mengenal Allah, yang sekarang memperdaya pemazmur dan orang Israel dengan perkataan: “Di mana Allahmu? Pertanyaan ini selalu diajukan orang yang tidak mengenal Allah seakan-akan mereka ingin berkata mana buktinya kalau Allah yang kepadaNya kamu percayai itu ada dan hidup kalau toh Ia tidak bisa meloloskan kamu dari tangan kami.
Kalau boleh saya gambarkan keadaan ini seperti ingin mengatakan sakitnya tuh disini” ketika mendengar orang-orang yang ada disekitar kita mengatakan “makanya, mengapa kamu memilih menjadi Kristen? Apa yang kamu dapatkan dari kekristenan? Lihat saja di gereja, orang-orang Kristen saling gigit? Itukah yang kamu bilang menyembah Allah yang benar?” Saudara kalau mendengar kalimat-kalimat ini pastinya kita akan merasakan sakit hati yang dalam bukan? Itu juga yang dialami pemazmur saat orang-orang disekitarnya mencemooh dia.
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Begitupun dengan Raja Daud juga pernah merasakan kehilangan Allah dalam hidupnya, sampai-sampai ia meratap kepada Allah, Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepadaMu, tubuhku rindu kepadaMu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair” (Mazmur 63:2).
Hal yang sama juga dialami Ayub dalam dukacitanya karena keadaan yang membuat dia terpuruk: Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak ada disana; atau ke barat, aku tidak melihat Dia” (Ayub 23:8-9). Bahkan yang lebih dasyat saudara, Tuhan Yesus pun pernah mengalami keadaan ditinggal Allah sehingga Ia menjerit, Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46).
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kita bisa memiliki pengalaman yang sama seperti mereka, yaitu perasaan ditinggalkan oleh Allah. Sebagian dari kita mungkin diam-diam menyimpan kepahitan terhadap Allah. Hanya kita merasa tidak pantas untuk mengungkapkannya secara terbuka dalam doa-doa kita, ataupun menceritakannya kepada orang-orang dekat kita. Namun, hal itu pelan-pelan membuat kita semakin menjauh daripada Allah.
Rasa-rasanya saudara,
Memang wajar dan sangat manusiawi jika kita pernah merasa kecewa kepada Allah. Kita merasa ditinggalkan oleh Alah. Juga wajar jika kita mengeluh dan meratap, serta mengekpresikan keluhan-keluhan seperti pemazmur. Saya percaya Allah pastinya dapat memahami sepenuhnya kekecewaan, kesakitan, kesedihan, ataupun ketakutan yang kita rasakan. Dia bukan Allah yang mudah tersinggung dan pemarah. Karenanya dalam kasihNya yang besar Allah pernah bertanya kepada nabi Yunus dua kali: layakkah engkau marah?” (Yunus 4:4, 9).
Kenyataannya saudara, tidak ada satu orang pun yang layak untuk marah terhadap penciptanya. Siapakah manusia sehingga ia berhak marah terhadap Allah? Siapakah manusia sehingga ia layak menjadi tersinggung dan meninggalkan Allah!
Karenannya saudara jangan pernah berhenti pada kondisi hidup yang meratap dengan keadaan, sebab pada akhirnya hanya akan membawa iman kita menjadi lebih terpuruk. Tetapi majulah terus sambil mengingat janji Firman Tuhan yang berkata: berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan!” (1 Korintus 15:58). Inilah yang dilakukan oleh pemazmur saudara sehingga ia tidak berhenti hanya dengan meratapi nasibnya, tetapi ia bangkit kembali, ia mengarahkan imannya kepada Allah.
Karena itu ia berkata: Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan” (ayat 5).
Saudara apa maksud dari perkataan pemazmur ini? Rupanya saudara, pemazmur ingin kembali mengingat persekutuan yang dialaminya dahulu di tengah umat yang secara meriah memanjatkan upacara syukur pada hari raya. Bisa jadi yang dimaksudkan adalah hari raya pondok daun, yang pestanya paling meriah karena diadakan sesudah panen. Dan mereka datang berduyun-duyun dalam rombongan orang-orang untuk bersembahyang. Dan disana Allah telah menanti kehadiran mereka, seperti seorang bapak yang menantikan kedatangan anak-anaknya. Pastinya saudara, kehadiran dan penerimaan Allah mendatangkan sukacita besar bagi umatNya. Allah bukanlah Allah yang dingin, yang acuh tak acuh terhadap apa yang dialami umatNya. PerhatianNya senantiasa tertuju kepada mereka yang berharap akan kasihNya. Inilah saat-saat manis bersama dengan Allah.
Kenyataannya saudara, mengenang saat–saat manis sangat penting bagi pemazmur dan juga bagi kita. Bagi suami-isteri yang merasakan adanya kerenggangan dalam hubungan, cobalah kembali mengenang saat-saat manis, ketika kalian merasakan jatuh cinta. Kenangan itu, akan memancarkan kembali harapan untuk semakin lebih mempererat hubungan. Demikian pula dengan kerohanian kita.
Justru disaat keadaan kita terpuruk, justru saat keadaan kita menjadi lemah, kita harus memaksa diri untuk lebih dekat dengan Tuhan.
Saudara saya teringat dengan slogan doa yang terpampang di Asrama Putri ketika saya masih di I-3 Batu, Ada slogan yang mengatakan: Disaat kamu jenuh untuk berdoa, semakin giatlah berdoaKalimat ini sederhana. Tetapi karena kalimat itu terpampang jelas di depan pintu masuk Asrama, sehari ke sehari mengajar kami untuk lebih giat berdoa.
Nyatanya saudara, tantangan yang seringkali hebat dihadapi anak-anak Tuhan bukanlah pada saat gejolak kerinduan kita akan Tuhan tinggi. Tantangan yang paling hebat menggoda anak-anak Tuhan adalah saat kerinduan akan Allah itu menjadi pudar.
Karena itu saudaraku, mengenang saat-saat manis bersama Tuhan itu penting. Kenangan ini mengajak kita untuk kembali mengingat kasih sayang Tuhan yang besar, saat-saat dimana kita merasa kagum kepada pribadiNya, kasihNya, kebaikanNya. Kenangan inilah yang menjadi titik balik kita untuk dapat bangkit dari keterpurukan rohani.
Mengapa banyak anak-anak Tuhan yang kecewa justru semakin jauh dari Tuhan? Karena pada waktu persoalan hidup yang berat dan beruntun datang dalam hidupnya, kebanyakan dari mereka cenderung terpaku pada persoalan-persoalan tersebut. Dan ketika tidak mendapatkan solusinya, mereka cenderung menyalahkan Tuhan. Kita kecewa kepadaNya, meragukan kasihNya, mereka lupa bahwa sebenarnya setiap hari Allah selalu mengasihinya.
Saudara, mari lihat kembali bagaimana kenangan kita pertama kali percaya kepada Allah, bagaimana semangat kita melayani pertama kali muncul, masihkah kita menganggap bahwa Allah itu jahat?
Perhatikan apa yang kemudian dilakukan pemazmur saudara. Diayat 6 ia berkata: “Mengapa engkau tertekan hai jiwaku dan gelisah di dalam diriku” Mengapa engkau memikirkan hal-hal yang begitu sulit dan rumit sehingga engkau hidup dalam ketakutan karena melihat ancaman dan bahaya dimana-mana? Padahal hanya dengan cukup “Berharaplah kepada Allah saja, maka masalah apapun itu, akan sanggup kita hadapi bersama Tuhan.” Karena Allah adalah sumber pengharapan dan penolong kita. Hanya di dalam Tuhan sajalah kita memiliki pengharapan.
Masalah bisa saja datang menghampiri hidup kita namun janganlah kita takut karena ketenangan itu akan kita dapatkan ketika kita dekat dengan Tuhan karena, jalan keluar itu kita akan dapatkan ketika kita berserah penuh kepadaNya dan percaya kepadaNya. Karena Dia satu-satunya gunung batu dan keselamatan kita kota benteng kita oleh sebab itu kita jangan pernah goyah.   
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa sekarang pengenalannya akan Allah mulai kembali mendominasi perasaan pesimisnya. Ia berusaha bangkit dari perasaan mengasihi diri sendiri dan kembali percaya bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya.
Walaupun doanya belum terjawab, walaupun permohonannya belum terpenuhi, dan keadaannya belumlah berubah, tetapi pemazmur sekarang memiliki iman bahwa Allah hadir sama ketika ia masih di Yerusalem dulu. Karena itulah ia berkata di ayat kemudian: Sebab aku akan bersyukur lagi kepadaNya, penolongku dan Allahku” (ayat 6b).
Pemazmur percaya akan pertolongan Tuhan sehingga hal inilah yang menyebabkan dia bersukaria dan bersyukur karena Allah telah bertindak untuk melepaskannya, menjawabnya dan menyelamatkannya. Bersyukur berarti mengaku percaya dan mewartakan kasih setia Allah kepada orang lain agar merekapun turut bersukacita dan percaya kepada Tuhan.  
Bapak, ibu, sdr.i yang terkasih
Lihat saudara, mengingat kembali kenangan yang manis pada akhirnya memampukan pemazmur untuk bangkit dari keterpurukannya. Bahkan sekarang ia mampu untuk bersyukur terhadap Allah yang menjadi penolongnya. Luar biasa bukan? Bagaimana dengan kita saudara?
Maukah kita melihat kehidupan kita kembali dalam kenangan yang manis bersama Tuhan. Jika iya, raihlah itu, sebab hal itu akan membuat kita semakin yakin, bahwa Allah ada dipihak kita.
Memang saudara, berharap kepada Allah disaat-saat sulit, apalagi setelah Allah nampaknya diam terhadap hidup kita dalam pergumulan yang panjang, bukanlah hal yang mudah. Namun, menjalani masa-masa sulit tanpa harapan, ibarat sebuah sampan yang terkatung-katung ditengah-tengah lautan. Entah mau kemana! Tetapi harapan kepada Allah, adalah keyakinan bahwa apa yang Allah firmankan atau janjikan akan terjadi dalam hidup kita. Harapan terkait dengan iman. Ketika kita percaya kepada Allah dengan segala perkataanNya, kita mempunyai harapan.
Namun saudara, berharap kepada Allah tidak berarti kesulitan-kesulitan hidup selesai. Tetapi dengan kita berharap kepada Allah berarti kita sedang berjalan kearah yang pasti, karena Allah yang menjadi pusat perhatian kita.
Sama halnya, ketika masalah menerpa kehidupan kita dan mungkin masalah itu terlalu berat sehingga membuat kita merasa putus asa seakan tidak ada lagi jalan keluar yang kita temui maka kitapun mungkin sama seperti keadaan pemazmur yang sungguh mengharapkan pertolongan atau ada yang bisa menolong untuk keluar dari masalah kehidupan yang menerpa kehidupan kita.
Ingatlah bahwa sebenarnya Tuhan tidak pernah kemana-mana. Mengapa terkadang kita merasa bahwa Tuhan tidak hadir dalam setiap pergumulan kita? Karena kepekaan kita akan kebergantungan kepada Tuhan sejujurnya telah hilang oleh karena masalah yang kita hadapi. Kita terlalu focus dengan masalah dan pergumulan kita sehingga kita kehilangan kendali dan kita merasa Allah begitu jauh. Padahal saudara, kitalah yang sebenarnya telah melangkah jauh dari padaNya.
Melalui mazmur 42 ini, biarlah kita kembali mengingat akan kebesaran tangan Tuhan yang selalu siap menolong dan menuntun kita. Akan kasihNya yang selalu mengalir dalam kehidupan kita. Akan kuasaNya yang senantiasa melimpah dalam kehidupan kita.
Sebab firman Tuhan berkata dalam Yesaya 59:1 “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;Ketika kita memper-cayakan diri untuk hidup sungguh-sungguh di dalam firman Tuhan maka Allah sumber perlindungan itu akan memberikan kemenangan dan sukacita bagi kita. Berlindunglah dan berharap-lah hanya kepada Allah sumber pengharapan kita. Amin     

1 komentar:

  1. Puji Tuhan. Firman yg luar biasa memberi pencerahan. Akhirnya kita harus kembali kepada Tuhan, karena Dialah sumber jawaban hidup kita. Amin

    BalasHapus