Sabtu, 14 Maret 2015

SALIB: PENGORBANAN TANPA PAMRIH

SALIB: PENGORBANAN TANPA PAMRIH
Yohanes 15:13; Filipi 2:6-8


Anak-anak yang dikasihi Tuhan
Berbicara tentang pengorbanan, siapa diantara kita yang pernah mengalaminya? Mungkin korban waktu, korban uang, korban tenaga? Tetapi pertanyaannya, seberapa banyak yang mau berkorban untuk orang lain? Terlebih lagi bagi mereka yang tidak ada hubungannya dengan kita.
Saudara, fakta membuktikan hanya sedikit saja orang yang mau berkorban untuk orang lain. Kalaupun ada, itupun ia lakukan karena ada factor lain yang mempengaruhinya.
Karenanya tidak heran saudara, kalau dalam kehidupan nyata sangat banyak kita temui dimana orangtua yang setengah hati dalam berkorban bagi anak-anaknya. Dan yang sangat menyedihkan, keadaan ini justru banyak kita temui disekitar kita, ada orang tua yang melepas tanggung-jawabnya dengan menyuruh anaknya menjadi peminta-minta di perempatan lampu merah sementara sang ayah duduk manis di warung kopi.
Atau ada suami yang membiarkan isteri mengurusi kebutuhan anaknya sendiri dengan alasan pergi merantau ditempat yang jauh.
Dari sini kita melihat saudara, bahwa hakekat pengorbanan yang sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari peranan kasih yang menyertainya. Kasihlah yang memungkinkan pengorbanan seseorang menjadi nyata dan seutuhnya.
Jika pengorbanan yang dilandasi tanpa kasih maka itu adalah sebuah keterpaksaan. Jika kasih tanpa dilandasi dengan sebuah pengorbanan maka itu namanya hanya “omong kosong”.
Di dalam kekristenan, berbicara tentang kasih dan pengorbanan, ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Jika kasih harus diungkapkan melalui pengorbanan, maka kita harus merelakan banyak kesenangan diri agar orang lain bisa berbahagia. Pernyataan ini terdengar memang sangat ironis saudara. Namun itulah hakikat sesungguhnya tentang mengasihi dengan tulus. Kita tidak bisa lagi bersenang-senang seorang diri dan membiarkan orang yang kita sayangi mengalami kesusahan. Ketika kasih itu menyelimuti hati kita, maka secara spontan kita hanya ingin melihatnya orang yang kita kasihi dapat tersenyum, entah itu sendirian ataupun saat bersama dengan kita.
Dalam hal ini, berkorban bukan hanya menyangkut soal perasaan tetapi juga menunjuk kepada sebuah keputusan dan komitmen dalam diri untuk berbagi kehidupan dengan orang lain. Adakalanya kita tidak ingin berkorban, namun mau tidak mau kita harus berkorban, disanalah arti pengorbanan yang sesungguhnya. Jadi, berkorban bukanlah sikap pasif, tetapi sebuah tindakan aktif yang didasarkan pada kasih.
Demikianlah yang diungkapkan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya ketika Ia menjelaskan makna kasih yang sejati.
Di dalam Yohanes 15:13 Tuhan Yesus berkata: Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”
Saudara,
Dari sini kita melihat bahwa Tuhan Yesus tidak sedang berbasa-basi. Ia tidak hanya sedang mengajar dan Ia sendiri tidak melakukannya. Tidak saudara! Sebaliknya Ia sedang menanamkan satu prinsip penting bagaimana kasih dan pengorbanan itu harus dijalankan bersama-sama. Dan itu dimulai di dalam pribadi Tuhan Yesus sendiri. Tuhan Yesus adalah figure yang rela berkorban demi orang banyak karena kasihNya. Pernyataan ini digenapi sendiri oleh Tuhan Yesus beberapa jam setelah Dia menyatakannya.
Saudara, kejadian ini dimulai di ruang atas saat Tuhan Yesus meneguhkan murid-muridNya dan mengadakan perjamuan yang terakhir dengan mereka. Peristiwa ini kemudian berlanjut dengan pergumulanNya di taman Getsemani. Dan pada babak selanjutnya, kita melihat serangkaian pengadilan yang illegal/ tidak sah, hingga penyaliban-Nya di hadapan orang banyak yang mengejek-Nya.
Saudara,
Sebagai Anak Allah, Tuhan Yesus dapat saja menghindari segala penderitaan, penyiksaan, dan kekejaman yang seperti itu. Dia sama sekali tidak berdosa dan tidak layak untuk mati. Namun mengapa Ia rela melakukannya bagi kita? Hal itu semata-mata dilakukan karena kasihNya yang besar pada Bapa dan kepada orang-orang yang ada dalam anugerah Bapa, sehingga mendorong Tuhan Yesus untuk menyatakan pengorbanan yang sejati hingga Ia naik ke atas kayu salib.
Anak-anak yang kekasih,
Di dalam Injil dicatat bahwa Tuhan Yesus bukan sekedar bergerak menuju kematian yang tidak terhindarkan, tetapi melaksanakannya dengan sikap yang sukarela. Di dalamnya tidak ada kesan ada takdir buta, tetapi Tuhan Yesus jelas yang memegang kendali atas nasibNya sendiri, yang sejalan dengan kehendak BapaNya. Dalam hal inilah Yohanes 10:18 mencatat: “Tidak seorang pun mengambilnya dari padaKu (yaitu nyawa Yesus), melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Itulah tugas yang Kuterima dari BapaKu”
Dan sebagai hasilnya saudara, kita dapat diampuni jika mau menerima pengorbanan dan kebangkitan-Nya dengan iman.
Anak-anakku yang kekasih dalam Tuhan.
Alkitab mencatat bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan di atas segala tuhan. Tetapi ketika manusia jatuh ke dalam dosa, upah dosa adalah maut. Pada saat yang sama, Tuhan Yesus juga tidak tega melihat manusia binasa dan mati karena dosa-dosanya.
Yesus yang adalah Tuhan lebih memilih untuk datang ke dalam dunia ini, untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang telah terputus akibat dosa.
Pengorbanan-Nya yang dibangun atas dasar kasihNya yang besar itu, yang dalam bahasa Yunani diungkapkan sebagai kasih "Agape" yaitu kasih kasih yang tulus, tanpa pamrih, tanpa syarat, tidak ada motivasi yang terselubung, tidak ada udang di balik batu. KasihNya murni untuk menjangkau manusia yang sedang menuju kebinasaan, supaya melalui pengorbananNya mereka mendapatkan anugerah keselamatan dari Allah. Inilah bukti ketulusan dari pengorbanan Tuhan Yesus saudara.
Karena itu saudara, dalam Filipi 2:6-8 diungkapkan kepada kita: yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
Dari sini kita melihat bahwa Anak Allah yang Maha Tinggi itu, kini hanya terfokus pada nasib manusia yang sedang binasa. Karena manusia telah berdosa. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Maka tidak ada jalan lain bagi manusia untuk selamat dari murka Allah selain Allah sendiri yang mencari pengganti korban untuk menyelesaikan masalah manusia.
Namun, karena tidak ada jalan lain, tidak ada seorangpun yang layak untuk menjadi korban. Maka Allah mengutus Putra TunggalNya untuk turun ke dalam dunia, menjadi sama dengan manusia, hanya saja Ia tidak berdosa. Tuhan Yesus menjalani rencana Bapa dengan jalan harus mati di kayu salib. Kasih yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus ini adalah kasih yang tidak egois, tetapi kasih yang disertai dengan pengorbanan. Pengorbanan untuk menerima hukuman salib yang diterimaNya di bukit Golgota.
Anak-anakku yang kekasih,
Apa artinya salib bagi kita? Jika Kekristenan adalah Kristus, maka salib-Nya adalah kunci untuk mengerti tentang Dia. Salib menyatakan telah rusaknya akhlak manusia hingga manusia tidak dapat menyelamatkan diri sendiri. Salib merupakan lambang penghukuman. Salib juga menyatakan kasih Allah yang sangat besar kepada manusia.
Jika dilihat dari Pihak Allah maka:
- Salib adalah Jalan pembenaran. Maksudnya adalah Allah menggantikan kita dengan memberikan Yesus untuk menanggung hukuman akibat dosa (2 Korintus 5:21). Alkitab mencatat bahwa Yesus: dihina, dicemooh, dinista, direndahkan, dihujat, dijadikan terkutuk, dibuat jadi dosa kita harus melihat diri kita disitu.
- Salib adalah tanda pengampunan dan Penebusan. Kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib, menandakan penebusanNya telah sempurna hingga Allah berkenan untuk kembali mengampuni kita (Efesus 1:7; Kolose 1:14).
-  Salib adalah tanda pembenaran kita. Kita patut mengerti bahwa Allah membenarkan kita bukan karena kesalehan kita, Allah membenarkan kita bukan karena kecakapan kita, tetapi pembenaran itu dilakukan Allah karena penebusan yang dilakukan Tuhan Yesus bagi kita (Roma 3:24). Sehingga tidak ada andil sedikit dari usaha manusia untuk mengusahakan keselama-tannya.
-  Salib adalah bentuk kesetiaan. Kita melihat, Tuhan Yesus sendiri setia pada kehendak BapaNya sampai mati. Dia dikirim oleh Allah Bapa untuk menebus kita semua, Dia mengalami penderitaan yang luar biasa, dan sampai disalib sebagai korban bagi kita semua sampai titik darah penghabisan. Dia menyerahkan nyawa-Nya karena dia setia kepada Bapa.
Dengan kata lain, salib merupakan jalan satu-satunya bagi kita untuk menerima anugerah keselamatan dari Allah. Dan itu hanya dimungkinkan karena pengorbanan Tuhan Yesus yang tanpa pamrih bagi kita.
Yang berikutnya saudara arti salib jika dilihat dari pihak manusia maka:
-  Salib adalah persekutuan dengan Kristus dalam penderitaan dan kematiaanNya (Filipi 3:10-11). Ini merupakan tujuan hidup daripada Rasul Paulus, yaitu supaya ia dapat menjadi serupa dengan Kristus.
Saya rasa tujuan yang sama pula yang seharusnya kita miliki ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, yaitu bahwa kita ingin menjadi serupa dengan Dia.
Jika demikian, apa yang harus kita lakukan saat kita melihat pengorbanan Tuhan Yesus yang tanpa pamrih itu? Apa yang harus kita kerjakan dalam mengisi waktu yang telah Tuhan berikan bagi kita?
Dalam hal ini ada dua sikap yang mesti kita lakukan sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus, yaitu:

1.   Kita harus berani menyangkal diri bagi Kristus:
Anak-anakku,
Menyangkal diri dimulai dari kesadaran bahwa hidupku bukannya aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku” (Galatia 2:20). Dari sinilah kita harus aktif mengendalikan keinginan “si aku” kita. Kita mesti belajar memadamkan segala ambisi pribadi, iri hati kita, perasaan dengki terhadap orang lain, serta hal-hal yang negative yang seharusnya tidak lagi kita lakukan dalam hidup. Dengan kata lain, kita harus mematikan segala bentuk keduniawian kita, mematikan segala keinginan daging, mematikan cara hidup yang sia-sia (Kolose 3:5-10, Galatia 5:19-21).
Sebaliknya kita menggunakan sifat-sifat baru, sifat-sifat yang mencerminkan kehidupan yang dikehendaki Allah. Jadi intinya adalah kita diminta untuk bersikap seperti Yesus, yaitu: Hidup tidak lagi hanya sekedar yang penting aku senang, tetapi juga belajar memberi tempat dalam hati kita untuk sesama. Dengan demikian, kita akan mempunyai kepedulian untuk menolong sesama.
Saudaraku, Agustinus (seorang tokoh dalam kekristenan) pernah berkata: kita akan kehilangan jati diri bila kita mengasihi diri sendiri, tetapi kita akan menemukan jati diri sejati bila kita mengasihi orang lain. Dengan kata lain, rahasia kebahagiaan bukanlah dengan memuaskan diri sendiri, melainkan dengan memberikan hati kita, hidup kita, dan diri kita dalam kasih kepada sesama.”
Dari sini, seharusnya kita terdorong untuk melakukan dan berikan pertolongan dengan tulus dan tanpa pamrih kepada sesama kita. Menunjukkan perbuatan yang baik kepada orangtua, saudara, teman, sahabat, dan sebagainya.
Berbuat baik kepada sesama berarti kita telah menunjukkan bahwa kita mengasihi Tuhan Yesus. Bukankah kasih kita kepada Tuhan Yesus baru terlihat buktinya jika kita mampu mengasihi sesama bukan?
Hal inilah yang juga ditegaskan oleh Tuhan Yesus dalam perumpamaan Matius 25:40, “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.
Hanya yang terpenting untuk kita mengerti adalah semua perbuatan baik yang kita lakukan tidaklah dengan mengharapkan pamrih dari orang yang kita kasihi.

2.     Kita harus belajar memikul Salib
Anak-anak yang kekasih
Salib memang bukanlah tujuan dari hidup kita. Tetapi Tuhan memberikan salib kepada kita dengan satu maksud supaya dapat kita pikul. Salib adalah menanggung penderitaan bukan karena kesalahan sendiri, tetapi menanggung penderitaan karena nama Tuhan.
Salib adalah jalan kematian, jadi tidak ada jalan balik. Artinya ketika Tuhan memanggil kita dan kita mau mengikut Dia, sejak saat itu kita sedang berada di jalan kematianNya.
Dengan memahami Salib Kristus, maka kita dapat semakin menghargai pengorbanan-nya yang tanpa pamrih itu. Dan kita dapat menjalani segala bentuk kehidupan kita dengan benar dihadapan Tuhan.
Dengan demikian, kekristenan bagi kita bukanlah soal hidup diberkati, bukan pula soal hidup sukses dan bebas dari masalah. Tetapi kekristenan adalah bagaimana kita dengan sukarela masuk dalam penderitaan dan kematian bersama Kristus, agar kehidupan kita semakin indah dimata Tuhan.
Apa yang kita renungkan kali ini, kiranya dapat memberikan satu pemahaman yang lebih baik tentang pengorbanan Tuhan Yesus bagi kita, khususnya saat kita memasuki minggu-minggu sengsara, Tuhan kita Yesus Kristus. Dengan demikian kita tidak memandang enteng pengorbanan Tuhan Yesus bagi kita, tetapi justru semakin mendorong kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan kepada Tuhan dan sesama kita dengan tanpa pamrih.
Untuk menutup khotbah ini saya ingin menampilkan klip berikut kiranya dapat memberikan kita inspirasi. Amin

0 komentar:

Posting Komentar