Kamis, 01 September 2016

IMAN HARUS NYATA DALAM PERBUATAN

IMAN HARUS NYATA DALAM PERBUATAN
Yakobus 2:14-26


Sidang jemaat yang kekasih,
Kesalahan terbesar yang seringkali dilakukan orang Kristen adalah tentang memahami iman. Bahwa iman adalah sesuatu yang terpisah dari pengalaman. Padahal saudara, pengalaman iman seharusnya mengikuti kedalaman pemahaman orang tentang imannya. Sebab jika terjadi pemisahan yang demikian, maka akibat buruknya adalah orang tersebut cenderung menjadi pandai bersilat lidah tentang imannya. Sebaliknya jika seseorang lebih menonjolkan diri dengan berupaya menjadi lebih baik melalui perbuatannya untuk suatu tujuan kemanusiaan, maka yang terjadi adalah akan menimbulkan dampak pada pemujaan manusia karena perbuatan baiknya. Lagi pula, pemisahan iman dan perbuatan bisa mengakibatkan pada kesesatan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Mungkin diantara kita ada yang berkata, bukankah keselamatan kita hanya ditentukan oleh iman dan bukan karena perbuatan? Mengenai pertanyaan ini saya sendiri sependapat bahwa keselamatan kita bukanlah ditentukan oleh amal perbuatan kita. Sebaliknya keselamatan kita semata-mata ditentukan oleh iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dalam Roma 3:23-28 sendiri, Paulus mengajarkan dengan sangat jelas kepada para pembacanya bahwa keselamatan seseorang hanya di dasarkan pada iman kepada Yesus Kristus. Lalu mengapa sekarang di dalam Yakobus kita melihat seolah-olah, Yakobus memberikan pengajaran baru bahwa iman yang sejati harus disertai dengan perbuatan? Bahkan dia sendiri mengatakan, “jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yakobus 2:17).
Jadi tidak cukupkah keselamatan kita, hanya ditentukan oleh iman kepada Yesus? Atau haruskah ada iman plus, yaitu iman yang ditambahkan dengan perbuatan baik, sehingga melalui keduanya kita diselamatkan?
Saudara, jika kita tidak berhati-hati dalam meneliti kebenaran firman Tuhan ini, maka kita akan terjebak diantara dualisme pengajaran yang demikian. Kelihatannya ada sebuah pertentangan antara teologia yang dibangun oleh Paulus dengan teologianya Yakobus.
Sekarang kita harus menyelaraskan pandangan kita lebih dahulu, bahwa kita percaya Alkitab adalah firman Allah. Karena Alkitab adalah firman Allah maka Alkitab tidak mungkin salah. Kita juga percaya bahwa Alkitab sanggup membuktikan kekonsistennya melalui kebenaran firman Tuhan yang lain. Dan karenanya seharusnya tidak ada yang kontradiksi dalam setiap pengajaran Firman Tuhan. Karena semuanya diilhamkan oleh Allah. Lalu mengapa ketika kita membaca Firman Tuhan ini, di beberapa bagian sepertinya terdapat dualisme pengajaran, seperti halnya pada point yang kita bahas ini. Jawabannya adalah, karena kita salah dalam menafsir Firman Tuhan! Ketika kita salah menafsir firman Tuhan, maka teologi yang dibangun sudah pasti berbenturan. Jadi kita harus berhati-hati.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kalau kita melihat konteks dari kedua teks yang dimaksud, yaitu dalam Roma 3 dan Yakobus 2, sebenarnya tidak ada pertentangan yang berarti. Mengapa saudara? Karena penekanan Paulus dalam Roma 3, sangatlah berbeda dengan apa yang diuraikan oleh Yakobus dalam Yakobus 2.
Pembahasan Paulus dalam Roma 3, adalah lebih mengajarkan mengenai tidak ada yang dapat diandalkan manusia untuk dibenarkan di hadapan Allah, kecuali karena iman. Dan iman itu sendiri adalah pemberian Allah. Lagi pula, Yakobus tidak menolak keutamaan iman untuk keselamatan. Yang ia sedang tolak adalah iman yang sebatas pengetahuan, dan tanpa ungkapan nyata di dalam perbuatan sehari-hari. Jadi Yakobus melihat dari sisi yang lain bahwa jika seseorang memperoleh iman yang dianugerahkan Tuhan bagi dirinya, seharusnya iman itu dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan, sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukannya itu menyebabkan iman termanifestasikan.
Sebenarnya saudara, yang dibicarakan Yakobus bukan mengenai sebab seorang dibenarkan, atau cara seseorang beroleh kebenaran, melainkan perbuatan baik selalu berhubungan dengan iman. Bagi Yakobus perbuatan membuktikan seseorang dibenarkan. Dengan demikian, Yakobus bukan berbicara mengenai dasar keselamatan. Sebab kata “dibenarkan” mempunyai dua arti. Paulus memakai kata ini dengan arti pemberian status benar secara cuma-cuma di depan pengadilan Allah. Sedangkan Yakobus memakai kata ini dengan arti kebenaran yang dinyatakan melalui sikap hidup di depan manusia. Sehingga Yakobus menekankan pentingnya perbuatan baik yang dihasilkan dari iman yang sejati. Maka Yakobus menekankan ”iman tanpa perbuatan adalah mati” (ayat 17, 26).
Begitu pula kata “perbuatan,” dasar Paulus memakai kata ini adalah untuk menunjuk kepada hal-hal yang berkaitan dengan hukum ritual, yaitu “sesuatu yang digunakan untuk menyelamatkan diri kita”. Dalam hal ini ia berkata bahwa perbuatan baik tidak diperlukan, karena yang menyebabkan kita diselamatkan Allah adalah hanya oleh iman!.
Sedangkan bagi Yakobus, iman yang menyelamatkan tidak boleh berhenti dengan sekedar mengaku Kristus sebagai Juruselamat, tetapi juga mendorong ketaatan kepada Dia sebagai Tuhan. Karena itu kata ini menunjuk kepada hal-hal yang berkaitan dengan kasih dan belas kasihan (Yakobus 2:7, 13). Dengan demikian istilah ini, mengacu kepada “akibat/ hasil dari keselamatan”. Karena itu ia mengatakan bahwa perbuatan baik harus ada dalam diri orang Kisten. Kasih dan belas kasihanlah yang memotivasi orang Kristen untuk memberikan bantuan kepada mereka yang berkekurangan. Jadi perbuatan di sini lebih menunjuk kepada bantuan yang nyata kepada saudara seiman yang miskin.
Saudara, Yakobus memberikan sebuah ilustrasi yang sangat sederhana. Yaitu ada seorang yang miskin masuk ke dalam sebuah persekutuan, ia datang tanpa pakaian yang pantas dan dalam keadaan yang lapar. Kemudian orang yang imannya mati itu memperhatikan pengunjung tersebut dan mengetahui kebutuhannya, tetapi ia tidak melakukan apa-apa untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut. Sebaliknya ia menghampiri orang itu sambil mengucapkan beberapa kata seperti seorang yang saleh: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang” (Yakobus 2:16). Sehingga seketika itu, pengunjung itu pergi dalam keadaan yang tetap lapar dan telanjang sebagaimana ia masuk.
Saudara, sebagai orang percaya kita berkewajiban untuk menolong orang-orang yang berkekurangan, tidak peduli siapa pun mereka. “Karena itu selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Galatia 6:10). Pada bagian yang lain, Tuhan Yesus pun berkata: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40).
Pertanyaan dalam ayat 14 seharusnya berbunyi, “Dapatkah iman semacam ini menyelamatkan dia?” Iman yang seperti apa? Yaitu iman yang tidak pernah terlihat dalam perbuatan nyata seseorang. Jawabannya sudah pasti adalah, Tidak! Karena setiap pernyataan iman yang tidak menghasilkan perubahan hidup dan perbuatan baik ialah pernyataan iman yang palsu. Dan iman semacam itu adalah iman yang mati. Karena itu Yakobus berkata: “demikian juga halnya dengan iman: jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati (Yakobus 2:17).
Bapak/ ibu yang kekasih,
Mother Teresa seorang Biarawati Katolik Roma, yang lahir di Skopje, Albania pada tanggal 26 Agustus 1910. Ia merupakan anak bungsu dari pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu. Di usianya yang masih belia ia terpanggil melayani sebagai seorang Biarawati di India. Pada tahun 1946 ia merasakan panggilan lain, yakni ia terpanggil untuk tinggal di antara kaum termiskin dari orang-orang miskin yang ada di Kalkuta – India. Saudara, di sana ia memberikan pelayanan secara cuma-cuma kepada orang-orang disekitar Kalkuta. Ia mendirikan rumah Misionari Cinta Kasih untuk mereka yang sekarat dan yatim piatu, tempat perawatan bagi penderita kusta, pusat medis dan rumah perlindungan bagi tunawisma. Semuanya ini ia lakukan karena pemahamannya bahwa iman yang telah dianugerahkan Tuhan Yesus kepadanya haruslah diaplikasikan langsung dalam kehidupan bersama, dalam kasih terhadap sesama.
Kembali kepada pembahasan kita saudara, di sini Yakobus ingin mengejutkan para pembacanya yang hidup berpuas diri akan keselamatan yang telah diperolehnya. Ia memakai setan-setan dalam ilustrasinya, dikatakan: “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar” (Yakobus 2:19). Saudara, orang yang memiliki iman yang mati hanya tersentuh pada aspek intelektualnya; di sini dijelaskan bahwa setan-setan juga tersentuh secara emosinya, sehingga mereka percaya dan gemetar. Namun percaya dan gemetar bukanlah pengalaman yang menyelamatkan. Seseorang dapat saja diterangi pikirannya dan bahkan digerakkan hatinya, tetapi ia bisa tetap terhilang selamanya, karena sebenarnya ia tidak memperoleh iman yang sejati. Karena itu saudara, jangan terlalu berpuas diri ketika dalam sebuah KKR kita melihat ada begitu banyak orang yang mengangkat tangan dan maju ke depan untuk di doakan. Karena pada tahap itu, intelektual dan emosi mereka sedang bergejolak. Sedangkan iman yang benar dan menyelamatkan pastinya melibatkan sesuatu yang lebih dari itu, yaitu sesuatu yang dapat dilihat dan dikenali: suatu kehidupan yang berubah. Dalam hal inilah Yakobus berkata: “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku" (Yakobus 2:18).
Saudara, yang mau dikatakan di sini adalah bahwa iman dan perbuatan sama-sama sebagai hal yang baik. Bukan salah satunya, karena perbuatan baik yang tidak lahir dari iman tidak akan ada artinya apa-apa, demikian pula dengan iman tanpa disertai dengan perbuatan juga adalah sia-sia. Jadi kedua-duanya harus berjalan secara dinamis.
Dalam ayat 20-26 kita melihat bagaimana iman Abraham dan tindakannya dalam mengorbankan Ishak atas permintaan Tuhan. Kejadian 22 adalah latar belakang yang menceritakan kisah tentang iman Abraham ini. Pertanyaan kita adalah, mengapa iman Abraham yang dikutip Yakobus? Saudara, kita harus mengingat, bahwa Abraham adalah bapa orang beriman, dan orang Yahudi sangat bangga dengan Abraham dan mereka selalu mengatakan bahwa mereka adalah anak Abraham. Di sini Yakobus mengambil tokoh yang mereka kagumi dan menantang mereka untuk membuktikan iman seperti iman Abraham. Lagi pula kebenaran Abraham tidak bersumber dari “melakukan hukum Taurat” seperti yang dituntut dalam (Roma 3:28), tetapi oleh iman dan perbuatan yang bekerja sama di dalam kasih. Kesediaannya untuk mengorbankan Ishak – anak satu-satunya yang sudah lama dinantikan, kini Tuhan menuntutnya untuk dikorbankan, tetapi Abraham melangkah dengan iman (Kejadian 22). Dengan kata lain, Yakobus memakai contoh Abraham adalah untuk menghancurkan kepercayaan orang Yahudi bahwa iman dapat berada tanpa komitmen dan kasih kepada Allah. Rasanya mustahil jika seseorang memiliki iman, namun tidak bisa menunjukkan kasihnya kepada Allah dan sesama. Sebaliknya Abraham mampu menunjukkan kedua-duanya sehingga Yakobus mengutipnya sebagai sahabat Allah” (Yakobus 2:23 band. 2 Tawarikh 20:7).
Kemudian teladan yang kedua yang dipakai Yakobus dari Alkitab adalah Rahab. Latar belakang kehidupannya terdapat di dalam Yosua 2 dan 6. Bangsa Israel waktu itu sedang bersiap-siap untuk menyerbu Tanah Perjanjian dan merebut kota Yeriko. Yosua mengirimkan mata-mata ke kota itu untuk mengamat-amati keadaan negeri itu. Di sana mereka bertemu dengan Rahab. Rahab adalah seorang perempuan, bukan bangsa Yahudi, dan seorang pelacur. Ia adalah orang yang paling najis karena dia adalah pelacur - satu dosa yang paling tidak disukai orang Yahudi. Namun saudara, tindakan Rahab yang menyelamatkan mata-mata Israel adalah sebuah perbuatan yang muncul sebagai buah dari iman.
Cerita ini menarik, namun merupakan salah satu contoh besar dalam Alkitab dari iman yang menyelamatkan (Ibrani 11:31). Rahab mendengar firman dan mengetahui bahwa kotanya akan dikutuk. Kebenaran ini mempengaruhi dia dan teman-teman sebangsanya sehingga tawarlah hati mereka (Yosua 2:11). Rahab menanggapi masalah ini dengan pikiran dan emosinya; tetapi ia juga menanggapi dengan kehendaknya: Ia melakukan sesuatu. Ia mempertaruhkan nyawanya sendiri dengan melindungi pengintai-pengintai Yahudi, dan selanjutnya ia mempertaruhkan nyawanya sendiri dengan memberitakan kabar baik tentang pembebasan itu kepada anggota keluarganya.
Di sini kita melihat saudara, dua tokoh yang bertolak belakang digabungkan Yakobus dalam pasal yang sama. Apa pesan yang ingin disampaikan? Abraham mewakili sosok yang dikagumi banyak orang, imannya ditunjukkan dan dibuktikan dengan tindakan. Demikian juga Rahab, ia mewakili sosok dari orang yang paling dibenci, tetapi ia juga menunjukkan iman dalam bentuk tindakan. Dengan kata lain saudara, Yakobus mau menjelaskan bahwa iman yang sejati adalah iman yang melahirkan perbuatan-perbuatan benar di mata Allah. Ayat-ayat ini juga mau mengatakan kepada kita bahwa siapapun kita yang mengaku beriman kepada Tuhan Yesus Kristus, marilah kita buktikan dengan perbuatan kita.
Kalau iman yang sungguh-sungguh mampu menggerakkan Abraham dan Rahab untuk bertindak benar di mata Tuhan. Rasa-rasanya tidak ada jalan lain, selain kita pun melakukan hal yang sama di hadapan Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dalam ay 26 kita melihat ada sesuatu yang ditarik Yakobus, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” Dari sini kita pahami bahwa Iman tanpa perbuatan adalah sama seperti tubuh tanpa roh. Hidup adalah perpaduan keduanya, pada saat kedua hal itu dipisahkan, maka hasilnya adalah kematian. Apa artinya ada tubuh tetapi tidak ada roh, itu sama artinya dengan tidak ada kehidupan, tidak ada pertumbuhan dan tidak ada aktifitas apa-apa. Orang tersebut sudah mati, dan tubuh yang telah mati hanya menunggu waktu untuk menuju kepada pembusukan dan kehancuran. Begitu pula halnya dengan iman, iman yang palsu pada hakikatnya adalah mayat rohani. Dan mayat-mayat rohani hanya akan menuju kepada kebinasaan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Iman sejati yang menyelamatkan begitu penting sehingga mau tidak mau harus menyatakan diri di dalam tindakan saleh dan pengabdian kepada Yesus Kristus. Orang Kristen yang dewasa seharusnya mampu mempraktekkan kebenaran. Ia tidak saja berpegang pada ajaran-ajaran lama, tetapi ia mempraktekkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga iman yang diperolehnya tidak hanya tinggal diam dan tidak menghasilkan apa-apa, sebaliknya imannya mendorong dia untuk mengalami pembaharuan dalam hidup, seperti Abraham dan Rahab, yaitu iman yang mengubah suatu kehidupan dan bekerja untuk Allah.
Saudara, sebagai orang yang telah meneriman penebusan dari Tuhan, sudahkah kita memiliki perbuatan yang lahir dari bukti iman kita? Iman yang sejati bukan hanya terwujud dari kesetiaan kita bergereja, berdoa, bersekutu atau membaca Alkitab. Melainkan iman itu juga harus terwujud dalam sikap kita sehari-hari, bagaimana kita bisa berbagi pengalaman, berbagi rasa, berbuat baik dan mengasihi semua orang. Semunya itu bukan supaya kita diselamatkan, tetapi sebagai sebuah tindakan yang benar bahwa kita telah menerima keselamatan dari Tuhan kita Yesus Kristus. Sekaligus sebagai bukti bahwa kita memiliki iman yang sejati. Kiranya Tuhan memberkati. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar