Selasa, 07 Juni 2016

MERESPONS PANGGILAN TUHAN

MERESPONS PANGGILAN TUHAN
Kisah Para Rasul 22:1-22


Sidang jemaat yang kekasih,
Setiap orang terpanggil untuk pergi bersaksi, tetapi hanya sedikit orang Kristen yang bersaksi karena merasa tidak mudah melakukannya. Bila kita mengalami kesulitan demikian, kita dapat belajar dari cara Paulus bersaksi tentang Tuhan Yesus kepada orang Yahudi yang telah menganiaya dia.
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh kerusuhan yang terjadi di Mesir, dimana akibat pemberontakan itu terjadilah kekacauan di sekitar Yerusalem. Ada sekitar empat ribu pengacau yang melarikan diri ke padang gurun. Dan mereka menyangka Paulus adalah pemimpin dari pemberontakan itu (21:38). Namun Paulus menegaskan bahwa Ia adalah orang Yahudi, dari Tarsus, warga dari kota yang terkenal di Kilikia (sekarang bernama Turki); karena itu dia meminta supaya ia dapat diperbolehkan berbicara kepada orang banyak yang memenuhi ruangan persidangan.
Setelah kepala pasukan memastikan bahwa Paulus bukan pemberontak, Paulus dapat bersaksi kepada orang banyak. Di atas sebuah tangga ia memberi isyarat dengan tangannya, dan ia mulai berbicara dalam bahasa Ibrani sehingga seketika itu suasana mulai menjadi tenang. (21:39-40). Perkenalan diri Paulus yang sopan dikombinasikan dengan bahasa Ibraninya yang fasih dan fakta bahwa beberapa diantara orang banyak itu mengenal dia atau tahu tentang dia, sehingga secara mengejutkan langsung menyebabkan rasa tenang. Hal ini dimungkinkan karena disatu sisi mereka ingin mendengar apa yang akan Paulus katakan, tetapi disisi yang lain adalah kesempatan mengajar yang sempurna untuk para pemimpin Yahudi. Meskipun Paulus tidak sempat menyelesaikan pembicaraannya, tetapi ia telah berhasil menjelaskan tiga aspek penting dalam hidup dan pelayanannya:

1. Paulus menjelaskan latar belakang kehidupannya (Ayat 3-5).
Ia memulai kesaksiannya dengan menyapa orang banyak dengan sangat sopan dalam bahasa Ibrani. Ia berkata: “Saudara-saudara dan bapak/bapak yang terhormat dengarlah apa yang hendak kusampaikan kepadamu sebagai pembelaan diri” (Ayat 1). Melalui kalimatnya ini Paulus hendak menyatakan solidaritasnya sebagai orang Yahudi dengan bangsa Yahudi.
Kemudian ia mulai menceritakan latar belakangnya sebelum mengenal Kristus. Bahwa ia terlahir sebagai orang Yahudi di satu kota yang terkenal yang bernama Tarsus, tepatnya di daerah Kilikia tetapi dibesarkan di Yerusalem. Kota ini merupakan salah satu kota pelabuhan terbesar di Meditarian, terletak di muara Sungai Sidnus dan menjadi tempat pertemuan jalan yang melewati Asia Kecil dan Efrat.
Sebagai seorang Yahudi, ia hidup mengikuti tradisi orang Yahudi dan menjadi seorang Farisi (Kisah 23:6). Semasa mudanya ia dididik di Tarsus, di sekolah terbesar bagi para rabi liberal, yang bernama Hillel. Dibawah bimbingan Gamaliellah, ia diajarkan secara mendalam tentang agama Yahudi sesuai ajaran mazhab Farisi (Kisah 22:3; 26:4; Galatia 1:14; Filipi 3:5). Gamaliel adalah seorang rabi yang sangat di hormati (Kisah 5:34-40). Jadi Paulus adalah seorang Farisi dan menjadi seorang yang giat bekerja pada saat itu. Tentang semuanya ini, Paulus ingin menjelaskan bahwa sesungguhnya ia sama dengan orang-orang itu.
Sebab itu, ia menganiaya para pengikut Jalan Tuhan, yang dia anggap menentang Hukum Taurat. Maka banyak pengikut Tuhan yang menderita siksaan dan mati di tangannya. Terlebih lagi ia adalah seorang utusan Sanhedrin. Sehingga dengan reputasinya yang dikenal oleh banyak orang itu, paling tidak ada aura otoritas yang terasa dalam pembicaraan itu. Karena itu ia berkata: “Tentang hal itu baik Imam Besar maupun Majelis tua-tua dapat memberi kesaksian. Dari mereka aku telah membawa surat-surat untuk saudara-saudara di Damsyik dan aku telah pergi ke sana untuk menangkap penganut-penganut Jalan Tuhan, yang terdapat juga di situ dan membewa mereka ke Yerusalem untuk dihukum” (ayat 5). Dengan pernyataan ini ia ingin berkata bahwa ia tadinya lebih keras melawan aliran baru itu daripada mereka semuanya. Tetapi justru ia bertobat dari perbuatan ini, ya ia mau tidak mau harus bertobat.

2. Paulus menjelaskan pertobatan-nya yang luar biasa (Ayat 6-16).
Lukas mencatat pengalaman pertobatan Paulus dalam tiga pasal yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda pula, yakni dalam pasal 9, dan mengulanginya kemudian di hadapan Feliks dan Agripa (26:1-32). Sekarang ini dalam situasi yang sulit dibayangkan ia berbicara kepada orang-orang Yahudi. Disini ia menjelaskan bahwa kehidupannya berubah setelah dia bertemu dengan Yesus. Hal ini berlangsung saat dalam perjalanannya ke Damsyik untuk menganiaya para pengikut Tuhan. Waktu itu, “kira-kira pada tengah hari” Tuhan Yesus menampakkan diriNya dalam cahaya yang menyilaukan mata dan Ia “menjatuhkan” Paulus dari puncak kesombongannya. Saat didengarnya suara yang berkata kepadanya: “Saulus Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?” Jawabnya: Siapakah Engkau, Tuhan? Kata-Nya: Akulah Yesus, orang Nazaret, yang kauaniaya itu” Ayat 7-8). Ini merupakan bentuk kesaksian yang khas dari Paulus. Bagi Paulus panggilannya lewat wahyu khusus dari Kristus yang telah bangkit memberinya nilai kedudukan rasul yang sama dengan para rasul terdahulunya (2 Korintus 10:1-13; Galatia 1:1-2:21).
Karenanya ia bertanya kepada Tuhan: “Tuhan, apakah yang harus kuperbuat? Kata Tuhan kepadanya: Bangkitlah dan pergilah ke Damsyik. Disana akan diberitahukan kepadamu segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu” (Ayat 10).
Dan seketika itu juga Paulus tidak dapat melihat, karena sinar yang menyilaukan, sehingga ia harus dituntun oleh para pengikutnya hingga ke Damsyik. Tiga hari lamanya Paulus mengalami kebutaan fisik, namun meskipun Paulus menjadi buta secara fisik, tetapi ia telah melihat Kristus dengan mata rohaninya. Kemudian melalui bimbingan Ananias yang terkenal saleh menurut Hukum Taurat, yang dikatakan baik oleh semua orang yang tinggal dilingkungannya (12), Paulus dapat melihat kembali. Disini Paulus berbicara tentang Ananias sendiri, dalam ayat 13-16 ia berbicara dengan hati-hati tentang perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan Ananias. Mula-mula tentang mujizat kesembuhan yang menjadikan Paulus dapat melihat. Bahwa Ananias ini memberitahukan kepada Paulus, bahwa Allah telah memilihnya, supaya mengenal kehendak Tuhan. Pemakaian ungkapan “Allah nenek moyang kita” menunjuk pula kepada solidaritasnya dengan orang-orang Yahudi. Hanya dengan cara demikianlah seorang Yahudi dapat berbicara. Fakta yang ditekankan Paulus adalah bahwa dia tidak merusak iman leluhur mereka, tetapi memenuhinya.
Saudara, orang-orang di zaman itu mengharapkan terjadinya mujizat, dan pasti mereka terpesona oleh cerita Paulus (Kisah 23:9). Namun dari kisah yang dijelaskan oleh Paulus, menegaskan satu hal bahwa Yesus Kristus itu hidup. Paulus telah melihat kemuliaanNya dan mendengar suaraNya. Orang-orang yang mendengarkan di dalam Bait Allah itu mengetahui bahwa pendapat resmi orang Yahudi adalah bahwa Yesus dari Nazaret adalah seorang penipu ulung yang telah disalibkan dan mayatNya telah dicuri dari dalam kubur oleh murid-muridNya yang kemudian menyebarkan berita bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati (Band. Matius 28:11-15). Tentu saja Paulus sendiri dulu juga memercayai cerita itu ketika ia menganiaya jemaat Tuhan.
Dari sini kita melihat, Paulus menekankan perbedaan mendasar antara dia dengan para pendengarnya. Perbedaan mendasar itu adalah bahwa dia melihat Yesus sebagai Juruselamat semua manusia, dan Allah sebagai Allah yang mengasihi semua manusia. Sedangkan para pendengarnya melihat Allah sebagai Allah yang mengasihi orang-orang Yahudi saja. Mereka mengharapkan hak-hak istimewa dari Allah, ditujukan bagi mereka saja, dan menganggap manusia yang ada disekeliling mereka sebagai orang-orang terkutuk. Perbedaan dengan Paulus ialah, bahwa Paulus telah bertemu dengan Yesus, berhadapan muka. Jadi disatu sisi Paulus memposisikan dirinya dengan para pendengarnya, tetapi disisi lain, ia menegaskan perbedaan itu. Hal ini seperti orang Kristen. Dia tinggal di dalam dunia ini, tetapi Allah telah memisahkan dan mengkhususkannya bagi suatu tugas khusus.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kita perhatikan, betapa bijaksananya Paulus ketika ia mengidentifikasikan dirinya dengan Ananias, seorang Yahudi yang saleh, yang menaati Hukum Taurat, dan yang memanggilnya “Saudaraku.” Perhatikan juga bahwa Ananias menyatakan bahwa pengalaman Paulus yang luar biasa itu berasal dari “Allah nenek moyang kita”. Dengan mengutip Ananias, Paulus memberi dorongan kepada para pendengarnya untuk menerima pengalaman keselamatan dan panggilannya untuk melayani. Sekarang Paulus diutus oleh Allah untuk menyampaikan berita itu kepada “semua orang”. Ini tentunya meliputi orang-orang non-Yahudi, tetapi Paulus baru mengatakannya kemudian. Semua itu terjadi karena Tuhan memanggil Paulus untuk menjadi saksiNya bagi bangsa-bangsa yang belum mengenal Dia, tepatnya kepada orang-orang non-Yahudi tentang hal-hal yang telah dilihat dan didengarnya.
Usai mengucapkan hal ini, Paulus menantang orang banyak untuk segera menyerahkan diri untuk dibaptis. Di ayat 16, kita melihat, sepertinya ayat menyiratkan bahwa baptisan itu perlu untuk menghilangkan dosa-dosa kita, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Dalam terjemahan resminya ayat ini berbunyi: “Bangunlah berilah dirimu dibaptis dan basuhlah dirimu dari dosa-dosamu sambil menyerukan nama Tuhan-Nya” (Ayat 16).  Dari sini kita pahami, bahwa kita diselamatkan Tuhan adalah karena kita menyerukan nama Tuhan dengan iman (2:21; 9:14), dan kita membuktikan iman kita itu dengan menyerahkan diri untuk dibaptis. Kalau kita melihat pasal 9:17, Paulus dipenuhi dengan Roh Kudus sebelum ia dibaptis dan ini menunjukkan bahwa ia telah lahir kembali. Jadi yang menyucikan seseorang adalah “panggilanNya” dan bukan pada baptisan. Baptisan adalah tanda yang menyatakan bahwa orang itu kini adalah milik Kristus dan mempunyai bagian dalam hidupNya. RohNya serta warisanNya dengan Allah (Roma 8:14-17; Galatia 3:26-4:7). Baptisan merupakan perlambang persatuan orang percaya dengan Kristus dalam kematian, penguburan dan kebangkitanNya (Roma 6:1-11; Kolose 2;11-12).

3. Paulus menjelaskan panggilannya yang khusus (17-21)
Sesudah pertobatannya, Paulus melayani di Damsyik, kemudian pergi ke Arab. Saudara, kita tidak mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kepergiannya ke Arab. Namun beberapa penafsir menyatakan bahwa kepergiaannya adalah sebagai bentuk pengunduran dirinya untuk menerima wahyu-wahyu ilahi lebih lanjut, atau untuk memberitakan Injil di sana diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi (9:19-25; Galatia 1:16, 17). Yang jelas setelah tiga tahun lamanya ia menetap di Arab baru kemudian ia kembali ke Yerusalem. Ketika Paulus kembali ke Yerusalem para pemimpin gereja tidak mau menerima dia sebab mereka kenal akan kekejaman Paulus sebelumnya. Namun berkat dorongan Barnabas yang menjadi pengantara dan memasukkan dia ke dalam rombongan itu sehingga ia pun dapat diterima (9:26-29).
Namun saudara, dikatakan “Sesudah aku kembali ke Yerusalem dan ketika aku sedang berdoa di dalam Bait Allah, rohku diliputi oleh kuasa Ilahi. Aku melihat Dia, yang berkata kepadaku, lekaslah, segeralah tinggalkan Yerusalem, sebab mereka tidak akan menerima kesaksianmu tentang Aku” (Ayat 17-18). Dari sini kita melihat saudara, Tuhan menyuruh Paulus untuk cepat-cepat meninggalkan Yerusalem, karena orang tidak akan mau menerima kesaksiannya. Dengan menaati perintah itu, Paulus menyelamatkan hidupnya, karena orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani telah bersekongkol untuk membunuhnya (9:29-30).
Perintah Tuhan adalah, “Pergilah, sebab Aku akan mengutus engkau pergi jauh dari sini kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi” (ayat 21). Paulus baru saja mulai menjelaskan mengapa ia bergaul dengan orang-orang non-Yahudi, tetapi orang-orang Yahudi di pelataran Bait Allah itu tidak memberinya kesempatan. Dikatakan “Rakyat mendengarkan Paulus sampai kepada perkataan itu; tetapi sesudah itu, mereka mulai berteriak, katanya: Enyahkanlah orang ini dari muka bumi! Ia tidak latak hidup!” (Ayat 22). Orang banyak yang mendengar Paulus tidak mau percaya dan bahkan ingin melenyapkan dia.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dari kisah Paulus, kita dapat belajar bahwa bersaksi adalah menceritakan pengalaman hidup sebelum dan sesudah mengenal Kristus. Kita dapat menguraikan perubahan hidup yang terjadi setelah mengenal Dia. Setelah itu, kita tak perlu mengkhawatirkan respons pendengar kita. Kita serahkan saja kepada Tuhan saja, asal dimulai dengan doa dan mengandalkan Roh Kudus.
Ketika melihat orang lain yang memiliki latar belakang hidup sangat kelam dan jahat seringkali kita langsung berpikiran negatif terhadapnya dan beranggapan bahwa orang tersebut mustahil bisa berubah menjadi orang baik.  Terkadang kita pun berharap agar orang tersebut segera mendapatkan balasan yang setimpal sebagai akibat dari kejahatan yang telah dilakukan.  Itu menurut penilaian dan keinginan manusia!
Dari pengalaman hidup Paulus ini kita bisa belajar satu hal, bahwa jika Tuhan memiliki rencana atas hidup seseorang tiada satu pun rencanaNya yang gagal. Paulus, orang yang jahat, karena "...telah menganiaya pengikut-pengikut Jalan Tuhan sampai mereka mati; laki-laki dan perempuan kutangkap dan kuserahkan ke dalam penjara." (Kisah 22:4), kini telah 'ditangkap' sendiri oleh Tuhan dan hidupnya pun berubah 180 derajat. Sebab Tuhan itu "...baik dan suka mengampuni dan berlimpah kasih setia..." (Mazmur 86:5). Bahkan firman-Nya menegaskan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Rasul Petrus pun menuliskan, "...sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).
Paulus pada akhirnya dapat berkata, "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:7-8). Ini adalah bukti pertobatan yang sungguh yaitu meninggalkan kehidupan lama, kemudian merespons panggilan Tuhan. Tuhan bukan hanya memanggil Paulus untuk memberitakan Injil tapi juga untuk menderita bagi Kristus. "Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku." (Kisah 9:16).
Dengan demikian saudara,
Ada rencana yang indah di balik panggilan Tuhan terhadap diri Paulus! Waktu yang dihabiskan Paulus di Yerusalem memang dipenuhi dengan kesalahpahaman yang serius. Tetapi hal itu tidak membuatnya menjadi gentar, sebaliknya Paulus terus maju, ia bahkan mempergunakan segala kesempatan yang ada untuk bersaksi tentang karya Tuhan Yesus dalam hidupnya. Perikop renungan kita Kisah Rasul 22:1-22 merupakan kesaksian Paulus tentang dirinya yakni mengenai sejarah ia menjadi seorang utusan, seorang hamba Tuhan.
Cara Allah memilih Paulus memang lain. Sebelum ia benar-benar menjadi hamba yang setia, ia terlebih dahulu mengalami penderitaan tidak dapat melihat 3 hari tiga malam setelah bertemu dengan Yesus ketika ia dalam perjalanan ke Damsyik untuk menangkap orang kristen. Tidak hanya itu, setelah ia dapat melihat kembali Paulus tidak serta merta pergi menjadi utusan untuk memberitakan Injil. Ia terlebih dahulu pergi ke tanah Arab selama 3 tahun. Tidak dijelaskan apa yang dilakukan Paulus di sana, yang pasti setelah itulah ia baru memberitakan Injil sebagai seorang rasul. Maksud Paulus menceritakan hal ini sehubungan dengan apologetnya, bahwa ia menjadi seorang utusan, seorang hamba bukan oleh karena kehendak manusia atau pengaruh manusia. Dengan demikian otoritas menjadi seorang utusan (seorang hamba) bukan diperoleh dari Petrus atau rasul-rasul yang lain melainkan dari Tuhan Yesus sendiri.
Dengan demikian menjadi hamba Tuhan bukan asal mau. Allah sendirilah yang memilih siapa yang akan menjadi hambaNya. Ananis dalam ayat 12 hanyalah sebagai alat Tuhan untuk menyampaikan Firman Tuhan kepada Paulus serta menyembuhkan butanya. Tidak lebih dari itu. Demikian juga rasul-rasul yang lain hanyalah sebagai alat di tangan Tuhan untuk menyatakan kehendakNya. Karena itu seorang hamba Tuhan tidak boleh sombong. Ia harus lebih takut kepada Allah dari pada manusia. Sebagaimana pengertian dari kata “seorang hamba” hidupnya secara totalits milik Tuhan dan untuk melakukan apa yang diperintahkan Tuhan.
Memang saudara, seorang utusan, seorang hamba Tuhan dalam malakukan tugasnya tidak seperti tukang pos. Tukang pos mengantar surat ke alamat tujuan tanpa tahu apa isi dari surat tersebut. Seorang utusan tidak demikian, ia tahu isi dari berita yang harus disampaikan dan tahu persis konsekwensi apa bila menolak menyambut berita tersebut.
Paulus dipilih Tuhan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa diluar Israel. Oleh karena itu Paulus disebut sebagai rasul bagi orang kafir. Dan untuk melakukan tugas panggilannya tersebut walaupun banyak mengalami penderitaan tetapi tidak membuat padam semangat Paulus untuk terus dan terus memberitakan Injil Kristus dengan setia. Sebab apa? Sebab bagi Paulus penderitaan yang dialaminya tidak seberapa dibanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma 8:18).
Nyatanya Paulus sadar bahwa panggilannya itu bukalah untuk kehormatan, melainkan untuk pelayanan; bukan untuk tugas yang ringan, melainkan untuk menghadapi berbagai macam pergumulan dan perjuangan. Dengan demikian Paulus tahu bahwa ia telah diselamatkan untuk dapat melayani.
Dari sini kita mengerti bahwa menjadi hamba Tuhan yang “sesungguhnya” bukanlah hal yang gampang. Dikatakan “sesungguhnya” karena pada jaman kita sekarang ada sebagian orang yang sangat bersedia menjadi “hamba Tuhan”. Bahkan “membeli” nama itupun ada yang mau. Memang benar ada banyak orang yang menyandang gelar tersebut (Pendeta, Penginjil, Majelis). Namun gelar atau jabatan tersebut ternyata bukan jaminan bahwa seseorang itu adalah seorang hamba yang sesungguhnya. Sebab hamba yang sesungguhnya dia akan tetap taat dan setia walaupun karenanya ia harus menderita bahkan mati dalam melakukan tugas yang dipercayakan tuannya kepadanya atau dengan kata lain untuk menyenangkan tuannya. Kebahagiaannya ialah bila dapat melakukan apa yang diperintahkan tuannya dengan baik. Namun kenyataannya sering tidak demikian. Sebab andaikata setiap orang yang disebut hamba Tuhan sungguh-sungguh hidup sebagai hamba yang setia sudah pasti jemaat akan semakin dibangun baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kehadiran jemaat yang mengikuti persekutuan sudah pasti tidak hanya 40-50 % tetapi bisa lebih dari itu, karena ada kesadaran untuk menjadi seorang hamba yang setia.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Secara umum cara Allah memanggil masing-masing kita tidaklah sama. Ada sebagian sebelum lahirpun telah menjadi orang kristen oleh karena orang tuanya sudah menjadi orang kristen. Ada yang kemudian menjadi kristen setelah dewasa atau sudah tua oleh karena penginjilan yang dilakukan oleh orang-orang percaya, dan ada juga oleh karena awalnya disebabkan perkawinan, sakit-penyakit, karena anak atau cucu, dsb. Demikian juga menjadi Pendeta, Penginjil, ataupun Majelis jemaat.
Bagaimanapun juga cara Allah memanggil kita, Allah mau kita menjadi hamba yang setia. Allah mengutus setiap orang ke dalam dunia untuk turut dalam karyaNya sesuai dengan kehendak Allah. Peranan itu bisa besar dan bisa juga kecil. Peranan itu bisa saja sesuatu yang diketahui seluruh dunia, tetapi bisa juga sesuatu yang hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Namun satu hal yang pasti bahwa setiap orang yang dipanggil Allah menjadi hambanya akan selalu disertai serta diperlengkapi dengan kuasa yang dari Allah yaitu Kuasa Roh Kudus. Itulah yang menyebabkan Paulus dalam pembacan kita berani bersaksi tanpa rasa takut. Dan kalau kita baca mulai dari Kisah Rasul 21:27 sampai pasal 28, kita akan menyaksikan bagaimana Paulus dengan setia mempertahankan imannya serta mengunakan setiap kesempatan memberitakan atau menyaksikan tanpa takut bahwa Yesus adalah Mesias yang telah disalibkan dan bangkit pada hari ke tiga untuk menyelamatkan umat manusia. Bagaimana dengan kita? Marilah kita merespons panggilan Tuhan dengan hati yang tulus, dan mengatakan kepadaNya “Tuhan ini aku, utuslah aku menjadi saksiMu...” Amin.

0 komentar:

Posting Komentar