Selasa, 07 Juni 2016

LAODIKIA: JEMAAT YANG SUAM-SUAM

LAODIKIA: JEMAAT YANG SUAM-SUAM
(Wahyu 3:14-22)


Kaum muda yang terkasih dalam Tuhan.
Kalau kita membaca wahyu 1 s.d. 3, ketiga pasal ini berbicara tetang berita firman dari Tuhan Yesus yang disampaikan Yohanes untuk menegur jemaat Tuhan yang berada di tujuh kota. Saudara, Teguran itu diberikan karena adanya kemunduran kerohanian jemaat tersebut.
Dalam ketujuh surat ini, Kristus selalu menekankan tanda yang berbeda yang seharusnya menjadi ciri suatu gereja yang sejati dan hidup. Khususnya pada bagian Laodikia, ini adalah teguran Tuhan Yesus yang ketujuh dari tujuh jemaat. Suratnya ini berisikan penggabungan dari celaan yang begitu keras atas rasa puas diri dengan suatu himbauan lembut akan ketulusan hati untuk bertobat. Sayangnya ketika Tuhan akan memberitahukan kebenaran tentang kondisi gereja Laodikia yang suam-suam kuku, mereka tidak mau memercayai diagnosaNya.
Gereja Laodikia buta terhadap kebutuhannya sendiri dan tidak mau menghadapi kebenaran. Namun, kejujuran adalah awal dari berkat sejati, sama seperti ketika kita mengakui siapa diri kita, mengakui dosa-dosa kita, dan menerima dari Allah semua yang kita butuhkan. Jika kita menginginkan segala yang terbaik dari Allah untuk kehidupan dan gereja kita, kita harus jujur kepada Allah dan membiarkan Dia jujur kepada kita.
Kaum muda yang kekasih.
Di zaman kuno sedikitnya ada enam kota yang bernama Laodikia, dan Laodikia yang kita bahas disini adalah Laodikia di Likus. Kota ini dibangun tahun 250 Sm, oleh Antiokhus dari Siria dan diberi nama seperti nama istrinya yaitu Laodikia.
Kota ini penting semata-mata karena posisinya. Jalan dari Efesus kea rah Timur dank e Siria sangat penting di Asia. Jalan itu berawal dari pantai di Efesus dan mendari ke dataran tengah yang tingginya 8.500 kaki. Jalan itu dibangun sepanjang lembah sungai Meander sampai ke tempat yang kita kenal sebagai Pintu-pintu Gerbang Frigia. Sesudah tempat ini ada lembah lebar tempat bertemunya Lidia, Frigia dan Caria. Sungai Meander mengaliri lembah itu melalui jurang yang terjal dan tidak ada jalan untuk melintasinya. Oleh karena itu, jalan harus dibelokkan ke lembah Likus. Dilembah itulah Laodikia terletak.
Dengan demikian, Laodikia adalah gereja yang terletak paling selatan dari ketujuh gereja yang dikirimi surat-surat dan ia pun terletak hampir persis di sebelah timur Efesus. Terbentangnya jalan besar ke Timur yang lurus melintasi Laodikia, masuk ke Pintu Gerbang Efesus dan keluar di Pintu Gerbang Siria. Jadi posisi ini cukup untuk menjadikan Laodikia sebagai salah satu pusat strategis dan perdangan yang hebat pada zaman kuno.
Daerah Laodikia di kenal sebagai kota yang suam-suam kuku karena airnya tidak dingin atau panas. Posisi kota tersebut memang diapit oleh dua kota, yakni: Hierapolis yang terkenal dengan sumber mata air panasnya dan Kolose yang terkenal dengan mata air yang murni dan dingin. Pertemuan kedua sumber air ini tepat di daerah Laodikia sehingga wilayah ini memiliki air yang berkondisi suam-suam kuku. Mulanya Laodikia adalah kota benteng; tetapi ia mempunyai kelemahan serius, yaitu bahwa persediaan airnya harus didatangkan melalui terowongan air bawah tanah dari sumber-sumber yang jauhnya sekitar enam mil. Hal ini sangat berbahaya pada saat kota dikepung musuh.
Namun saudara, keadaan geografis yang demikian, dipakai Tuhan untuk menyebutkan kondisi rohani jemaat Laodikia yang tidak panas dan tidak dingin secara rohani. Istilah di menado adalah panas-panas tai ayam alias tidak punya ketetapan, suka berubah-ubah pendirian, tidak punya ketetapan hati, sebentar-sebentar semangat lalu lesu lagi dan masih banyak lagi.
Jemaat yang suam-suam kuku adalah yang berkompromi dengan dunia dan mirip dengan masyarakat disekelilingnya yang belum percaya. Disatu sisi mengakui kekristenannya namun disisi yang lain secara rohani mereka sangat menyedihkan.
Dalam diagnosanya Tuhan Yesus menyebutkan kondisi Laodikia demikian: “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!” (Ayat 15).
Tuhan mengatakan alangkah baiknya jika panas atau dingin. Saudara, nampaknya Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa Ia lebih menyenangi kondisi panas dari setiap jemaat, dimana secara rohani mereka berkobar-kobar dalam hal pelayanan. Mereka menunjukkan kesetiaannya dalam iman yang teguh di dalam Tuhan.
Yang menarik, rupanya Tuhan juga lebih senang jika jemaat mengakui keberadaan rohaninya yang dingin daripada suam-suam kuku. Mengapa saudara? Karena sikap rohani yang dingin seperti itu lebih jujur daripada keadaan yang suam-suam kuku. Yang kelihatannya diluar baik secara rohani tetapi sebenarnya keropos di dalamnya. Imannya tidak menunjukkan tanda-tanda bertumbuh. Seperti sebuah pohon bonsai yang dari tahun ke tahun tetap seperti itu. Bagi rasul Yohanes, maupun bagi Tuhan, jemaat yang orang Kristennya tidak dingin juga tidak panas sangatlah merepotkan. Karena untuk orang yang betul-betul dingin, kita bisa melakukan sesuatu. Satu-satunya sikap yang tidak mungkin diajukan terhadap kekristenan adalah sikap netral. Yesus berkarya melalui manusia; dan orang yang bersikap tidak peduli terhadapNya berarti pada hakikatnya menolak untuk memikul tugas yang ditentukan Allah bagi dirinya. Orang yang tidak mau tunduk kepada Kristus berarti telah menolak Dia.
Masalahnya adalah, terkadang orang yang suam-suam kuku suka berlaku sombong. Mereka merasa diri tahu tentang teologi, tahu tentang firman. Tetapi dalam prakteknya adalah nol. Karena itu saudara, lebih mudah untuk menobatkan orang yang dingin secara rohani daripada orang yang suam-suam kuku.
Bagaimana reaksi Tuhan? Menarik sekali, Tuhan bukannya marah, Tuhan juga tidak sedih, melainkan: Ia muak, sampai Ia ingin memuntahkannya. Yang artinya tidak bisa dinikmati Tuhan, tidak mau digunakan, tidak mau di pakai, tidak menjadi berkat.
Jika kita pernah melihat makanan/ kue yang kelihatan enak, setelah di makan langsung dimuntahkan karena basi. Demikianlah Tuhan melihat umatnya yang suam-suam kuku. Seolah kelihatan bagus pelayanan, bagus dalam memuji Tuhan, bagus berdoa namun sesungguhnya itu semua tidak ada rasanya dan hanya dimuntahkan.
Saya pernah melihat seorang pemuda di satu gereja. Ia sangat berkarisma dalam memimpin Liturgi, kemampuannya membawakan puji-pujian seakan-akan mampu membawa jemaat sungguh-sungguh merasakan kehadiran Tuhan dalam ibadah. Tetapi apa yang terjadi, setelah ia selesai memimpin ia pergi ke belakang, ia tidak ada diruang ibadah, sampai tiba giliran hamba Tuhan itu selesai berkhotbah baru ia muncul kembali. Belakangan saya tahu bahwa selama ini ia suka pergi ke belakang, ia menghabiskan waktunya dengan merokok dan bersenda gurau dengan pemain musik. Maka semua pelayanan dan aktifitas yang dilakukannya hanyalah sia-sia.
Saudara, saya jadi bertanya, apa makna pelayanan bagi dia? Pelayanan di gereja bukan sebuah enternain. Pelayanan di gereja adalah sebuah pengabdian, yang mempersembahkan sebuah pelayanan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan.
Kaum muda yang kekasih.
Jemaat di Laodikia ditegur secara terus terang oleh Tuhan. Melalui jemaat ini, Tuhan ingin mengingatkan 3 hal yang harus segera diperbaiki di dalam gereja. Sebab gereja Laodikia telah kehilangan tiga hal ini, yaitu:

1.  Mereka telah kehilangan semangat (Ayat 17).
“Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkaya diriku dan tidak akan kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat dan malang, miskin, buta dan telanjang” (Ayat 17).
Dalam kehidupan Kristen ada tiga “temperature rohani”: hati yang berkobar-kobar bagi Allah (Lukas 24:32), hati yang dingin (Matius 24:12), dan hati yang suam-suam kuku (Wahyu 3:16). Orang Kristen yang suam-suam kuku merasa nyaman, puas diri dan tidak menyadari kebutuhannya. Mereka mengira mereka bagus dalam kehidupan agama mereka. Tetapi Kristus melukiskan mereka sebagai seorang pengemis yang buta dan telanjang. Jadi inilah pandangan Kristus tentang kita, orang Kristen yang hanya nama saja, tetapi tidak sungguh-sungguh hidup didalam penyembahan kepadaNya. Secara rohani orang yang demikian adalah seperti pengemis yang buta dan telanjang. Ia tidak memiliki apa-apa untuk membeli pengam-punannya atau ijin masuk ke dalam kerajaan Allah. Ia telanjang, karena ia tidak memiliki pakaian yang membuatnya layak berdiri di hadapan Tuhan. Ia buta karena ia tidak tahu tentang kemiskinan atau bahaya rohaninya.

2. Mereka telah kehilangan nilai-nilai mereka (Ayat 17-18a).
Gereja di Smirna berpikir mereka miskin, padahal sesungguhnya mereka kaya (2:9); orang-orang di Laodikia justru kebalikannya. Mereka menyombongkan kekayaannya padahal kenyataannya mereka miskin. Mungkin ini yang menjadi penyebab gereja ini merosot secara rohani. Mereka menjadi sombong mengenai pelayanan mereka dan mulai mengukur segala sesuatu dengan standar manusia, bukan dengan nilai rohani. Hal yang demikian, dimata Tuhan mereka “melarat” dan malang, miskin, buta dan telanjang.
Apa yang harus dilakukan? Tuhan menyatakan bahwa mereka harus membayar harga untuk memperoleh “emas yang telah dimurnikan di dalam api.” Mungkin emas yang dimurnikan di api dapat diartikan sebagai “iman” sebab demikianlah Petrus menjelaskan perihal iman di dalam (1 Petrus 1:7). Kekayaan dapat mengerjakan banyak hal, namun ada hal-hal yang tidak pernah dapat dikerjakannya. Kekayaan tidak dapat membeli kebahagiaan, juga tidak dapat membeli kesehatan tubuh maupun pikiran; kekayaan tidak dapat memberi penghiburan dalam kedukaan ataupun memberi persahabatan dalam kesepian. Jika seseorang menghadapi kehidupan semata-mata dengan kekayaan, ia sesungguhnya miskin. Namun jika seseorang mempunyai iman yang diuji dan dimurnikan di dalam api pengalaman, tidak ada satu pun yang tidak dapat dihadapinya; dan ia sesungguhnya kaya. Dengan demikian, jemaat Laodikia harus bersedia untuk di bentuk dan dipanaskan oleh Tuhan, sekalipun hal yang demikian terkadang menyakitkan.
Rekan-rekan pemuda,
3.  Mereka telah kehilangan Visi dan Keberadaan (18)
Membeli Jubah putih, yang artinya menerima kekudusan dan menjaga kekudusan. Kalau tadi membeli emas adalah merubah karakter hidup menjadi lebih baik maka jubah ini menjaga hati dan tubuh untuk tidak melakukan dosa tentunya dengan kekuatan dari Tuhan. Dengan kata lain, pernyataan ini melambangkan “perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus”. Dalam hal ini tidak ada seorang pun manusia mampu menjaga hati dan perbuatannya tetap kudus dihadapan Tuhan selain ia melibatkan Tuhan untuk melakukannya. Karena itu setiap orang yang benar-benar ingin berpakaian, ia harus datang kepada Kristus.
Membeli Minyak pelumas dari Tuhan supaya mata ini dapat melihat apa yang benar dan apa yang salah sehingga tidak salah jalan. Mata adalah salah satu bagian tubuh yang paling sensitive, dan hanya Sang Tabib Agung yang dapat “mengoperasinya” dan menjadikannya sebagaimana seharusnya. Selama ini dunia melihat segala hal yang menjadi kesenangannya tetapi dengan minyak pelumas dari Tuhan, orang percaya dapat melihat dosanya. Sehingga ia membutuhkan pertolongan Tuhan untuk dapat berjalan di dalam jalan yang benar. Melihat segala sesuatu dari kacamata Tuhan. Melihat masalah dari sudut pandang Tuhan sehingga semua paradigma manusia di patahkan menjadi penglihatan kristus
Saudara,
Melalui ketiga hal di atas, Tuhan mengatakan: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Ayat 19).
Dari sini kita melihat, Tuhan masih mengasihi orang-orang kudus yang suam-suam kuku ini, walaupun kasih mereka kepadaNya telah mendingin. Karena itu Ia berniat untuk menghukum mereka sebagai bukti dari kasihNya (Amsal 3:11-12; Ibrani 12:5-6). Layaknya seorang ayah yang akan menegur dan  menghajar anak-anaknya, demikian pula Tuhan akan menegur dan menghajar karena kasihNya kepada kita, dengan kasih sayangNya.
Saudara, Disiplin Allah bukan hal yang patut kita tanggapi dengan sakit hati, melainkan dengan ucapan syukur dengan sepenuh hati. Untuk itu dari pihak kita, kita hanya menyediakan hati yang rela dan siap untuk ditegur dan bertobat.
Merelakan hati, artinya menerima teguran Tuhan dengan tidak berbantah-bantah seolah-olah kita kecewa kepada Tuhan. Karena tegurannya pasti mendatangkan kebaikan. Allah menginginkan gereja-gereja melalui masa pencobaan agar mereka menjadi seperti yang diinginkanNya. Gereja Laodikia harus bertobat dari kesombongan mereka dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Bertobatlah, artinya merubah 180 derajat dari semua perbuatan buruk dan kembali kepada arah yang benar yakni Yesus Kristus . teguran Tuhan akan menjadi sia-sia jika kita tidak menyikapinya dengan rela hati dan bertobat.
Penggambaran pertobatan diibaratkan Tuhan yang berdiri mengetok pintu. Kita melihat dalam ayat 20 dijelaskan:
Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapat-kannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.
Fakta baru yang unik yang dibawa kekristenan ke dalam dunia adalah bahwa Allah adalah pencari manusia. Tidak ada agama lain yang mempunyai visi mengenai Allah yang mencari manusia. Jadi kembali keputusan ada ditangan kita apakah kita mau mendengar dan membukan pintu untuk Tuhan atau tidak. Saya dulu pernah bertanya-tanya mengapa lukisan Tuhan Yesus yang sedang mengetuk itu tidak memiliki gagang pembuka pintu. Apakah pelukisnya salah membuat lukisan sehingga kelupaan melukis gagang pintu. Masakan ada pintu tidak memiliki gagangnya. Namun ternyata maksudnya adalah pintu itu tidak bisa dibuka dari luar tapi bisa di buka dari dalam. Dan Tuhan hanya mengetuk menunggu respon dari dalam dan tidak pernah memaksakan diri untuk masuk secara paksa.
Tuhan menuntut sikap kita untuk membukan pintu dan mempersilahkan masuk. Tuhan tidak hanya ingin berada di pekarangan rumah mu, atau hanya sampai di ruang tamu, tapi juga ingin  masuk sampai di kamar pribadimu yang paling dalam. Pada saat makan bersama-sama dengan Tuhan maka disanalah ada komunikasi terjadi.
Kristus itu sabar. Ia “mengetuk” melalui berbagai peristiwa dan Ia memanggil melalui firmanNya. Apakah yang diinginkanNya? Keinginannya tidak lain adalah persekutuan dan hubungan yang erat, keinginan hati manusia untuk tinggal di dalam Dia, Jemaat di Laodikia begitu mandiri dan tidak kekurangan suatu apapun, tetapi mereka tidak tinggal di dalam Kristus dan tidak memperoleh kekuatan dari Dia.
Beberapa orang tidak mengerti suasana hati Tuhan karena tidak ada komunikasi dengan Tuhan. Tuhan hanya ada di pekarangan saja sehingga orang melihat seolah rumah kita baik dan rapih tapi didalamnya tidak.
Kaum muda yang terkasih.
Hal yang terakhir dijelaskan: Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.” (Ayat 21-22).
Perkataan barangsiapa menang ini berarti bisa kalah dan bisa menang. Disini kita melihat bahwa Tuhan menuntut keuletan dan kesungguhan kita menentukan untuk menjadi pemenang. Dan kalau menang, mahkota telah di sediakan yakni duduk di atas tahtaNya.  Barangsiapa menang, seolah-olah menyebutkan bahwa Tuhan tidak ambil bagian dan semuanya adalah perjuangan sendiri untuk mencapai kemenangan. Apakah demikian? Ternyata tidak! Sebab kuncinya ada pada ayat 22, “siapa bertelinga hendaklah ia mendengar” artinya, Tuhan menghendaki agar orang yang sungguh-sungguh memahami kehendak Allah bagi dirinya, ia pasti akan mendengarkan apa yang dinyatakan Tuhan dalam firmannya.
Saudara, janganlah pernah lemah, jangan pernah menyerah, jangan pernah patah semangat meskipun seolah Tuhan meninggalkan diri kita, namun sesungguhnya Tuhan sedang mempersiapkan tempat untuk kita duduk bersama di tahtaNya. Justru melalui persekutuan dengan Kristus kita memperoleh kemenangan dan menjadi pemenang yang sesungguhnya. Selamat berjuang. Amin.

1 komentar:

  1. 3 teguran kepada jemaat di Laodikia apa aja ya kalo boleh tau?

    BalasHapus