Minggu, 12 Juni 2016

JANGAN MENYEBUT NAMA TUHAN ALLAHMU DENGAN SEMBARANGAN

JANGAN MENYEBUT NAMA TUHAN ALLAHMU DENGAN SEMBARANGAN
Ulangan 5:11; Imamat 19:12

Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Pada kesempatan hari ini kita akan membahas tema ketiga dari kesepuluh Hukum yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel. Mari kita membaca nats Alkitab kita dalam Ulangan 5:11 & Imamat 19:12.
Tentu bapak/ ibu masih mengingat setelah dua bulan lamanya, minggu demi minggu setiap hamba Tuhan telah menjabarkan bagaimana hukum pertama dan kedua ini diberikan Tuhan kepada bangsa Israel. Dalam hukum pertama mengajar kita tentang subyek penyembahan manusia satu-satunya adalah Allah dan hanya Allah. Tidak ada yang lain yang dapat menggantikan posisi Allah, sebagai pusat penyembahan yang sesungguhnya dari manusia.
Perintah kedua memberi tahu kita mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang harus kita gunakan ketika kita menyembah Dia. Saudara, Tuhan telah memerintahkan umatNya untuk menyembahNya dan Dia telah memberi tahu mereka hal-hal yang harus mereka lakukan dalam penyembahan. Tuhan Allah juga melarang umat Allah untuk meniru penyembahan yang dilakukan orang-orang yang bukan umatNya. Dari sini kita memahami bahwa segala bentuk usaha manusia untuk mewujud-nyatakan Allah ke dalam suatu media baik itu yang kasat mata ataupun yang tidak kasat mata adalah sebuah penyembahan berhala.
Pada bagian yang ketiga ini saudara, lebih memfokuskan perhatian kita kepada sikap penyembahan kepada Allah, bahwa bangsa Israel dapat menyatakan sikap penyembahan yang benar hanya kepada Allah. Yohanes Calvin mengatakan bahwa “Allah ingin apa pun yang kita pikirkan dan katakan tentang Dia harus menyatakan kemuliaanNya, sesuai dengan keagunganNya yang suci dan meninggikan kebesaranNya. Semua yang Allah perbuat membawa pujian dan hormat bagi namaNya. 
Saudara tidak ada gunanya jika kita menyembah Allah yang benar dengan cara yang benar, namun tanpa adanya sikap hati yang tulus dalam menyembah. Dalam hal inilah Firman Tuhan dalam Yosua 24:14 berkata: “Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus iklas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada Tuhan.” Dengan demikian, hukum yang ketiga ini lebih merupakan sebuah peraturan dan penuntun bagi umat Tuhan dalam beribadah dengan tepat kepada Allah.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kalau kita melihat kembali kebelakang bagaimana bangsa Israel mengenal jati diri Allah, sejak dahulu dan selamanya nama Allah itu kudus. Sejak zaman dahulu, bangsa Yahudi menganggap nama Yahweh dikenal sebagai sebuah nama yang sakral, karena itu bangsa Yahudi tidak berani menyebut namaNya secara langsung. Orang Yahudi begitu menghormati nama Tuhan, itu sebabnya sampai hari ini pun mereka tidak berani menyebut nama Tuhan dengan sembarangan.
Mengapa saudara? Karena di dalam nama Allah terkandung natur, keberadaan, totalitas dan pribadi Allah. Bahkan melalui nama Tuhan kita dapat mengenal Allah dan seluruh atribut-atribut yang Ia miliki. Karena itu, kita tidak boleh menyebut namaNya dengan sembarangan. Bagi bangsa Yahudi, nama Tuhan terlalu suci untuk diucapkan oleh bibir manusia yang penuh dosa. Sehingga kapan saja mereka perlu mengucapkan nama Tuhan (Yahweh), mereka akan menggantinya dengan kata Adonai yang berarti Tuhan. Jika nama tersebut perlu untuk dituliskan, mereka akan mandi terlebih dulu sebelum menulisnya dan menghancurkan pena tersebut setelah dipakai untuk menuliskan kata Yahweh. 
Secara umum nama mengacu pada pribadi, kedudukannya, keadaan yang mempengaruhi dirinya, dan lain sebagainya. Sehingga nama seringkali digunakan untuk mewakili pribadi (Kisah 1:15; Wahyu 3:4). Dalam dunia timur, nama bukanlah sekedar sebutan saja, tetapi merupakan suatu ekspresi dari natur yang memiliki nama tersebut, atau sesuatu yang ditunjuk oleh nama tersebut. Sehingga ketika suatu nama disebutkan, nama tersebut akan mewakili keberadaan dari pemiliknya, atau sesuatu yang ditunjuk oleh nama itu.
Saudara, nama adalah sesuatu yang sifatnya personal dan tidak sama dengan angka, Alkitab bahkan seringkali memakai nama untuk menyatakan lebih dari sekedar identitas. Alkitab mencatat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa sebuah “nama” berhubungan sekali dengan natur pemilik nama tersebut, misal: Adam saat ia memberi nama kepada seluruh binatang sesuai dengan natur mereka (Kejadian 2:19-20). Alkitab juga memberikan alasan mengapa seseorang memiliki nama tertentu; misalnya: Hawa – ibu semua yang hidup (Kejadian 3:20), Kain – anak laki-laki dari Tuhan (Kejadian 4:1), Set – Anak pengganti (kejadian 4:25), Nuh – Anak penghiburan (Kejadian 5:29), Babel – Tuhan mengacau balaukan (Kejadian 11:9), Ismael – Tuhan mendengar jeritanmu (Kejadian 16:11), Ishak – Tertawa (Kejadian 21:6), Esau – Berbulu dan Yakub – Memegang tumit (Kejadian 25:25-26), Musa – Ditarik dari air (Keluaran 2:10), Yesus – Juruselamat (Matius 1:21), dan lain sebagainya. Bahkan Alkitab juga mencatat beberapa orang yang namanya, diganti oleh karena alasan tertentu, seperti Abram menjadi Abraham (Kejadian 17:5), Yakub menjadi Israel (Kejadian 32:28), Simon menjadi Petrus (Matius 4:18) dan Saulus menjadi Paulus (Kisah 13:9), dll.
Begitu pula dengan nama Tuhan, nama Tuhan bukanlah sekedar suatu kata. Bukan pula sekedar gelar kosong. Nama Tuhan memiliki suatu arti. Dan nama itu mempunyai arti karena Tuhan telah menyatakan namaNya diseluruh bumi. Seluruh dunia adalah sebuah penyataan dari arti nama Tuhan. Dalam hal ini nama Tuhan tidak berdiri independen, lepas dari apa yang dirujuk. Kita menyebut nama Tuhan untuk menunjuk Pribadi Allah. Nama Tuhan mencakup segala sesuatu yang menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya. Dengan cara demikian kita dapat mengenal Allah dan seluruh atribut-atribut yang Ia miliki. Nama Allah sama dengan natur dan eksistensi Allah (Mazmur. 20:1; 135:3; Yohanes 1:12). Bahkan nama Allah terkadang digunakan untuk menyatakan keseluruh sistem kebenaran Allah (“…kita akan berjalan demi nama TUHAN Allah,” Mikha 4:5).
Sekarang kita melihat nama-nama yang paling sering dianggap sebagai nama pribadi dari Allah sendiri yaitu nama TUHAN. Alkitab TB membedakan kata Tuhan Adonai dengan TUHAN yang merujuk kepada Yahweh. Kata ini dalam bahasa Ibrani di tulis dalam 4 huruf konsonan, dimana didalamnya tidak ada huruf vocalnya, sehingga kata ini dituliskan menjadi YHWH. Pemakaian huruf vocal dalam kata YHWH ditambahkan setelahnya sehingga didapatkan kata Yahweh yang sekarang kita ucapkan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Allah adalah YHWH. Allah adalah yang menyatakan diri sebagai penyebab dari segala yang ada. Pada saat para sarjana Perjanjian Lama mencari tahu apa maksud dari arti kata YHWH, mereka mencoba mencari akar katanya, mereka berusaha mencari padanannya, apa pengertiannya, maka mereka hanya bisa mendapatkan kata yang paling dekat yang mungkin menggambarkan pengertian tentang nama Tuhan, itu adalah kata “Hayah” yang artinya “menjadi”. Dengan demikian, saat ahli-ahli Perjanjian Lama menafsirkan nama Tuhan, atau Yehova atau Yahweh, mereka menafsirkan bahwa kata itu berarti “Aku adalah yang menjadikan segala sesuatu”. Dia adalah yang membuat sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Dia adalah sumber keberadaan yang lain.
Inilah yang dipahami ketika orang Yunani, ketika orang Israel berbahasa Yunani, pada zaman kira-kira abad ke-2 sM mau menerjemahkan Perjanjian Lama, mereka bergumul dengan serius, dan akhirnya mereka memutuskan untuk menerjemahkan kata Tuhan, Yahweh dengan memakai kata Kurios, yang berarti Dia adalah Tuan yang berkuasa atas segala sesuatu, ini adalah Tuan yang paling tinggi otoritasNya dibandingkan segala sesuatu.
Saudara, dalam Perjanjian Baru kita menemukan, penggunaan kata Kurios juga ternyata dipakai para penulis kitab untuk menyebut Yesus, sebagai Tuhan Yesus. Sedikitnya ada 56 kali kata Kurios ini dipakai di dalam Perjanjian Baru berdampingan dengan kata Yesus. Pastinya ini bukanlah sesuatu yang tidak disengaja, ketika mereka menuliskan nama Yesus sebagai Tuhan Yesus. Tetapi dalam pemahaman mereka, keberadaan YHWH memiliki kedudukan yang sejajar dengan Tuhan Yesus.
Memang saudara, di dalam bahasa Yunani kata Kurios bisa juga dipakai untuk menyebut raja, kaisar, tuan tanah. Tetapi kita tidak menganggap penulis Perjanjian Baru memakai kata Tuhan untuk menggambarkan tuan, tuan tanah, raja, atau kaisar. Karena pada faktanya kata Kurios dipakai untuk menerjemahkan Yahweh. Dan ini adalah nama yang dianggap sangat kudus, nama yang menjadi nama pribadi Allah. Dari sini kita melihat bahwa nama Allah mencakup segala sesuatu yang menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya, sekaligus sebagai bentuk pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Allah memiliki banyak nama dan gelar dalam Kitab Suci. Ini karena tidak ada satu kata pun yang dapat menjelaskan dengan seutuhnya siapa Allah itu, selain daripada yang sudah dijelaskan Allah kepada umatNya. Tetapi paling tidak, baik nama ataupun gelarNya menolong kita untuk melihat siapa Dia. Dia telah memberitahukan beberapa kualitas yang dimilikiNya kepada kita, seperti kekudusan, kebaikan, keadilan dan kuasa. Allah telah memberi kita peraturan-peraturan atau tuntunan-tuntunan untuk menghampiriNya dan untuk bertumbuh di dalam keserupaan dengan Kristus. Peraturan-peraturan ini menolong kita untuk mengenalNya dengan lebih baik ketika kita menggunakannya.
Lagi pula, saat Tuhan Yesus berdoa kepada Bapa, dalam doaNya Tuhan Yesus mengatakan “Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang” (Yohanes 17:6). Nama yang dimaksudkan di sini adalah kebenaran atau pengajaran yang harus Yesus sampaikan tentang Bapa (Yohanes 1:18). Sehingga secara umum dan spesifik, nama Allah digunakan untuk memanggilNya dan membuat Ia dikenal. Allah memberitahukan namaNya kepada manusia dalam suatu konteks pewahyuan atau pengungkapan DiriNya. Maka dengan menyebut namaNya berarti kita mengakui Dia sebagai Subjek dan Objek dalam perkataan kita.
Sidang jemaat yang kekasih,
Hukum ketiga ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa umat yang telah telah mengenalNya tidak menyebut nama Tuhan Allah dengan sembarangan menyangkut seluruh aspek kehidupan kita dihadapan Tuhan. Perintah ketiga ini berkenaan dengan aspek penyembahan yang tidak dapat diketahui oleh siapa pun kecuali oleh Allah, dan (dengan pertolongan Allah) oleh orang percaya tersebut. Perlu diingat bahwa sikap/ cara kita menggunakan nama Tuhan, menunjukkan sikap kita terhadap Tuhan sendiri. Dengan demikiam, perintah “Jangan menyebut namaNya dengan sembarangan”, secara positif adalah mengakui Dia dengan penuh hormat dan sepenuhnya dalam pikiran dan perbuatan.
Jika kita ingin menghormati nama Allah, pastinya kita akan menghormati firmanNya yang telah dinyatakanNya kepada kita. Sikap kita dalam menyembah akan menghormati Allah ketika kita menggunakan namaNya dengan hormat. Kita percaya, Alkitab adalah harta yang indah – kitab yang penuh dengan apa yang Allah nyatakan tentang diriNya, apa yang Dia lakukan bagi kita, dan apa yang Dia kehendaki dari kita! Alkitab menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya karena Alkitab tanpa salah mencatat bagi kita pernyataan yang telah Allah berikan tentang diriNya. Sangat bodoh jika kita memiliki Alkitab dan hampir tidak pernah menggunakannya! Jadi, kita harus mempelajari firman Allah setiap hari, agar kita dapat mengerti tentang jati diri Allah dalam kehidupan kita. Di dalamnya juga menuntut sikap hati yang tepat di dalam pernyembahan kita terhadap Allah. Umat Tuhan wajib menyebut nama Tuhan dengan hormat dan di dalam kegentaran. 
Saudara, betapa kita perlu memastikan bahwa kita tulus di dalam menyembah Allah yang benar. Untuk alasan inilah Alkitab memperingatkan kita terhadap bentuk-bentuk kehidupan rohani yang dapat dijadikan tempat persembunyian bagi ketidaktulusan. Misalnya sikap-sikap formalitas dalam doa. Dalam kehadiran beribadah, dalam memuji Tuhan. yang pastinya bukan sesuatu yang keluar dari hati yang terdalam.
Arti kata “menyebut nama Allah” adalah “meninggikan Dia”. Jadi maksud dari perintah ini juga dapat berarti “jangan meninggikan nama Tuhan dengan sembarangan”. Maksudnya adalah kita tidak boleh berdoa tanpa rasa hormat yang mendalam. Kalau kita berdoa tidak konsentrasi, maka kita telah menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Ini juga berarti kita tidak boleh asal menyanyi atau memuji nama Tuhan. Pikiran kita tidak boleh melayang-layang ketika berdoa atau pun menyanyi. Dengan kata lain saudara, saat kita berdoa, menyanyi, memuji nama Tuhan tanpa disertai perhatian dan sikap hati yang tulus, sama artinya dengan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. 
Maka dari itu, marilah kita sebut nama Tuhan dengan perasaan hormat, kita menyatakan bahwa kita adalah orang yang mengenal sifat-sifat Tuhan yang dinyatakan dalam namaNya, dan kita berhati-hati ketika menggunakan nama ini. Berbicara kepada Tuhan atau berbicara atas nama Tuhan selalu harus dengan hati-hati diucapkan.
Demikianlah firman Tuhan mengajarkan dalam Pengkhotbah 5:1, “Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit”. Inilah yang harus kita ingat senantiasa dalam sikap kita menyembah Allah.
Yang berikutnya, Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Secara verbal, hukum ini juga mengharuskan kita untuk menyebutkan nama Tuhan Allah dengan penuh rasa hormat akan keagunganNya. Mengapa? Karena Dia telah memberi kita anugerah yang begitu besar yakni pewahyuan mengenai diriNya sehingga manusia boleh mengenal Dia. Pengenalan akan Allah adalah harta terbesar manusia, “penemuan” teragung manusia melampaui semua pengenalan dan penemuan manusia yang lain. Sebab Dia, Sang Pencipta, memberikan diriNya untuk dikenal. Mereka yang tidak mempunyai komitemen di dalam iman dan keinginan untuk diajar dan mengenal kemuliaan Allah sesungguhnya bersalah menghina Yang Maha Tinggi. Seolah-olah ada yang lebih berharga dari pada kemuliaan Allah.
Dengan demikian saudara, pada waktu kita datang mendekat kepada Allah dalam doa, kita harus mengagungkan KesempurnaanNya dengan kerendahan hati kita seperti yang diteladankan oleh tokoh-tokoh iman seperi Abraham (Kejadian 18:27), Yakub (Kejadian 32:10), Musa (Keluaran 15:11), Salomo (1 Raja 8:33), Hizkia (2 Raja 19:15), Daniel (Daniel 9:4) dan makhluk-makhluk Surga lakukan (Wahyu 4:10, 11).
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan sembarangan adalah semua pikiran yang tidak menghormati Allah, sia-sia, kurang ajar, tidak senonoh, atau penghujatan kepadaNya, menggunakan FirmanNya dengan tidak sopan, sungut-sungut terhadap pemeliharaanNya, penyalah-gunaan apa pun yang telah membuat diriNya dikenal.
Misalnya: menggunakan nama Tuhan dalam hal-hal negatif seperti mengutuk, mengumpat, atau dengan kata-kata kotor lainnya seperti dalam kasus anak Selomit binti Dibri dari suku Dan yang menghujat Tuhan (Imamat 24:10-16,23).
Atau menyebut nama Tuhan dengan motivasi yang salah misalnya menggunakan nama Tuhan untuk sebuah lelucon/ percakapan yang tidak ada gunanya. Atau menyebut nama Tuhan dengan tujuan yang sia-sia, ketika kita menyebutNya tanpa pertimbangan dan hormat. Seperti latah/ refleks;
Masalahnya saudara, hari ini ada begitu banyak orang telah “mendiskon” nama Tuhan, sehingga nilainya amat rendah. Mereka dengan mudahnya mengumbar nama Tuhan disegala aspek kehidupan, yang walaupun tidak tepat dalam pemakaiannya. Nama Tuhan dijadikannya sebuah lelucon murahan. Atau orang-orang yang kaget yang kadang-kadang menyebut nama Tuhan, dengan maksud yang tidak jelas.
Padahal saudara, nama Tuhan bukanlah untuk bahan baku membuat humor yang mengundang tawa yang akhirnya malah mencibirkan kedaulatan Allah. Nama Tuhan jauh lebih besar daripada nama siapa pun juga. Nama Tuhan menyatakan jati diriNya. EksistensiNya diantara umat pilihanNya. Allah melakukan segala hal yang menakjubkan untuk memperoleh kemuliaan dan pujian bagi namaNya. Karena itu Dia menghendaki kita menghormati namaNya dan memperlakukanNya dengan hormat. Allah kita adalah Allah yang serius dan namaNya bukan untuk kita tertawai. Barangsiapa menyebut nama Allah di dalam kegentaran, maka kita akan merasakan nama itu memberikan kekuatan dalam hidup kita.
Bagaimana mungkin seseorang bisa berpikir dan berbicara tentang Allah yang besar namun dengan sembarangan menggunakan namaNya tanpa rasa hormat dan penuh dengan kesombongan? Nama Tuhan bukanlah untuk ucapan-ucapan kosong tanpa makna seolah-olah nama itu tidak ada artinya. Nama itu bukan untuk umpatan, bukan pula sebagai ekspresi terkejut, menggunakan nama Tuhan itu hal-hal itu adalah kebiasaan yang menghinaNya. Karena itu langkah yang perlu diambil setelah mengerti betapa agungNya Allah yang ditunjuk oleh nama Tuhan, maka hendaklah setiap orang percaya membentuk kebiasaan yang baik dalam menggunakan namaNya sepatutnya dengan penuh hormat. Selain itu Ia adalah Allah yang cemburu akan kemuliaanNya dan Ia akan membalas setiap kesalahan orang-orang yang menghina kemuliaanNya.
Apabila kita ingin menggunakan nama Allah, kita harus melakukannya dengan cara yang benar, mengerti arti tindakan tersebut dan implikasi-implikasi penggunaan namaNya. Supaya Tuhan tidak berkata: “Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Lukas 6:46). Sehingga kita harus lebih berhati-hati supaya tidak jatuh pada dosa yang mengerikan, yakni pada saat kita melakukan pekerjaan Tuhan yang kudus namun dengan sikap sembarangan dan tidak mempunyai gairah kudus dalam melakukannya. Arthur Pink mengatakan dengan tegas dan keras bahwa “berdoa tanpa bertindak adalah sebuah penghujatan dan berbicara kepada Allah dengan mulut sementara hati kita jauh dariNya sama dengan tindakan mengejek Allah.” 
Nama Allah digunakan sia-sia ketika nama itu digunakan secara munafik, artinya ketika orang-orang menggunakan namaNya dan mengakui umatNya padahal tidak demikian. Allah berfirman kepada Israel melalui Yesaya demikian: “Dengarlah firman ini, hai kaum keturunan Yakub, yang menyebutkan dirinya dengan nama Israel dan yang adalah keturunan Yehuda, yang bersumpah demi nama TUHAN dan mengakui Allah Israel tetapi bukan dengan sungguh-sungguh dan dengan tulus hati” (Yesaya 48:1). Kita melihat saudara, bangsa Israel menggunakan nama Allah tapi tidak mematuhi pengajaran yang dikandung oleh nama itu sehingga tindakan Israel tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum ketiga (bdk. Matius 7:22, 23).
Nama Allah digunakan dengan sia-sia pada waktu namaNya digunakan untuk sumpah-sumpah “rendahan” dan menggunakan nama Allah dengan kurang hormat serta bersumpah palsu demi namaNya. Pada waktu kita bersumpah terhadap sesuatu yang kita tidak tahu benar atau salah, namun kita berani bersumpah demi namaNya sehingga kita membuat Ia sebagai jaminan dan pendukung kebohongan, seolah-olah Dia adalah bapa kebohongan. 
Saudara, Yesaya mengatakan “orang yang hendak bersumpah di bumi akan bersumpah demi Allah yang setia” (Yesaya 65:16). Dari sini kita pahami, bahwa sumpah hanya diucapakan untuk sesuatu yang sungguh-sungguh benar di mana nama Allah layak disebutkan sebab Ia adalah Sang Kebenaran. Juga dalam Imamat 19:12 dijelaskan, “Janganlah kamu bersumpah dusta demi namaKu, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.
Dalam khotbah di bukit Tuhan Yesus mengingatkan untuk tidak bersumpah demi apapun juga sebab kita tidak berkuasa atas apa yang ada dilangit ataupun di bumi (Matius 5:33-36). Jadi lebih baik, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” Matius 5:37.
Dari sini kita mengerti bahwa Tuhan menghendaki supaya kita tidak berdosa kepada Tuhan.
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih,
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, penyebutan nama Tuhan tidak dilarang, justru malah sangat dianjurkan. Misalnya, ketika kita sedang berdoa dan memuji Tuhan dengan kesungguhan hati, kita menyampaikan kesaksian tentang Tuhan dengan tujuan memuliakan namaNya, atau bahkan mengusir setan demi nama Tuhan, dengan tujuan memuliakan Tuhan. Setiap kali kita menyebutkan namaNya, gunakanlah dengan suatu pemahaman dan hormat akan Dia, Sang Penguasa Surga di mana para serafim menutupi wajah mereka dan mengucapkan kudus, kudus, kudus. Sehingga pada waktu kita menyebut namaNya, biarlah kita menyebutnya dengan serius sambil menyadari keagungan dan kemuliaanNya yang tak terbatas kemudian merendahkan serta sujud kepada Nama itu. 
Pertanyaannya bagaimana kita dapat yakin bahwa kita tidak sedang menyebut nama Allah (mengakui iman kita di dalam Yesus Kristus) dengan sembarangan. Jawabannya diung-kapkan dengan jelas oleh Yakobus, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” (Yakobus 1:22-26). Artinya kita membaca Alkitab untuk memandang kemuliaan Tuhan Yesus dan untuk menjadi serupa denganNya.
Dengan demikian saudara, menyebut nama Tuhan Allah atau meninggikanNya di dalam perkataan atau pengakuan, merupakan hal yang amat sangat penting kita lakukan. Kita seharusnya tidak pernah melakukannya tanpa menyadari tanggung jawab yang serius di dalamnya. Oleh karena itu, biarlah kita senantiasa mempunyai kerinduan yang terus menerus untuk menumbuhkan sikap hormat yang tinggi bagi Allah dan namaNya di dalam seluruh bidang kehidupan. Kiranya Roh Kudus menolong kita agar kita dapat lebih berhati-hati dalam menyebut nama Tuhan. Amin.

1 komentar:

  1. Kak saya boleh tau ngga nama penulis nya siapa, soalnya butuh bgt untuk tugas.

    BalasHapus