Senin, 27 Juni 2016

KONSEP SEBUAH PELAYANAN

KONSEP SEBUAH PELAYANAN
Matius 20:20-28
(Markus 10:35-45)

Kaum muda yang kekasih dalam Tuhan,
Ketika kita melihat perilaku anak-anak yang masih kecil, seringkali membuat kita merasa gemas terhadap mereka. Walaupun terkadang tindakan-tindakan mereka yang menurut pandangan umum adalah tindakan yang keliru, namun kita memaklumi tingkah mereka sebab kita berpikir, mereka masih kecil, dan mereka tengah dalam tahap pertumbuhan. Sepertinya kita sepakat bahwa mereka belum sepenuhnya mengerti dengan apa yang dilakukannya.
Akan tetapi, masalahnya menjadi berbeda, ketika kita melihat sikap kekanak-kanakan seseorang terus terbawa sampai orang itu menjadi dewasa. Sikap yang tadinya menurut kita lucu dan menggemaskan, bisa membuat kita menjadi muak melihatnya. Mengapa saudara? Karena secara umum, perubahan fisik yang dialami oleh seseorang seharusnya dibarengi dengan pertumbuhan mental dan spiritualnya. Rasanya semua orang menyenangi masa anak-anak, tetapi sikap kekanak-kanakan adalah sesuatu yang berbeda.
Saudaraku,
Di dalam perikop yang kita baca ini, kita perhadapkan dengan satu kondisi dimana murid-murid bertengkar tentang sebuah kedudukan dalam pelayanan. Sikap kekanak-kanakan itulah yang diperlihatkan oleh para murid ketika mempertengkarkan siapa yang lebih besar, siapa yang paling pantas untuk memimpin, di antara mereka. Yang sepertinya masing-masing haus akan sebuah kepemimpinan, mereka ingin berada di posisi yang tertinggi. Sebab mereka berpikir kepemimpinan yang mereka dapatkan, akan membawa mereka untuk lebih disegani banyak orang, jabatan yang mereka dapatkan akan lebih dihormati banyak orang. Inilah konsep-konsep yang dunia tawarkan, dimana dunia menekankan “aku” sebagai pusat perhatian. “Aku” harus ditinggikan. Jika kamu menghargai “aku” maka “aku” pun akan menghargai kamu. Sehingga kepemimpinan merupakan wahana untuk memuaskan kepentingan dan ambisi pribadi.
Dijelaskan di awal perikop, saat Tuhan Yesus sedang mengajar murid-muridNya tentang pemberitahuan ketiga tentang penderitaan Yesus, datanglah ibu anak-anak Zebedeus mendekati Yesus dan bersujud kepadaNya. Nama ibu anak-anak Zebedeus ini adalah Salome. Saudara, kedatangan ibu anak-anak Zebedeus ini sebenarnya adalah sesuatu yang wajar. Sebab ia memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan Yesus. Ia adalah saudara perempuan Maria, ibu Yesus. Jadi, Yakobus dan Yohanes adalah saudara sepupu Yesus. Itulah sebabnya mereka merasa bahwa dengan hubungan yang begitu dekat itu, mereka berhak mendapatkan tempat khusus dalam KerajaanNya. Rasanya baik di Palestina maupun di Indonesia, hubungan darah sangat berarti. Kolusi dan Nepotisme untuk mendapatkan sebuah jabatan rasanya juga sangat kental kita dengar dalam kehidupan kita. Ada banyak kasus kita melihat betapa mudahnya mendapatkan pekerjaan jika ada “orang dalam” dalam perusahaan itu. Terlebih lagi, untuk posisi yang menggiurkan.
Saudara, Ibu anak-anak Zebedeus ini berkata kepada Tuhan: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam KerajaanMu, yang seorang disebelah kanakMu dan yang seorang disebelah kiriMu” (Ayat 21). Kita melihat, Yohanes dan Yakobus sepertinya juga memiliki ambisi pribadi dalam mengikut Yesus, sekalipun hal itu diungkapkan oleh ibunya. Mereka masih berpikir tentang upah pribadi dan kepentingan pribadi yang bakal mereka dapatkan. Mereka masih berpikir tentang kesuksesan pribadi tidak harus disertai dengan pengorbanan pribadi. Lagi pula, mereka berpikir kedekatan hubungan dengan Tuhan Yesus sebagai pemimpin dan Guru mereka, pastinya akan memudahkan mereka untuk menerima kuasa kepemimpinnan yang dimiliki Yesus. Paling tidak pamor yang dimiliki Tuhan Yesus setidaknya dapat menaikkan rating mereka dimata dunia.
Kaum muda yang kekasih,
Setiap kita harus tahu bahwa kebesaran yang sejati bukanlah soal kepemimpinan, kekuasaan, atau prestasi perorangan yang tinggi, melainkan sikap hati yang dengan sungguh-sungguh ingin hidup bagi Allah dan bagi sesama manusia. Keagungan sejati tidak terletak dalam kekuasaan, melainkan dalam pelayanan; bahwa dalam setiap bidang keagungan itu ada harga yang harus dibayar.
Dengan demikian, hal yang terpenting dalam Kerajaan Allah adalah melayani dan menjadi berkat, bukan dilayani dan mendapatkan keuntungan pribadi. Padahal saudara, Tuhan Yesus telah memperlihatkan banyak teladan melalui kehidupanNya, namun murid-muridNya masih belum memahami bahwa kebesaran dalam Kerajaan Allah itu diukur melalui pelayanan yang dilakukan. Murid-murid belum mengerti bahwa orang yang lebih dihargai dalam pandangan Allah adalah orang yang menempatkan diri sebagai hamba.
Namun kalau kita melihat kenyataan yang ada, kepemimpinan sebagai hamba yang telah diperagakan oleh Tuhan Yesus melalui seluruh kehidupan-Nya di bumi itu belum bisa diteladani oleh para pemimpin gereja pada masa kini. Karena itu sungguh menyedihkan saudara, kalau hari ini ada banyak orang mau melayani namun masih mempertimbangkan apa keuntungan yang bakal diperolehnya? Masih banyak orang Kristen yang mau melayani bila mendapat jabatan sebagai majelis gereja atau sebagai pengurus komisi dan tidak lagi melayani bila masa jabatannya berakhir? Bukankah masih banyak orang Kristen yang memakai siasat dan cara-cara yang kurang terpuji untuk menjatuhkan "saingan" agar dirinya bisa mendapat suatu kedudukan tertentu? Bukankah masih banyak orang Kristen yang lebih suka "tampil" di depan umum daripada melayani secara diam-diam?
Karena itu Tuhan Yesus berkata: “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” (Ayat 22). Secara tidak langsung Tuhan Yesus hendak memberikan satu pemahaman yang benar kepada keduanya tentang proses yang harus dilalui, yakni harga yang harus dibayar untuk mencapai posisi tersebut. Sebab selama ini, mereka hanya berorientasi pada “hasil” dan mengabaikan “proses” yang harus dilewati.
Tindakan Yohanes dan Yakobus dengan ibu mereka yang meminta agar kelak Yohanes dan Yakobus bisa duduk di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus menunjukkan bahwa mereka belum memahami tentang pemimpin yang sesungguhnya dalam Kerajaan Allah, sebab itu mereka rakus akan kekuasaan.
Lagi pula dibalik permintaan kedua murid itu tersembunyi kesombongan, suatu kecongkakan demi kepentingan diri sendiri, sikap memandang rendah saudara mereka, dan keinginan sombong akan kehormatan dan kedudukan yang lebih tinggi. Semua keinginan tersebut di dorong oleh karena adanya rasa takut, sikap manja dan kepribadian yang belum matang dalam diri mereka.
Kaum muda yang kekasih,
Jangan kita berfokus kepada apa yang akan kita peroleh, namun mari kita kerjakan apa yang menjadi bagian kita, dan menerima konsekuensi dari apa yang akan kita kerjakan dalam pelayanan ini. Sebab jika kita melihat lebih seksama, Tuhan Yesus bukannya tidak memberi upah disurga, sebaliknya Ia berkata: “tetapi hal duduk disebelah kanakKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu telah menyediakannya" (ayat 23). Dengan kata lain, bagian kita adalah mengerjakan panggilan kita, dan bagian Tuhan adalah menyediakan upah bagi mereka yang diperkenan Bapa. Jadi mari lebih dahulu kita kerjakan panggilan pelayanan ini, karena upah yang di surga memang sudah disediakan Bapa bagi mereka yang setia kepadaNya.
Jadi pelayanan bukan pertama-tama berbicara tentang apa yang akan kita dapat, tapi pelayanan berbicara apa yang harus kita tanggung dalam pelayanan yang kita kerjakan. Pertanyaannya, "Beranikah kita membayar harga untuk pelayanan yang kita lakukan?"
Tuhan Yesus menyadari ketegangan yang timbul diantara murid-muridNya. Oleh sebab itu Ia mengumpulkan murid-muridNya dan memberikan penjelasan yang benar mengenai konsep sebuah pelayanan. Jawab Yesus Kristus atas permintaan ini yang ditujukan bukan kepada sang ibu, tetapi kepada kedua putranya yang mendorongnya untuk mengajukan permintaan itu. Jawab Yesus sangat halus. Kedua murid dikuasai oleh keinginan kuat yang keliru akan tetapi Tuhan Yesus memimpin mereka ke jalan yang benar dengan roh lemah lembut.
Permintaan Yakobus dan Yohanes dengan sendirinya mengusik para murid yang lain. Dari sini kita mendapatkan satu kenyataan bahwa Yohanes dan Yakobus bukanlah orang-orang kudus yang super. Sebaliknya mereka hanya dipanggil, diperlengkapi dan digunakan oleh Allah.
Kesepuluh murid lain yang sejak tadi mendengarkan dialog itu menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Kemarahan kesepuluh murid juga bukan karena sudah paham akan maksud Yesus. Sebab mereka tidak mengerti mengapa kedua kakak beradik ini harus mencuri langkah, walaupun mereka saudara sepupu Tuhan Yesus. Mereka juga tidak mengerti mengapa kedua orang itu harus dibiarkan menuntut kedudukan istimewa. Kemarahan mereka juga adalah dalam rangka memperebutkan jabatan tersebut, hanya saja dengan cara yang lain yaitu “cari muka”. Karena sejujurnya, kesepuluh murid itu juga tidak rela tanpa mendapat posisi empuk. Sungguh, mereka semua hanya berpikir tentang jabatan dunia, padahal Yesus tidak pernah menjanjikan jabatan dunia kepada para murid untuk itu.
Kita melihat saudara, bahwa Tuhan Yesus tahu apa yang terkandung dalam benak mereka. Karenanya Ia tidak menyurutkan ambisi untuk memperoleh kebesaran, tetapi Ia mendefinisikan keagungan yang sejati sebagai pelayanan dan kemurahan hati. Ia berbicara kepada mereka dalam kalimat yang merupakan dasar utama dalam kehidupan kristiani.
Tuhan Yesus mengoreksi pandangan tersebut. Dia mengajukan cara pandang yang menjungkirbalikkan perspektif para murid. Kepemimpinan sejati tidak berfokus pada diri sendiri, tetapi pada kesejahteraan orang lain. Bekal utamanya ialah kerendahan hati dan kesediaan untuk melayani sesama. Seorang pemimpin akan rela menyingkirkan kepentingan pribadinya demi memberikan sumbangsih yang bermakna bagi orang banyak. Kepemimpinan, dalam pandangan Yesus, bukan terutama mengacu pada kedudukan, melainkan pada sikap dan motivasi hati.
Di dunia, Yesus mengatakan bahwa memang benar, orang yang besar adalah orang yang berkuasa atas orang lain; orang yang perintahnya harus dipatuhi oleh yang lain; orang yang mampu menggerakkan orang lain hanya dengan gerakan tangannya.
Agar para murid mengerti akan visi Yesus, maka Yesus menggambarkan pemerintahan yang terjadi di tengah-tengah bangsa-bangsa. Yesus berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka” (Ayat 25). Hal ini memang terjadi di sepanjang zaman. Di dunia ini, orang yang “memerintah” dan “menjalankan kuasa” dipandang sebagai orang yang besar. Karenanya tidak heran jika manusia dunia suka memerintah dan menguasai orang lain. Keinginan tersebut dapat dicapai dengan jabatan yang melekat pada dirinya, sehingga ia dapat memerintah demi kepentingan membesarkan diri. Untuk hal itu, para pemimpin tidak segan-segan menggunakan segala cara, sehingga menambah penderitaan masyarakat. Itulah realita dunia.
Tetapi cara pandang dunia berbeda dengan cara pandang dalam Kerajaan Allah. Yesus tidak menghendaki kerajaan dan pemerintahan dunia, dimana manusia mengalami tekanan dan penderitaan. Berbeda dengan pola kepemimpinan pemerintah bangsa-bangsa yang mengedepankan tangan besi dan kekerasan, maka pola kepemimpian kristiani adalah pola kepemimpinan melayani/ menghamba.
Saudara, Tuhan Yesus menunjukkan teladan dari diriNya sendiri. Dengan kuasa-kuasa seperti yang ada padaNya. Ia bisa saja mengatur keseluruhan hidupNya sesuai dengan keinginan diriNya. Namun, Ia telah menyerahkan diriNya dan mempergunakan semua kuasaNya untuk melayani orang lain. Ia mengatakan bahwa “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Ayat 28). Ini adalah salah satu ungkapan yang agung dalam Injil. Inilah arti dari kebesaran yang ingin dijelaskan Tuhan Yesus, dengan satu maksud setiap orang yang percaya kepadaNya dapat meneladani sikapNya.
Yesus menghendaki kerajaan yang menghadirkan damai sejahtera. Yesus telah mengajarkan dan praktekkan kerajaan seperti itu selama pelayananNya. Yesus telah memberi teladan, dimana ia hadir sebagai seorang hamba. Kepemimpinan yang demikian itulah yang Yesus kehendaki berlangsung di dalam kerajaanNya. Di dalam Kerajaan Tuhan kebesaran seseorang diukur dari seberapa besar kesediaannya melayani terhadap sesama mereka dan semua orang. Dunia memang memandang mereka yang punya kuasa sebagai seseorang yang penting dan terhormat. Tetapi di dalam Tuhan Yesus, hanya pelayanan yang merupakan lambang kebesaran. Kebesaran tidak terletak pada memerintah orang lain untuk melakukan sesuatu bagi kita; melainkan terletak pada melakukan sesuatu bagi orang lain.
Gereja adalah persekutuan milik Tuhan yang dipakai untuk menghadirkan kerajaanNya, dimana orang-orang yang bersekutu di dalamnya mesti saling melayani. Pelayanan yang diperbuat adalah untuk kehendak Tuhan. Setiap anggota harus legowo apabila kehendaknya tidak tercapai. Kehendak Tuhan itu terlihat di dalam kehidupan berjemaat apabila setiap orang merasakan sukacita.
Kita telah dipanggil Tuhan dalam persekutuan jemaatNya, baik sebagai jemaat maupun sebagai pengurus komisi. Tuhan berkenan memanggil kita menjadi hambaNya sebagai pelayan, untuk melakukan kehendakNya, bukan kehendak kita sendiri. Jika kita memaksakan kehendak kita, maka kita bukan lagi hamba tetapi telah menjadi tuan. Umat Tuhan dalam suatu persekutuan harusnyalah melaksanakan pelayanan dengan segala ketulusan dan tidak perlu ada kecewa. Juga, seorang hamba tidak perlu mengatakan kepada tuannya bahwa satu hari itu ia telah bekerja keras, supaya ia mendapat pujian. Itu sudah bagian dari tugasnya sebagai seorang hamba.
Makin besar pelayanan, makin besar pula kehormatan. Yesus menggunakan semacam gradasi, sebuah kekontrasan. Karena itu Ia berkata: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka diantara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Ayat 26). Inilah revolusi kristiani yang menjungkirbalikkan paradigma dunia tentang sebuah kebesaran.
Jadi dalam hal ini saudara, orang percaya hendaknya tidak berusaha untuk meraih kedudukan yang tertinggi dengan maksud untuk menguasai atau memerintah orang lain. sebaliknya mereka harus memberikan diri untuk menolong orang lain, dan khususnya bekerja demi kesejahteraan rohani semua orang. Pelayanan dapat kita lakukan menolong orang-orang kecil, yang mungkin tak bisa membalas karena keterbatasannya. Kita perlu memberi penghormatan dan pelayanan pada setiap orang sekalipun tampilan lahiriah atau kedudukan sosialnya rendah.
Sebab hasrat menjadi yang terbesar dapat mengancam keefektifan kita sebagai murid Tuhan. Hasrat untuk memperoleh kemuliaan diri, seharusnya tidak dimiliki seorang pengikut Yesus. Sebaliknya, milikilah hati seorang hamba, yang berusaha mengutamakan orang lain lebih tinggi daripada kepentingan diri sendiri dan merendahkan diri sendiri, atas dasar kasih kepada Tuhan maka kerajaan Allah sungguh-sungguh hadir dalam kehidupan kita. 
Bagaimana dengan kita saudara? Apakah selama ini, kita berusaha mengejar posisi dan mencari pujian dalam setiap pelayanan yang kita buat, sehingga kita mengincar keuntungan pribadi? Ataukah kita sungguh-sungguh rindu untuk memberkati orang lain, melakukannya yang terbaik seperti untuk Tuhan? Bersediakah kita merendahkan diri sebagai pelayan yang kita buat? Kiranya perenungan ini dapat menjadi berkat. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar