Sabtu, 23 April 2016

TUHAN ALLAH PEMILIK ALAM SEMESTA

TUHAN ALLAH PEMILIK ALAM SEMESTA
MAZMUR 24:1-10

Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Pada minggu yang terakhir ini kita masih membahas tentang hukum yang pertama. Kita mungkin masih mengingat pada khotbah minggu lalu, dimana dari sekian banyak oknum yang dianggap sebagai allah, yang pasti hanya ada satu Allah yang sejati, yang benar dan yang hidup. Dari sini mengantar kita untuk mengenal dan mengakui Tuhan Allah sebagai satu-satunya Allah.
Jika Allah hanyalah hasil dari imajinasi manusia, maka semua “allah” pastinya akan “diciptakan setara.” Dengan demikian, tidak ada “allah” yang dapat mengklaim bahwa ia lebih tinggi daripada yang lain. Inilah yang terjadi pada semua “allah” yang dibuat oleh manusia.
Pada zaman dahulu, manusia menciptakan “allah” bagi kepentingan mereka sendiri. Mereka membuat “allah-allah” ini dari kayu, batu, perak, emas dan lain sebagainya. Sekarang ini, dizaman yang serba modern, rupanya keberadaan allah lain pun mengalami banyak pergeseran.
Manusia modern berusaha menciptakan “allah-allah” yang tidak memiliki bentuk materi, seperti pada hobby, kepentingan diri, pada jabatan, kekuasaan dll. Ataupun wujud “allah lain” bisa saja muncul dari sesuatu yang ada disekitar manusia modern, seperti HP, tablet, Laptop dll.
Ingat saudara, bahwa Tuhan Allah pernah memperkenalkan diri kepada bangsa Israel melalui Musa dengan mengatakan: “Aku adalah Aku… beginilah kaukatakan kepada orang Israel: Tuhan, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun (Keluaran 3:14-15).
Lagi pula Allah menegaskan bahwa tidak ada allah lain dihadapanNya. Perintah ini penting untuk kita pahami di dalam keseluruhan hidup kita. Dengan kata lain hanya Tuhan Allahlah satu-satunya yang harus menjadi yang terutama di dalam segala hal. Dalam pemahaman inilah saya mengajak kita untuk merenungkan kebenaran penting yang dinyatakan Alkitab dalam mazmur 24.
Bapak/ ibu/ Sdr yang kekasih,
Sebelum kita mengupas lebih dalam akan Mazmur 24 ini.  Saya ingin memberikan sedikit latar belakang tentang keberadaan mazmur 24. Saudara, Mazmur ini seringkali dibacakan setiap hari Sabat di awal ibadah. Secara tradisi, mazmur ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu ayat 1-2 berisi Pujian kepada Tuhan sebagai pencipta, ayat 3-6, lebih merupakan liturgy penerimaan peserta ibadah (hal ini sejajar dengan Mazmur 15). Kemudian pada ayat 7-10 berisi tanya jawab di pintu gerbang yang akan dilewati oleh Tuhan sebagai Raja Kemuliaan.
Cara pembacaannya adalah ayat 1-2 dibaca oleh umat, ayat 3 oleh liturgis, ayat 4-6 dibaca oleh umat, kemudian 7-10 dibaca bersama-sama (umat dan liturgis). Topik utama Mazmur 24 ini terlihat pada ayat 3. Dengan demikian, orang Yahudi mengangkat pujian ini sebagai pengantar ibadah. Mazmur ini merupakan pengingat apakah kehadiran kita di rumah ibadah layak atau tidak.
Namun saudara, walaupun Mazmur 24 ini tidak dibuat khusus untuk ibadah, tetapi merupakan refleksi khusus dari Daud terhadap peristiwa pemindahan tabut perjanjian dari Obed Edom ke Yerusalem.
Sidang jemaat yang kekaih,
Sekarang mari kita fokuskan perhatian kita pada ayat 1, dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah adalah penguasa dan pemilik langit dan bumi. Oleh karena itulah dikatakan “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya dan dunia serta yang diam di dalamnya.” Dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Dari semua yang tidak bisa dilihat oleh kasat mata, seperti amuba sampai yang bisa dilihat oleh mata kita. Baik benda mati ataupun yang bernyawa. Baik binatang maupun manusia. Semuanya adalah milik Tuhan. Termasuk juga semua bahasa yang ada di bumi adalah milik Tuhan. Sekalipun secara kultural/ social-budaya bahasa adalah milik bangsa yang menggunakannya. Dibentuk sebagai hasil karya budaya. Namun secara teologi, semua bahasa adalah milik Tuhan. Semua bentuk keajaiban dan keunikan yang ada di dalamnya ada dalam kontrol Tuhan.
Bapak/ ibu/ sdr yang kekasih,
Allah tidak pernah menyatakan diriNya dengan segala kemegahanNya, sebaliknya Allah menyatakan diriNya kepada umat kesayanganNya sebagai Allah yang berkarya. Allah juga tidak meninggalkan ciptaanNya tetapi memelihara ciptaanNya. Ia tidak seperti tukang arloji yang setelah membuat sebuah arloji kemudian arloji itu akan berputar dengan sendirinya. Allah tidak demikian adanya! Sebaliknya Allah tetap ada melingkupi segala yang telah diciptakanNya. Namun, meskipun dosa sudah masuk dan merusak tatanan kehidupan ciptaan, tetapi Allah tetap menunjukkan pemeliharaanNya.
Ayat 1 dibaca oleh jemaat yang datang dan hadir dalam ibadah dengan kesadaran bahwa dunia ini dimiliki, dikuasai, dipelihara dan dijaga oleh Tuhan. Jika ada hamba Tuhan yang mengatakan bahwa dunia ini sudah dikuasai oleh setan hal tersebut tidak benar karena bertentangan dengan Alkitab.
Dunia ini masih milik Tuhan dan dijagai oleh Tuhan. Allah yang kita datangi untuk kita sembah dalam ibadah dalam ruang yang spesifik (ruang ibadah) sebenarnya kekuasaanNya lebih besar daripada sebatas ruangan ini. Kekuasaan Tuhan ada di seluruh jagat raya ini. Hal inilah yang harus dipahami oleh kita yang mau datang beribadah kepada Tuhan. Dia tidak bergantung pada ciptaan mana pun juga, melainkan secara mutlak bebas dari segalanya dan berdaulat atas segalanya. Pemahaman akan Allah bukanlah eksklusif, berada dalam kumpulan orang beriman saja, tetapi juga atas orang-orang tidak beriman, Allah berotoritas penuh.
Disisi yang lain penyataan ini juga merupakan peringatan berharga untuk tidak membatasi Allah, pada satu kota atau satu rumah, atau pada satu budaya dan satu tempat ibadah saja.
Dalam ayat 2 diungkapkan “Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai.” Ada dua kata penting dalam ayat ini, yaitu kata “mendasarkan” dan kata “menegakkan”. Kedua kata ini ditulis secara pararel yang menegaskan bahwa Yahweh adalah Tuhan sang pencipta. Dari sinilah kita melihat bahwa ada hubungan yang khusus antara Tuhan sejati dengan dunia yang kita tempati ini.
Hubungan itu tidak pernah kita pelajari dari ilmu pengetahuan tentang terjadinya dunia. Hubungan ini pun tidak kita kenali dengan melihat kepada alam ataupun kepada cakrawala. Sebaliknya kita hanya dapat melihatnya pada Alkitab, karena disanalah kita menemukan hubungan yang secara khusus dinyatakan Allah kepada manusia sebagai umat kepunyaanNya.
Bangsa Israel telah mengenali Allah, sebab Ia telah bertindak dan menyatakan Diri dengan membebaskan bangsa Israel dari Mesir dan mengadakan PerjanjianNya dengan Israel di Sinai. Berdasarkan hubungan yang khusus inilah maka penulis-penulis Alkitab berbicara tentang hubungan antara Allah dengan dunia pada umumnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa Allah adalah pencipta alam semesta.
Bapak/ ibu/ Sdr yang kekasih dalam Tuhan.
Hakekat Allah itulah namaNya. Nama adalah hakekat diri, seperti apa kita menyapa dan menyebut Dia. Kalau kita menyebut Dia adalah Tuhan yang suci itulah hakekat Dia yang suci. Nama diri Allah berdiri sendiri. Karena itu Alkitab menjelaskan namaNya adalah Yahweh, Elohim atau Adonai. Tidak pernah dijelaskan dalam bentuk sambung kecuali pada istilah: “Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Karena itu saudara, jangan pernah kurung Tuhan menurut selera kita. Jangan kurung Tuhan dalam alam pikiran kita. Sebab itulah namaNya, nama yang sudah diperkenalkan sendiri oleh Allah kepada umat kesayanganNya untuk dikenalnya turun-temurun.
Dari sini kita pahami akan kebenaran teologis mengenai riwayat penciptaan itu yakni lebih berbicara mengenai hubungan antara Allah dan dengan dunia dan manusia secara khusus. Dengan kata lain, Ia mau memberitahukan di depan umum bahwa Dialah Tuhan yang sejati, dan bukan allah bangsa-bangsa lainnya. Dengan demikian pengertian tentang Tuhan diperluas, tetapi sekaligus dimulai suatu pergumulan yang hebat tentang kedudukan Tuhan diantara allah-allah lain. Hanya berkat kegigihan perjuangan para nabi sampailah Israel pada kesadaran bahwa Tuhan adalah yang Esa. Dialah pemilik langit dan bumi.
Sekarang dalam rangka menunjukkan jati diri orang-orang yang beribadah, pemazmur mengungkap-kannya dalam bentuk pertanyaan. “Siapakah yang boleh naik keatas gunung TUHAN? Siapakah boleh berdiri ditempat-Nya yang kudus?” Ayat 3.
Dengan kata lain siapakah yang layak berdiri di hadapan Allah yang begitu berkuasa? Pertanyaan ini dijawab di ayat 4, “Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.”
Perhatikan kata “Tangan yang bersih” ini mengacu kepada tangan yang bersih dari tindakan dosa yang lahiriah (Yesaya 1:15; 33:15; 1 Timotius 2:8). Sedangkan “Hati yang murni” mengacu kepada kekudusan batin, motivasi dan sasaran yang benar. Jadi saudara, hanya orang yang murni hatinya akan melihat Allah (Matius 5:8). Daud menekankan bahwa orang yang ingin menyembah dan melayani Allah dan menerima berkatNya harus mengusahakan hati yang murni dan kehidupan yang benar. Itu makanya di dalam susunan liturgy kita ada doa syukur dan pengakuan dosa. Kita bersyukur karena Tuhan sudah memelihara hidup kita dan kitapun pastinya tidak pernah luput dari kesalahan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sehingga kita perlu mohon ampun kepada Tuhan sehingga kita dapat layak di hadapannya. Karena kita di hadapan Allah adalah manusia yang berdosa dan hina di hadapan Tuhan sehingga untuk kita bisa datang kepada Tuhan dengan mohon pengampunan dari Tuhan. Karena sangat jelas firman Tuhan berkata hanya orang yang bersih hatinya,murni hatinya dan tidak bersumpah palsu yang layak datang kepada Tuhan.   
Kaitannya dengan kita saudara,
Kita datang ke ibadah bukan sekedar untuk dibersihkan dosanya saja meskipun hal ini merupakan bagian dari liturgi juga. Kita memang perlu datang dengan menyadari dosa dan minta pengampunan atas dosa yang telah kita lakukan. Orang Yahudi datang beribadah dengan pengertian apa yang telah dijalani sebelum hari sabat ini menjadi bekal untuk bertemu dengan Tuhan.
Demikian pun dengan orang Kristen. Orang Kristen harus menjadi orang yang murni hatinya, tidak munafik, dan apa adanya. Meskipun hal ini terkesan mustahil bagi orang yang sudah ditebus dosanya oleh Kristus hal ini menjadi mungkin. Orang yang sudah ditebus hidupnya sudah dilayakkan dan dibersihkan oleh Tuhan. Pembersihan yang dilakukan oleh Tuhan ini harus terus dijaga dan dirawat dalam kesibukan sehari-hari.
Sebab bagi orang yang seperti itulah berkat Tuhan disedikan. Perhatikan ayat 5 saudara, “Dialah yang akan menerima berkat dari Tuhan dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia.” Artinya saudara, yang menerima berkat dari Tuhan adalah orang yang mencari Dia (ayat 6) dengan “tangan yang bersih dan hati yang murni” (ayat 4). Kita harus ingat akan hal ini setiap kita berseru kepada Allah dalam doa, menyembah Dia di dalam Perjamuan Kudus.
 Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan.
Allah yang sudah menyelamatkan kita akan terus menuntun kita dengan keadilan dan berkat. Umat Allah yang diselamatkan adalah umat Allah yang menghargai keselamatan yang telah diberikan dan tercermin dalam kehidupan sehari-harinya. Hatinya tetap lurus dan tidak ada penipuan.
Kalau kita mau mempelajari bentuk ibadah orang Yahudi. Ibadah bagi orang Yahudi bukanlah sekedar variasi dalam kehidupan, tetapi merupakan keseluruhan hidup itu sendiri, seperti yang nyata dalam Roma 12:1 “karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Jadi ibadah bukan bagian yang terpisah yang boleh ada atau tidak. Atau soal sempat atau tidak! Tetapi ibadah adalah soal hidup kita. Karena itu ibadah harus ada dan menjadi bobot hidup orang percaya. Dalam hal ini, apakah kita layak bertemu dengan Tuhan dalam ibadah atau tidak?
Ibadah bukanlah penyucian diri. Artinya setelah kita berdosa kemudian kita datang beribadah untuk menyucikan diri. Tetapi ibadah adalah apa yang dikerjakan Allah dalam hidup kita harus dijaga dalam hidup yang nyata, yaitu kehidupan sehari-hari kita. Hal ini tidak mudah karena kita harus melawan arus dunia. Akan tetapi orang yang berjuang melawan arus dunia adalah orang yang layak bertemu Tuhan. Jadi seharusnya jika kita mengerti akan hal ini, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak datang beribadah kepada Tuhan.
Di akhir ayat 6 ada sela. Sela bagi orang Yahudi adalah berhenti sejenak dan sebagai waktu perenungan atau mencamkan dirinya apakah mereka orang yang layak di hadapan Tuhan atau tidak. Biasanya selama waktu sela ini, pemain musik memainkan peranan memainkan kecapi.
Sekarang kita masuk dalam babak ketiga dari mazmur 24 ini, yaitu ayat 7-10. Ayat-ayat ini menunjuk kepada Mesias karena Raja Kemuliaan itu adalah Tuhan Yesus (Yohanes 1:14). Siapakah raja kemuliaan? Bagi orang Yahudi, raja kemuliaan yang sudah memimpin mereka adalah ketika orang Yahudi keluar dari Mesir. Mesir saat itu adalah negara superpower dan tidak ada yang lebih hebat daripadanya, tetapi Allah mampu membebaskan bangsa Israel dan membawanya menuju tanah Kanaan. Bagi Daud musuh utama yang paling ditakuti oleh orang Yahudi adalah orang Filistin, akan tetapi bangsa Filistin pun bisa ditaklukkan dengan pimpinan Allah.
Bagi kita, raja kemuliaan adalah Yesus Kristus yang sudah menjelma menjadi manusia. Dalam diri-Nya ada kasih dan kebenaran yang hanya bisa ditemukan dalam diri-Nya. Tuhan juga menopang alam semesta ini (Ibrani 1:3). Bagi orang Israel raja kemuliaan adalah Allah yang menciptakan, menjaga, dan memelihara. Bagi kita raja kemuliaan adalah Yesus Kristus yang mampu mengalahkan kuasa dosa. Yesus datang mengalahkan kuasa dosa yang memperbudak kita. Karena dosa, kita tidak bisa melakukan perbuatan yang benar, tetapi karena kebangkitan Kristus kita bisa bebas dari kunkungan dosa.
Siapakah yang boleh beribadah kepada Tuhan? Mereka yang mampu memperlihatkan kuasa Kristus yang telah menyelamatkan dan terus memimpin hidupnya untuk menang dan berdiri tegak dalam kebenaran dan kemurnian.
Bagi orang Yahudi pintu gerbang adalah pintu gerbang Yerusalem yang dilalui umat Tuhan untuk menghadap tahta Allah. Tetapi bagi kita ketika Kristus sudah berkuasa atas hidup kita hati dan akal dibukakan oleh Yesus supaya kita bisa mendapatkan kebenaran yang lebih lagi bagi jiwa kita.
Bekal bagi kita untuk menjiwai ibadah kita hari demi hari adalah: pertama, kekuasaan Allah bukan hanya di antara orang-orang percaya saja, Tuhan berkuasa di seluruh dunia ini. Dunia ini masih berada dalam kekuasaan Allah. Ada campur tangan Allah dalam dunia ini. Semangat ibadah kita bukan hanya berada dalam ruangan ibadah saja tetapi juga di luar ruangan ini.
Relasi kita dengan Tuhan adalah relasi dari hati ke hati, relasi yang rohaniah. Relasi fisik juga penting tetapi bukan itu yang ditonjolkan. Kita tetap memerlukan fisik kita untuk memuji Tuhan, akan tetapi kerohanian kita memegang peranan penting.
Kedua, ibadah kita merupakan rangkaian kehidupan yang tidak pernah terputus. Perjalanan hidup kita adalah ibadah terhadap Tuhan. Hari-hari sebelum hari sabat juga bernilai berharga dan layak kita bawa ke hadapan Allah sebagai ucapan syukur, bahwa Allah yang kita puji merupakan Allah yang berkuasa dalam setiap waktu di hidup kita. Ada firman Tuhan yang hidup dan menyertai kita dalam setiap pergumulan hidup. Kemudian kita dengan kepala yang terbuka dan hati yang lapang menerima kebenaran firman lagi. Ibadah adalah garis lurus yang membentuk sejarah kehidupan kita.
Ketiga, orang yang beribadah kepada Tuhan adalah mereka yang berfokus mengandalkan Tuhan dalam setiap perjalanan hidupnya. Membawa firman Tuhan dalam kehidupan nyata bukan permasalahan yang sederhana. Kita harus bersandar penuh dalam kuasa Tuhan.
Keempat, Allah dimuliakan dalam kesempatan kita bersekutu bukan terbatas pada puji-pujian atau liturgi ibadah saja tetapi juga di luar liturgi kebaktian kita, di luar ibadah, dalam hidup sehari-hari. Allah yang kita sembah kita perkenalkan kepada mereka yang belum mengenal-Nya supaya mereka juga boleh mengenal Allah yang hidup melalui kita
Kekudusan adalah yang di minta Allah untuk dilakukan oleh umatNya. Kekudusan adalah hal yang mutlak dalam diri Allah, sehingga tidak mungkin Ia dihampiri oleh orang yang terus-menerus dengan sengaja mencemarkan diriNya dengan dosa. Pemazmur menggambarkan, orang yang boleh naik ke atas gunung Tuhan (hadirat Tuhan), haruslah seorang yang bersih tangannya dan murni hatinya. Istilah 'tangan' menunjuk pada perbuatan manusia dan istilah 'hati' menunjuk pada pusat seluruh pikiran manusia. Jadi kekudusan itu menyentuh dua aspek penting yang tidak dapat berdiri sendiri, yaitu perbuatan dan seluruh pikiran manusia.
Kekudusan diperoleh dari hubungan yang akrab dengan Tuhan, yang digambarkan oleh pemazmur sebagai orang yang senantiasa menanyakan dan mencari wajah Allah. "Itulah angkatan orang-orang yang menanyakan DIA, yang mencari wajahMU, ya Allah Yakub." (Mazmur 24:6). Saudara, kekudusan hidup, adalah hal yang sangat sulit dilakukan dalam proses pertumbuhan rohani seseorang, padahal kekudusan adalah unsur penting yang membuat seseorang bertumbuh secara progresif.
Kita masih sangat sering merasa tergoda melakukan hal-hal yang sebenarnya kita tahu persis itu salah. Tetapi karena tidak tahan, maka kita melakukannya juga. Memang diperlukan perjuangan dan kepekaan untuk bisa menang atas semua tipu daya iblis yang menginginkan kita untuk terus menerus berbuat dosa dan jatuh dalam dosa. Karena itu, langkah awal yang harus kita lakukan untuk menjaga kekudusan diri adalah dengan memenuhi pikiran kita dengan Firman Allah, sehingga semua yang kita lakukan dalam hidup ini hanya berlandaskan pada kebenaran FirmanNya, yaitu pikiran Kristus yang tercermin dalam pikiran kita. Oleh karena itu kita harus memiliki waktu untuk bersaat teduh atau mengadakan persekutuan pribadi dengan Tuhan sehingga firman yang kita renungkan itu menjadi rema dalam hidup kita dan memimpin kita di dalam terang firman Tuhan.
Iman kita memanggil kita untuk secara terus-menerus melepaskan apa yang menyita ruang dalam hati dan pikiran kita serta memperkenankan diri kita diisi oleh kebenaran firman Allah. Inilah yang harus kita pahami. Sebagai penguasa maka Dia memiliki semuanya. Semua bangsa memuji Tuhan dengan semua bahasa yang dimilikinya. Termasuk kita yang hadir pada saat ini. Kita memuji Allah, kita beribadah kepadaNya melalui bahasa yang kita bisa pahami. Itulah perspektif teologis kita.
Jangan pernah mengurung kebesaran Allah dalam otak kita yang sempit. Teologi adalah satu cara untuk mengenal Allah. Tetapi tidak boleh kita mengurung Allah dalam tembok pemahaman kita. Karena Allah jauh lebih besar dari itu. Tetapi mari kita memahami Dia sebatas apa yang Alkitab ajarkan kepada kita. Jangan pernah mengambil satu bagian dan mengabaikan yang lainnya. Kita harus melihatnya secara komprehensif. Termasuk tentang pengakuan kita kepada Tuhan yang adalah pemilik alam semesta. Yang secara khusus juga adalah pemilik hidup kita. Marilah kita menundukkan diri kita dibawah kehendakNya yang mulia. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar