Kamis, 10 November 2016

JANGANLAH KHAWATIR AKAN KEBUTUHAN HIDUP SEHARI-HARI

JANGANLAH KHAWATIR AKAN KEBUTUHAN HIDUP SEHARI-HARI
Matius 6:25-34
(Lukas 12:22-31)


Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Malam hari ini kita kembali belajar satu tuntutan yang Tuhan Yesus minta untuk setiap anak-anak Tuhan dapat lakukan, yaitu “jangan khawatir akan kebutuhan hidup sehari-hari.” Hal kekhawatiran sepertinya menjadi tema umum yang sering kita dengar dalam khotbah-khotbah yang pernah kita dengar. Namun seringnya tema ini dikhotbahkan, tetapi fakta membuk-tikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit anak-anak Tuhan yang masih hidup dalam sikap yang kuatir. Yesus bukannya membela sikap hidup yang malas, boros, sembrono, tanpa pikir panjang dan kurang perhitungan. Tetapi yang dilarang Tuhan Yesus adalah sikap hidup yang tidak hati-hati dan penuh ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran, yang pada akhirnya menyingkirkan sukacita dalam hidup.
Bahasa Yunani yang dipakai di sini ialah “merimnan” yang artinya sangat khawatir. Kata bendanya “merimna” yang berarti khawatir atau kekhawatiran.
Apakah kekhawatiran itu? Kekhawatiran adalah adanya perasaan gelisah, prihatin, atau takut. Perasaan-perasaan ini biasanya berhubungan dengan pikiran-pikiran negatif terhadap sesuatu yang diduga akan terjadi di masa mendatang, padahal kenyataannya belumlah tentu. “bagaimana masa depan anak-anak nanti, bagaimana nasib dari pekerjaan suami, bagaimana… bagaimana.
Tahukah kita saudara, bahwa orang-orang yang selalunya diliputi sikap kekhawatiran, ia tidak akan pernah hidup di alam masa depan. Pikiran mereka selalunya dihabiskan untuk memikirkan apa yang mungkin terjadi serta mengkhawatirkan hal terburuk yang mungkin terjadi. Sehingga orang-orang yang diliputi kekhawatiran selalunya hanyut dalam sikap yang antipasti, ia tidak pernah merasa optimis sehingga hidupnya menjadi kalut. Kekhawatiran bukanlah sikap kewaspadaan. Kekuatiran lebih mengarah kepada sikap hati seseorang dalam memandang kehidupannya.
"Kekhawatiran memindahkan beban dari pundak Allah yang kuat ke pundak kita yang lemah." Kekhawatiran adalah hanyutnya pikiran karena membayangkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Itu adalah bentuk ketakutan terhadap kemungkinan dipermalukan, menderita sakit, mengalami kehilangan, atau mendapat kesusahan. Hal ini memperhadapkan kita pada pilihan. Kita dapat memilih untuk menghindar dari sumber kekhawatiran itu, namun hal ini hanya akan menambah stres. Atau, kita dapat memilih untuk menghadapinya, bertindak dengan tepat, dan melupakannya.
Tuhan Yesus mulai menunjukkan bahwa Allahlah yang memberi kita hidup; dan kalau Ia memberikan hidup, maka kita percaya bahwa Ia pun akan memberikan hal-hal lain yang nilainya lebih rendah dari hidup itu. Hidup kita merupakan berkat yang lebih besar daripada sandang pangan kita. Memang benar bahwa hidup tidak akan bertahan tanpa nafkah, tetapi makanan dan pakaian tetap tidak lebih bernilai jika dibandingkan dengan hidup yang kita terima dari Tuhan. Kalau Allah memberikan hidup, maka kita boleh percaya bahwa Ia pun akan memberikan makanan untuk mempertahankan hidup itu. Kalau Allah memberikan tubuh kepada kita, maka kita dapat percaya bahwa Ia pun akan memberikan pakaian untuk menutup tubuh itu.
Kalau ada orang yang mau memberi kita suatu pemberian yang sangat berharga, maka kita yakin bahwa orang tersebut tidak kikir, pelit, tamak. Jadi alasan pertama adalah bahwa kalau Allah memberi kita hidup, maka kita dapat percaya bahwa Ia pun tidak akan melupakan hal-hal lain yang diperlukan untuk menunjang hidup tersebut.
Tuhan Yesus tahu bahwa sering manusia kuatir; kalau-kalau nanti tidak ada makanan, minuman dan pakaian. Kekhawatiran dapat menjadi berlebihan, dapat menjadi semacam penyakit. Karena itu, Tuhan Yesus memberikan jawaban ilahi atas masalah kekuatiran ini. Ia mengatakan kepada pengikut-pengikut-Nya: "Janganlah kuatir; bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?" (Matius 6:25). Kekuatiran adalah persoalan hati kita, yaitu hati yang kurang percaya dan hati yang belum mengenal Allah sebagai Bapanya. Dalam hal ini Tuhan  melarang kita memiliki kekuatiran atau kecemasan yang menunjukkan bahwa kita kurang percaya akan pemeliharaan dan kasih Allah dalam kehidupan. Hal ini dikatakan-Nya sebagai seorang pemberi hukum dan yang berdaulat atas hati kita; Dia mengatakannya sebagai penghibur dan penolong yang menyukakan hati kita. Kalau Tuhan sudah melakukan perbuatan besar dalam hal memberi kehidupan kepada kita, pastilah Ia rela melakukan apa yang lebih kecil, yakni memelihara kehidupan kita dengan makanan.
Sekarang kita melihat Ayat 26. Dalam ayat ini Tuhan Yesus menguatkan lagi kepercayaan akan Bapa di Sorga dengan jalan menunjuk kepada burung-burung. Dikatakan: “Pandanglah burung-burung di langit yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” (Ayat 26). Saudara, ini bukan sebuah omongan kosong, tetapi sebuah fakta. Kita melihat faktanya walaupun burung itu tidak menjalankan pekerjaan petani seperti menabur, menuai, lalu mengumpulkan dalam lumbung, namun binatang itu menerima makanan dari Tuhan.
Jadi pokok utama dari pembahasan dalam ayat 26 ini adalah Tuhan Yesus ingin menunjukkan para murid-Nya untuk tidak memiliki kekhawatiran sedikit pun sebagaimana burung-burung tadi. Kita memang tidak mengerti bahasa burung, namun dari kehidupan mereka kita bisa belajar, bahwa burung-burung itu sama sekali tidak tegang akan masa depannya yang belum tampak seperti yang ada pada manusia. Tiap-tiap hari mereka berkicau, tiap-tiap hari mereka menjalani rutinitas mereka. Kita juga tidak pernah melihat mereka mengamankan diri dengan cara menumpuk harta benda kekayaan untuk persediaan masa depan seperti manusia.
Dengan kata lain saudara, sebenarnya Tuhan Yesus mau mengatakan, kalau Tuhan memelihara binatang itu, apalagi anak-anak-Nya, Ia pasti memelihara mereka. Karena itu Tuhan hanya menuntut bahwa orang yang sudah percaya tidak lagi hidupnya dikuasai oleh sikap hati yang khawatir akan hidup.
Dalam ayat 27, Tuhan Yesus membuktikan bahwa di dalam keadaan yang bagaimana pun kekhawatiran tidak ada gunanya. Dikatakan: “Siapakah diantara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambah sehasta saja pada jalan hidupnya?” Saudara, tidak ada seorang pun yang dapat memperpanjang hidupnya dengan kekhawatiran. Kita tidak berada dalam keadaan perawakan kita sekarang dengan kekhawatiran dan kecemasan kita sendiri, melainkan dengan pemeliharaan Allah. Contohnya, seorang bayi yang tadinya hanya sejengkal panjangnya kini telah telah tumbuh menjadi seorang pria setinggi satu meter delapan puluh, dan kita melihat bagaimana hasta demi hasta telah ditambahkan pada perawakannya. Yang sekalipun mungkin ia tidak menyadari bagaimana proses pertumbuhan itu sendiri, tetapi dengan jujur harus kita akui bahwa Allahlah yang memberikan pertumbuhan itu bagi kita. Karenanya Allahlah yang patut untuk diberi penghargaan dan syukur atas bertambahnya kekuatan dan perawakan tubuh kita.
Yang jelas, kekhawatiran tidak mempunyai kegunaan apa-apa di dalam hidup, selain memperburuk keadaan, dan menghancurkan. Kekhawatiran tidak akan membawa kita untuk menjalani hidup lebih baik, sebab kekhawatiran tidak menghasilkan apa-apa bagi kita. Kekhawatiran juga tidak akan mengubah masa lampau. Masalahnya adalah bukannya manusia dapat atau harus melepaskan diri dari masa lampau, melainkan ia harus memakai masa lampaunya sebagai pemacu dan pembimbing bagi tindakan yang lebih untuk masa depan. Karenanya tidak heranlah jika ada istilah, “Kegagalan bukan akhir dari segala-galanya, tetapi awal dari keberhasilan.” Di satu sisi pernyataan ini ada benarnya, jika kita melihatnya dari sisi yang positif, kita didorong untuk lebih bersikap optimis, tetapi bukan karena kita hebat, kita bersikap optimis, karena kita percaya ada Tuhan yang selalu memelihara kita.
Ayat 28-32. Tuhan Yesus mengambil suatu contoh dari alam pula. Ia mengatakan "perhatikanlah bunga bakung di ladang". Saudara, terjemahan Indonesia untuk kata ini sebenarnya kurang tepat. Sebab dalam bahasa Yunani, kata yang dipakai adalah kata "agros" yang artinya "ladang/ sawah", juga dapat berarti semua tempat di luar kota dan di luar kampung. Kata "agros" lebih tepat untuk menunjukan tempat-tempat lereng-lereng gunung di Palestina, yang pada bulan Februari dan Maret diliputi bunga-bunga yang tumbuh sendiri. Karena ladang/ sawah di daerah Palestina ditanami gandum.
Terjemahan untuk kata "Bunga bakung/ bunga Lily" dalam ayat 28 rasanya juga kurang tepat untuk dipakai dalam bagian ini, sebab bunga itu "jarang" terdapat di Palestina. Banyak penafsir berpendapat bahwa apa yang dimaksudkan ialah bunga anemone, yang banyak sekali tumbuh di lereng gunung pada bulan Februari dan Maret, dengan warnanya yang ungu, sama dengan pakaian kebesaran seorang raja. Pada bulan April di Palestina hawa menjadi panas dan hujan berhenti, sehingga bunga dan daun dari anemon Itu layu. Kemudian dipakai untuk memanaskan dapur. Kalau dapur harus panas agak lama, dengan sendirinya kayu yang perlu, tetapi daun-daun yang kering dapat dipakai supaya api menyala sebentar dengan keras. Sehingga yang dimaksud dalam ayat 30 untuk kata "rumput" berarti adalah bunga-bunga anemone itu.
Ayat 33 adalah ucapan Tuhan Yesus yang mendasar bagi setiap orang percaya. Dalam bagian ini Tuhan Yesus mengatakan: "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran Allah". Saudara, hal ini mengingatkan kita pada Pola yang diajarkan Tuhan Yesus dalam "Doa Bapa Kami", dimana Ia mengajar kita untuk berdoa, agar Kerajaan Allah datang dan kehendak Allah dilakukan dan baru setelah itu, supaya makanan (pemenuhan kebutuhan) diberi kepada kita.
Sehingga tafsiran yang paling sederhana dari Matius 6:33 ini adalah kita dituntut untuk "mencari Kerajaan Allah dan kebenaran Allah" Maksudnya ialah mencari untuk menjadi taat kepada Allah. Akan tetapi ada juga penafsir mengartikan “kebenaran Allah" maksudnya mengacu kepada kesetiaan Allah, kesetiaan yang menolong dan membela orang, yang mencari Allah. Tetapi bagaimanapun juga, maksud Tuhan Yesus adalah jelas: kalau kita terutama mencari Kerajaan Allah, maka Allah akan memberi juga apa yang perlu untuk kehidupan jasmani kita.
Para pengikut Kristus diminta untuk mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya atas segala hal. Yang dimaksud dengan "kerajaan" karena kerajaan itu berhubung dengan “authority” (otoritas). Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah sebagai Raja yang dilakukan di Sorga maupun di bumi.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Yesus berkata bahwa kekhawatiran berakar dari masalah prioritas. Kita biasanya lebih khawatir akan makanan, pakaian, persaingan, dan pengaturan masa depan, daripada memusatkan perhatian pada perkara yang terpenting, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33). Mari kita perhatikan frase “Maka semuanya akan ditambahkan kepadamu” ini bukan berarti segala hal yang kita pikirkan atau yang kita inginkan, melainkan segala sesuatu yang kita perlukan. Dan kebutuhan yang sesungguhnya ditentukan oleh apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Karenanya ungkapan “Allah akan memberikan semuanya itu” adalah lebih tepat mengacu pada penggenapan panggilan-Nya dalam kehidupan kita. Dengan demikian, tujuannya jelas yaitu mengajak kita untuk tetap bertekun di dalam iman, dan utamakan Allah dalam segala kehidupanmu dan engkau akan mengumpulkan harta di surga.
Menurut beberapa penafsir, ayat 34 harus diterjemahkan sedikit lain daripada terjemahan Indonesia LAI, yaitu: “Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok akan mengurus persoalan-persoalannya sendiri.” “Hari esok” disini dipersonifikasikan/ digambarkan sebagai oknum. Jadi kalau kita terjemahkan secara harfiah maka bunyinya akan seperti ini, “Biarkanlah besok mengurus persoalan-persoalannya sendiri”. Yang menarik kita melihat bahwa Tuhan Yesus menutup dengan kata-kata yang penuh hikmat: “Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari”. Dengan kata lain, Allah telah menetapkan bahwa tiap-tiap hari ada bagian untuk kesenangan dan ada bagian untuk kesusahan.
Dari sini kita memahami bahwa Tuhan Yesus tahu bahwa di dalam kehidupan kita masing-masing setiap hari ada penderitaan, kecil atau besar, yang harus kita tempuh dengan pertolongan Tuhan; jadi jika kita lewati kehidupan kita dengan sikap hati yang kuatir, maka beban kita akan semakin bertambah dan lebih besar daripada yang dimaksudkan oleh Allah.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Dengan demikian, kalau kita mengerti dengan baik, bahwa kekhawatiran terjadi bukan karena sebab yang dari luar diri manusia. Di dalam satu keadaan tertentu, ada orang yang dapat bersikap sangat tenang, tapi ada orang yang bersikap sangat khawatir. Bila kita mendengarkan perkataan Yesus, kita akan menyadari bahwa menghilangkan kekhawatiran hanya masalah pilihan. Tatkala kita memilih untuk memercayai Allah dan bukan diri sendiri, maka kekhawatiran kita akan hilang. Jadi, jawabannya sudah ada pada kita.
Banyak orang kristiani telah belajar dari pengalaman pahit kehidupan bahwa hal-hal di atas tidaklah sepenting yang kita pikirkan, dan bahwa Allah benar-benar memenuhi janji pemeliharaan-Nya. Mereka tahu sekarang bahwa memelihara iman adalah yang terpenting, karena dalam masalah-masalah hidup yang sulit sekalipun, imanlah yang paling mereka butuhkan. Maukah kita tetap memiliki iman yang teguh terhadap apa yang akan kita jalani? Kiranya firman Tuhan ini mendorong kita untuk beriman kepada Allah yang memelihara hidup dan kita sebagai anak Tuhan tak perlu lagi merasa kuatir karena Yesus peduli dan tahu akan persoalan hidupmu. Hanya satu-satunya jalan keluar yang kita perlu datang kepada Tuhan Yesus. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar