Kamis, 07 Mei 2015

BERTEKUN MENGASIHI TUHAN

BERTEKUN MENGASIHI TUHAN
Yosua 23:1-16

Sidang jemaat yang kekasih,
Tekun adalah salah satu kata yang mudah untuk diucapkan tetapi membutuhkan perjuangan untuk melakukannya. Sebab tekun menyangkut keputusan atau ketetapan hati yang kuat (teguh) untuk bersungguh-sungguh, rajin, dan tuntas dalam melakukan apa pun. Orang yang tekun biasanya tidak mudah untuk mendua hati, saudara. Seorang yang tekun adalah seorang yang hidupnya berfokus, seorang yang konsisten dan tidak mudah putus asa terhadap apa yang sedang dikerjakannya.
Dalam Lukas 8:15 dijelaskan bahwa orang yang tekun sajalah yang akan menghasilkan buah. Kenyataannya saudara, ketekunan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus akan membuat imannya semakin kuat dan dewasa di dalam Kristus. Di sisi lain, ketekunan akan membuat seseorang menjadi kuat dan tahan uji dalam menghadapi setiap pergumulan hidupnya. Dan orang yang tahan uji menimbulkan pengharapan (Roma 5:4).
Saudara, kita belajar dari pribadi Yosua yang berusaha tetap konsisten dengan keputusannya dalam mengasihi Tuhan. Saat Tuhan Allah memanggil Yosua untuk menjadi pemimpin Israel di usianya yang ke-80 tahun, ia berprinsip untuk tetap memegang janji Firman Tuhan secara tekun. Dan ketika ia akan meninggal dunia di usianya ke-110 tahun, ia membuktikan dirinya dihadapan umat dan di hadapan Allah bagaimana ketekunannya dalam mengasihi Tuhan Allah. Karenanya saudara, sebelum Yosua memasuki dunia yang fana, Yosua memanggil seluruh orang Israel, para tua-tuanya, para kepalanya, para hakimnya dan para pengatur pasukannya dan berkata kepada mereka “Aku telah tua dan sangat lanjut umur” (ayat 2).
Saudara, kejadian ini mengingatkan kita akan kebiasaan orang tua yang akan meninggal dunia, biasanya mereka merindukan orang-orang terdekatnya dapat berkumpul supaya ia dapat memberikan wejangan terakhir. Demikianlah Yosua mengumpulkan segenap bangsa Israel dan memberikan nasihatnya yang terakhir, dengan satu maksud untuk mewariskan nilai-nilai yang sangat penting, yang selama ini telah menuntun bangsa Israel mengalami keberhasilan, kemenangan, keamanan dan kemakmuran.
Yosua sadar, bahwa tidak lama lagi ia akan memasuki dunia fana. Ia harus menyampaikan hal penting ini sebelum semuanya terlambat. Bahwa bangsa Israel dapat menginsyafi dengan sungguh-sungguh, dengan segenap hati dan segenap jiwa mereka, tentang bagaimana karya kebaikan Tuhan itu telah dinyatakan. Dengan perkataan ini, Yosua hendak membuka mata bangsa Israel dengan memaparkan fakta dan kesaksian yang telah mereka jalani dan nikmati selama ini.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kita melihat, dalam amanatnya Yosua meninjau kembali karya-karya hebat yang telah dilakukan Allah ditengah-tengah perjalanan hidup mereka serta membahas janji-janji Allah untuk masa depan.
Memang saudara, sudah sewajarnya bila bangsa Israel membalas kasih Allah dengan cara bertekun dalam mengasihi Tuhan. Bagaimana Tuhan menyertai kehidupan mereka dimasa lampau. Bagaimana bangsa Israel sejak keluar dari tanah Mesir, mereka tidak memiliki tanah, mereka mengembara di padang gurun dalam pimpinan tiang awan dan tiang api. Dalam setiap kejadian, Allah sendiri yang berperang untuk Israel, sehingga tanah yang dijanjikan itu pada akhirnya menjadi milik mereka (ayat 3-4).
Saudara, bila bukan Tuhan sendiri yang berperang di depan mereka, bagaimana mungkin satu orang Israel dapat mengejar seribu orang kafir (ayat 10)? Penaklukan kota Ai dalam pasal 7-8 menjadi bukti nyata bahwa Tuhan sendiri yang berperang melawan musuh-musuh Israel.
Dalam keadaan itulah saudara, Yosua menyampaikan kepada bangsa Israel dua hal penting yang harus terus dipegang oleh umat Tuhan. Pertama, bahwa mereka perlu mengingat bahwa keberhasilan mereka adalah semata-mata karena campur tangan Tuhan yang berperang bagi mereka. Sehingga semua kekayaan dan milik pusaka yang mereka miliki adalah berkat dari Tuhan.
Hal kedua yang disampaikan Yosua adalah bahwa mereka perlu terus berpaut dan bersandar pada Tuhan dengan jalan memegang perintah-perintah-Nya. Dan untuk itulah Tuhan menuntut ketekunan bangsa Israel dalam melakukannya.
Bapak ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dalam ayat 11 Yosua berkata: “demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan, Allahmu” (ayat 11). Kata “Demi nyawamu”, mengandung arti, sebagaimana kita menilai nyawa kita sebagai hal yang sangat penting untuk dijaga, demikianlah umat Israel harus bertekun dalam mengasihi Allah.
Dengan kata lain saudara, perkataan ini sama dengan hukum kasih yang terdapat dalam Ulangan 6:5 yang mengatakan: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Artinya Tuhan menghendaki seluruh totalitas hidup kita untuk dapat mengasihi Tuhan.
 Tapi jika kondisinya terbalik, jika bangsa Israel menjauh dari Tuhan maka sejatinya hukuman pun akan datang sampai semuanya habis binasa (ayat 12-13).
Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan.
Mengerjakan panggilan Tuhan dalam kehidupan kita adalah hal yang utama. Yosua sudah menyelesaikan tugasnya dan membagikan tanah Kanaan berdasarkan suku-suku (Yosua 21:43-45). Bangsa Israel, sudah menerima harta warisan yang cukup bagi mereka. Tetapi satu hal yang penting yang Yosua peringatkan kepada bangsa Israel adalah mereka tidak lagi terikat pada hal-hal duniawi seperti itu.
Saudara inilah godaan yang seringkali tidak disadari manusia. Dengan dalih menginginkan kehidupan yang tenang dan sejahtera, banyak orang berusaha mengejar harta dan jabatan. Mereka mengira dengan semuanya itu, akan mampu menjamin kelangsungan hidup mereka.
Padahal saudara, tidak ada hal lain di dunia ini yang mampu menjamin kehidupan kita, selain dari Tuhan Allah. Karena Dialah sumber kehidupan itu sendiri. Dialah Allah yang menciptakan dan memelihara ciptaanNya. Justru Tuhan lebih berkenan kepada orang-orang yang berusaha mencari Dia ketimbang kemegahan dunia (Band. Yesaya 31:1).
Karenanya saudara, dalam pidato perpisahannya ini, Yosua menyampaikan dua hal tersebut kepada generasi yang akan melanjutkan perjalanan sejarah bangsa Israel itu. Bagi Yosua, rahasia keberhasilan hidupnya adalah soal bertekun untuk mengasihi Tuhan. Dan kini Yosua mau, rahasia ini pun yang perlu terus dipegang dan dipelihara oleh generasi yang akan meneruskan pelayanan Yosua.
Bapak itu yang kekasih dalam Tuhan.
Pertanyaannya, bagaimana seharusnya kita dapat bertekun dalam mengasihi Tuhan? Melalui perikop yang kita baca ini, minimal ada tiga hal yang penting untuk kita perhatikan bagaimana seharusnya kita bertekun mengasihi Tuhan, yaitu:

1.  Memelihara perintah Tuhan (ay. 6).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Hal pertama yang harus kita lakukan dalam bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan jalan memelihara perintah Tuhan.
Di ayat 6 dikatakan: “Kuatkanlah benar-benar hatimu dalam memelihara dan melakukan segala yang tertulis dalam kitab hukum Musa, supaya kamu jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri.”
Kita melihat saudara, Yosua memakai kata-kata “Kuatkanlah benar-benar hatimu”. Kata-kata ini adalah kata yang sama persis diterima Yosua saat Tuhan berbicara mengenai panggilannya.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa ketekunan membutuhkan komitmen yang sungguh-sungguh dari orang yang melakukannya. Tanpa komitmen yang sungguh-sungguh maka, ketaatan yang dilakukanya hanya sebatas perkataan dalam mulut, tanpa ada aksi yang dilakukan.
Hal ini dimaksudkan supaya kehidupan mereka tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. Sebaliknya mereka dapat tetap konsisten dengan tujuan utama mereka yaitu memuliakan Tuhan. Saudara, Yosua berkata demikian karena dia tahu akan ada banyak tantangan yang akan dihadapi mereka di depan. Tetapi bila mereka menguatkan hati, dalam memelihara dan melakukan segala hal yang dituliskan dalam hukum Musa, maka sehebat apapun tantangan yang akan hadapi tidak akan bisa menggoyahkan keputusan mereka untuk bertekun mengasihi Tuhan.
Demikian pula dengan kehidupan kita saudara. Allah pastinya menghendaki kita untuk senantiasa memelihara perintah Tuhan. Merenungkan firman itu siang dan malam, menjadikan firman Tuhan sebagai pedoman dalam kehidupan kita yang memimpin kita untuk bertindak hati-hati sesuai dengan apa yang tertulis di dalamnya. Dengan demikian Allah berjanji, bahwa perjalanan hidup kita dapat berhasil dan kita pun akan beruntung (Yosua 1:8).

2. Tidak bergaul dengan bangsa2 kafir (ay. 7, 12-13)
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Hal yang kedua bagaimana kita dapat bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan jalan tidak bergaul dengan bangsa-bangsa kafir.
Sebab jika itu yang mereka lakukan, pada akhirnya pergaulan yang salah itu akan menyeret keyakinan bangsa Israel untuk mengakui allah lain, bersumpah demi nama itu, dan beribadah atau sujud menyembah kepada mereka (Ayat 8).
Saudara, bagian yang kedua ini mengingatkan saya pada Mazmur 1:1 yang mengatakan Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam perkumpulan pencemooh.”
Inti dari ketiga perbuatan ini adalah menjauhi pergaulan hidup dengan orang orang yang fasik. Karena hidup yang kita jalani merupakan suatu gabaran suatu perjalanan: berjalan, berdiri lalu duduk. Dalam hal ini Allah tidak menghendaki kita terlibat jauh dengan kehidupan orang-orang fasik, apalagi mendengarkan nasihat-nasihatnya, mengikuti teladan-teladan hidup mereka, ataupun mengambil bagian dalam komunitas mereka, karena tujuan hidupnya berbeda.
Allah menginginkan orang-orang yang yang benar dapat sungguh-sungguh memiliki kehidupan yang focus pada pimpinan Tuhan bukan pada nasihat orang fasik. Karena jika tidak demikian, maka seluruh tatanan kehidupan mereka pada akhirnya akan menjadi rusak.
Saudara, Rasul Paulus pernah mengingatkan satu hal dalam I Korintus  15:33 “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” Karena itu, biarlah ini menjadi awasan bagi kita, bagaimana kita mempertanggung jawabkan hidup di hadapan Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Tuhan memang tidak memus-nahkan habis bangsa-bangsa lain di tanah Kanaan, Tuhan lebih membiarkan mereka ada di sana untuk menguji dan membuktikan kesetiaan bangsa Israel dalam menyembah Tuhan. Sehingga Allah dapat melihat mana yang taat dan mana yang perlu untuk dididik kembali.
Bila bangsa Israel sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, maka mereka harus bersikap taat secara total kepada Tuhan. Dan satu-satunya cara untuk menjaga ketulusan hati bangsa Israel bisa taat secara total adalah dengan jalan mereka menjauhkan diri dari pergaulan dengan penduduk setempat yang merupakan para penyembah berhala.
Saudara, Allah tahu apa yang menjadi kemungkinan buruknya, jika penduduk Israel bergaul dengan bangsa-bangsa kafir disekitarnya, mereka akan sulit terhindar dari hubungan kawin-mengawinkan, yang umumnya berujung pada penyembahan berhala secara bersama-sama (Ayat 12).
Bebab jika itu yang terjadi, keberadaan mereka diumpakan seperti perangkap yang akan jerat, seperti cambuk yang akan melukai lambung, seperti duri yang akan menyakiti mata, dan itu terjadi sampai mereka menjadi binasa (ayat 13).
Saudara, dari sini kita melihat bahwa janji-janji Allah bukannya tidak bersyarat bagi orang Israel. Kasih kepada Allah yang terungkap dalam ketaatan kepada perintahNya, iman akan pemeliharaanNya menuntut kita untuk memisahkan diri dari kehidupa orang fasik. Dengan jalan demikian Allah sendiri yang akan menyediakan kasih karunia yang diperlukan untuk memelihara persekutuan perjanjian di antara Allah dengan umatNya.
Saudara, Tuhan juga mengijinkan pergumulan dan kesulitan datang kepada kita, untuk melihat apakah kita sungguh-sungguh dalam mengasihi Tuhan atau tidak. Karenannya kita perlu senantiasa waspada, agar tidak menyeleweng dalam hal ibadah dan penyembahan seperti orang-orang kafir. Jika kita merindukan kehidupan yang bertekun dalam mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka tidak ada jalan lain, selain kita menjauhkan diri dari pergaulan-pergaulan dengan orang-orang fasik.

3. Berpaut kepada Tuhan (Ay. 8)
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Hal yang ketiga bagaimana kita dapat bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan jalan berpaut kepada Tuhan.
Berpaut berarti terikat erat-erat kepada Allah. Kehidupan yang sejati tidak bisa dilihat dari hal-hal yang nampak di dunia ini, tetapi kehidupan sejati ada dalam orang yang hidup bergaul kepada Allah.
Saudara, Tuhan Yesus pernah memberikan kita satu gambaran mengenai kehidupan yang berpaut ini, diumpamakan dengan sebuah pohon anggur. Tuhan Yesus adalah pokok anggur dan kita adalah ranting-rantingnya. Kata Yesus: “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:5)
Karena itu, tidak ada cara lain untuk bisa meresponi anugerah penyertaan Tuhan, selain kembali kepada bertekun mengasihi Tuhan. Ketika kita mengasihi Tuhan, maka kita akan memelihara dan melakukan Firman-Nya dalam seluruh aspek hidup kita.
Karena itu Yosua mengingatkan satu hal penting ini bahwa kamu harus berpaut pada Tuhan, Allahmu, seperti yang kamu lakukan sampai sekarang(ayat 8).
Kenyataannya saudara, tidak ada cara lain untuk mempertahankan sebuah generasi dapat berjalan dalam kehendak Tuhan kecuali generasi ini tetap fokus kepada Tuhan.
Kita melihat sudah cukup banyak contoh mengenai kehancuran generasi anak bangsa karena ketidaktaatan, seperti kecanduan narkoba, hamil di luar nikah, aborsi, dan kejahatan-kejahatan lainnya yang dipicu oleh ketidaktaatan. Dengan demikian, apapun yang terjadi, satu hal yang pasti ialah kita harus tetap setia kepada Tuhan.
Saudara, diakhir hidupnya, Yosua berpesan kepada orang-orang Israel, agar mereka tidak meninggalkan Tuhan. Demikian pula dengan kehidupan kita. Memang untuk dapat mengasihi Tuhan tidak semudah membalikan telapak tangan, di dalamnya dibutuhkan perjuangan. Dibutuhkan komitmen untuk terus bertekun mengasihi Dia.
Allah telah menyatakan kasihNya yang besar kepada kita. KebaikanNya tidak dapat diukur dengan hal apapun di dunia ini. Kematian Putra TungalNya di atas kayu salib menjadi bukti akan kasihNya yang besar. Sehingga setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Masalahnya adalah, bagaimana kita dapat mempertanggung-jawabkan kehidupan kita di hadapan Tuhan. Sebab pastinya Allah akan menuntut pertanggungan jawab masing-masing pribadi tentang dirinya di hadapan Allah (Roma 14:12). Karena itu, harus dimulai dari sebuah ketekunan untuk mengasihi Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Bertekun mengasihi Tuhan bukan hanya saat masih muda dan produktif, tapi seumur hidup kita. Baik ketika kita dalam kondisi baik maupun menghadapi tantangan berat sekalipun, Allah menghendaki anak-anakNya untuk dapat bertekun melakukannya. Mudah? Pastinya tidak! Tetapi, jika kita tidak memulainya dari sekarang, kapan lagi. Kita sadar anugerah Tuhan itu pastinya ada batasnya. Kita tidak tahu batasnya sampai kapan? Tetapi selama kita masih diberikan kesempatan untuk membenahi diri, marilah kita memulainya dengan hidup bertekun mengasihi Tuhan.
Kiranya kasih dan rahmat Tuhan senantaisa memampukan kita untuk dapat taat menjalani panggilan Tuhan dalam kehidupan kita. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar