Jumat, 03 Oktober 2014

TETAPI ENGKAU: IKUTLAH AKU

TETAPI ENGKAU: IKUTLAH AKU

Yohanes 21:18-23


Bapak/ Ibu yang kekasih
Mau tahu urusan orang lain! Sepertinya ini adalah bagian dari sifat manusia yang sering banyak dipengaruhi oleh rasa penasaran. Proses pembalajaran yang dilakukan oleh seseorang pertama kali memang salah satunya didorong oleh “rasa penasaran” ini. Ketika seorang anak ingin mengenal bermacam-macam benda yang ada disekitarnya, seringkali ia bertanya: “Apa ini? Apa itu? Mengapa begini? Mengapa begitu?
Saudara, sebagai orang tua mungkin kita akan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar ketika mendengar pertanyaan anak kita yang seperti itu. Kita akan berpikir, pastilah dia sedang mengumpulkan beragam informasi dalam otaknya untuk dia dapat semakin bertumbuh dan menjadi lebih dewasa.
Namun rupanya, rasa penasaran yang terjadi pada seseorang bukan hanya menghinggapi kehidupan anak-anak. Umumnya seseorang pasti memiliki rasa penasaran, baik itu secara dominan atau tidak. Terlebih lagi jika ada sebuah rahasia yang sedikit terbuka. Misalnya, ketika mendengar dua orang ibu sedang bergosip di sebelah kita, maka muncul rasa penasaran kita untuk ingin mengetahui apa yang sedang dibicarakannya.
Demikian pula, ketika kita melihat sebuah kotak yang bertuliskan “Ini jangan dibuka!” beberapa orang yang memiliki penasaran yang tinggi, pasti akan mengacuhkan peringatan itu dan tetap membukanya.
Saudara, sebagai seorang yang memiliki temperamen sanguin, Petrus juga memiliki rasa penasaran yang tinggi, khususnya terhadap sahabat dekatnya yang bernama Yohanes.
Dalam Injil Sinoptik memang banyak mengisahkan keberadaan Petrus dan Yohanes yang sering digambarkan bersama-sama. Mereka merupakan sahabat yang akrab. Oleh karena itu pertanyaan Petrus lebih mudah untuk kita mengerti, karena keduanya adalah murid-murid terdekat Tuhan Yesus.
Akan tetapi pertanyaan itu bukanlah pertanyaan yang membangun. Pertanyaannya lebih kepada pertanyaan yang sangat berbahaya dan tidak diharapkan oleh Tuhan Yesus. Sebab pertanyaan Petrus mengindikaasikan suatu perbandingan keadaan dirinya dengan keadaan teman dekatnya. Ini merupakan suatu kebiasaan yang hanya menghasilkan perasaan iri hati.

Bapak ibu yang kekasih,
Saat ketiga kalinya Tuhan Yesus menampakkan diri kepada murid-muridNya, Tuhan Yesus mengajak mereka untuk sarapan pagi di tepi Danau Tiberias. Serentak Petrus yang menyadari bahwa yang datang adalah Tuhan Yesus, Petrus “segera mengenakan pakaiannya sebab tadinya ia tidak berpakaian, lalu terjun dalam danau” (ayat 7). Ini merupakan sebuah respon yang luar biasa dari ciri seorang Petrus. Ia cepat bertindak tanpa harus berpikir panjang.
Kemudian seusai sarapan, Tuhan Yesus banyak bercakap-cakap dengan Petrus, baik tentang peneguhan pelayanan yang harus dikerjakannya kemudian. Dan sebagai dasar atas semua pelayanannya adalah kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Juga tentang nubuatan Tuhan Yesus soal kematian Petrus dimasa tuanya (ayat 18-19). Tuhan Yesus mengatakan bahwa saatnya akan tiba ketika orang lain yang akan berkuasa atas Petrus – dan pada akhirnya mereka membunuhnya.
Saudara, Tradisi mengatakan bahwa Petrus mati disalibkan di Roma di bawah pemerintahan Kaisar Nero. Kira-kira pada waktu yang sama dengan Paulus di bunuh, yaitu sekitar 67/68 SM. Dan atas permintaannya sendiri Petrus disalibkan terbalik dengan kepala di bawah karena ia merasa tidak layak untuk mati dengan cara yang sama dengan Tuhan Yesus.
Namun yang pasti kematian Petrus bukanlah menjadi suatu tragedi; kematiannya adalah kematian yang memuliakan Allah! (ayat 19). Dalam 1 Petrus 4:14-16, Petrus sendiri menyatakan bahwa ia sungguh memahami kebenaran ini. Karena itu ia menuliskan: “Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu” (1 Petrus 4:16).
Karenanya, sesudah menubuatkan tentang kematian Petrus, kemudian Tuhan Yesus berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku.”
Saudara, saya yakin perkataan Tuhan Yesus ini tentunya mendatangkan sukacita dan kasih yang baru di hati Petrus. Karenanya dengan segera, Petrus bangkit dan mengikuti Yesus, sama seperti yang telah dilakukannya sebelum penyangkalan-nya yang besar itu.
Namun untuk sesaat Petrus mendengar ada langkah seseorang yang mengikuti mereka, Petrus pun memalingkan wajahnya dari Tuhan Yesus.
Dalam kasus ini, secara kiasan merupakan gambaran bagi kita tentang kebiasaan Petrus dan sekaligus juga kegagalan yang seringkali dilakukannya. Paling tidak ia sudah dua kali, melakukan hal yang sama terhadap Tuhan.
Pertama, setelah penangkapan ikan yang sukses itu, Petrus mengalihkan pandangannya dari Tuhan dan melihat kepada dirinya sendiri, ia berkata: “Tuhan pergilan dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Lukas 5:8).
Dan kedua, ketika ia berjalan di atas air yang bergelombang mendapatkan Yesus, Petrus mengalihkan pandangannya dari Tuhan dan mulai melihat kepada angin dan gelombang sehingga ia pun mulai tenggelam (Matius 14:30).
Secara rohani, ini merupakan peringatan bagi kita, adalah bahaya bila kita selalu melihat kepada situasi yang sedang kita hadapi dan bukan kepada Tuhan yang menyertai kehidupan kita.

Bapak/ Ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kembali kepada topik pembahasan kita. Mengapa Petrus mengalihkan pandangannya daripada Tuhan dan menoleh kebelakang? Mengapa ia tergoda untuk memalingkan pandangannya ke belakang? Karena rasa penasarannya yang tinggi dan tidak focus kepada pembicaraan dengan Tuhan.
Saudara bukankah sering juga kita temukan dalam gereja-gereja, saat ibadah tengah berlangsung, lalu tiba-tiba ada suara langkah jemaat yang masuk terlambat, seketika rasa penasaran mendorong kita untuk menoleh ke belakang bukan?
Demikian pula yang terjadi dengan Petrus. Rupanya ia mendengar langkah seseorang yang juga berjalan mendekati mereka. Dan dilihatnya, orang itu adalah Rasul Yohanes yang juga sedang mengikut Yesus Kristus.
Sesaat terucap satu pertanyaan bodoh yang keluar dari bibir Petrus. Ia bertanya mengenai sesuatu yang sebetulnya bukan urusan dia. Karena rasa penasarannya yang tinggi, ia tidak puas dengan mendengarkan nubuat Tuhan Yesus mengenai hidup dan pelayanannya. Sekarang ia tergelitik untuk mengetahui apa yang bakal terjadi kepada sahabatnya, Yohanes. Karena itu ia bertanya: “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” (ayat 21).
Dengan perkataan lain, sepertinya Petrus sedang membandingkan dirinya dengan Yohanes dalam satu pertanyaan: “Tuhan, Engkau baru saja mengatakan apa yang akan terjadi padaku, kira-kira apa yang akan terjadi pada Yohanes?
Saudara, mungkin bagi kita pertanyaan ini adalah hal yang biasa. Karena sebagai manusia kita selalu ingin tahu akan apa yang bakal terjadi.
Namun yang menarik untuk kita simak disini adalah jawaban dari Tuhan Yesus. Sepertinya Tuhan Yesus sedang mengacuhkan pertanyaan tersebut. Tuhan Yesus sepertinya  tidak senang dengan pertanyaan Petrus yang sok usil ingin tahu kehidupan orang lain. Karena itu Tuhan Yesus berkata: "Jika Aku menghendaki, supaya ia tetap tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku."
Dari kalimat pertama yang diucapkan Tuhan Yesus, sepertinya menimbulkan banyak prasangka dikalangan murid-murid bahwa Yohanes tidak akan pernah mati. Karenanya hal ini dilukiskan Yohanes dengan satu narasi “Maka tersebarlah kabar diantara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati.” (ayat 22). Namun Yohanes menegaskan bahwa penafsiran yang demikian adalah penafsiran yang sangat keliru. Sebab Tuhan Yesus tidak bermaksud ingin menjelaskan bahwa Yohanes tidak akan pernah mati, tetapi penekanannya ada pada kalimat yang kedua, yaitu: "..itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku."
Saudara ini kalimat yang sangat keras dan mungkin menusuk perasaan Petrus. Tuhan menegur Petrus yang mau tahu akan urusan orang lain. Padahal di awal Tuhan Yesus sudah menegaskan agar Petrus tetap mengikut Dia.
Perkataan Tuhan Yesus ini sekaligus juga menangkis perbandingan yang sementara dipikirkan oleh Petrus mengenai Yohanes. Saat itu Petrus sedang berpikir: “Jika aku harus menderita, akankah Yohanes juga menderita? Jika pelayananku berakhir demikian, akankah pelayanannya juga berakhir seperti itu? Jika aku tidak mendapat hidup pelayanan yang berbuah dan umurku tidak akan lama, akankah Yohanes juga mendapat-kannya?” makanya Petrus berpikir mungkin lebih baik ia menanyakan langsung kepada Tuhan Yesus, daripada ia membuat satu praduga.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Terkadang kita juga terusik dengan apa yang dilakukan orang lain. Kita berpikir bahwa rencana Allah untuk hidup mereka jauh lebih baik daripada rencana-Nya untuk kita. Begitulah kita sebagai orang-orang berdosa. Kita sangat suka membanding-bandingkan, satu dengan yang lain. Kita membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain.
Juga seringkali kita sebagai orang percaya, kita terlalu banyak mengurus hal yang bukan tanggung jawab kita. Padahal mungkin apa yang menjadi tanggung jawab kita sendiri, sering kita abaikan.
Perhatikan saudara, saat kita membanding-bandingkan selalu ada perasaan ingin tahu yang dalam bagaimana posisi kita dalam perbandingan dengan orang lain. Ada perasaan hebat jika kita sekedar dapat menemukan seseorang yang kurang efektif daripada kita. Ada perasaan iri hati jika kita mendapati kehidupan orang lain lebih sukses daripada diri kita. Dan sebetulnya orang yang demikian, sedang membangun kehidupan yang penuh dengan kesombongan baik itu kesombongan ke dalam maupun kesombongan ke luar.
Namun yang seharusnya dimengerti oleh kita adalah rencana Allah untuk setiap kita adalah sama, yaitu mengikut Yesus. Ketika kita terus-menerus memandang kepada Allah, kita tidak akan terusik oleh rencana-Nya untuk orang lain. Karenanya Tuhan Yesus tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Petrus saat pertanyaannya muncul dalam bibirnya. Tuhan Yesus menegur dan mengingatkannya bahwa tugasnya bukanlah untuk mengetahui dan mencampuri kehidupan orang lain. Sebaliknya tugasnya hanya satu yaitu tetap mengikut Yesus.
Kenyataannya Tuhan Yesus memang tidak mengatakan bahwa Yohanes akan hidup sampai Ia datang kembali, tetapi sebagaimana yang dituliskan oleh Yohanes, ia berperan sebagai saksi yang hidup tentang apa yang dinyatakan Tuhan kepadanya. Ia menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa itu dan menuliskannya untuk kita menurut pimpinan Roh Kudus. Ia menuliskan semua ini di tempat pengasingan yaitu di pulau Patmos. Ia dapat saja memasukkan hal-hal lain, tetapi ia hanya menuliskan apa yang diperintahkan Roh Kudus untuk ditulisnya.
Karenanya saudara-saudara yang kekasih, sebagai-mana teguran Tuhan Yesus kepada Petrus, kiranya ini menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk selalu berhati-hatilah apabila kita mulai mengalihkan pandangan dari Tuhan dan melihat kepada orang-orang Kristen lain!
Tuhan tidak memerintahkan kepada kita untuk menjadi orang-orang yang sok tahu, sok gila urusan, ataupun usaha membanding-bandingkan. Tetapi Tuhan Yesus memerintahkan kepada kita untuk “mengikut Dia sepanjang usia kita.“ Urusan kita adalah mengikut Dia, mendengarkan perintahNya dan menaati kehendakNya bagi kita. Karenanya berhentilah mengurusi yang bukan urusanmu, sebaliknya lakukanlah bagianmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu.
Kita dituntut memiliki “mata yang tertuju kepada Yesus.” Yang memimpin kita pada iman yang sempurna. Itulah yang seharusnya menjadi tujuan dan kebiasaan orang percaya (Ibrani 12:1-2). Sebab kemuliaan kita bukan terletak pada perbandingannya dengan kemuliaan orang lain; kemuliaan kita adalah melayani kristus dalam tugas dan kedudukan apapun yang diberikanNya kepada kita.
Karenanya, lebih baik kita sibuk, serius, fokus dan konsentrasi dengan apa yang menjadi tugas panggilan kita masing-masing sambil terus berjuang untuk dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, daripada kita sibuk grasak-grusuk/ kesana-kemari untuk mencari tahu tentang panggilan dan tugas pelayanan orang lain. Ini adalah prinsip yang penting, agar kita dapat berhasil dalam hidup dan tugas pelayanan kita.
Biarlah kebenaran firman Tuhan ini, kiranya dapat mengingatkan kita kembali untuk tetap focus pada panggilan pelayanan kita, yaitu tetap mengikut Yesus sampai kita bertemu kembali denganNya. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar