BERTEKUN MENGASIHI TUHAN
Yosua 23:1-16
Sidang
jemaat yang kekasih,
Tekun
adalah salah satu kata yang mudah untuk diucapkan tetapi membutuhkan perjuangan
untuk melakukannya. Sebab tekun menyangkut keputusan atau ketetapan hati yang
kuat (teguh) untuk bersungguh-sungguh, rajin, dan tuntas dalam melakukan apa
pun. Orang yang tekun biasanya tidak mudah untuk mendua hati, saudara. Seorang
yang tekun adalah seorang yang hidupnya berfokus, seorang yang konsisten dan
tidak mudah putus asa terhadap apa yang sedang dikerjakannya.
Dalam
Lukas 8:15 dijelaskan bahwa orang yang tekun sajalah yang akan menghasilkan
buah. Kenyataannya saudara, ketekunan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus
akan membuat imannya semakin kuat dan dewasa di dalam Kristus. Di sisi
lain, ketekunan akan membuat seseorang menjadi kuat dan tahan uji dalam
menghadapi setiap pergumulan hidupnya. Dan orang yang tahan uji menimbulkan
pengharapan (Roma 5:4).
Saudara,
kita belajar dari pribadi Yosua yang berusaha tetap konsisten dengan keputusannya
dalam mengasihi Tuhan. Saat Tuhan Allah memanggil Yosua untuk menjadi pemimpin
Israel di usianya yang ke-80 tahun, ia berprinsip untuk tetap memegang janji Firman
Tuhan secara tekun. Dan ketika ia akan meninggal dunia di usianya ke-110 tahun,
ia membuktikan dirinya dihadapan umat dan di hadapan Allah bagaimana ketekunannya
dalam mengasihi Tuhan Allah. Karenanya saudara, sebelum Yosua memasuki dunia yang
fana, Yosua memanggil seluruh orang Israel, para tua-tuanya, para kepalanya,
para hakimnya dan para pengatur pasukannya dan berkata kepada mereka “Aku telah tua
dan sangat lanjut umur” (ayat 2).
Saudara,
kejadian ini mengingatkan kita akan kebiasaan orang tua yang akan meninggal
dunia, biasanya mereka merindukan orang-orang terdekatnya dapat berkumpul
supaya ia dapat memberikan wejangan terakhir. Demikianlah Yosua mengumpulkan
segenap bangsa Israel dan memberikan nasihatnya yang terakhir, dengan satu
maksud untuk mewariskan nilai-nilai yang sangat penting, yang selama ini telah
menuntun bangsa Israel mengalami keberhasilan, kemenangan, keamanan dan
kemakmuran.
Yosua
sadar, bahwa tidak lama lagi ia akan memasuki dunia fana. Ia harus menyampaikan
hal penting ini sebelum semuanya terlambat. Bahwa bangsa Israel dapat
menginsyafi dengan sungguh-sungguh, dengan segenap hati dan segenap jiwa mereka,
tentang bagaimana karya kebaikan Tuhan itu telah dinyatakan. Dengan perkataan
ini, Yosua hendak membuka mata bangsa Israel dengan memaparkan fakta dan
kesaksian yang telah mereka jalani dan nikmati selama ini.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Kita
melihat, dalam amanatnya Yosua meninjau kembali karya-karya hebat yang telah dilakukan
Allah ditengah-tengah perjalanan hidup mereka serta membahas janji-janji Allah
untuk masa depan.
Memang saudara, sudah
sewajarnya bila bangsa Israel membalas kasih Allah dengan cara bertekun dalam mengasihi
Tuhan. Bagaimana Tuhan menyertai kehidupan mereka dimasa lampau.
Bagaimana bangsa Israel sejak keluar dari tanah Mesir, mereka tidak memiliki
tanah, mereka mengembara di padang gurun dalam pimpinan tiang awan dan tiang
api. Dalam setiap kejadian, Allah sendiri yang berperang untuk Israel, sehingga
tanah yang dijanjikan itu pada akhirnya menjadi milik mereka (ayat 3-4).
Saudara, bila bukan Tuhan sendiri
yang berperang di depan mereka, bagaimana mungkin satu orang Israel dapat mengejar
seribu orang kafir (ayat 10)? Penaklukan kota Ai dalam pasal 7-8 menjadi bukti
nyata bahwa Tuhan sendiri yang berperang melawan musuh-musuh Israel.
Dalam
keadaan itulah saudara, Yosua menyampaikan kepada bangsa Israel dua hal penting
yang harus terus dipegang oleh umat Tuhan. Pertama,
bahwa mereka perlu mengingat bahwa keberhasilan mereka adalah semata-mata karena
campur tangan Tuhan yang berperang bagi mereka. Sehingga semua kekayaan dan
milik pusaka yang mereka miliki adalah berkat dari Tuhan.
Hal
kedua yang disampaikan Yosua adalah
bahwa mereka perlu terus berpaut dan bersandar pada Tuhan dengan jalan memegang
perintah-perintah-Nya. Dan untuk itulah Tuhan menuntut ketekunan bangsa Israel
dalam melakukannya.
Bapak
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dalam
ayat 11 Yosua berkata: “demi nyawamu, bertekunlah mengasihi Tuhan, Allahmu”
(ayat 11). Kata “Demi nyawamu”,
mengandung arti, sebagaimana kita menilai nyawa kita sebagai hal yang sangat penting
untuk dijaga, demikianlah umat Israel harus bertekun dalam mengasihi Allah.
Dengan
kata lain saudara, perkataan ini sama dengan hukum kasih yang terdapat dalam Ulangan 6:5 yang mengatakan: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Artinya Tuhan menghendaki seluruh totalitas hidup
kita untuk dapat mengasihi Tuhan.
Tapi jika kondisinya terbalik, jika bangsa
Israel menjauh dari Tuhan maka sejatinya hukuman pun akan datang sampai
semuanya habis binasa (ayat 12-13).
Sidang
jemaat yang kekasih dalam Tuhan.
Mengerjakan
panggilan Tuhan dalam kehidupan kita adalah hal yang utama. Yosua sudah
menyelesaikan tugasnya dan membagikan tanah Kanaan berdasarkan suku-suku (Yosua
21:43-45). Bangsa Israel, sudah menerima harta warisan yang cukup bagi mereka. Tetapi
satu hal yang penting yang Yosua peringatkan kepada bangsa Israel adalah mereka
tidak lagi terikat pada hal-hal duniawi seperti itu.
Saudara
inilah godaan yang seringkali tidak disadari manusia. Dengan dalih menginginkan
kehidupan yang tenang dan sejahtera, banyak orang berusaha mengejar harta dan
jabatan. Mereka mengira dengan semuanya itu, akan mampu menjamin kelangsungan
hidup mereka.
Padahal
saudara, tidak ada hal lain di dunia ini yang mampu menjamin kehidupan kita,
selain dari Tuhan Allah. Karena Dialah sumber kehidupan itu sendiri. Dialah
Allah yang menciptakan dan memelihara ciptaanNya. Justru Tuhan lebih berkenan
kepada orang-orang yang berusaha mencari Dia ketimbang kemegahan dunia (Band.
Yesaya 31:1).
Karenanya
saudara, dalam pidato perpisahannya ini, Yosua menyampaikan dua hal tersebut
kepada generasi yang akan melanjutkan perjalanan sejarah bangsa Israel itu. Bagi
Yosua, rahasia keberhasilan hidupnya adalah soal bertekun untuk mengasihi
Tuhan. Dan kini Yosua mau, rahasia ini pun yang perlu terus dipegang dan
dipelihara oleh generasi yang akan meneruskan pelayanan Yosua.
Bapak
itu yang kekasih dalam Tuhan.
Pertanyaannya,
bagaimana seharusnya kita dapat bertekun dalam mengasihi Tuhan? Melalui perikop
yang kita baca ini, minimal ada tiga hal yang penting untuk kita perhatikan
bagaimana seharusnya kita bertekun mengasihi Tuhan, yaitu:
1.
Memelihara perintah Tuhan (ay. 6).
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Hal
pertama yang harus kita lakukan dalam bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan
jalan memelihara perintah Tuhan.
Di
ayat 6
dikatakan: “Kuatkanlah
benar-benar hatimu dalam memelihara dan melakukan segala yang tertulis dalam
kitab hukum Musa, supaya kamu jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri.”
Kita
melihat saudara, Yosua memakai kata-kata “Kuatkanlah benar-benar hatimu”. Kata-kata ini
adalah kata yang sama persis diterima Yosua saat Tuhan berbicara mengenai
panggilannya.
Sebagaimana
dijelaskan di atas, bahwa ketekunan membutuhkan komitmen yang sungguh-sungguh
dari orang yang melakukannya. Tanpa komitmen yang sungguh-sungguh maka,
ketaatan yang dilakukanya hanya sebatas perkataan dalam mulut, tanpa ada aksi
yang dilakukan.
Hal
ini dimaksudkan supaya kehidupan mereka tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri.
Sebaliknya mereka dapat tetap konsisten dengan tujuan utama mereka yaitu
memuliakan Tuhan. Saudara, Yosua berkata demikian karena dia tahu akan ada
banyak tantangan yang akan dihadapi mereka di depan. Tetapi bila mereka menguatkan
hati, dalam memelihara dan melakukan segala hal yang dituliskan dalam hukum
Musa, maka sehebat apapun tantangan yang akan hadapi tidak akan bisa
menggoyahkan keputusan mereka untuk bertekun mengasihi Tuhan.
Demikian
pula dengan kehidupan kita saudara. Allah pastinya menghendaki kita untuk
senantiasa memelihara perintah Tuhan. Merenungkan firman itu siang dan malam,
menjadikan firman Tuhan sebagai pedoman dalam kehidupan kita yang memimpin kita
untuk bertindak hati-hati sesuai dengan apa yang tertulis di dalamnya. Dengan
demikian Allah berjanji, bahwa perjalanan hidup kita dapat berhasil dan kita
pun akan beruntung (Yosua 1:8).
2.
Tidak bergaul dengan bangsa2 kafir (ay. 7, 12-13)
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan
Hal
yang kedua bagaimana kita dapat bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan jalan
tidak bergaul dengan bangsa-bangsa kafir.
Sebab
jika itu yang mereka lakukan, pada akhirnya pergaulan yang salah itu akan menyeret
keyakinan bangsa Israel untuk mengakui allah lain, bersumpah demi nama itu, dan
beribadah atau sujud menyembah kepada mereka
(Ayat 8).
Saudara,
bagian yang kedua ini mengingatkan saya pada Mazmur 1:1 yang mengatakan “Berbahagialah orang yang tidak berjalan
menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan
yang tidak duduk dalam perkumpulan pencemooh.”
Inti
dari ketiga perbuatan ini adalah menjauhi pergaulan hidup dengan orang orang
yang fasik. Karena hidup yang kita jalani merupakan suatu gabaran suatu
perjalanan: berjalan, berdiri lalu duduk. Dalam hal ini Allah tidak menghendaki
kita terlibat jauh dengan kehidupan orang-orang fasik, apalagi mendengarkan
nasihat-nasihatnya, mengikuti teladan-teladan hidup mereka, ataupun mengambil
bagian dalam komunitas mereka, karena tujuan hidupnya berbeda.
Allah
menginginkan orang-orang yang yang benar dapat sungguh-sungguh memiliki
kehidupan yang focus pada pimpinan Tuhan bukan pada nasihat orang fasik. Karena
jika tidak demikian, maka seluruh tatanan kehidupan mereka pada akhirnya akan
menjadi rusak.
Saudara,
Rasul Paulus pernah mengingatkan satu hal dalam I Korintus
15:33 “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan
yang baik.” Karena itu, biarlah ini menjadi awasan bagi kita,
bagaimana kita mempertanggung jawabkan hidup di hadapan Tuhan.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Tuhan
memang tidak memus-nahkan habis bangsa-bangsa lain di tanah Kanaan, Tuhan lebih
membiarkan mereka ada di sana untuk menguji dan membuktikan kesetiaan bangsa
Israel dalam menyembah Tuhan. Sehingga Allah dapat melihat mana yang taat dan mana
yang perlu untuk dididik kembali.
Bila
bangsa Israel sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, maka mereka harus bersikap taat
secara total kepada Tuhan. Dan satu-satunya cara untuk menjaga ketulusan hati
bangsa Israel bisa taat secara total adalah dengan jalan mereka menjauhkan diri
dari pergaulan dengan penduduk setempat yang merupakan para penyembah berhala.
Saudara,
Allah tahu apa yang menjadi kemungkinan buruknya, jika penduduk Israel bergaul
dengan bangsa-bangsa kafir disekitarnya, mereka akan sulit terhindar dari hubungan
kawin-mengawinkan, yang umumnya berujung pada penyembahan berhala secara
bersama-sama (Ayat 12).
Bebab
jika itu yang terjadi, keberadaan mereka diumpakan seperti perangkap yang akan
jerat, seperti cambuk yang akan melukai lambung, seperti duri yang akan
menyakiti mata, dan itu terjadi sampai mereka menjadi binasa (ayat 13).
Saudara,
dari sini kita melihat bahwa janji-janji Allah bukannya tidak bersyarat bagi
orang Israel. Kasih kepada Allah yang terungkap dalam ketaatan kepada
perintahNya, iman akan pemeliharaanNya menuntut kita untuk memisahkan diri dari
kehidupa orang fasik. Dengan jalan demikian Allah sendiri yang akan menyediakan
kasih karunia yang diperlukan untuk memelihara persekutuan perjanjian di antara
Allah dengan umatNya.
Saudara,
Tuhan juga mengijinkan pergumulan dan kesulitan datang kepada kita, untuk
melihat apakah kita sungguh-sungguh dalam mengasihi Tuhan atau tidak. Karenannya
kita perlu senantiasa waspada, agar tidak menyeleweng dalam hal ibadah dan
penyembahan seperti orang-orang kafir. Jika kita merindukan kehidupan yang
bertekun dalam mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka tidak ada jalan
lain, selain kita menjauhkan diri dari pergaulan-pergaulan dengan orang-orang
fasik.
3.
Berpaut kepada Tuhan (Ay. 8)
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan
Hal
yang ketiga bagaimana kita dapat bertekun mengasihi Tuhan adalah dengan jalan
berpaut kepada Tuhan.
Berpaut
berarti terikat erat-erat kepada Allah. Kehidupan yang sejati tidak bisa
dilihat dari hal-hal yang nampak di dunia ini, tetapi kehidupan sejati ada
dalam orang yang hidup bergaul kepada Allah.
Saudara,
Tuhan Yesus pernah memberikan kita satu gambaran mengenai kehidupan yang
berpaut ini, diumpamakan dengan sebuah pohon anggur. Tuhan Yesus adalah pokok
anggur dan kita adalah ranting-rantingnya. Kata Yesus: “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku
di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa-apa” (Yohanes 15:5)
Karena
itu, tidak ada cara lain untuk bisa meresponi anugerah penyertaan Tuhan, selain
kembali kepada bertekun mengasihi Tuhan. Ketika kita mengasihi Tuhan, maka kita
akan memelihara dan melakukan Firman-Nya dalam seluruh aspek hidup kita.
Karena
itu Yosua mengingatkan satu hal penting ini bahwa “kamu harus berpaut pada Tuhan, Allahmu,
seperti yang kamu lakukan sampai sekarang” (ayat 8).
Kenyataannya
saudara, tidak ada cara lain untuk mempertahankan sebuah generasi dapat
berjalan dalam kehendak Tuhan kecuali generasi ini tetap fokus kepada Tuhan.
Kita
melihat sudah cukup banyak contoh mengenai kehancuran generasi anak bangsa
karena ketidaktaatan, seperti kecanduan narkoba, hamil di luar nikah, aborsi,
dan kejahatan-kejahatan lainnya yang dipicu oleh ketidaktaatan. Dengan
demikian, apapun yang terjadi, satu hal yang pasti ialah kita harus tetap setia
kepada Tuhan.
Saudara,
diakhir hidupnya, Yosua berpesan kepada orang-orang Israel, agar mereka tidak meninggalkan
Tuhan. Demikian pula dengan kehidupan kita. Memang untuk dapat mengasihi Tuhan
tidak semudah membalikan telapak tangan, di dalamnya dibutuhkan perjuangan.
Dibutuhkan komitmen untuk terus bertekun mengasihi Dia.
Allah
telah menyatakan kasihNya yang besar kepada kita. KebaikanNya tidak dapat
diukur dengan hal apapun di dunia ini. Kematian Putra TungalNya di atas kayu
salib menjadi bukti akan kasihNya yang besar. Sehingga setiap orang yang percaya
kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Masalahnya
adalah, bagaimana kita dapat mempertanggung-jawabkan kehidupan kita di hadapan
Tuhan. Sebab pastinya Allah akan menuntut pertanggungan jawab masing-masing
pribadi tentang dirinya di hadapan Allah (Roma 14:12). Karena itu, harus dimulai dari sebuah ketekunan
untuk mengasihi Tuhan.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan
Bertekun
mengasihi Tuhan bukan hanya saat masih muda dan produktif, tapi seumur hidup
kita. Baik ketika kita dalam kondisi baik maupun menghadapi tantangan berat
sekalipun, Allah menghendaki anak-anakNya untuk dapat bertekun melakukannya.
Mudah? Pastinya tidak! Tetapi, jika kita tidak memulainya dari sekarang, kapan
lagi. Kita sadar anugerah Tuhan itu pastinya ada batasnya. Kita tidak tahu
batasnya sampai kapan? Tetapi selama kita masih diberikan kesempatan untuk
membenahi diri, marilah kita memulainya dengan hidup bertekun mengasihi Tuhan.
Kiranya
kasih dan rahmat Tuhan senantaisa memampukan kita untuk dapat taat menjalani
panggilan Tuhan dalam kehidupan kita. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar