BERANI MEMBAYAR HARGA
Yohanes 12:9-11
Bapak/
ibu yang kekasih,
Setiap
pekerjaan yang kita lakukan pastinya memiliki risiko yang harus siap kita
tanggung. Sebenarnya demikian pula saat kita mengaku diri sebagai anak-anak
Tuhan, ada resiko yang mau tidak mau harus siap kita tanggung. Karena itu Alkitab
berkata kepada kita bahwa barangsiapa ingin mengikut Tuhan Yesus, maka ia harus
menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus (Mat 16:24). Memikul salib di
sini adalah berbicara tentang risiko yang harus dihadapi setiap anak-anak
Tuhan, saat memutuskan untuk mengiring Tuhan Yesus.
Demikian
pula dalam kisah yang kita baca kali ini saudara. Lazarus menghadapi tantangan
yang cukup berat dalam hidupnya saat ia menerima kesempatan kedua untuk hidup.
Siapakah
Lazarus yang dimaksudkan disini? Yang jelas bukan Lazarus yang dikisahkan dalam
Injil Lukas, yang digambarkan antara Orang Kaya dan Lazarus yang miskin (Lukas
16:19-31). Tetapi yang dimaksud dalam kisah ini adalah Lazarus saudara Martha
dan Maria, yang berasal dari Betania.
Dan
kisah Lazarus ini, hanya kita temukan dalam dua pasal di dalam kitab Yohanes,
yaitu ps 11-12. Kisah ini di dahului dengan mujizat Tuhan Yesus yang
membangkitkan Lazarus dari kematian. Ini memang bukan mujizat yang terakhir
sebelum penyaliban Tuhan Yesus, tetapi mujizat ini pastilah yang terbesar dan
yang menimbulkan paling banyak kontroversi baik dari sahabat-sahabat Tuhan Yesus
maupun dari musuh-musuhNya.
Alkitab
juga tidak lagi mencatat bagaimana kelanjutan dari nasib Lazarus, apakah ia
masih hidup hingga masa tuanya, atau apakah ia pada akhirnya dibunuh oleh
imam-imam kepala dan orang-orang Yahudi. Yang jelas saudara, Alkitab tidak
dengan begitu saja menambahkan kisah Lazarus bagi kita. Bukan juga karena suatu
kebetulan kisah ini dimuat dalam Injil Yohanes. Akan tetapi, saya percaya ada
satu pelajaran yang berharga yang ingin Tuhan nyatakan bagi kita pembaca zaman
modern saat ini.
Yaitu
kuasa Allah yang membangkitkan orang mati. Kuasa Allah yang mengalahkan alam
maut. Sebagaimana Yohanes 11:25 berkata: “Jawab Yesus:
"Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan
hidup walaupun ia sudah mati,”
Kebangkitan
Lazarus menjadi fakta yang tidak dapat disangkali oleh siapa saja. Terlebih
lagi kematian Lazarus yang telah lewat empat hari, pastinya menimbulkan bekas
tanda-tanda kematiannya.
Namun,
sebagaimana yang diucapkan oleh Tuhan Yesus terdahulu, “bahwa penyakit itu tidak akan membawa kepada
kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah” (Yohanes 11:4).
Karena
itulah setelah empat hari lamanya mayat Lazarus dikuburkan, maka dengan kasih
Tuhan Yesus, Lazarus pada akhirnya dibangkitkan dan mengalami kehidupan kembali
(Yohanes 11:44).
Hal
ini menyatakan kepada kita, bahwa Tuhan Yesus berkuasa atas alam maut. Jika Tuhan
Yesus Kristus tidak dapat melakukan apa pun atas kematian, maka semua yang
dilakukanNya pastilah tidak ada artinya bagi kita.
Dalam
hal ini, Firman Tuhan dalam 1 Korintus 15:19 berkata:
“Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja
menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling
malang dari segala manusia.”
Benar
saudara, kematian adalah musuh terakhir manusia (1 Korintus 15:26), tetapi Tuhan
Yesus Kristus telah mengalahkan musuh yang menakutkan itu sepenuhnya dan
selamanya.
Karena
itu, sebagai seorang yang menerima kesempatan kedua untuk hidup, Lazarus seharusnya
bisa menjalani kehidupan dengan lebih tenang dan lebih memuliakan Allah.
Pengalaman
Lazarus adalah suatu gambaran yang baik mengenai apa yang terjadi pada orang
berdosa ketika ia percaya kepada Yesus sang Juru-selamatnya (Efesus 2:1-10). Yaitu,
Lazarus sudah mati, dan semua yang berdosa juga mati. Ia sudah membusuk, karena
kematian dan pembusukan itu berlangsung secara bersamaan. Demikian pula orang
yang terhilang, mereka sudah mati secara rohani, tetapi beberapa orang lebih
“membusuk” daripada yang lain.
Lazarus
dibangkitkan dari antara orang mati oleh kuasa Allah, ia dibebaskan dari kain
pembungkus orang mati dan diberikan kemerdekaan yang baru. Demikian pula semua
orang yang percaya kepada Kristus telah diberikan hidup baru dan diangkat dari
kubur dosa (Yohanes 5:24).
Oleh
karena perubahan yang besar ini terjadi dalam diri Lazarus, banyak orang ingin
melihat dia, dan “kesaksian hidupnya” digunakan oleh Allah untuk membawa
orang-orang kepada keselamatan (Yohanes 12:9-11).
Memang
tidak ada perkataan Lazarus yang dicatat dalam Injil, tetapi kehidupannya
sehari-hari sudah cukup untuk meyakinkan orang bahwa Yesus Anak Allah. Karena
itu banyak orang Yahudi meninggalkan pemimpinnya dan percaya kepada Tuhan
Yesus.
Akan
tetapi sejatinya Iblis dan dunia ini memang tidak ingin nama Tuhan dipermuliakan,
sehingga Alkitab mencatat bahwa sejak saat itu juga, Lazarus menjadi musuh
orang Yahudi dan bahkan para imam kepala juga bermufakat untuk membunuh Lazarus
(Yohanes 12:10).
Hal
ini bukan karena Lazarus telah melakukan suatu kejahatan, tetapi karena
kebangkitannya menyebabkan banyak orang Yahudi percaya kepada Yesus dan
meninggalkan ajaran imam-imam kepala tersebut (Yohanes 12:11).
Saudara,
saya membayangkan sebagai seorang Lazarus, pastinya ia tidak akan pernah
menyangka bahwa di dalam kehidupannya yang kedua ini, justru menimbulkan banyak
kontroversi. Pastinya Lazarus juga tidak akan pernah menyangka bahwa kehidupan
kedua yang ia alami, membawa kedengkian bagi imam-imam kepala sehingga mereka
bermufakat untuk membunuhnya.
Kita
tahu, Imam-imam kepala adalah kelompok pemuka agama Yahudi. Mereka juga dikenal
dengan sebutan Sanhedrin. Melihat gelagat orang banyak yang mulai percaya
terhadap mujizat yang dibuat oleh Tuhan Yesus, membuat mereka merasa perlu
mengadakan pertemuan untuk membicarakan apa yang harus dilakukan terhadap
Yesus.
Mereka
tidak mencari kebenaran, tetapi mereka mencari cara-cara untuk melindungi
kepentingan mereka sendiri. Mereka berpikir, apabila Tuhan Yesus mengumpulkan
terlalu banyak pengikut, Ia mungkin akan menarik perhatian pemerintah Romawi,
dan hal itu dapat membahayakan tujuan orang Yahudi.
Memang
Imam-imam kepala tidak menyangkal peristiwa kebangkitan Lazarus tetapi membuat
mereka bermufakat untuk membunuh Lazarus!
Disini
kita melihat, bahwa benci dan iri dengki menjadi celah bagi dosa untuk masuk
dalam pikiran manusia. Adanya perasaan iri hati, merasa disaingi dan dikalahkan
orang lain, memang bisa menumbuhkan kedeng-kian dan berbuahkan kebencian. Inilah
yang terjadi dikalangan imam-imam kepala saat itu.
Di
sisi yang lain, keluarga Lazarus pastinya bisa bercerita banyak tentang
pengalaman hidup rohaninya. Dan itu menjadi kesaksian yang hidup yang bisa
menumbuhkan semangat orang lain untuk lebih mengenal Tuhan Yesus lebih dalam.
Karena
itu, imam-imam kepala pastinya berusaha mencari jalan keluar sebelum krisis
kepercayaan terha-dap mereka semakin meluas.
Bagi
mereka, jalan yang paling pendek adalah dengan membunuh Lazarus dan Tuhan
Yesus. Mereka berdua telah menjadi duri, pokok permasalahan yang harus
dimusnahkan. Sedangkan masalah yang lainnya, pastinya masih lebih gampang untuk
diselesaikan, entah dengan berita kebohongan yang seakan-akan sudah tertulis di
dalam Kitab Suci.
Saudara,
dalam kehidupan sehari-hari zaman sekarangpun keadaannya hampir sama bukan.
Merasa tersaingi yang membuat turunnya nilai rezeki keuntungan lebih sering
menumbuhkan iri dengki dan berbuah kebencian.
Bedanya
mungkin tidak harus membunuh secara nyata karena bisa berdampak secara hukum. Ada
jalan yang lebih halus namun cespleng mungkin banyak sekali ditempuh
orang-orang yang tidak takut Tuhan. Mereka membunuh mata pencaharian orang lain,
membunuh karakter, membunuh ide atau pandangan dan lain sebagainya.
Begitu
pula dikalangan elit politik. Rasa iri dan dengki sepertinya menjadi makanan
sehari-hari mereka yang tidak pernah puas akan kedudukan dan jabatan.
Jika
kita renungkan, sepertinya dari zaman dahulu sampai sekarang hampir tidak ada
bedanya. Niat membunuh para pesaing akan selalu terjadi. Akan selalu muncul
kelompok penguasa, kelompok oposisi, kelompok yang memanfaatkan situasi dan
kemudian kelompok rakyat kecil yang selalu menjadi obyek penderita.
Karena
itu, dalam perkara Lazarus yang mengalami kebangkitan dari kematian, bagi para
pemimpin Yahudi hal ini bisa menimbulkan permasalahan tersendiri bagi mereka.
Khususnya bagi orang-orang Saduki, yang merasakan kedudukan mereka yang mulai
terancam.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Para
Sanhedrin juga termasuk di dalamnya orang-orang Saduki. Golongan Saduki
merupakan kelas yang kaya dan aristokratis. Mereka bekerja sama secara erat
dengan pemerintah Romawi. Tujuan mereka adalah untuk menjamin kekayaan,
keenakan dan kenikmatan hidup mereka. Selama mereka diperkenankan untuk tetap
menduduki tempat-tempat kekuasaan di dalam pemerintah mereka suka dan bersedia
untuk bekerja sama. Pemerintah Romawi memberi cukup banyak kebebasan kepada
kerajaan-kerajaan yang telah ditaklukkannya.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa di bawah pemerintahan gubernur Romawi mereka
diperkenan-kan memerintah diri sendiri, namun apabila timbul sedikit tanda
adanya kerusuhan sosial, maka pemerintah Romawi akan segera campur tangan dan
tidak segan untuk segera memecat orang-orang Saduki.
Karenanya
saat orang-orang Saduki melihat gelagat dari kepemimpinan Yesus di Palestina
yang sepertinya sedang menghimpun simpatik hati rakyat, bagi mereka kemungkinannya
bakal mengguncang kedudukan mereka.
Berbeda
dengan orang Farisi, orang-orang Saduki tidak percaya terhadap kebangkitan
orang mati. Karenanya saat mereka diperhadapkan dengan kenyataan Lazarus yang
bangkit dari kematian, mereka berusaha melenyapkan bukti dengan berencana
membunuh Lazarus.
Dalam
hal ini, orang-orang Saduki bersedia menindas kebenaran demi kepentingan diri
sendiri. Karena itu agar mereka dapat tetap mempertahankan kedudukan dan
pengaruh mereka sendiri, para imam dan orang-orang Saduki bersedia untuk
menghilangkan bukti-bukti kebenaran.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan
Apa
yang dapat kita pelajari disini? Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal
saudara, bahwa menjadi pengikut Tuhan Yesus pastinya membawa resiko yang harus
kita pikul.
Tidak
hanya Lazarus, kita semua pun memiliki risiko yang sama, walaupun mungkin
bebannya berbeda-beda satu sama lain. Namun ada salib yang harus kita pikul.
Ada harga yang harus kita bayar untuk mengiring Tuhan Yesus. Salib saya dan
salib anda tentunya bisa berbeda. Kita memiliki salib yang berbeda-beda, tetapi
satu hal yang pasti, yaitu kita pasti memiliki salib yang menjadi bagian kita. Pertanya-annya
bagi kita, sudah siapkah kita dengan risiko tersebut?
Kita
melihat, murid-murid Tuhan Yesus tahu akan resiko ini, Yohanes Pembaptis harus
menghadapi kematian dengan kepala terpisah dari tubuhnya dan dipersembahkan
sebagai hadiah ulang tahun Raja Herodes (Markus 6:27-28).
Stefanus
mati sebagai martir dengan mati dilempari batu. Hal kematiannya disaksikan
sendiri oleh Paulus (Kis 7:58-60).
Petrus
mati disalibkan di Roma di bawah pemerintahan Kaisar Nero. Kira-kira pada waktu
yang sama dengan Paulus di bunuh, yaitu sekitar 67/68 SM.
Sudah
siapkah kita membayar harga untuk mengiring Tuhan? Tuhan sudah membayar harga
penebusan kita dengan pengorbananNya di atas kayu salib, dan harga itu telah
lunas dibayar. Beranikah kita membayar harga atas iman yang telah kita terima
dari Tuhan kita Yesus Kristus? Jawabannya ada dalam hati kita masing-masing.
Amin.
0 komentar:
Posting Komentar