Kamis, 02 Oktober 2014

BERANI MEMBAYAR HARGA


BERANI MEMBAYAR HARGA

Yohanes 12:9-11


Bapak/ ibu yang kekasih,
Setiap pekerjaan yang kita lakukan pastinya memiliki risiko yang harus siap kita tanggung. Sebenarnya demikian pula saat kita mengaku diri sebagai anak-anak Tuhan, ada resiko yang mau tidak mau harus siap kita tanggung. Karena itu Alkitab berkata kepada kita bahwa barangsiapa ingin mengikut Tuhan Yesus, maka ia harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus (Mat 16:24). Memikul salib di sini adalah berbicara tentang risiko yang harus dihadapi setiap anak-anak Tuhan, saat memutuskan untuk mengiring Tuhan Yesus.

Demikian pula dalam kisah yang kita baca kali ini saudara. Lazarus menghadapi tantangan yang cukup berat dalam hidupnya saat ia menerima kesempatan kedua untuk hidup.
Siapakah Lazarus yang dimaksudkan disini? Yang jelas bukan Lazarus yang dikisahkan dalam Injil Lukas, yang digambarkan antara Orang Kaya dan Lazarus yang miskin (Lukas 16:19-31). Tetapi yang dimaksud dalam kisah ini adalah Lazarus saudara Martha dan Maria, yang berasal dari Betania.
Dan kisah Lazarus ini, hanya kita temukan dalam dua pasal di dalam kitab Yohanes, yaitu ps 11-12. Kisah ini di dahului dengan mujizat Tuhan Yesus yang membangkitkan Lazarus dari kematian. Ini memang bukan mujizat yang terakhir sebelum penyaliban Tuhan Yesus, tetapi mujizat ini pastilah yang terbesar dan yang menimbulkan paling banyak kontroversi baik dari sahabat-sahabat Tuhan Yesus maupun dari musuh-musuhNya.
Alkitab juga tidak lagi mencatat bagaimana kelanjutan dari nasib Lazarus, apakah ia masih hidup hingga masa tuanya, atau apakah ia pada akhirnya dibunuh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Yahudi. Yang jelas saudara, Alkitab tidak dengan begitu saja menambahkan kisah Lazarus bagi kita. Bukan juga karena suatu kebetulan kisah ini dimuat dalam Injil Yohanes. Akan tetapi, saya percaya ada satu pelajaran yang berharga yang ingin Tuhan nyatakan bagi kita pembaca zaman modern saat ini.
Yaitu kuasa Allah yang membangkitkan orang mati. Kuasa Allah yang mengalahkan alam maut. Sebagaimana Yohanes 11:25 berkata: “Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,”
Kebangkitan Lazarus menjadi fakta yang tidak dapat disangkali oleh siapa saja. Terlebih lagi kematian Lazarus yang telah lewat empat hari, pastinya menimbulkan bekas tanda-tanda kematiannya.
Namun, sebagaimana yang diucapkan oleh Tuhan Yesus terdahulu, “bahwa penyakit itu tidak akan membawa kepada kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah” (Yohanes 11:4).
Karena itulah setelah empat hari lamanya mayat Lazarus dikuburkan, maka dengan kasih Tuhan Yesus, Lazarus pada akhirnya dibangkitkan dan mengalami kehidupan kembali (Yohanes 11:44).
Hal ini menyatakan kepada kita, bahwa Tuhan Yesus berkuasa atas alam maut. Jika Tuhan Yesus Kristus tidak dapat melakukan apa pun atas kematian, maka semua yang dilakukanNya pastilah tidak ada artinya bagi kita.
Dalam hal ini, Firman Tuhan dalam 1 Korintus 15:19 berkata: “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.”
Benar saudara, kematian adalah musuh terakhir manusia (1 Korintus 15:26), tetapi Tuhan Yesus Kristus telah mengalahkan musuh yang menakutkan itu sepenuhnya dan selamanya.
Karena itu, sebagai seorang yang menerima kesempatan kedua untuk hidup, Lazarus seharusnya bisa menjalani kehidupan dengan lebih tenang dan lebih memuliakan Allah.
Pengalaman Lazarus adalah suatu gambaran yang baik mengenai apa yang terjadi pada orang berdosa ketika ia percaya kepada Yesus sang Juru-selamatnya (Efesus 2:1-10). Yaitu, Lazarus sudah mati, dan semua yang berdosa juga mati. Ia sudah membusuk, karena kematian dan pembusukan itu berlangsung secara bersamaan. Demikian pula orang yang terhilang, mereka sudah mati secara rohani, tetapi beberapa orang lebih “membusuk” daripada yang lain.
Lazarus dibangkitkan dari antara orang mati oleh kuasa Allah, ia dibebaskan dari kain pembungkus orang mati dan diberikan kemerdekaan yang baru. Demikian pula semua orang yang percaya kepada Kristus telah diberikan hidup baru dan diangkat dari kubur dosa (Yohanes 5:24).
Oleh karena perubahan yang besar ini terjadi dalam diri Lazarus, banyak orang ingin melihat dia, dan “kesaksian hidupnya” digunakan oleh Allah untuk membawa orang-orang kepada keselamatan (Yohanes 12:9-11).
Memang tidak ada perkataan Lazarus yang dicatat dalam Injil, tetapi kehidupannya sehari-hari sudah cukup untuk meyakinkan orang bahwa Yesus Anak Allah. Karena itu banyak orang Yahudi meninggalkan pemimpinnya dan percaya kepada Tuhan Yesus.
Akan tetapi sejatinya Iblis dan dunia ini memang tidak ingin nama Tuhan dipermuliakan, sehingga Alkitab mencatat bahwa sejak saat itu juga, Lazarus menjadi musuh orang Yahudi dan bahkan para imam kepala juga bermufakat untuk membunuh Lazarus (Yohanes 12:10).
Hal ini bukan karena Lazarus telah melakukan suatu kejahatan, tetapi karena kebangkitannya menyebabkan banyak orang Yahudi percaya kepada Yesus dan meninggalkan ajaran imam-imam kepala tersebut (Yohanes 12:11).
Saudara, saya membayangkan sebagai seorang Lazarus, pastinya ia tidak akan pernah menyangka bahwa di dalam kehidupannya yang kedua ini, justru menimbulkan banyak kontroversi. Pastinya Lazarus juga tidak akan pernah menyangka bahwa kehidupan kedua yang ia alami, membawa kedengkian bagi imam-imam kepala sehingga mereka bermufakat untuk membunuhnya.
Kita tahu, Imam-imam kepala adalah kelompok pemuka agama Yahudi. Mereka juga dikenal dengan sebutan Sanhedrin. Melihat gelagat orang banyak yang mulai percaya terhadap mujizat yang dibuat oleh Tuhan Yesus, membuat mereka merasa perlu mengadakan pertemuan untuk membicarakan apa yang harus dilakukan terhadap Yesus.
Mereka tidak mencari kebenaran, tetapi mereka mencari cara-cara untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Mereka berpikir, apabila Tuhan Yesus mengumpulkan terlalu banyak pengikut, Ia mungkin akan menarik perhatian pemerintah Romawi, dan hal itu dapat membahayakan tujuan orang Yahudi.
Memang Imam-imam kepala tidak menyangkal peristiwa kebangkitan Lazarus tetapi membuat mereka bermufakat untuk membunuh Lazarus!
Disini kita melihat, bahwa benci dan iri dengki menjadi celah bagi dosa untuk masuk dalam pikiran manusia. Adanya perasaan iri hati, merasa disaingi dan dikalahkan orang lain, memang bisa menumbuhkan kedeng-kian dan berbuahkan kebencian. Inilah yang terjadi dikalangan imam-imam kepala saat itu.
Di sisi yang lain, keluarga Lazarus pastinya bisa bercerita banyak tentang pengalaman hidup rohaninya. Dan itu menjadi kesaksian yang hidup yang bisa menumbuhkan semangat orang lain untuk lebih mengenal Tuhan Yesus lebih dalam.
Karena itu, imam-imam kepala pastinya berusaha mencari jalan keluar sebelum krisis kepercayaan terha-dap mereka semakin meluas.
Bagi mereka, jalan yang paling pendek adalah dengan membunuh Lazarus dan Tuhan Yesus. Mereka berdua telah menjadi duri, pokok permasalahan yang harus dimusnahkan. Sedangkan masalah yang lainnya, pastinya masih lebih gampang untuk diselesaikan, entah dengan berita kebohongan yang seakan-akan sudah tertulis di dalam Kitab Suci.
Saudara, dalam kehidupan sehari-hari zaman sekarangpun keadaannya hampir sama bukan. Merasa tersaingi yang membuat turunnya nilai rezeki keuntungan lebih sering menumbuhkan iri dengki dan berbuah kebencian.
Bedanya mungkin tidak harus membunuh secara nyata karena bisa berdampak secara hukum. Ada jalan yang lebih halus namun cespleng mungkin banyak sekali ditempuh orang-orang yang tidak takut Tuhan. Mereka membunuh mata pencaharian orang lain, membunuh karakter, membunuh ide atau pandangan dan lain sebagainya.
Begitu pula dikalangan elit politik. Rasa iri dan dengki sepertinya menjadi makanan sehari-hari mereka yang tidak pernah puas akan kedudukan dan jabatan.
Jika kita renungkan, sepertinya dari zaman dahulu sampai sekarang hampir tidak ada bedanya. Niat membunuh para pesaing akan selalu terjadi. Akan selalu muncul kelompok penguasa, kelompok oposisi, kelompok yang memanfaatkan situasi dan kemudian kelompok rakyat kecil yang selalu menjadi obyek penderita.
Karena itu, dalam perkara Lazarus yang mengalami kebangkitan dari kematian, bagi para pemimpin Yahudi hal ini bisa menimbulkan permasalahan tersendiri bagi mereka. Khususnya bagi orang-orang Saduki, yang merasakan kedudukan mereka yang mulai terancam.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Para Sanhedrin juga termasuk di dalamnya orang-orang Saduki. Golongan Saduki merupakan kelas yang kaya dan aristokratis. Mereka bekerja sama secara erat dengan pemerintah Romawi. Tujuan mereka adalah untuk menjamin kekayaan, keenakan dan kenikmatan hidup mereka. Selama mereka diperkenankan untuk tetap menduduki tempat-tempat kekuasaan di dalam pemerintah mereka suka dan bersedia untuk bekerja sama. Pemerintah Romawi memberi cukup banyak kebebasan kepada kerajaan-kerajaan yang telah ditaklukkannya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa di bawah pemerintahan gubernur Romawi mereka diperkenan-kan memerintah diri sendiri, namun apabila timbul sedikit tanda adanya kerusuhan sosial, maka pemerintah Romawi akan segera campur tangan dan tidak segan untuk segera memecat orang-orang Saduki.
Karenanya saat orang-orang Saduki melihat gelagat dari kepemimpinan Yesus di Palestina yang sepertinya sedang menghimpun simpatik hati rakyat, bagi mereka kemungkinannya bakal mengguncang kedudukan mereka.
Berbeda dengan orang Farisi, orang-orang Saduki tidak percaya terhadap kebangkitan orang mati. Karenanya saat mereka diperhadapkan dengan kenyataan Lazarus yang bangkit dari kematian, mereka berusaha melenyapkan bukti dengan berencana membunuh Lazarus.
Dalam hal ini, orang-orang Saduki bersedia menindas kebenaran demi kepentingan diri sendiri. Karena itu agar mereka dapat tetap mempertahankan kedudukan dan pengaruh mereka sendiri, para imam dan orang-orang Saduki bersedia untuk menghilangkan bukti-bukti kebenaran.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan
Apa yang dapat kita pelajari disini? Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal saudara, bahwa menjadi pengikut Tuhan Yesus pastinya membawa resiko yang harus kita pikul.
Tidak hanya Lazarus, kita semua pun memiliki risiko yang sama, walaupun mungkin bebannya berbeda-beda satu sama lain. Namun ada salib yang harus kita pikul. Ada harga yang harus kita bayar untuk mengiring Tuhan Yesus. Salib saya dan salib anda tentunya bisa berbeda. Kita memiliki salib yang berbeda-beda, tetapi satu hal yang pasti, yaitu kita pasti memiliki salib yang menjadi bagian kita. Pertanya-annya bagi kita, sudah siapkah kita dengan risiko tersebut?
Kita melihat, murid-murid Tuhan Yesus tahu akan resiko ini, Yohanes Pembaptis harus menghadapi kematian dengan kepala terpisah dari tubuhnya dan dipersembahkan sebagai hadiah ulang tahun Raja Herodes (Markus 6:27-28).
Stefanus mati sebagai martir dengan mati dilempari batu. Hal kematiannya disaksikan sendiri oleh Paulus (Kis 7:58-60).
Petrus mati disalibkan di Roma di bawah pemerintahan Kaisar Nero. Kira-kira pada waktu yang sama dengan Paulus di bunuh, yaitu sekitar 67/68 SM.
Sudah siapkah kita membayar harga untuk mengiring Tuhan? Tuhan sudah membayar harga penebusan kita dengan pengorbananNya di atas kayu salib, dan harga itu telah lunas dibayar. Beranikah kita membayar harga atas iman yang telah kita terima dari Tuhan kita Yesus Kristus? Jawabannya ada dalam hati kita masing-masing. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar