Kamis, 02 Oktober 2014

KUASA NAMA YESUS


KUASA NAMA YESUS

Kisah Para Rasul 3:1-10


Bapak/ ibu yang kekasih,
Mungkin kita pernah mengingat lagu Bento yang dibawakan oleh Iwan Fals. Dalam liriknya yang terakhir ia mengatakan: “Siapa yang mau berguru datang padaku: Sebut tiga kali namaku Bento Bento Bento.
Saudara, nama seseorang yang memiliki kedudukan seringkali dapat memiliki kuasa ketika dipakai dalam hal-hal tertentu. Ketika kita memasuki suatu perusahaan, dan menyembutkan nama pemiliknya karena ada kedekatan hubungan dengan kita, mungkin sambutan yang kita terima akan jauh berbeda ketika kita datang dan tidak tahu siapa pemilik perusahaan itu.

Sebagai orang percaya, pastinya kita memiliki keistimewaan yang dikaruniakan Tuhan Yesus kepadanya. Dan salah satunya adalah karunia menggunakan “nama Yesus” dalam melakukan pelayanan-Nya.
Nama Yesus bukan sekedar nama biasa seperti kebanyakan orang. Tetapi nama itu adalah nama yang berkuasa dan yang mampu menghasilkan mujizat besar. Dan dalam nama inilah yang juga telah dibuktikan oleh Petrus dalam menyembuhkan seorang yang lumpuh sejak lahir.
Bapak/ ibu yang kekasih
Bagi orang Yahudi awal suatu hari dimulai pukul 6.00 pagi dan diakhiri pada pukul 06.00 petang. Karena itu ada 3 jam doa yang biasa dilakukan oleh mereka yaitu, pada pukul 09.00 pagi, pukul 12.00 tengah hari dan 03.00 sore. Mereka setuju bahwa doa itu berkhasiat di mana pun juga dilaksanakan; tetapi mereka merasa bahwa akan lebih mulia bila mereka berdoa diruang-ruang Bait Allah.
Sangat menarik kita lihat disini, bahwa para rasul pun tetap melaksanakan kebiasaan-kebiasaan yang telah mereka terima selama ini. Dan perikop ini diawali dengan penuturan waktu bahwa Petrus dan Yohanes pergi ke Bait Allah pada jam kesembilan menjelang waktu sembahyang, yaitu pada jam 3.00 sore untuk mematuhi kebiasaan tersebut.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Petrus dan Yohanes memang sering terlihat bersama-sama di dalam kisah-kisah dalam Kitab Suci. Mereka adalah rekan seprofesi di dalam usaha penangkapan ikan (Lukas 5:10); Mereka bersama-sama mempersiapkan jamuan Paskah terakhir bagi Tuhan Yesus (Lukas 22:8); Mereka bersama-sama berlari ke pekuburan pada hari Minggu kebangkitanNya (Yohanes 20:3-4);
Sekarang, setelah mereka penuh dengan Roh Kudus, rasul-rasul itu tidak lagi bersaing untuk menjadi yang terbesar, melainkan bekerja bersama-sama dengan setia untuk membangun gereja. Karenanya, mereka senantiasa melayani bersama, juga melayani orang-orang Samaria yang percaya Yesus Kristus (Kisah 8:14). Dalam konteks ini pun, kita melihat bahwa mereka masih terlihat bersama-sama.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Di dunia Timur ada kebiasaan bagi para pengemis duduk di pintu masuk sebuah kuil atau tempat suci. Tempat itu dianggap sebagai tempat terbaik bagi mereka, sebab pada saat orang-orang datang beribadah, mereka cenderung bermurah hati dengan memberikan derma kepada sesamanya.
Demikian pula dalam kisah ini. Di Bait Allah pastinya ada banyak puluhan pengemis yang sedang bergelar di sepanjang pintu ruang-ruang yang ada. Salah satunya adalah seorang laki-laki tua yang sejak dalam kandungan ibunya mengalami kelumpuhan. Karenanya ia terlahir dalam kondisi lumpuh. Dikatakan bahwa tiap-tiap hari ia harus diusung dan diletakkan ke dekat pintu Bait Suci yang bernama Gerbang Indah. Di sana ia duduk mengemis, dan meminta belas kasihan pada setiap orang yang datang melaluinya. Yang memprihatinkan adalah saat itu usianya berumur 40 tahun (Kisah 4:22). Jadi, bisa saja pekerjaan itu ia tekuni selama puluhan tahun, dalam kondisi yang lumpuh.
Bapak/ ibu yang kekasih
Di Bait Suci terdapat Sembilan gerbang yang menghubungkan pelataran non Yahudi sampai Bait Allah itu sendiri. Gerbang Indah adalah “Gerbang Timur” yang menuju pelataran untuk kaum wanita. Gerbang ini terbuat dari perunggu Korintus dan tampaknya seperti emas. Dan rupanya ini menjadi tempat favorit orang lumpuh ini.
Dalam hal inilah Tuhan Allah menggerakkan Petrus dan Yohanes untuk melintasi Gerbang Indah Bait Suci sehingga mereka berjumpa dengan pengemis ini.
Saudara,
Jaman sekarang banyak sekali pengemis yang cuma pura-pura sakit. Pura-pura memiliki tangan yang luka, pura-pura kakinya putus sebelah. Kita bisa temui mereka di perempatan-perempatan jalan, khususnya di Makassar. Tetapi dalam kisah ini, Alkitab menjelaskan kepada kita bahwa orang ini benar-benar lumpuh. Karena ada banyak saksi yang melihat bahwa memang dia seorang yang lumpuh yang sudah puluhan tahun duduk di dekat pintu gerbang (ay 9-10).
Saudara, seperti biasanya, ketika pengemis ini melihat Petrus dan Yohanes melintas di dekatnya. Ia pun menjulurkan tangannya, sambil terus berharap ada belas kasihan yang keluar dari hati kedua Rasul itu. Sungguh pemandangan yang sangat dramatis saudara.
Melihat kejadian ini, Petrus pun berkata kepadanya: “Lihatlah kepada kami.” Dan orang ini pun memperhatikan kedua Rasul sambil mengharapkan sesuatu. (ayat 4-5). Sehingga mereka saling bertatapan.
Saudara, ini bukan suatu rumus yang harus dilakukan kalau kita mau mendoakan orang sakit. Namun, Petrus melakukan hal ini agar supaya orang lumpuh itu mau memperhatikan mereka dengan penuh seksama, baik terhadap apa yang Petrus ucapkan, ataupun terhadap apa yang Petrus lakukan.
Petrus berkata: “Perhiasan emas dan uang perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: (ayat 6)
Saudara,
Ini adalah bentuk kejujuran para Rasul dalam melayani. Bisa saja memang saat itu Petrus tidak mempunyai uang sepeserpun apalagi perhiasan. Tetapi apa yang telah Petrus genggam selama ini – setelah perjumpaanNya dengan Yesus - itulah yang akan diberikan Petrus kepada pengemis itu.
Saudara ini suatu konsep yang penting dalam banyak hal:
-        Pada saat kita menolong orang, tolonglah dengan apa yang ada pada kita.
-        Pada waktu mau memberi persembahan bagi Tuhan/ gereja. Berilah apa yang ada pada saudara dengan sukarela. Bukan dengan harapan agar bahwa Tuhan akan melipatkali ganda apa yang kita berikan.
-        Begitu pula pada waktu kita melayani Tuhan. Jangan berkata: “Andaikata saya punya kelebihan yang luar biasa saya pasti mau melayani Tuhan”. Sebaliknya, layanilah dengan karunia yang ada pada saudara, dengan kemampuan yang kita miliki, agar pelayanan dapat terus berjalan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Saya membayangkan saat Petrus berkata demikian, pastinya ada pertanyaan besar yang dipikirkan oleh pengemis ini. Mungkin dia berpikir, kira-kira apa yang akan diberikan oleh Petrus, kalau emas dan perak saja tidak dipunyainya? Ataukah ada sesuatu yang lain yang jauh bernilai lebih dari emas dan perak? Dan apa yang dipikirkan pengemis itu pada akhirnya terjawab ketika Petrus mengucapkan suatu nama yang penuh kuasa.
Kemudian Petrus berkata: “Demi nama Yesus Kristus, orang Nazareth itu, bangkitlah dan berjalanlah.” Saudara, ini bukan semacam mantera/ kata-kata magic. Namun jikalau kita tidak sungguh-sungguh percaya kepada Yesus, rasanya tidak ada gunanya kita menggunakan kata-kata ini, baik dalam doa maupun mengusir setan (bdk. Kis 19:13-16), dsb.
Tetapi Petrus menggunakan nama Yesus di sini untuk menunjukkan bahwa apa yang ia lakukan semata-mata atas kuasa nama Yesus yang disebutkan itu, bukan pada kekuatannya. Sehingga mujizat itu pun dapat terlaksana karena iman “demi nama Yesus Kristus” dan karunia menyembuhkan yang diberikan Tuhan kepadanya.
Ini adalah praktek iman yang telah diajarkan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya. Tentunya Petrus masih ingat ketika Tuhan Yesus berkata kepada mereka: “dan apa juga yang kamu minta dalam namaKu, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepadaKu dalam namaKu, Aku akan melakukannya.” (Yohanes 14:13-14).
Saudara,
Sekarang Petrus mempraktekkan apa yang diajarkan Tuhan Yesus kepadanya. Karena itu ia berkata kepada orang yang lumpuh itu, “Demi nama Yesus Kristus, orang Nazareth itu, bangkitlah dan berjalanlah.” (Kis3:6b).
Banyak orang Kristen salah mengerti tentang pengajaran ini. Ketika ada hamba Tuhan yang mampu menyembuhkan atau mengusir Setan, dikiranya hamba Tuhan itulah yang berkuasa. Sehingga jika bukan dia yang mendoakan, mereka kurang yakin dapat disembuhkan. Padahal letak kuasa itu ada pada “nama Tuhan Yesus Kristus”. Jadi sebenarnya siapapun yang mengucapkan kata itu, jikalau ia memiliki iman yang benar dan Tuhan memandang itu baik dan sesuai kehendakNya, maka penyembuhan itu akan terjadi.
Yang berikutnya kita lihat saudara,
Ada sedikit perbedaan dari terjemahan bahasa Indonesia, dimana tidak adanya kata “bangkitlah” yang dituliskan disana. Bahasa Yunani yang dipakai untuk kata ini adalah kata εγειραι (eg-i’-rai) yang berarti bangkitlah/ bangunlah.
Rupanya perbedaan ini terjadi karena perbedaan manuscript yang dipakai. Manuscript yang lebih kuno (yang dianggap lebih dekat dengan aslinya, itulah yang dianggap lebih dipercaya) sehingga penerjemah hanya menggunakan satu kata perintah, yaitu ‘berjalanlah’.
Namun demikian penggunaan kata “bangkitlah dan berjalanlah” sebenarnya menunjukan suatu proses terjadinya mujizat. Bahwa posisi pengemis itu yang tengah duduk dan Petrus memerintahkan untuk bangkit dan berjalan, yang secara kronologis lebih logis untuk diterima oleh akal.
Kemudian Petrus memegang tangan kanan pengemis itu dan membantunya berdiri, dan seketika itu juga mata kakinya menjadi kuat, sehingga ia mampu berdiri bahkan melompat-lompat.
Saudara,
Memang ada saatnya mujizat terjadi karena memang perlu terjadi. Dan pada masa itu mujizat dibutuhkan sebagai jaminan tentang kebenaran dan kuasa dari berita Kristen pada awal perluasannya di dunia. Pertanyaannya apakah mujizat besar masih bisa terjadi saat ini? Jawabannya ya, jika Tuhan melihat itu memang memungkinkan terjadi dan membawa kemuliaan bagi namaNya.
Rupanya pengemis itu merasakan kesenangan yang luar biasa sehingga ia terus menerus melompat-lompat dan memuji Tuhan (ay 8-9). Kini ia tidak lagi memerlukan bantuan orang lain untuk pergi ke suatu tempat. Ia tidak pernah membayangkan bahwa hari itu ia akan merasakan berjalan dengan kakinya sendiri. Terlebih lagi, kini ia mengetahui bahwa ada kuasa di dalam nama Yesus yang mampu mengubahkan hidupnya. Itulah sesuatu yang jauh lebih bernilai dibandingkan emas dan perak.
Perhatikan saudara, bahwa orang itu memuji Tuhan ketika ia mendapati dirinya bisa berjalan. Awalnya ia hanya mampu meratap dan memohon belas kasihan orang lain. Ia menjadi miskin bukan saja secara materi tetapi juga kerohaniannya.
Bapak/ Ibu saudara
Sebagai orang-orang yang berdosa sebenarnya kita juga adalah seorang yang miskin, orang-orang yang bangkrut di hadapan Allah, sehingga kita tidak mampu membayar utang yang luar biasa besarnya itu kepadaNya Namun ketika kasih Allah menyentuh hati dan kehidupan kita, kita memiliki cara pandang yang berbeda, karena kita telah memiliki Kerajaan Sorga.
Demikianlah halnya Khotbah Tuhan Yesus di Bukit, ketika Ia berkata: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 5:3). Bahwa sesungguhnya yang dimaksudkan adalah orang yang menyadari keberadaannya yang penuh dosa, orang yang miskin secara kerohaniannya, mereka yang empunya Kerajaan Allah.”
Perhatikan apa yang dialami orang lumpuh tadi, orang itu disembuhkan dengan sempurna oleh kasih karunia Allah, ketika ia mengharapkan sesuatu yang lebih mulia daripada emas dan perak. Dan respon dari penyembuhan itu ia “berjalan sambil melompat-lompat serta memuji Allah.” (Kis 3:8) Jelas ini merupakan pengalaman pertama ia berjalan dengan kakinya sendiri. Kemudian ia mengikuti kedua rasul itu masuk ke dalam Bait Allah (Ayat 11). Inilah mujizat pertama yang dilakukan para Rasul setelah hari Pentakosta.
Sidang jemaat yang kekasih,
Kita harus mengingat bahwa Allah mengabulkan kebutuhan kita bukan berdasarkan keinginan kita. Perhatikan bahwa bukan keinginan orang lumpuh itu yang dikabulkan oleh Allah, tetapi kebutuhannya yang mendasar, itulah yang Tuhan berikan kepadanya.
Orang lumpuh ini jelas menginginkan Petrus dan Yohanes memberi dia sedikit uang, tetapi Allah memakai Petrus dan Yohanes untuk memberikan hal lain yang menjadi kebutuhan dasarnya, yaitu kesembuh-an rohaninya.
Bukti nyata Petrus mempunyai Kristus adalah ketika ia dengan mantap
berkata: “tetapi apa yang kupunyai (yaitu Kristus), itulah yang akan kuberikan kepadamu” (Kisah Para Rasul 3:6b), Inilah satu pengakuan yang teguh yang ditopang dengan kuasa “Demi nama Yesus Kristus.
Bagaimana dengan kita saudara?
Kiranya, kisah ini menyadarkan kita, betapa seringkali kita tidak peduli atas kondisi dan kebutuhan orang lain. Setiap Minggu kita datang ke Gereja, untuk berjumpa, beribadah kepada Allah yang hidup, dan untuk diberkati.
Akankah kita juga tersentuh hati ketika melihat orang-orang yang belum percaya? Terhadap mereka yang berada di luar Gereja, yang saat ini terkapar tidak berdaya karena dosa-dosanya, sambil menantikan orang Kristen datang memperkenalkan mereka pada Tuhan, yang sanggup memulihkan hidup dan menyelamatkan mereka dari kondisi yang tidak berpengharapan?
Biarlah melalui kuasa nama Yesus, kita diberanikan untuk lebih peka terhadap orang lain, mau berbagi tentang apa yang telah kita terima dari Tuhan sehingga kita melakukan apa yang menjadi kehendak Allah dalam hidup kita. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar