Minggu, 20 November 2016

PANGGILAN HIDUP KUDUS DAN MENERAPKAN KASIH PERSAUDARAAN

PANGGILAN HIDUP KUDUS DAN MENERAPKAN KASIH PERSAUDARAAN
1 Petrus 1:13-25

Kaum muda yang saya kasihi di dalam Tuhan,
Panggilan kita sebagai orang yang telah menerima penebusan Allah adalah kita diharapkan dapat menjaga kekudusan hidup dan kasih persaudaraan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebab setuju atau tidak, Allah menuntut adanya satu perbedaan yang sangat mencolok, yang seharusnya dapat dipersembahkan oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai orang Kristen.
Saudara, dewasa ini ada banyak orang yang mengatakan bahwa ia adalah orang Kristen. Namun dalam prakteknya, dalam kehidupan sehari-hari mereka, kehidupan mereka jauh dari apa yang diharapkan Tuhan bagi mereka. Fakta di lapangan kita melihat tidak semua orang mampu menyatakan kehidupannya sebagai cerminan dari apa yang dikehendaki oleh Kristus. Padahal saudara, kalau kita melihat kembali arti dari kekristen, Kristen sendiri berarti adalah pengikut Kristus, murid dari Kristus, umat kepunyaan Allah (Band. Kisah 11:26).
Saudara, pertanyaan kita, mengapa saudara ada banyak orang Kristen yang hidupnya tidak mencerminkan kekristenan yang sesungguhnya? Apakah karena tekanan dunia yang terlalu hebat, sehingga orang yang mengaku diri sebagai orang Kristen, tidak sanggup memenuhi standart yang ditetapkan Allah? Sehinga tuntutan ini adalah sebuah tuntutan yang muluk-muluk, sebuah tuntutan yang sulit dicapai oleh seorang Kristen yang sejati.
Saya rasa tidak demikian saudara! Sebab keberhasilan kita dalam menjalani panggilan kekristenan, bukan terletak dari kekuatan kita semata, yang walaupun di dalamnya Allah memberikan kesempatan bagi kita untuk turut mengambil bagian dalam mengerjakan keselamatan kita. Tetapi keberhasilan kita, lebih banyak ditentukan oleh pimpinan Allah di dalam kehidupan orang-orang percaya.
Bagaimana pun juga saudara, memang tidak mudah menjalani hidup di dalam dunia ini sambil mempertahankan kehidupan yang kudus. Lingkungan di sekitar kita yang dikatakan Alkitab sebagai “dunia,” selalunya menekan kita, mencobai kita supaya kita dapat menyerupai dunia. Namun tetap, bukan berarti hal itu tidak bisa dilakukan!
Karena itu saudara, melalui perenungan kita malam ini, saya mengajak kita untuk merenungkan bagaimana seharusnya kita berperan aktif dalam menjaga kekudusan hidup dan kasih persaudaraan di dalam dunia yang berdosa ini. Apa yang harus kita persiapkan sebagai langkah kita untuk menuju kehidupan yang dikehendaki Tuhan?
Saudara mari kita perhatikan langkah-langkah yang harus dipersiapkan. Dalam ayat 13 dijelaskan: “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.
Perhatikan frase “Sebab itu siapkanlah akal budimu…” Ini adalah frase yang membutuhkan perhatian khusus dari setiap pembaca, bahwa meskipun keadaan diluar tidak pernah kita duga, namun kita mesti mempersiapkan sebuah strategi untuk melawannya. Jadi Petrus seolah-olah ingin mengingatkan setiap orang percaya untuk memiliki kesiapan diri yang baik, kita dituntut untuk menyiapkan akal budi, segenap perhatian kita dalam menghadapi tantangan dunia.
Pernyataan ini juga sama artinya kita dituntut untuk dapat mengendalikan pikiran, atau memiliki pikiran yang terlatih sebelum kita menghadapi tantangan dunia. Saudara rupanya, untuk menjadi seorang Kristen yang sejati, bukan hanya dituntut untuk percaya kepada Yesus lalu selesailah pekerjaan kita. Tidak saudara! Selama kita masih hidup di dalam dunia ini, ada tugas yang harus kita persiapkan, yaitu kita perlu melatih diri menyiapkan akal budi kita, dengan jalan belajar akan firman Allah.
Saudara dengan kita melatih diri untuk belajar, dengan melatih akal budi kita dalam firman Tuhan, membuat kita lebih siap menghadapi kenyataan hidup. Sebab melalui firman Tuhanlah kita mengetahui apa yang baik, apa yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Sehingga dengan semuanya itu, akal pikiran kita menjadi terlatih untuk membedakan mana yang dikehendaki Tuhan dan mana yang tidak dikehendaki Tuhan.
Yang berikutnya adalah kita bukan hanya perlu memiliki pikiran yang terkendali, tetapi kita juga dituntut untuk memiliki pikiran yang waspada. Kata “waspadalah” merupakan nasihat untuk menilai fakta-fakta yang ada dengan wajar tanpa emosi dan kepanikan yang berlebihan. Kata ini berarti “tenang, mantap, terkendali dalam mempertimbangkan persoalan-persoalan.” Kata ini diulang kembali dalam pasal 4:7; 5:8.
Kata ini juga mengandung arti bahwa kita dituntut untuk dapat dengan seksama memperhatikan kemungkinan dari bahaya dan musuh rohani yang bakal menyerang kita. Karena itu pekerjaan utama orang Kristen yang pertama adalah pada kesiapannya untuk mengatur dengan benar hati dan pikirannya. Kewaspadaan membawa kita untuk tetap berjaga-jaga dan tidak lengah terhadap setiap tantangan zaman. Sebab benarlah firman Tuhan yang mengatakan: “Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut tetapi daging lemah” (Matius 26:41).
Yang berikutnya saudara, perhatikan frase “Letakkanlah pengharapan seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu.” Saudara kita dituntut untuk memiliki pengharapan yang utuh kepada Kristus. Dan tindakan ini menuntut adanya ketekunan di dalam menjalankannya.
Saudara, dengan menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali akan menguatkan iman dan pengharapan kita pada masa-masa kesukaran, dan hal ini memberikan lebih banyak lagi kasih karunia Allah kepada kita. Sebab kita tahu, bahwa masa depan kita sudah pasti berada di tangan Tuhan Yesus.
Sekarang kita beralih pada ayat 14-16 yang berbicara tentang bagaimana kita menjaga kekudusan hidup kita agar jangan sampai kita terbawa hawa nafsu.
Mari kita perhatikan frase “Sebagai anak-anak yang taat” (ayat 14). Perkataan ini dapat dipandang sebagai pedoman hidup kudus, baik yang bersifat menegaskan, yakni “Kamu harus hidup sebagai anak-anak yang taat, seperti orang-orang yang sudah diangkat Allah menjadi anggota keluarga-Nya dan diperbaharui oleh anugerah-Nya.” Atau perkataan ini dapat juga dipandang sebagai alasan untuk mendesak mereka supaya hidup kudus dengan menimbang siapa mereka sekarang, yaitu anak-anak yang taat, dan siapa mereka pada waktu mereka hidup menuruti hawa nafsu dan kebodohan.
Sebaliknya “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Petrus 1:15-16).
Argumentasinya sangat sederhana dan masuk akal. Anak-anak biasanya mewarisi sifat-sifat orang tua mereka. Allah itu kudus; karena itu sebagai anak-anak-Nya, kita hendaknya hidup kudus. Kita adalah orang-orang yang “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Petrus 1:4) dan patut menyatakan sifat ilahi itu melalui kehidupan kita yang saleh.
Kalimat ini secara harfiah berkata: “janganlah kamu menjadi serupa” dengan “hawa nafsu daging yang dahulu.” Kalimat ini sama dengan yang dinyatakan Paulus dalam Roma 12:2, yang mengatakan: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Dari sini kita memahami bahwa keinginan hidup seorang Kristen sudah diubah: tetapi jika orang Kristen itu sendiri tidak waspada maka dia tetap saja bisa “diseret dan dipikat oleh keinginannya sendiri yang jahat” (Yakobus 1:14).
Yang menarik dalam ayat ini saudara, bahwa penyebab dari semua ini adalah kebodohan yang menyebabkan mereka hidup menuruti hawa nafsu. Orang-orang yang belum diselamatkan kurang memiliki pengetahuan rohani dan hal ini menyebabkan mereka menyerahkan kepada segala keinginan daging dan kesenangan duniawi.
Dalam 1 Yohanes 1:5 dijelaskan bahwa, “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.” Pernyataan ini berkenaan dengan keadaan Allah, bukan dengan apa yang dilakukan oleh-Nya. Jadi, terang adalah kodrat Allah sendiri. Dan kekudusan merupakan ide utamanya. Anugerah Allah dalam memanggil orang berdosa merupakan ajakan yang kuat untuk hidup kudus. Justru suatu perkenanan yang besar jika kita berhasil dipanggil oleh anugerah Ilahi untuk keluar dari keadaan dosa dan kesengsaraan ke dalam keadaan dimana kita memiliki semua berkat dari Perjanjian Baru.
Allah itu kudus, dan apa yang berlaku bagi Allah juga harus berlaku bagi umat-Nya. Kekudusan Allah merupakan bagian yang penting dari sifat-Nya. Kekudusan apa pun yang kita miliki dalam tabiat dan kelakuan kita pasti berasal dari Dia.
Kata “kudus” yang dipakai di sini adalah “hagios” yang artinya berbeda. Bait Allah hagios karena ia berbeda dengan rumah yang lain. Hari Sabat hagios karena berbeda dengan hari yang lain. Allah itu kudus, dan apa yang berlaku bagi Allah juga berlaku bagi umat-Nya. Kekudusan mengandung pengertian terpisah dari cara-cara fasik dunia dan dipisahkan untuk mengasihi, melayani dan menyembah Allah (Imamat 11:44). Kekudusan adalah sasaran dan maksud pemilihan kita di dalam Kristus. Itu berarti menjadi serupa dengan Allah dan mengabdi kepada-Nya sementara hidup untuk menyenangkan-Nya. Status berbeda perlakuan berbeda pula. Demikianlah gereja dan orang Kristen. Dia punya status berbeda dan oleh karena itu prilakunya berbeda pula.
Kehidupan kudus itu dapat terjadi ketika seseorang memiliki akal budi yang sehat dan hidup di dalam pengharapan akan Tuhan. Umat perlu mewaspadai hawa nafsu di dalam dirinya yang dapat membuat mereka jatuh ke dalam dosa. Kita perlu menjaga kekudusan hidup karena kita adalah ciptaan Allah, gambar dan rupa Allah – Allah yang Maha Kudus. Menjaga kekudusan menjadi penting karena sebagai umat percaya, kita telah ditebus oleh Tuhan. Firman Allah mengerjakan pelayanan pengudusan dalam kehidupan orang-orang percaya yang penuh pengabdian (Yohanes 17:17).
Dari sini kita melihat saudara, bahwa mereka yang senang membaca firman Allah, merenungkannya dan berusaha untuk menaatinya, akan mengalami pimpinan dan berkat Allah dalam kehidupan mereka (Mazmur 1:1-3). Firman itu menyatakan pikiran Allah, karena itu kita harus mempelajarinya. Firman itu menyatakan isi hati Allah, karena itu kita harus mengasihinya. Firman itu menyatakan kehendak Allah, karena itu kita harus hidup sesuai dengan firman-nya. Seluruh keberadaan kita pikiran, kehendak dan perasaan kita haruslah dikendalikan oleh firman Allah. Maka dengan pengenalan yang demikianlah, setiap-anak Tuhan dapat menjaga kehidupannya tetap kudus sesuai dengan kehendak Allah.
Hidup kudus adalah anugerah Tuhan. Hidup kudus merupakan akibat perubahan status dari orang yang belum percaya menjadi anak Tuhan dan menjadi dasar hidup orang percaya. Kristen adalah umat tebusan Allah yang telah dilahirkan kembali karena pengorbanan Kristus yang telah mati di kayu salib. Inilah penebusan yang mahal, yang tidak mungkin dibayar dengan apa pun juga, selain dengan darah Yesus Sang Putra Allah.
Sebab faktanya adalah, Allah adalah hakim sejati yang akan menghakimi seluruh manusia. Dikatakan: “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi sema orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini (ayat 17). Sebagai anak-anak Allah, kita perlu bersikap serius tentang dosa dan kehidupan yang kudus. Bapa sorgawi kita adalah Bapa yang kudus (Yohanes 17:11) dan adil (Yohanes 17:25). Karenanya Ia tidak akan kompromi dengan dosa. Bagaimana pun juga, dosalah yang telah menyebabkan Bapa mengutus anak-Nya yang tunggal untuk mati di atas kayu salib. Sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya diberi hak untuk memanggil Allah sebagai Bapanya (Galatia 4:6). Jika kita memanggil Allah sebagai “Bapa” maka kita hendaknya memancarkan sifat-sifat-Nya.
Saudara, penghakiman yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah penghakiman atas pekerjaan seorang percaya. Penghakiman ini tidak ada hubungannya dengan keselamatan, kecuali bahwa keselamatan perlu menghasilkan perbuatan baik (Titus 1:16; 2:7, 12). Melihat fakta bahwa Allah Bapa dengan penuh kasih mendisiplin anak-anak-Nya pada masa ini, dan Ia akan menghakimi perbuatan mereka ada masa yang akan datang, kita hendaknya menanamkan sikap takut terhadap Tuhan, dengan menaruh hormat yang selayaknya terhadap Allah. Kesadaran akan kenyataan bahwa Allah adalah Hakim bagi kita seharusnya membawa kita untuk hidup lebih berhati-hati dan saleh. Sebab demikianlah firman Tuhan berkata “Orang bijaksana dikenal melalui apa dan siapa yang ditakuti olehnya (Matius 10:28).
Ayat 18-19 berbicara tentang anugerah Allah dalam Yesus Kristus yang merelakan diri-Nya sebagai korban penghapusan dosa yang sangat mahal. Darah Yesus Kristus adalah satu-satunya harga penebusan manusia dan penebusan manusia itu nyata, bukan kiasan. Kita dibeli dengan harga, dan harga itu sepadan dengan pembeliannya, sebab itu adalah darah Yesus yang mulia.
Istilah “mahal” yang dipakai dalam pembahasan ini adalah “Timios,” yang sekaligus menjadi ciri khas dari Petrus. Dan ini adalah bukti dari kasih Allah kepada manusia, sehinga iman dan pengharapan kita hanya tertuju kepada Allah. Kasih Allah adalah alasan utama untuk mencapai kehidupan yang kudus. Kasih Allah merupakan satu alasan mengapa Tuhan kita menetapkan Perjamuan Kudus, yaitu supaya secara terus menerus umat-Nya mengingat bahwa Ia telah mati bagi mereka. Petrus menjelaskan bahwa kematian Kristus adalah suatu janji, bukan suatu kebetulan: Karena kematian-Nya itu telah direncanakan sebelum dunia ini dijadikan (Kisah 2:23). Bagaimana ketidakberdosaan sempurna dari Sang Anak Domba, penderitaan-nya yang seharusnya ditanggung oleh manusia, menjadi landasan bagi suatu cara menilai yang baru dan sorgawi.
Dari sudut pandang manusiawi, Tuhan kita dibunuh dengan kejam; tetapi dari sudut pandang Ilahi, Ia menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus orang-orang berdosa (Yohanes 10:17-18).
Karena itu rancangan Kristus dalam menumpahkan darah-Nya yang paling berharga adalah untuk menebus kita, bukan hanya dari kesengsaraan kekal di akhirat, melainkan juga dari perilaku atau hidup yang sia-sia di dunia ini.
Saudara, penderitaan Kristus bukan suatu keadaan darurat. Penderitaan tersebut merupakan rencana Allah yang terbaik mengingat dosa manusia. Kenyataan ini akan sangat menghibur orang-orang kudus yang kini mulai mengalami penderitaan.
Setelah menyebutkan harga penebusan, Rasul Petrus melanjutkan dengan berbicara tentang beberapa hal yang berkaitan baik dengan Sang Penebus maupun yang ditebus-Nya (ayat 20-21).
Perhatikan frase “Yang telah dipilih sebelum dunia dijadikan” Artinya kita telah dipilih atau ditetapkan oleh Allah yang sudah tahu sebelumnya. Jika Allah mengetahui sebelumnya tentang apa yang akan dipilih-Nya, menunjukkan kepada kita tentang suatu kehendak, keputusan bahwa apa yang akan terjadi itu adalah pasti (Kisah 2:23). Allah tidak saja sudah mengetahui sebelumnya, tetapi juga menentukan dan menetapkan, bahwa Anak-Nya harus mati bagi manusia, dan ketetapan ini sudah ada sebelum dunia dijadikan. Waktu dan dunia dimulai bersama-sama, sebelum waktu dimulai, tidak ada apa-apa selain dari kekekalan.
Ayat 22-25 berbicara tentang bagaimana sebagai manusia yang telah menyucikan diri mengamalkan kasih persaudaraan dengan tulus ikhlas. Karena kamu telah menyucikan dirimu. Petrus mengacu kepada kesungguhan dari pertobatan mereka. Suatu kenyataan yang disadari oleh para pembacanya.
Kelahiran kita yang pertama kali adalah kelahiran secara “daging” dan daging itu dapat binasa. Apa pn juga yang dilahirkan secara daging pasti akan mati dan hancur. Hal ini menerangkan mengapa umat manusia tidak dapat bernaung dalam satu kesatuan peradaban: karena semuanya berdasarkan pada kedagingan dan pasti akan hancur berantakan.
Sebab sebagai orang percaya kita telah dilahirkan kembali melalui Firman-Nya. Dan firman Allah adalah kekal. Firman Allah adalah sarana agung bagi pembaharuan diri atau kelahiran kembali (Yakobus 1:18). Secara garis besar Firman Tuhan di saat ini hendak mengingatkan kita sekalian sebagai orang percaya yang mengaku diri kita sebagai para pengikut Kristus bahwa ketika kita mengaku kita adalah orang Kristen maka di dalam pengakuan tersebut ada tanggung jawab yang besar yang harus kita pikul dan kita buktikan sebagai wujud nyata iman kita kepada Allah di dalam Kristus. Kasih persaudaraan orang Kristen harus disalurkan kepada saudara-saudaranya dengan hati yang tulus, jujur, dan teguh. Semuanya terjadi karena ia adalah ciptaan yang baru, yang diciptakan bukan dari kefanaan namun ketidakfanaan. Dia sudah dibentuk kembali.
Kelahiran yang baru dan kedua ini jauh lebih diinginkan dan luhur daripada kelahiran yang pertama. Hal ini diajarkan oleh Rasul Petrus dengan lebih memilih benih yang tidak fana daripada benih yang fana. Oleh benih yang fana kita menjadi anak-anak manusia, sedangkan oleh benih yang tidak fana kita menjadi putra dan putri Yang Mahatinggi
Dengan status baru ini, dimungkinkan baginya untuk hidup dalam dan demi kasih Kristus yang sempurna. Sebab apa buktinya kita mengatakan bahwa kita percaya kepada Allah kalau kita tidak mengasihi sebab Allah adalah kasih. Dan kalau kita mengatakan bahwa kita percaya kepada Allah tetapi kita tidak mempraktekkan kasih didalam hidup kita dengan hidup kudus dihadapan Allah, maka iman kita akan mati. Sebab Iman tanpa perbuatan pada hakekkatnya adalah mati (Yakobus 2:17b). Oleh sebab itu maka kita harus saling mengasihi satu dengan yang lain agar iman kita tidak menjadi mati. Dan ini membuktikan bahwa kita sungguh mengasihi Allah, dan hidup di dalam kekudusan dan persaudaraan dengan sesama.
Kaum muda yang saya kasihi,
Kalau kita memperhatikan kehidupan zaman yang semakin moderen seperti ini, rasa-rasanya sulit sekali kita mempraktekkan/ mewujudnyatakan kasih. Perkembangan zaman lebih menuntut kita serba cepat dan individual. Konkritnya bahwa dewasa ini kasih mulai memudar dari dalam kehidupan orang percaya. Manusia dewasa ini sedang didokrin bahwa dunia ada dalam genggaman kita. Sehingga secara sadar atau tidak sadar, kita mulai diseret untuk keluar dari dunia nyata kita dan beralih kepada dunia maya yang ada di dalam genggaman kita. Akibatnya, kita tidak lagi hidup bersosial dengan baik. Ibaratnya, kita memang berdekatan, tetapi dekat belum tentu satu pemikiran.
Dunia modern juga telah menyulap ibadah-ibadah yang seremonial dengan tayangan-tayangan streaming yang bisa disaksikan di mana saja. Sehingga orang mulai malas untuk ke gereja dan menguduskan hari Sabat. Padahal ketika kita mengatakan kita mengasihi Allah maupun sesama maka kita pasti akan selau menguduskan Sabat. Bisakah tayangan streaming khotbah online menggantikan ibadah seremonial? Kalau jawabanya adalah bisa, itu artinya kita sedang menolak firman yang disampaikan dalam Ibrani 10:25. Namun ironisnya bahwa Sabat memang sudah tidak lagi di indahkan oleh beberapa orang.
Dewasa ini juga kita melihat banyak sekali terjadi kasus pemerkosaan, pelecehan seks dan dekadensi moral, pencurian, KKN, penipuan, manupulasi, dll. Ini merupakan wujud nyata dari kedegilan hati orang percaya yang menganggap bahwa kasih hanyalah sebuah slogan tanpa harus diwujudnyatakan.
Kaum muda yang kekasih,
Biarlah melalui kebenaran firman Tuhan kali ini, mendorong kita untuk dapat mempertahankan kekudusan hidup sebagai orang-orang yang telah ditebus dengan mempraktekan kasih agar iman kita kepada Allah menjadi sempurna dan iman kita menjadi hidup agar ketika kita mengatakan kita mengasihi Allah saat itu kita menyatakan iman kita kepada Allah sebab iman kita adalah iman yang hidup yang dilandasi dengan kasih baik kepada Allah maupun sesama. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar