PANGGILAN HIDUP KUDUS DAN MENERAPKAN KASIH PERSAUDARAAN
1 Petrus 1:13-25
Kaum
muda yang saya kasihi di dalam Tuhan,
Panggilan
kita sebagai orang yang telah menerima penebusan Allah adalah kita diharapkan dapat
menjaga kekudusan hidup dan kasih persaudaraan di dalam kehidupan kita
sehari-hari. Sebab setuju atau tidak, Allah menuntut adanya satu perbedaan yang
sangat mencolok, yang seharusnya dapat dipersembahkan oleh setiap orang yang
mengaku dirinya sebagai orang Kristen.
Saudara,
dewasa ini ada banyak orang yang mengatakan bahwa ia adalah orang Kristen. Namun
dalam prakteknya, dalam kehidupan sehari-hari mereka, kehidupan mereka jauh
dari apa yang diharapkan Tuhan bagi mereka. Fakta di lapangan kita melihat tidak
semua orang mampu menyatakan kehidupannya sebagai cerminan dari apa yang
dikehendaki oleh Kristus. Padahal saudara, kalau kita melihat kembali arti dari
kekristen, Kristen sendiri berarti adalah pengikut Kristus, murid dari Kristus,
umat kepunyaan Allah (Band. Kisah 11:26).
Saudara,
pertanyaan kita, mengapa saudara ada banyak orang Kristen yang hidupnya tidak
mencerminkan kekristenan yang sesungguhnya? Apakah karena tekanan dunia yang
terlalu hebat, sehingga orang yang mengaku diri sebagai orang Kristen, tidak
sanggup memenuhi standart yang ditetapkan Allah? Sehinga tuntutan ini adalah
sebuah tuntutan yang muluk-muluk, sebuah tuntutan yang sulit dicapai oleh
seorang Kristen yang sejati.
Saya
rasa tidak demikian saudara! Sebab keberhasilan kita dalam menjalani panggilan
kekristenan, bukan terletak dari kekuatan kita semata, yang walaupun di
dalamnya Allah memberikan kesempatan bagi kita untuk turut mengambil bagian
dalam mengerjakan keselamatan kita. Tetapi keberhasilan kita, lebih banyak
ditentukan oleh pimpinan Allah di dalam kehidupan orang-orang percaya.
Bagaimana
pun juga saudara, memang tidak mudah menjalani hidup di dalam dunia ini sambil
mempertahankan kehidupan yang kudus. Lingkungan di sekitar kita yang dikatakan
Alkitab sebagai “dunia,” selalunya
menekan kita, mencobai kita supaya kita dapat menyerupai dunia. Namun tetap, bukan
berarti hal itu tidak bisa dilakukan!
Karena
itu saudara, melalui perenungan kita malam ini, saya mengajak kita untuk
merenungkan bagaimana seharusnya kita berperan aktif dalam menjaga kekudusan hidup
dan kasih persaudaraan di dalam dunia yang berdosa ini. Apa yang harus kita
persiapkan sebagai langkah kita untuk menuju kehidupan yang dikehendaki Tuhan?
Saudara
mari kita perhatikan langkah-langkah yang harus dipersiapkan. Dalam ayat 13 dijelaskan:
“Sebab itu
siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya
atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus
Kristus.”
Perhatikan
frase “Sebab
itu siapkanlah akal budimu…” Ini adalah frase yang membutuhkan
perhatian khusus dari setiap pembaca, bahwa meskipun keadaan diluar tidak
pernah kita duga, namun kita mesti mempersiapkan sebuah strategi untuk
melawannya. Jadi Petrus seolah-olah ingin mengingatkan setiap orang percaya
untuk memiliki kesiapan diri yang baik, kita dituntut untuk menyiapkan akal
budi, segenap perhatian kita dalam menghadapi tantangan dunia.
Pernyataan
ini juga sama artinya kita dituntut untuk dapat mengendalikan pikiran, atau
memiliki pikiran yang terlatih sebelum kita menghadapi tantangan dunia. Saudara
rupanya, untuk menjadi seorang Kristen yang sejati, bukan hanya dituntut untuk
percaya kepada Yesus lalu selesailah pekerjaan kita. Tidak saudara! Selama kita
masih hidup di dalam dunia ini, ada tugas yang harus kita persiapkan, yaitu
kita perlu melatih diri menyiapkan akal budi kita, dengan jalan belajar akan
firman Allah.
Saudara
dengan kita melatih diri untuk belajar, dengan melatih akal budi kita dalam
firman Tuhan, membuat kita lebih siap menghadapi kenyataan hidup. Sebab melalui
firman Tuhanlah kita mengetahui apa yang baik, apa yang berkenan kepada Allah
dan yang sempurna. Sehingga dengan semuanya itu, akal pikiran kita menjadi
terlatih untuk membedakan mana yang dikehendaki Tuhan dan mana yang tidak dikehendaki
Tuhan.
Yang
berikutnya adalah kita bukan hanya perlu memiliki pikiran yang terkendali,
tetapi kita juga dituntut untuk memiliki pikiran yang waspada. Kata “waspadalah”
merupakan nasihat untuk menilai fakta-fakta yang ada dengan wajar tanpa emosi
dan kepanikan yang berlebihan. Kata ini berarti “tenang, mantap, terkendali dalam
mempertimbangkan persoalan-persoalan.” Kata ini diulang kembali
dalam pasal 4:7; 5:8.
Kata
ini juga mengandung arti bahwa kita dituntut untuk dapat dengan seksama
memperhatikan kemungkinan dari bahaya dan musuh rohani yang bakal menyerang
kita. Karena itu pekerjaan utama orang Kristen yang pertama adalah pada kesiapannya
untuk mengatur dengan benar hati dan pikirannya. Kewaspadaan membawa kita untuk
tetap berjaga-jaga dan tidak lengah terhadap setiap tantangan zaman. Sebab benarlah
firman Tuhan yang mengatakan: “Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke
dalam pencobaan: roh memang penurut tetapi daging lemah” (Matius 26:41).
Yang
berikutnya saudara, perhatikan frase “Letakkanlah pengharapan seluruhnya atas kasih karunia
yang dianugerahkan kepadamu.” Saudara kita dituntut untuk memiliki
pengharapan yang utuh kepada Kristus. Dan tindakan ini menuntut adanya
ketekunan di dalam menjalankannya.
Saudara,
dengan menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali akan menguatkan iman dan
pengharapan kita pada masa-masa kesukaran, dan hal ini memberikan lebih banyak
lagi kasih karunia Allah kepada kita. Sebab kita tahu, bahwa masa depan kita
sudah pasti berada di tangan Tuhan Yesus.
Sekarang
kita beralih pada ayat 14-16 yang berbicara tentang bagaimana kita menjaga
kekudusan hidup kita agar jangan sampai kita terbawa hawa nafsu.
Mari kita perhatikan frase “Sebagai anak-anak yang taat” (ayat 14).
Perkataan ini dapat dipandang sebagai pedoman hidup kudus, baik yang bersifat
menegaskan, yakni “Kamu harus hidup sebagai anak-anak yang taat, seperti
orang-orang yang sudah diangkat Allah menjadi anggota keluarga-Nya dan
diperbaharui oleh anugerah-Nya.” Atau perkataan ini dapat juga dipandang
sebagai alasan untuk mendesak mereka supaya hidup kudus dengan menimbang siapa
mereka sekarang, yaitu anak-anak yang taat, dan siapa mereka pada waktu mereka
hidup menuruti hawa nafsu dan kebodohan.
Sebaliknya
“tetapi
hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang
kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku
kudus” (1 Petrus 1:15-16).
Argumentasinya
sangat sederhana dan masuk akal. Anak-anak biasanya mewarisi sifat-sifat orang
tua mereka. Allah itu kudus; karena itu sebagai anak-anak-Nya, kita hendaknya
hidup kudus. Kita adalah orang-orang yang “mengambil
bagian dalam kodrat ilahi” (2 Petrus 1:4) dan patut menyatakan sifat
ilahi itu melalui kehidupan kita yang saleh.
Kalimat
ini secara harfiah berkata: “janganlah kamu menjadi serupa” dengan “hawa nafsu
daging yang dahulu.” Kalimat ini sama dengan yang dinyatakan Paulus
dalam Roma
12:2, yang mengatakan: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi
berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Dari sini kita memahami bahwa keinginan hidup seorang Kristen sudah diubah:
tetapi jika orang Kristen itu sendiri tidak waspada maka dia tetap saja bisa “diseret dan
dipikat oleh keinginannya sendiri yang jahat” (Yakobus 1:14).
Yang
menarik dalam ayat ini saudara, bahwa penyebab dari semua ini adalah kebodohan
yang menyebabkan mereka hidup menuruti hawa nafsu. Orang-orang yang belum
diselamatkan kurang memiliki pengetahuan rohani dan hal ini menyebabkan mereka
menyerahkan kepada segala keinginan daging dan kesenangan duniawi.
Dalam
1 Yohanes 1:5
dijelaskan bahwa, “Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak
ada kegelapan.” Pernyataan ini berkenaan dengan keadaan Allah, bukan
dengan apa yang dilakukan oleh-Nya. Jadi, terang adalah kodrat Allah sendiri.
Dan kekudusan merupakan ide utamanya. Anugerah Allah dalam memanggil orang
berdosa merupakan ajakan yang kuat untuk hidup kudus. Justru suatu perkenanan
yang besar jika kita berhasil dipanggil oleh anugerah Ilahi untuk keluar dari
keadaan dosa dan kesengsaraan ke dalam keadaan dimana kita memiliki semua
berkat dari Perjanjian Baru.
Allah
itu kudus, dan apa yang berlaku bagi Allah juga harus berlaku bagi umat-Nya. Kekudusan
Allah merupakan bagian yang penting dari sifat-Nya. Kekudusan apa pun yang kita
miliki dalam tabiat dan kelakuan kita pasti berasal dari Dia.
Kata
“kudus”
yang dipakai di sini adalah “hagios” yang artinya berbeda. Bait Allah
hagios karena ia berbeda dengan rumah yang lain. Hari Sabat hagios karena
berbeda dengan hari yang lain. Allah itu kudus, dan apa yang berlaku bagi Allah
juga berlaku bagi umat-Nya. Kekudusan mengandung pengertian terpisah dari
cara-cara fasik dunia dan dipisahkan untuk mengasihi, melayani dan menyembah
Allah (Imamat 11:44). Kekudusan adalah sasaran dan maksud pemilihan kita di
dalam Kristus. Itu berarti menjadi serupa dengan Allah dan mengabdi kepada-Nya
sementara hidup untuk menyenangkan-Nya. Status berbeda perlakuan berbeda pula.
Demikianlah gereja dan orang Kristen. Dia punya status berbeda dan oleh karena
itu prilakunya berbeda pula.
Kehidupan
kudus itu dapat terjadi ketika seseorang memiliki akal budi yang sehat dan
hidup di dalam pengharapan akan Tuhan. Umat perlu mewaspadai hawa nafsu di
dalam dirinya yang dapat membuat mereka jatuh ke dalam dosa. Kita perlu menjaga
kekudusan hidup karena kita adalah ciptaan Allah, gambar dan rupa Allah – Allah
yang Maha Kudus. Menjaga kekudusan menjadi penting karena sebagai umat percaya,
kita telah ditebus oleh Tuhan. Firman Allah mengerjakan pelayanan pengudusan
dalam kehidupan orang-orang percaya yang penuh pengabdian (Yohanes 17:17).
Dari
sini kita melihat saudara, bahwa mereka yang senang membaca firman Allah,
merenungkannya dan berusaha untuk menaatinya, akan mengalami pimpinan dan
berkat Allah dalam kehidupan mereka (Mazmur 1:1-3). Firman itu menyatakan
pikiran Allah, karena itu kita harus mempelajarinya. Firman itu menyatakan isi
hati Allah, karena itu kita harus mengasihinya. Firman itu menyatakan kehendak
Allah, karena itu kita harus hidup sesuai dengan firman-nya. Seluruh keberadaan
kita pikiran, kehendak dan perasaan kita haruslah dikendalikan oleh firman
Allah. Maka dengan pengenalan yang demikianlah, setiap-anak Tuhan dapat menjaga
kehidupannya tetap kudus sesuai dengan kehendak Allah.
Hidup
kudus adalah anugerah Tuhan. Hidup kudus merupakan akibat perubahan status dari
orang yang belum percaya menjadi anak Tuhan dan menjadi dasar hidup orang
percaya. Kristen adalah umat tebusan Allah yang telah dilahirkan kembali karena
pengorbanan Kristus yang telah mati di kayu salib. Inilah penebusan yang mahal,
yang tidak mungkin dibayar dengan apa pun juga, selain dengan darah Yesus Sang
Putra Allah.
Sebab
faktanya adalah, Allah adalah hakim sejati yang akan menghakimi seluruh manusia.
Dikatakan: “Dan
jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi
sema orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan
selama kamu menumpang di dunia ini” (ayat 17). Sebagai anak-anak
Allah, kita perlu bersikap serius tentang dosa dan kehidupan yang kudus. Bapa
sorgawi kita adalah Bapa yang kudus (Yohanes 17:11) dan adil (Yohanes 17:25).
Karenanya Ia tidak akan kompromi dengan dosa. Bagaimana pun juga, dosalah yang
telah menyebabkan Bapa mengutus anak-Nya yang tunggal untuk mati di atas kayu
salib. Sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya diberi hak untuk memanggil
Allah sebagai Bapanya (Galatia 4:6). Jika kita memanggil Allah sebagai “Bapa”
maka kita hendaknya memancarkan sifat-sifat-Nya.
Saudara,
penghakiman yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah penghakiman atas
pekerjaan seorang percaya. Penghakiman ini tidak ada hubungannya dengan
keselamatan, kecuali bahwa keselamatan perlu menghasilkan perbuatan baik (Titus
1:16; 2:7, 12). Melihat fakta bahwa Allah Bapa dengan penuh kasih mendisiplin
anak-anak-Nya pada masa ini, dan Ia akan menghakimi perbuatan mereka ada masa
yang akan datang, kita hendaknya menanamkan sikap takut terhadap Tuhan, dengan
menaruh hormat yang selayaknya terhadap Allah. Kesadaran akan kenyataan bahwa
Allah adalah Hakim bagi kita seharusnya membawa kita untuk hidup lebih
berhati-hati dan saleh. Sebab demikianlah firman Tuhan berkata “Orang bijaksana
dikenal melalui apa dan siapa yang ditakuti olehnya (Matius 10:28).
Ayat
18-19 berbicara tentang anugerah Allah dalam Yesus Kristus yang merelakan
diri-Nya sebagai korban penghapusan dosa yang sangat mahal. Darah Yesus Kristus
adalah satu-satunya harga penebusan manusia dan penebusan manusia itu nyata,
bukan kiasan. Kita dibeli dengan harga, dan harga itu sepadan dengan
pembeliannya, sebab itu adalah darah Yesus yang mulia.
Istilah
“mahal”
yang dipakai dalam pembahasan ini adalah “Timios,” yang sekaligus menjadi ciri khas dari
Petrus. Dan ini adalah bukti dari kasih Allah kepada manusia, sehinga iman dan
pengharapan kita hanya tertuju kepada Allah. Kasih Allah adalah alasan utama
untuk mencapai kehidupan yang kudus. Kasih Allah merupakan satu alasan mengapa Tuhan
kita menetapkan Perjamuan Kudus, yaitu supaya secara terus menerus umat-Nya
mengingat bahwa Ia telah mati bagi mereka. Petrus menjelaskan bahwa kematian
Kristus adalah suatu janji, bukan suatu kebetulan: Karena kematian-Nya itu
telah direncanakan sebelum dunia ini dijadikan (Kisah 2:23). Bagaimana ketidakberdosaan
sempurna dari Sang Anak Domba, penderitaan-nya yang seharusnya ditanggung oleh
manusia, menjadi landasan bagi suatu cara menilai yang baru dan sorgawi.
Dari
sudut pandang manusiawi, Tuhan kita dibunuh dengan kejam; tetapi dari sudut
pandang Ilahi, Ia menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus orang-orang berdosa
(Yohanes 10:17-18).
Karena
itu rancangan Kristus dalam menumpahkan darah-Nya yang paling berharga adalah
untuk menebus kita, bukan hanya dari kesengsaraan kekal di akhirat, melainkan
juga dari perilaku atau hidup yang sia-sia di dunia ini.
Saudara,
penderitaan Kristus bukan suatu keadaan darurat. Penderitaan tersebut merupakan
rencana Allah yang terbaik mengingat dosa manusia. Kenyataan ini akan sangat
menghibur orang-orang kudus yang kini mulai mengalami penderitaan.
Setelah
menyebutkan harga penebusan, Rasul Petrus melanjutkan dengan berbicara tentang
beberapa hal yang berkaitan baik dengan Sang Penebus maupun yang ditebus-Nya
(ayat 20-21).
Perhatikan
frase “Yang
telah dipilih sebelum dunia dijadikan” Artinya kita telah dipilih
atau ditetapkan oleh Allah yang sudah tahu sebelumnya. Jika Allah mengetahui
sebelumnya tentang apa yang akan dipilih-Nya, menunjukkan kepada kita tentang
suatu kehendak, keputusan bahwa apa yang akan terjadi itu adalah pasti (Kisah
2:23). Allah tidak saja sudah mengetahui sebelumnya, tetapi juga menentukan dan
menetapkan, bahwa Anak-Nya harus mati bagi manusia, dan ketetapan ini sudah ada
sebelum dunia dijadikan. Waktu dan dunia dimulai bersama-sama, sebelum waktu
dimulai, tidak ada apa-apa selain dari kekekalan.
Ayat
22-25 berbicara tentang bagaimana sebagai manusia yang telah menyucikan diri
mengamalkan kasih persaudaraan dengan tulus ikhlas. Karena kamu telah
menyucikan dirimu. Petrus mengacu kepada kesungguhan dari pertobatan mereka.
Suatu kenyataan yang disadari oleh para pembacanya.
Kelahiran
kita yang pertama kali adalah kelahiran secara “daging” dan daging itu dapat
binasa. Apa pn juga yang dilahirkan secara daging pasti akan mati dan hancur.
Hal ini menerangkan mengapa umat manusia tidak dapat bernaung dalam satu
kesatuan peradaban: karena semuanya berdasarkan pada kedagingan dan pasti akan
hancur berantakan.
Sebab
sebagai orang percaya kita telah dilahirkan kembali melalui Firman-Nya. Dan
firman Allah adalah kekal. Firman Allah adalah sarana agung bagi pembaharuan
diri atau kelahiran kembali (Yakobus 1:18). Secara garis besar Firman Tuhan di saat
ini hendak mengingatkan kita sekalian sebagai orang percaya yang mengaku diri
kita sebagai para pengikut Kristus bahwa ketika kita mengaku kita adalah orang
Kristen maka di dalam pengakuan tersebut ada tanggung jawab yang besar yang
harus kita pikul dan kita buktikan sebagai wujud nyata iman kita kepada Allah
di dalam Kristus. Kasih persaudaraan orang Kristen harus disalurkan kepada
saudara-saudaranya dengan hati yang tulus, jujur, dan teguh. Semuanya terjadi
karena ia adalah ciptaan yang baru, yang diciptakan bukan dari kefanaan namun
ketidakfanaan. Dia sudah dibentuk kembali.
Kelahiran
yang baru dan kedua ini jauh lebih diinginkan dan luhur daripada kelahiran yang
pertama. Hal ini diajarkan oleh Rasul Petrus dengan lebih memilih benih yang
tidak fana daripada benih yang fana. Oleh benih yang fana kita menjadi
anak-anak manusia, sedangkan oleh benih yang tidak fana kita menjadi putra dan
putri Yang Mahatinggi
Dengan
status baru ini, dimungkinkan baginya untuk hidup dalam dan demi kasih Kristus
yang sempurna. Sebab apa buktinya kita mengatakan bahwa kita percaya kepada
Allah kalau kita tidak mengasihi sebab Allah adalah kasih. Dan kalau kita
mengatakan bahwa kita percaya kepada Allah tetapi kita tidak mempraktekkan
kasih didalam hidup kita dengan hidup kudus dihadapan Allah, maka iman kita
akan mati. Sebab Iman tanpa perbuatan pada hakekkatnya adalah mati (Yakobus 2:17b).
Oleh sebab itu maka kita harus saling mengasihi satu dengan yang lain agar iman
kita tidak menjadi mati. Dan ini membuktikan bahwa kita sungguh mengasihi
Allah, dan hidup di dalam kekudusan dan persaudaraan dengan sesama.
Kaum
muda yang saya kasihi,
Kalau
kita memperhatikan kehidupan zaman yang semakin moderen seperti ini,
rasa-rasanya sulit sekali kita mempraktekkan/ mewujudnyatakan kasih. Perkembangan
zaman lebih menuntut kita serba cepat dan individual. Konkritnya bahwa dewasa
ini kasih mulai memudar dari dalam kehidupan orang percaya. Manusia dewasa ini
sedang didokrin bahwa dunia ada dalam genggaman kita. Sehingga secara sadar
atau tidak sadar, kita mulai diseret untuk keluar dari dunia nyata kita dan
beralih kepada dunia maya yang ada di dalam genggaman kita. Akibatnya, kita
tidak lagi hidup bersosial dengan baik. Ibaratnya, kita memang berdekatan,
tetapi dekat belum tentu satu pemikiran.
Dunia
modern juga telah menyulap ibadah-ibadah yang seremonial dengan
tayangan-tayangan streaming yang bisa disaksikan di mana saja. Sehingga orang
mulai malas untuk ke gereja dan menguduskan hari Sabat. Padahal ketika kita
mengatakan kita mengasihi Allah maupun sesama maka kita pasti akan selau
menguduskan Sabat. Bisakah tayangan streaming khotbah online menggantikan
ibadah seremonial? Kalau jawabanya adalah bisa, itu artinya kita sedang menolak
firman yang disampaikan dalam Ibrani 10:25. Namun ironisnya bahwa Sabat memang sudah
tidak lagi di indahkan oleh beberapa orang.
Dewasa
ini juga kita melihat banyak sekali terjadi kasus pemerkosaan, pelecehan seks
dan dekadensi moral, pencurian, KKN, penipuan, manupulasi, dll. Ini merupakan
wujud nyata dari kedegilan hati orang percaya yang menganggap bahwa kasih
hanyalah sebuah slogan tanpa harus diwujudnyatakan.
Kaum
muda yang kekasih,
Biarlah
melalui kebenaran firman Tuhan kali ini, mendorong kita untuk dapat mempertahankan
kekudusan hidup sebagai orang-orang yang telah ditebus dengan mempraktekan
kasih agar iman kita kepada Allah menjadi sempurna dan iman kita menjadi hidup
agar ketika kita mengatakan kita mengasihi Allah saat itu kita menyatakan iman
kita kepada Allah sebab iman kita adalah iman yang hidup yang dilandasi dengan
kasih baik kepada Allah maupun sesama. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar