MERESPONS PANGGILAN TUHAN
Kisah Para Rasul 22:1-22
Sidang
jemaat yang kekasih,
Setiap
orang terpanggil untuk pergi bersaksi, tetapi hanya sedikit orang Kristen yang
bersaksi karena merasa tidak mudah melakukannya. Bila kita mengalami kesulitan
demikian, kita dapat belajar dari cara Paulus bersaksi tentang Tuhan Yesus
kepada orang Yahudi yang telah menganiaya dia.
Peristiwa
ini dilatarbelakangi oleh kerusuhan yang terjadi di Mesir, dimana akibat
pemberontakan itu terjadilah kekacauan di sekitar Yerusalem. Ada sekitar empat
ribu pengacau yang melarikan diri ke padang gurun. Dan mereka menyangka Paulus
adalah pemimpin dari pemberontakan itu (21:38). Namun Paulus menegaskan bahwa
Ia adalah orang Yahudi, dari Tarsus, warga dari kota yang terkenal di Kilikia
(sekarang bernama Turki); karena itu dia meminta supaya ia dapat diperbolehkan
berbicara kepada orang banyak yang memenuhi ruangan persidangan.
Setelah
kepala pasukan memastikan bahwa Paulus bukan pemberontak, Paulus dapat bersaksi
kepada orang banyak. Di atas sebuah tangga ia memberi isyarat dengan tangannya,
dan ia mulai berbicara dalam bahasa Ibrani sehingga seketika itu suasana mulai
menjadi tenang. (21:39-40). Perkenalan diri Paulus yang sopan dikombinasikan
dengan bahasa Ibraninya yang fasih dan fakta bahwa beberapa diantara orang
banyak itu mengenal dia atau tahu tentang dia, sehingga secara mengejutkan langsung
menyebabkan rasa tenang. Hal ini dimungkinkan karena disatu sisi mereka ingin
mendengar apa yang akan Paulus katakan, tetapi disisi yang lain adalah
kesempatan mengajar yang sempurna untuk para pemimpin Yahudi. Meskipun Paulus
tidak sempat menyelesaikan pembicaraannya, tetapi ia telah berhasil menjelaskan
tiga aspek penting dalam hidup dan pelayanannya:
1. Paulus menjelaskan latar belakang kehidupannya (Ayat 3-5).
Ia
memulai kesaksiannya dengan menyapa orang banyak dengan sangat sopan dalam
bahasa Ibrani. Ia berkata: “Saudara-saudara dan bapak/bapak yang terhormat dengarlah
apa yang hendak kusampaikan kepadamu sebagai pembelaan diri” (Ayat 1). Melalui kalimatnya ini Paulus hendak menyatakan
solidaritasnya sebagai orang Yahudi dengan bangsa Yahudi.
Kemudian
ia mulai menceritakan latar belakangnya sebelum mengenal Kristus. Bahwa ia terlahir
sebagai orang Yahudi di satu kota yang terkenal yang bernama Tarsus, tepatnya
di daerah Kilikia tetapi dibesarkan di Yerusalem. Kota ini merupakan salah satu
kota pelabuhan terbesar di Meditarian, terletak di muara Sungai Sidnus dan
menjadi tempat pertemuan jalan yang melewati Asia Kecil dan Efrat.
Sebagai
seorang Yahudi, ia hidup mengikuti tradisi orang Yahudi dan menjadi seorang Farisi
(Kisah 23:6). Semasa mudanya ia dididik di Tarsus, di sekolah terbesar bagi
para rabi liberal, yang bernama Hillel. Dibawah bimbingan Gamaliellah, ia diajarkan
secara mendalam tentang agama Yahudi sesuai ajaran mazhab Farisi (Kisah 22:3;
26:4; Galatia 1:14; Filipi 3:5). Gamaliel adalah seorang rabi yang sangat di
hormati (Kisah 5:34-40). Jadi Paulus adalah seorang Farisi dan menjadi seorang
yang giat bekerja pada saat itu. Tentang semuanya ini, Paulus ingin menjelaskan
bahwa sesungguhnya ia sama dengan orang-orang itu.
Sebab
itu, ia menganiaya para pengikut Jalan Tuhan, yang dia anggap menentang Hukum
Taurat. Maka banyak pengikut Tuhan yang menderita siksaan dan mati di
tangannya. Terlebih lagi ia adalah seorang utusan Sanhedrin. Sehingga dengan
reputasinya yang dikenal oleh banyak orang itu, paling tidak ada aura otoritas
yang terasa dalam pembicaraan itu. Karena itu ia berkata: “Tentang hal itu baik Imam Besar maupun
Majelis tua-tua dapat memberi kesaksian. Dari mereka aku telah membawa
surat-surat untuk saudara-saudara di Damsyik dan aku telah pergi ke sana untuk
menangkap penganut-penganut Jalan Tuhan, yang terdapat juga di situ dan membewa
mereka ke Yerusalem untuk dihukum” (ayat 5).
Dengan pernyataan ini ia ingin berkata bahwa ia tadinya lebih keras
melawan aliran baru itu daripada mereka semuanya. Tetapi justru ia bertobat
dari perbuatan ini, ya ia mau tidak mau harus bertobat.
2. Paulus menjelaskan pertobatan-nya yang luar biasa (Ayat 6-16).
Lukas
mencatat pengalaman pertobatan Paulus dalam tiga pasal yang berbeda dan dalam
situasi yang berbeda pula, yakni dalam pasal 9, dan mengulanginya kemudian di
hadapan Feliks dan Agripa (26:1-32). Sekarang ini dalam situasi yang sulit
dibayangkan ia berbicara kepada orang-orang Yahudi. Disini ia menjelaskan bahwa
kehidupannya berubah setelah dia bertemu dengan Yesus. Hal ini berlangsung saat
dalam perjalanannya ke Damsyik untuk menganiaya para pengikut Tuhan. Waktu itu,
“kira-kira
pada tengah hari” Tuhan Yesus
menampakkan diriNya dalam cahaya yang menyilaukan mata dan Ia “menjatuhkan” Paulus dari puncak kesombongannya. Saat
didengarnya suara yang berkata kepadanya: “Saulus Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?”
Jawabnya: Siapakah Engkau, Tuhan? Kata-Nya: Akulah Yesus, orang Nazaret, yang
kauaniaya itu” Ayat 7-8). Ini merupakan bentuk kesaksian yang khas
dari Paulus. Bagi Paulus panggilannya lewat wahyu khusus dari Kristus yang
telah bangkit memberinya nilai kedudukan rasul yang sama dengan para rasul
terdahulunya (2 Korintus 10:1-13; Galatia 1:1-2:21).
Karenanya
ia bertanya kepada Tuhan: “Tuhan, apakah yang harus kuperbuat? Kata Tuhan
kepadanya: Bangkitlah dan pergilah ke Damsyik. Disana akan diberitahukan
kepadamu segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu” (Ayat 10).
Dan
seketika itu juga Paulus tidak dapat melihat, karena sinar yang menyilaukan,
sehingga ia harus dituntun oleh para pengikutnya hingga ke Damsyik. Tiga hari
lamanya Paulus mengalami kebutaan fisik, namun meskipun Paulus menjadi buta
secara fisik, tetapi ia telah melihat Kristus dengan mata rohaninya. Kemudian
melalui bimbingan Ananias yang terkenal saleh menurut Hukum Taurat, yang
dikatakan baik oleh semua orang yang tinggal dilingkungannya (12), Paulus dapat
melihat kembali. Disini Paulus berbicara tentang Ananias sendiri, dalam ayat
13-16 ia berbicara dengan hati-hati tentang perbuatan-perbuatan dan
perkataan-perkataan Ananias. Mula-mula tentang mujizat kesembuhan yang menjadikan
Paulus dapat melihat. Bahwa Ananias ini memberitahukan kepada Paulus, bahwa Allah
telah memilihnya, supaya mengenal kehendak Tuhan. Pemakaian ungkapan “Allah nenek
moyang kita” menunjuk pula kepada
solidaritasnya dengan orang-orang Yahudi. Hanya dengan cara demikianlah seorang
Yahudi dapat berbicara. Fakta yang ditekankan Paulus adalah bahwa dia tidak
merusak iman leluhur mereka, tetapi memenuhinya.
Saudara,
orang-orang di zaman itu mengharapkan terjadinya mujizat, dan pasti mereka
terpesona oleh cerita Paulus (Kisah 23:9). Namun dari kisah yang dijelaskan
oleh Paulus, menegaskan satu hal bahwa Yesus Kristus itu hidup. Paulus telah
melihat kemuliaanNya dan mendengar suaraNya. Orang-orang yang mendengarkan di
dalam Bait Allah itu mengetahui bahwa pendapat resmi orang Yahudi adalah bahwa
Yesus dari Nazaret adalah seorang penipu ulung yang telah disalibkan dan
mayatNya telah dicuri dari dalam kubur oleh murid-muridNya yang kemudian
menyebarkan berita bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati (Band.
Matius 28:11-15). Tentu saja Paulus sendiri dulu juga memercayai cerita itu
ketika ia menganiaya jemaat Tuhan.
Dari
sini kita melihat, Paulus menekankan perbedaan mendasar antara dia dengan para
pendengarnya. Perbedaan mendasar itu adalah bahwa dia melihat Yesus sebagai
Juruselamat semua manusia, dan Allah sebagai Allah yang mengasihi semua
manusia. Sedangkan para pendengarnya melihat Allah sebagai Allah yang mengasihi
orang-orang Yahudi saja. Mereka mengharapkan hak-hak istimewa dari Allah,
ditujukan bagi mereka saja, dan menganggap manusia yang ada disekeliling mereka
sebagai orang-orang terkutuk. Perbedaan dengan Paulus ialah, bahwa Paulus telah
bertemu dengan Yesus, berhadapan muka. Jadi disatu sisi Paulus memposisikan
dirinya dengan para pendengarnya, tetapi disisi lain, ia menegaskan perbedaan
itu. Hal ini seperti orang Kristen. Dia tinggal di dalam dunia ini, tetapi
Allah telah memisahkan dan mengkhususkannya bagi suatu tugas khusus.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Kita
perhatikan, betapa bijaksananya Paulus ketika ia mengidentifikasikan dirinya
dengan Ananias, seorang Yahudi yang saleh, yang menaati Hukum Taurat, dan yang
memanggilnya “Saudaraku.”
Perhatikan juga bahwa Ananias menyatakan bahwa pengalaman Paulus yang luar
biasa itu berasal dari “Allah nenek moyang kita”. Dengan mengutip
Ananias, Paulus memberi dorongan kepada para pendengarnya untuk menerima
pengalaman keselamatan dan panggilannya untuk melayani. Sekarang Paulus diutus
oleh Allah untuk menyampaikan berita itu kepada “semua orang”. Ini tentunya
meliputi orang-orang non-Yahudi, tetapi Paulus baru mengatakannya kemudian. Semua
itu terjadi karena Tuhan memanggil Paulus untuk menjadi saksiNya bagi
bangsa-bangsa yang belum mengenal Dia, tepatnya kepada orang-orang non-Yahudi
tentang hal-hal yang telah dilihat dan didengarnya.
Usai
mengucapkan hal ini, Paulus menantang orang banyak untuk segera menyerahkan
diri untuk dibaptis. Di ayat 16, kita melihat, sepertinya ayat menyiratkan
bahwa baptisan itu perlu untuk menghilangkan dosa-dosa kita, tetapi sebenarnya
tidaklah demikian. Dalam terjemahan resminya ayat ini berbunyi: “Bangunlah
berilah dirimu dibaptis dan basuhlah dirimu dari dosa-dosamu sambil menyerukan
nama Tuhan-Nya” (Ayat 16).
Dari sini kita pahami, bahwa kita diselamatkan Tuhan adalah karena kita
menyerukan nama Tuhan dengan iman (2:21; 9:14), dan kita membuktikan iman kita
itu dengan menyerahkan diri untuk dibaptis. Kalau kita melihat pasal 9:17,
Paulus dipenuhi dengan Roh Kudus sebelum ia dibaptis dan ini menunjukkan bahwa
ia telah lahir kembali. Jadi yang menyucikan seseorang adalah “panggilanNya”
dan bukan pada baptisan. Baptisan adalah tanda yang menyatakan bahwa orang itu
kini adalah milik Kristus dan mempunyai bagian dalam hidupNya. RohNya serta
warisanNya dengan Allah (Roma 8:14-17; Galatia 3:26-4:7). Baptisan merupakan
perlambang persatuan orang percaya dengan Kristus dalam kematian, penguburan
dan kebangkitanNya (Roma 6:1-11; Kolose 2;11-12).
3. Paulus menjelaskan panggilannya
yang khusus (17-21)
Sesudah
pertobatannya, Paulus melayani di Damsyik, kemudian pergi ke Arab. Saudara,
kita tidak mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kepergiannya ke Arab.
Namun beberapa penafsir menyatakan bahwa kepergiaannya adalah sebagai bentuk pengunduran
dirinya untuk menerima wahyu-wahyu ilahi lebih lanjut, atau untuk memberitakan
Injil di sana diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi (9:19-25; Galatia 1:16, 17). Yang
jelas setelah tiga tahun lamanya ia menetap di Arab baru kemudian ia kembali ke
Yerusalem. Ketika Paulus kembali ke Yerusalem para pemimpin gereja tidak mau
menerima dia sebab mereka kenal akan kekejaman Paulus sebelumnya. Namun berkat
dorongan Barnabas yang menjadi pengantara dan memasukkan dia ke dalam rombongan
itu sehingga ia pun dapat diterima (9:26-29).
Namun
saudara, dikatakan “Sesudah aku kembali ke Yerusalem dan ketika aku sedang
berdoa di dalam Bait Allah, rohku diliputi oleh kuasa Ilahi. Aku melihat Dia,
yang berkata kepadaku, lekaslah, segeralah tinggalkan Yerusalem, sebab mereka
tidak akan menerima kesaksianmu tentang Aku” (Ayat 17-18). Dari sini
kita melihat saudara, Tuhan menyuruh Paulus untuk cepat-cepat meninggalkan
Yerusalem, karena orang tidak akan mau menerima kesaksiannya. Dengan menaati
perintah itu, Paulus menyelamatkan hidupnya, karena orang-orang Yahudi yang
berbahasa Yunani telah bersekongkol untuk membunuhnya (9:29-30).
Perintah
Tuhan adalah, “Pergilah,
sebab Aku akan mengutus engkau pergi jauh dari sini kepada bangsa-bangsa bukan
Yahudi” (ayat 21). Paulus baru saja mulai menjelaskan mengapa ia
bergaul dengan orang-orang non-Yahudi, tetapi orang-orang Yahudi di pelataran
Bait Allah itu tidak memberinya kesempatan. Dikatakan “Rakyat mendengarkan Paulus sampai kepada
perkataan itu; tetapi sesudah itu, mereka mulai berteriak, katanya: Enyahkanlah
orang ini dari muka bumi! Ia tidak latak hidup!” (Ayat 22). Orang
banyak yang mendengar Paulus tidak mau percaya dan bahkan ingin melenyapkan dia.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dari
kisah Paulus, kita dapat belajar bahwa bersaksi adalah menceritakan pengalaman
hidup sebelum dan sesudah mengenal Kristus. Kita dapat menguraikan perubahan
hidup yang terjadi setelah mengenal Dia. Setelah itu, kita tak perlu mengkhawatirkan
respons pendengar kita. Kita serahkan saja kepada Tuhan saja, asal dimulai
dengan doa dan mengandalkan Roh Kudus.
Ketika
melihat orang lain yang memiliki latar belakang hidup sangat kelam dan jahat
seringkali kita langsung berpikiran negatif terhadapnya dan beranggapan bahwa
orang tersebut mustahil bisa berubah menjadi orang baik. Terkadang kita
pun berharap agar orang tersebut segera mendapatkan balasan yang setimpal
sebagai akibat dari kejahatan yang telah dilakukan. Itu menurut penilaian
dan keinginan manusia!
Dari
pengalaman hidup Paulus ini kita bisa belajar satu hal, bahwa jika Tuhan
memiliki rencana atas hidup seseorang tiada satu pun rencanaNya yang
gagal. Paulus, orang yang jahat, karena "...telah menganiaya pengikut-pengikut
Jalan Tuhan sampai mereka mati; laki-laki dan perempuan kutangkap dan
kuserahkan ke dalam penjara." (Kisah 22:4), kini telah 'ditangkap' sendiri
oleh Tuhan dan hidupnya pun berubah 180 derajat. Sebab Tuhan itu "...baik
dan suka mengampuni dan berlimpah kasih setia..." (Mazmur 86:5).
Bahkan firman-Nya menegaskan, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan
menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba,
akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Rasul
Petrus pun menuliskan, "...sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai
kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan
ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan
bertobat." (2 Petrus 3:9).
Paulus
pada akhirnya dapat berkata, "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku,
sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi,
karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.
Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah,
supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:7-8). Ini
adalah bukti pertobatan yang sungguh yaitu meninggalkan kehidupan lama,
kemudian merespons panggilan Tuhan. Tuhan bukan hanya memanggil Paulus
untuk memberitakan Injil tapi juga untuk menderita bagi Kristus. "Aku
sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia
tanggung oleh karena nama-Ku." (Kisah 9:16).
Dengan
demikian saudara,
Ada
rencana yang indah di balik panggilan Tuhan terhadap diri Paulus! Waktu yang
dihabiskan Paulus di Yerusalem memang dipenuhi dengan kesalahpahaman yang
serius. Tetapi hal itu tidak membuatnya menjadi gentar, sebaliknya Paulus terus
maju, ia bahkan mempergunakan segala kesempatan yang ada untuk bersaksi tentang
karya Tuhan Yesus dalam hidupnya. Perikop renungan kita Kisah Rasul 22:1-22
merupakan kesaksian Paulus tentang dirinya yakni mengenai sejarah ia menjadi
seorang utusan, seorang hamba Tuhan.
Cara
Allah memilih Paulus memang lain. Sebelum ia benar-benar menjadi hamba yang
setia, ia terlebih dahulu mengalami penderitaan tidak dapat melihat 3 hari tiga
malam setelah bertemu dengan Yesus ketika ia dalam perjalanan ke Damsyik untuk
menangkap orang kristen. Tidak hanya itu, setelah ia dapat melihat kembali
Paulus tidak serta merta pergi menjadi utusan untuk memberitakan Injil. Ia
terlebih dahulu pergi ke tanah Arab selama 3 tahun. Tidak dijelaskan apa yang
dilakukan Paulus di sana, yang pasti setelah itulah ia baru memberitakan Injil
sebagai seorang rasul. Maksud Paulus menceritakan hal ini sehubungan dengan
apologetnya, bahwa ia menjadi seorang utusan, seorang hamba bukan oleh karena
kehendak manusia atau pengaruh manusia. Dengan demikian otoritas menjadi
seorang utusan (seorang hamba) bukan diperoleh dari Petrus atau rasul-rasul
yang lain melainkan dari Tuhan Yesus sendiri.
Dengan
demikian menjadi hamba Tuhan bukan asal mau. Allah sendirilah yang memilih
siapa yang akan menjadi hambaNya. Ananis dalam ayat 12 hanyalah sebagai alat
Tuhan untuk menyampaikan Firman Tuhan kepada Paulus serta menyembuhkan butanya.
Tidak lebih dari itu. Demikian juga rasul-rasul yang lain hanyalah sebagai alat
di tangan Tuhan untuk menyatakan kehendakNya. Karena itu seorang hamba Tuhan
tidak boleh sombong. Ia harus lebih takut kepada Allah dari pada manusia.
Sebagaimana pengertian dari kata “seorang
hamba” hidupnya secara totalits milik Tuhan dan untuk melakukan apa yang
diperintahkan Tuhan.
Memang saudara,
seorang utusan, seorang hamba Tuhan dalam malakukan tugasnya tidak seperti
tukang pos. Tukang pos mengantar surat ke alamat tujuan tanpa tahu apa isi dari
surat tersebut. Seorang utusan tidak demikian, ia tahu isi dari berita yang
harus disampaikan dan tahu persis konsekwensi apa bila menolak menyambut berita
tersebut.
Paulus
dipilih Tuhan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa diluar Israel. Oleh
karena itu Paulus disebut sebagai rasul bagi orang kafir. Dan untuk melakukan
tugas panggilannya tersebut walaupun banyak mengalami penderitaan tetapi tidak
membuat padam semangat Paulus untuk terus dan terus memberitakan Injil Kristus
dengan setia. Sebab apa? Sebab bagi Paulus penderitaan yang dialaminya tidak
seberapa dibanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma
8:18).
Nyatanya
Paulus sadar bahwa panggilannya itu bukalah untuk kehormatan, melainkan untuk
pelayanan; bukan untuk tugas yang ringan, melainkan untuk menghadapi berbagai
macam pergumulan dan perjuangan. Dengan demikian Paulus tahu bahwa ia telah
diselamatkan untuk dapat melayani.
Dari
sini kita mengerti bahwa menjadi hamba Tuhan yang “sesungguhnya” bukanlah hal yang
gampang. Dikatakan “sesungguhnya” karena
pada jaman kita sekarang ada sebagian orang yang sangat bersedia menjadi “hamba Tuhan”.
Bahkan “membeli”
nama itupun ada yang mau. Memang benar ada banyak orang yang menyandang gelar
tersebut (Pendeta, Penginjil, Majelis). Namun gelar atau jabatan tersebut
ternyata bukan jaminan bahwa seseorang itu adalah seorang hamba yang
sesungguhnya. Sebab hamba yang sesungguhnya dia akan tetap taat dan setia
walaupun karenanya ia harus menderita bahkan mati dalam melakukan tugas yang
dipercayakan tuannya kepadanya atau dengan kata lain untuk menyenangkan
tuannya. Kebahagiaannya ialah bila dapat melakukan apa yang diperintahkan
tuannya dengan baik. Namun kenyataannya sering tidak demikian. Sebab andaikata
setiap orang yang disebut hamba Tuhan sungguh-sungguh hidup sebagai hamba yang
setia sudah pasti jemaat akan semakin dibangun baik dari segi kuantitas maupun
kualitas. Kehadiran jemaat yang mengikuti persekutuan sudah pasti tidak hanya
40-50 % tetapi bisa lebih dari itu, karena ada kesadaran untuk menjadi seorang
hamba yang setia.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Secara
umum cara Allah memanggil masing-masing kita tidaklah sama. Ada sebagian
sebelum lahirpun telah menjadi orang kristen oleh karena orang tuanya sudah
menjadi orang kristen. Ada yang kemudian menjadi kristen setelah dewasa atau
sudah tua oleh karena penginjilan yang dilakukan oleh orang-orang percaya, dan
ada juga oleh karena awalnya disebabkan perkawinan, sakit-penyakit, karena anak
atau cucu, dsb. Demikian juga menjadi Pendeta, Penginjil, ataupun Majelis
jemaat.
Bagaimanapun
juga cara Allah memanggil kita, Allah mau kita menjadi hamba yang setia. Allah
mengutus setiap orang ke dalam dunia untuk turut dalam karyaNya sesuai dengan
kehendak Allah. Peranan itu bisa besar dan bisa juga kecil. Peranan itu bisa
saja sesuatu yang diketahui seluruh dunia, tetapi bisa juga sesuatu yang hanya
diketahui oleh beberapa orang saja. Namun satu hal yang pasti bahwa setiap
orang yang dipanggil Allah menjadi hambanya akan selalu disertai serta
diperlengkapi dengan kuasa yang dari Allah yaitu Kuasa Roh Kudus. Itulah yang
menyebabkan Paulus dalam pembacan kita berani bersaksi tanpa rasa takut. Dan
kalau kita baca mulai dari Kisah Rasul 21:27 sampai pasal 28, kita akan
menyaksikan bagaimana Paulus dengan setia mempertahankan imannya serta
mengunakan setiap kesempatan memberitakan atau menyaksikan tanpa takut bahwa
Yesus adalah Mesias yang telah disalibkan dan bangkit pada hari ke tiga untuk
menyelamatkan umat manusia. Bagaimana dengan kita? Marilah kita merespons
panggilan Tuhan dengan hati yang tulus, dan mengatakan kepadaNya “Tuhan ini aku,
utuslah aku menjadi saksiMu...” Amin.
0 komentar:
Posting Komentar