LAODIKIA:
JEMAAT YANG SUAM-SUAM
(Wahyu
3:14-22)
Kaum muda yang
terkasih dalam Tuhan.
Kalau kita membaca
wahyu 1 s.d. 3, ketiga pasal ini berbicara tetang berita
firman dari Tuhan Yesus yang disampaikan Yohanes untuk
menegur jemaat
Tuhan yang berada di tujuh kota. Saudara, Teguran itu
diberikan karena adanya kemunduran kerohanian jemaat tersebut.
Dalam
ketujuh surat ini, Kristus selalu menekankan tanda yang berbeda yang seharusnya
menjadi ciri suatu gereja yang sejati dan hidup. Khususnya pada bagian Laodikia, ini adalah teguran
Tuhan Yesus yang ketujuh dari tujuh jemaat. Suratnya ini berisikan penggabungan dari celaan yang begitu
keras atas rasa puas diri dengan suatu himbauan lembut akan ketulusan hati
untuk bertobat. Sayangnya ketika Tuhan akan memberitahukan kebenaran tentang
kondisi gereja Laodikia yang suam-suam kuku, mereka tidak mau memercayai diagnosaNya.
Gereja
Laodikia buta terhadap kebutuhannya sendiri dan tidak mau menghadapi kebenaran.
Namun, kejujuran adalah awal dari berkat sejati, sama seperti ketika kita
mengakui siapa diri kita, mengakui dosa-dosa kita, dan menerima dari Allah
semua yang kita butuhkan. Jika kita menginginkan segala yang terbaik dari Allah
untuk kehidupan dan gereja kita, kita harus jujur kepada Allah dan membiarkan
Dia jujur kepada kita.
Kaum muda yang
kekasih.
Di
zaman kuno sedikitnya ada enam kota yang bernama Laodikia, dan Laodikia yang
kita bahas disini adalah Laodikia di Likus. Kota ini dibangun tahun 250 Sm,
oleh Antiokhus dari Siria dan diberi nama seperti nama istrinya yaitu Laodikia.
Kota
ini penting semata-mata karena posisinya. Jalan dari Efesus kea rah Timur dank
e Siria sangat penting di Asia. Jalan itu berawal dari pantai di Efesus dan
mendari ke dataran tengah yang tingginya 8.500 kaki. Jalan itu dibangun
sepanjang lembah sungai Meander sampai ke tempat yang kita kenal sebagai
Pintu-pintu Gerbang Frigia. Sesudah tempat ini ada lembah lebar tempat
bertemunya Lidia, Frigia dan Caria. Sungai Meander mengaliri lembah itu melalui
jurang yang terjal dan tidak ada jalan untuk melintasinya. Oleh karena itu,
jalan harus dibelokkan ke lembah Likus. Dilembah itulah Laodikia terletak.
Dengan
demikian, Laodikia adalah gereja yang terletak paling selatan dari ketujuh
gereja yang dikirimi surat-surat dan ia pun terletak hampir persis di sebelah
timur Efesus. Terbentangnya jalan besar ke Timur yang lurus melintasi Laodikia,
masuk ke Pintu Gerbang Efesus dan keluar di Pintu Gerbang Siria. Jadi posisi
ini cukup untuk menjadikan Laodikia sebagai salah satu pusat strategis dan
perdangan yang hebat pada zaman kuno.
Daerah Laodikia di
kenal sebagai kota yang suam-suam kuku karena airnya tidak dingin atau panas.
Posisi kota tersebut memang diapit oleh dua kota,
yakni: Hierapolis
yang terkenal dengan sumber mata air panasnya dan Kolose
yang terkenal dengan mata air yang murni dan dingin. Pertemuan kedua sumber air
ini tepat di daerah Laodikia sehingga wilayah ini memiliki air yang berkondisi suam-suam
kuku. Mulanya Laodikia adalah kota benteng; tetapi ia
mempunyai kelemahan serius, yaitu bahwa persediaan airnya harus didatangkan
melalui terowongan air bawah tanah dari sumber-sumber yang jauhnya sekitar enam
mil. Hal ini sangat berbahaya pada saat kota dikepung musuh.
Namun saudara,
keadaan geografis yang demikian, dipakai Tuhan untuk menyebutkan kondisi
rohani jemaat
Laodikia
yang tidak panas dan tidak dingin secara rohani. Istilah di menado
adalah “panas-panas tai ayam” alias
tidak
punya ketetapan, suka berubah-ubah pendirian, tidak punya ketetapan hati,
sebentar-sebentar semangat lalu lesu lagi dan masih banyak lagi.
Jemaat
yang suam-suam kuku adalah yang berkompromi dengan dunia dan mirip dengan
masyarakat disekelilingnya yang belum percaya. Disatu sisi mengakui
kekristenannya namun disisi yang lain secara rohani mereka sangat menyedihkan.
Dalam
diagnosanya Tuhan Yesus menyebutkan kondisi Laodikia demikian: “Aku tahu segala pekerjaanmu:
engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau
panas!” (Ayat 15).
Tuhan mengatakan
alangkah baiknya jika panas atau dingin. Saudara, nampaknya
Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa Ia lebih menyenangi kondisi panas dari
setiap jemaat, dimana secara rohani mereka berkobar-kobar dalam hal pelayanan.
Mereka menunjukkan kesetiaannya dalam iman yang teguh di dalam Tuhan.
Yang
menarik, rupanya Tuhan juga lebih senang jika jemaat mengakui keberadaan
rohaninya yang dingin daripada suam-suam kuku. Mengapa saudara? Karena sikap
rohani yang dingin seperti itu lebih jujur daripada keadaan yang suam-suam
kuku. Yang kelihatannya diluar baik secara rohani tetapi sebenarnya keropos di
dalamnya. Imannya tidak menunjukkan tanda-tanda bertumbuh. Seperti sebuah pohon
bonsai yang dari tahun ke tahun tetap seperti itu. Bagi
rasul Yohanes, maupun bagi Tuhan, jemaat yang orang Kristennya tidak dingin
juga tidak panas sangatlah merepotkan. Karena untuk orang yang betul-betul
dingin, kita bisa melakukan sesuatu.
Satu-satunya sikap yang tidak mungkin
diajukan terhadap kekristenan adalah sikap netral. Yesus berkarya melalui
manusia; dan orang yang bersikap tidak peduli terhadapNya berarti pada hakikatnya
menolak untuk memikul tugas yang ditentukan Allah bagi dirinya. Orang yang
tidak mau tunduk kepada Kristus berarti telah menolak Dia.
Masalahnya
adalah, terkadang orang yang suam-suam kuku suka berlaku sombong.
Mereka merasa diri tahu tentang
teologi, tahu tentang firman. Tetapi dalam prakteknya adalah nol. Karena
itu saudara, lebih mudah untuk menobatkan orang yang dingin secara rohani
daripada orang yang suam-suam kuku.
Bagaimana
reaksi Tuhan? Menarik sekali, Tuhan bukannya marah,
Tuhan juga
tidak sedih,
melainkan: Ia muak,
sampai Ia ingin
memuntahkannya. Yang artinya tidak bisa dinikmati Tuhan, tidak mau
digunakan, tidak mau di pakai, tidak menjadi berkat.
Jika kita pernah
melihat makanan/ kue yang kelihatan enak, setelah di makan langsung dimuntahkan
karena basi. Demikianlah Tuhan melihat umatnya yang suam-suam kuku. Seolah
kelihatan bagus pelayanan, bagus dalam memuji
Tuhan,
bagus berdoa namun sesungguhnya itu semua tidak ada rasanya dan hanya
dimuntahkan.
Saya
pernah melihat seorang pemuda di satu gereja. Ia sangat berkarisma dalam
memimpin Liturgi, kemampuannya membawakan puji-pujian seakan-akan mampu membawa
jemaat sungguh-sungguh merasakan kehadiran Tuhan dalam ibadah. Tetapi apa yang
terjadi, setelah ia selesai memimpin ia pergi ke belakang, ia tidak ada diruang
ibadah, sampai tiba giliran hamba Tuhan itu selesai berkhotbah baru ia muncul
kembali. Belakangan saya tahu bahwa selama ini ia suka pergi ke belakang, ia
menghabiskan waktunya dengan merokok dan bersenda gurau dengan pemain musik. Maka semua
pelayanan dan aktifitas yang dilakukannya hanyalah sia-sia.
Saudara,
saya jadi bertanya, apa makna pelayanan bagi dia? Pelayanan di gereja bukan sebuah
enternain. Pelayanan di gereja adalah sebuah pengabdian, yang mempersembahkan
sebuah pelayanan untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan.
Kaum muda yang
kekasih.
Jemaat
di Laodikia ditegur secara terus terang oleh Tuhan. Melalui jemaat ini, Tuhan
ingin mengingatkan 3 hal yang harus segera diperbaiki di dalam gereja. Sebab
gereja Laodikia telah kehilangan tiga hal ini, yaitu:
1. Mereka telah kehilangan
semangat (Ayat 17).
“Karena engkau berkata:
Aku kaya dan aku telah memperkaya diriku dan tidak akan kekurangan apa-apa, dan
karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat dan malang, miskin, buta dan
telanjang” (Ayat 17).
Dalam
kehidupan Kristen ada tiga “temperature rohani”: hati yang berkobar-kobar
bagi Allah (Lukas 24:32), hati yang dingin (Matius 24:12), dan hati yang
suam-suam kuku (Wahyu 3:16). Orang Kristen yang suam-suam kuku merasa nyaman,
puas diri dan tidak menyadari kebutuhannya. Mereka mengira mereka bagus dalam
kehidupan agama mereka. Tetapi Kristus melukiskan mereka sebagai seorang pengemis
yang buta dan telanjang. Jadi inilah pandangan Kristus tentang kita, orang
Kristen yang hanya nama saja, tetapi tidak sungguh-sungguh hidup didalam
penyembahan kepadaNya. Secara rohani orang yang demikian adalah seperti
pengemis yang buta dan telanjang. Ia tidak memiliki apa-apa untuk membeli
pengam-punannya atau ijin masuk ke dalam kerajaan Allah. Ia telanjang, karena
ia tidak memiliki pakaian yang membuatnya layak berdiri di hadapan Tuhan. Ia
buta karena ia tidak tahu tentang kemiskinan atau bahaya rohaninya.
2. Mereka telah kehilangan
nilai-nilai mereka (Ayat 17-18a).
Gereja
di Smirna berpikir mereka miskin, padahal sesungguhnya mereka kaya (2:9);
orang-orang di Laodikia justru kebalikannya. Mereka menyombongkan kekayaannya
padahal kenyataannya mereka miskin. Mungkin ini yang menjadi penyebab gereja
ini merosot secara rohani. Mereka menjadi sombong mengenai pelayanan mereka dan
mulai mengukur segala sesuatu dengan standar manusia, bukan dengan nilai
rohani. Hal yang demikian, dimata Tuhan mereka “melarat” dan malang, miskin,
buta dan telanjang.
Apa
yang harus dilakukan? Tuhan menyatakan bahwa mereka harus membayar harga untuk
memperoleh “emas yang telah dimurnikan di dalam api.” Mungkin
emas yang dimurnikan di api dapat diartikan sebagai “iman” sebab demikianlah
Petrus menjelaskan perihal iman di dalam (1 Petrus 1:7). Kekayaan dapat
mengerjakan banyak hal, namun ada hal-hal yang tidak pernah dapat
dikerjakannya. Kekayaan tidak dapat membeli kebahagiaan, juga tidak dapat
membeli kesehatan tubuh maupun pikiran; kekayaan tidak dapat memberi
penghiburan dalam kedukaan ataupun memberi persahabatan dalam kesepian. Jika
seseorang menghadapi kehidupan semata-mata dengan kekayaan, ia sesungguhnya
miskin. Namun jika seseorang mempunyai iman yang diuji dan dimurnikan di dalam
api pengalaman, tidak ada satu pun yang tidak dapat dihadapinya; dan ia
sesungguhnya kaya. Dengan demikian, jemaat Laodikia harus bersedia untuk di bentuk
dan dipanaskan oleh Tuhan, sekalipun hal yang demikian terkadang menyakitkan.
Rekan-rekan
pemuda,
3. Mereka telah kehilangan Visi dan
Keberadaan (18)
Membeli
Jubah putih, yang artinya
menerima kekudusan dan menjaga kekudusan. Kalau tadi membeli emas adalah
merubah karakter hidup menjadi lebih baik maka jubah ini menjaga hati dan tubuh
untuk tidak melakukan dosa tentunya dengan kekuatan dari Tuhan. Dengan
kata lain, pernyataan ini melambangkan “perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus”.
Dalam hal ini tidak ada seorang pun manusia mampu menjaga hati dan
perbuatannya tetap kudus dihadapan Tuhan selain ia melibatkan Tuhan untuk
melakukannya. Karena itu setiap orang yang benar-benar ingin berpakaian, ia
harus datang kepada Kristus.
Membeli
Minyak pelumas dari Tuhan supaya mata ini dapat melihat apa yang benar dan
apa yang salah sehingga tidak salah jalan. Mata adalah salah satu
bagian tubuh yang paling sensitive, dan hanya Sang Tabib Agung yang dapat “mengoperasinya” dan menjadikannya
sebagaimana seharusnya. Selama ini dunia melihat segala hal yang menjadi kesenangannya tetapi dengan minyak
pelumas dari Tuhan, orang percaya dapat melihat dosanya. Sehingga
ia membutuhkan pertolongan Tuhan untuk dapat berjalan di dalam jalan yang
benar. Melihat
segala sesuatu dari kacamata Tuhan. Melihat masalah dari sudut pandang Tuhan
sehingga semua paradigma manusia di patahkan menjadi penglihatan kristus
Saudara,
Melalui
ketiga hal di atas, Tuhan mengatakan: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu
relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Ayat 19).
Dari
sini kita melihat, Tuhan masih mengasihi orang-orang kudus yang suam-suam kuku
ini, walaupun kasih mereka kepadaNya telah mendingin. Karena itu Ia berniat
untuk menghukum mereka sebagai bukti dari kasihNya (Amsal 3:11-12; Ibrani
12:5-6). Layaknya
seorang ayah yang akan menegur dan
menghajar anak-anaknya, demikian pula Tuhan akan menegur dan menghajar
karena kasihNya kepada kita, dengan kasih sayangNya.
Saudara,
Disiplin Allah bukan hal yang patut kita tanggapi dengan sakit hati, melainkan
dengan ucapan syukur dengan sepenuh hati. Untuk itu dari pihak kita,
kita hanya menyediakan hati yang rela dan siap untuk ditegur dan bertobat.
Merelakan hati,
artinya menerima teguran Tuhan dengan tidak berbantah-bantah seolah-olah kita kecewa
kepada Tuhan. Karena tegurannya pasti mendatangkan kebaikan.
Allah menginginkan gereja-gereja melalui masa pencobaan agar mereka menjadi
seperti yang diinginkanNya. Gereja Laodikia harus bertobat dari kesombongan
mereka dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Bertobatlah,
artinya merubah 180 derajat dari semua perbuatan buruk dan kembali
kepada arah yang benar yakni Yesus Kristus . teguran Tuhan akan menjadi sia-sia
jika kita tidak menyikapinya dengan rela hati dan bertobat.
Penggambaran
pertobatan diibaratkan Tuhan yang berdiri mengetok pintu. Kita melihat dalam
ayat 20 dijelaskan:
“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan
mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku
akan masuk mendapat-kannya dan
Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.”
Fakta
baru yang unik yang dibawa kekristenan ke dalam dunia adalah bahwa Allah adalah
pencari manusia. Tidak ada agama lain yang mempunyai visi mengenai Allah yang
mencari manusia. Jadi kembali keputusan ada ditangan kita apakah kita mau mendengar
dan membukan pintu untuk Tuhan atau tidak. Saya dulu pernah bertanya-tanya
mengapa lukisan Tuhan Yesus yang sedang mengetuk itu tidak memiliki gagang
pembuka pintu. Apakah pelukisnya salah membuat lukisan sehingga kelupaan
melukis gagang pintu. Masakan ada pintu tidak memiliki gagangnya. Namun
ternyata maksudnya adalah pintu itu tidak bisa dibuka dari luar tapi bisa di
buka dari dalam. Dan Tuhan hanya mengetuk menunggu respon dari dalam dan tidak
pernah memaksakan diri untuk masuk secara paksa.
Tuhan menuntut
sikap kita untuk membukan pintu dan mempersilahkan masuk. Tuhan tidak hanya
ingin berada di pekarangan rumah mu, atau hanya sampai di ruang tamu, tapi juga
ingin masuk sampai di kamar pribadimu
yang paling dalam. Pada saat makan bersama-sama dengan Tuhan maka disanalah ada
komunikasi terjadi.
Kristus
itu sabar. Ia “mengetuk” melalui berbagai peristiwa dan Ia memanggil melalui
firmanNya. Apakah yang diinginkanNya? Keinginannya tidak lain adalah
persekutuan dan hubungan yang erat, keinginan hati manusia untuk tinggal di
dalam Dia, Jemaat di Laodikia begitu mandiri dan tidak kekurangan suatu apapun,
tetapi mereka tidak tinggal di dalam Kristus dan tidak memperoleh kekuatan dari
Dia.
Beberapa orang
tidak mengerti suasana hati Tuhan karena tidak ada komunikasi dengan Tuhan.
Tuhan hanya ada di pekarangan saja sehingga orang melihat seolah rumah kita
baik dan rapih tapi didalamnya tidak.
Kaum muda yang
terkasih.
Hal
yang terakhir dijelaskan: “Barangsiapa
menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu,
sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas
takhtaNya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh
kepada jemaat-jemaat.” (Ayat 21-22).
Perkataan
barangsiapa menang ini berarti bisa kalah dan bisa menang. Disini
kita melihat bahwa Tuhan menuntut keuletan dan kesungguhan kita menentukan untuk menjadi
pemenang. Dan kalau menang, mahkota telah di sediakan yakni duduk di atas
tahtaNya. Barangsiapa menang,
seolah-olah menyebutkan bahwa Tuhan tidak ambil bagian dan semuanya adalah
perjuangan sendiri untuk mencapai kemenangan. Apakah demikian? Ternyata
tidak! Sebab kuncinya ada pada ayat 22, “siapa bertelinga hendaklah ia mendengar”
artinya, Tuhan menghendaki agar orang yang sungguh-sungguh memahami kehendak
Allah bagi dirinya, ia pasti akan mendengarkan apa yang dinyatakan Tuhan dalam
firmannya.
Saudara,
janganlah
pernah lemah, jangan pernah menyerah, jangan pernah patah semangat meskipun
seolah Tuhan meninggalkan diri kita, namun sesungguhnya Tuhan sedang
mempersiapkan tempat untuk kita duduk bersama di tahtaNya. Justru
melalui persekutuan dengan Kristus kita memperoleh kemenangan dan menjadi
pemenang yang sesungguhnya. Selamat berjuang. Amin.
3 teguran kepada jemaat di Laodikia apa aja ya kalo boleh tau?
BalasHapus