JANGAN MENYEBUT NAMA TUHAN ALLAHMU DENGAN SEMBARANGAN
Ulangan 5:11; Imamat 19:12
Sidang
jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Pada kesempatan hari ini kita akan membahas tema ketiga dari
kesepuluh Hukum yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel. Mari kita membaca nats Alkitab kita dalam Ulangan 5:11 & Imamat
19:12.
Tentu bapak/ ibu masih mengingat setelah dua bulan lamanya,
minggu demi minggu setiap hamba Tuhan telah menjabarkan bagaimana hukum pertama
dan kedua ini diberikan Tuhan kepada bangsa Israel. Dalam hukum pertama
mengajar kita tentang subyek penyembahan manusia satu-satunya adalah Allah dan
hanya Allah. Tidak ada yang lain yang dapat menggantikan posisi Allah, sebagai
pusat penyembahan yang sesungguhnya dari manusia.
Perintah kedua memberi tahu kita mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang harus kita gunakan ketika kita menyembah Dia. Saudara, Tuhan telah memerintahkan umatNya untuk menyembahNya dan Dia telah memberi tahu mereka hal-hal yang harus mereka lakukan dalam penyembahan. Tuhan Allah juga melarang umat Allah untuk meniru penyembahan yang dilakukan orang-orang yang bukan umatNya. Dari sini kita memahami bahwa segala bentuk usaha manusia untuk mewujud-nyatakan Allah ke dalam suatu media baik itu yang kasat mata ataupun yang tidak kasat mata adalah sebuah penyembahan berhala.
Pada bagian yang ketiga ini saudara, lebih memfokuskan perhatian kita kepada sikap penyembahan kepada Allah, bahwa bangsa Israel dapat menyatakan sikap penyembahan yang benar hanya kepada Allah. Yohanes Calvin mengatakan bahwa “Allah ingin apa pun yang kita pikirkan dan katakan tentang Dia harus menyatakan kemuliaanNya, sesuai dengan keagunganNya yang suci dan meninggikan kebesaranNya. Semua yang Allah perbuat membawa pujian dan hormat bagi namaNya.”
Saudara tidak ada gunanya jika kita menyembah Allah yang benar dengan cara yang benar, namun tanpa adanya sikap hati yang tulus dalam menyembah. Dalam hal inilah Firman Tuhan dalam Yosua 24:14 berkata: “Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus iklas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada Tuhan.” Dengan demikian, hukum yang ketiga ini lebih merupakan sebuah peraturan dan penuntun bagi umat Tuhan dalam beribadah dengan tepat kepada Allah.
Perintah kedua memberi tahu kita mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang harus kita gunakan ketika kita menyembah Dia. Saudara, Tuhan telah memerintahkan umatNya untuk menyembahNya dan Dia telah memberi tahu mereka hal-hal yang harus mereka lakukan dalam penyembahan. Tuhan Allah juga melarang umat Allah untuk meniru penyembahan yang dilakukan orang-orang yang bukan umatNya. Dari sini kita memahami bahwa segala bentuk usaha manusia untuk mewujud-nyatakan Allah ke dalam suatu media baik itu yang kasat mata ataupun yang tidak kasat mata adalah sebuah penyembahan berhala.
Pada bagian yang ketiga ini saudara, lebih memfokuskan perhatian kita kepada sikap penyembahan kepada Allah, bahwa bangsa Israel dapat menyatakan sikap penyembahan yang benar hanya kepada Allah. Yohanes Calvin mengatakan bahwa “Allah ingin apa pun yang kita pikirkan dan katakan tentang Dia harus menyatakan kemuliaanNya, sesuai dengan keagunganNya yang suci dan meninggikan kebesaranNya. Semua yang Allah perbuat membawa pujian dan hormat bagi namaNya.”
Saudara tidak ada gunanya jika kita menyembah Allah yang benar dengan cara yang benar, namun tanpa adanya sikap hati yang tulus dalam menyembah. Dalam hal inilah Firman Tuhan dalam Yosua 24:14 berkata: “Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus iklas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada Tuhan.” Dengan demikian, hukum yang ketiga ini lebih merupakan sebuah peraturan dan penuntun bagi umat Tuhan dalam beribadah dengan tepat kepada Allah.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kalau kita melihat kembali kebelakang bagaimana bangsa
Israel mengenal jati diri Allah, sejak dahulu dan selamanya nama Allah itu
kudus. Sejak zaman dahulu, bangsa Yahudi menganggap nama Yahweh dikenal sebagai
sebuah nama yang sakral, karena itu bangsa Yahudi tidak berani menyebut namaNya
secara langsung. Orang Yahudi begitu menghormati nama Tuhan, itu sebabnya
sampai hari ini pun mereka tidak berani menyebut nama Tuhan dengan sembarangan.
Mengapa saudara? Karena di dalam nama Allah terkandung
natur, keberadaan, totalitas dan pribadi Allah. Bahkan melalui nama Tuhan kita
dapat mengenal Allah dan seluruh atribut-atribut yang Ia miliki. Karena itu,
kita tidak boleh menyebut namaNya dengan sembarangan. Bagi bangsa Yahudi, nama Tuhan
terlalu suci untuk diucapkan oleh bibir manusia yang penuh dosa. Sehingga kapan
saja mereka perlu mengucapkan nama Tuhan (Yahweh), mereka akan menggantinya
dengan kata Adonai yang berarti Tuhan. Jika nama tersebut perlu untuk dituliskan,
mereka akan mandi terlebih dulu sebelum menulisnya dan menghancurkan pena
tersebut setelah dipakai untuk menuliskan kata Yahweh.
Secara umum nama mengacu pada pribadi, kedudukannya,
keadaan yang mempengaruhi dirinya, dan lain sebagainya. Sehingga nama
seringkali digunakan untuk mewakili pribadi (Kisah 1:15; Wahyu 3:4). Dalam dunia
timur, nama bukanlah sekedar sebutan saja, tetapi merupakan suatu ekspresi dari
natur yang memiliki nama tersebut, atau sesuatu yang ditunjuk oleh nama
tersebut. Sehingga ketika suatu nama disebutkan, nama tersebut akan mewakili keberadaan
dari pemiliknya, atau sesuatu yang ditunjuk oleh nama itu.
Saudara, nama adalah sesuatu yang sifatnya personal dan
tidak sama dengan angka, Alkitab bahkan seringkali memakai nama untuk
menyatakan lebih dari sekedar identitas. Alkitab mencatat beberapa peristiwa
yang menunjukkan bahwa sebuah “nama” berhubungan sekali dengan natur pemilik
nama tersebut, misal: Adam saat ia memberi nama kepada seluruh binatang sesuai
dengan natur mereka (Kejadian 2:19-20). Alkitab juga memberikan alasan mengapa
seseorang memiliki nama tertentu; misalnya: Hawa – ibu semua yang hidup
(Kejadian 3:20), Kain – anak laki-laki dari Tuhan (Kejadian 4:1), Set – Anak
pengganti (kejadian 4:25), Nuh – Anak penghiburan (Kejadian 5:29), Babel –
Tuhan mengacau balaukan (Kejadian 11:9), Ismael – Tuhan mendengar jeritanmu (Kejadian
16:11), Ishak – Tertawa (Kejadian 21:6), Esau – Berbulu dan Yakub – Memegang
tumit (Kejadian 25:25-26), Musa – Ditarik dari air (Keluaran 2:10), Yesus –
Juruselamat (Matius 1:21), dan lain sebagainya. Bahkan Alkitab juga mencatat
beberapa orang yang namanya, diganti oleh karena alasan tertentu, seperti Abram
menjadi Abraham (Kejadian 17:5), Yakub menjadi Israel (Kejadian 32:28), Simon
menjadi Petrus (Matius 4:18) dan Saulus menjadi Paulus (Kisah 13:9), dll.
Begitu pula dengan nama Tuhan, nama Tuhan bukanlah sekedar
suatu kata. Bukan pula sekedar gelar kosong. Nama Tuhan memiliki suatu arti.
Dan nama itu mempunyai arti karena Tuhan telah menyatakan namaNya diseluruh bumi.
Seluruh dunia adalah sebuah penyataan dari arti nama Tuhan. Dalam hal ini nama
Tuhan tidak berdiri independen, lepas dari apa yang dirujuk. Kita menyebut nama
Tuhan untuk menunjuk Pribadi Allah. Nama Tuhan mencakup segala sesuatu yang
menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya. Dengan cara demikian kita dapat
mengenal Allah dan seluruh atribut-atribut yang Ia miliki. Nama Allah sama
dengan natur dan eksistensi Allah (Mazmur. 20:1; 135:3; Yohanes 1:12). Bahkan
nama Allah terkadang digunakan untuk menyatakan keseluruh sistem kebenaran
Allah (“…kita
akan berjalan demi nama TUHAN Allah,” Mikha 4:5).
Sekarang kita melihat nama-nama yang paling sering dianggap
sebagai nama pribadi dari Allah sendiri yaitu nama TUHAN. Alkitab TB membedakan
kata Tuhan Adonai dengan TUHAN yang merujuk kepada Yahweh. Kata ini dalam
bahasa Ibrani di tulis dalam 4 huruf konsonan, dimana didalamnya tidak ada
huruf vocalnya, sehingga kata ini dituliskan menjadi YHWH. Pemakaian huruf
vocal dalam kata YHWH ditambahkan setelahnya sehingga didapatkan kata Yahweh
yang sekarang kita ucapkan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Allah adalah YHWH. Allah adalah yang menyatakan diri
sebagai penyebab dari segala yang ada. Pada saat para sarjana Perjanjian Lama
mencari tahu apa maksud dari arti kata YHWH, mereka mencoba mencari akar
katanya, mereka berusaha mencari padanannya, apa pengertiannya, maka mereka
hanya bisa mendapatkan kata yang paling dekat yang mungkin menggambarkan
pengertian tentang nama Tuhan, itu adalah kata “Hayah” yang artinya “menjadi”.
Dengan demikian, saat ahli-ahli Perjanjian Lama menafsirkan nama Tuhan, atau
Yehova atau Yahweh, mereka menafsirkan bahwa kata itu berarti “Aku adalah yang
menjadikan segala sesuatu”. Dia adalah yang membuat sesuatu dari
yang tidak ada menjadi ada. Dia adalah sumber keberadaan yang lain.
Inilah yang dipahami ketika orang Yunani, ketika orang
Israel berbahasa Yunani, pada zaman kira-kira abad ke-2 sM mau menerjemahkan
Perjanjian Lama, mereka bergumul dengan serius, dan akhirnya mereka memutuskan
untuk menerjemahkan kata Tuhan, Yahweh dengan memakai kata Kurios, yang berarti
Dia adalah Tuan yang berkuasa atas segala sesuatu, ini adalah Tuan yang paling
tinggi otoritasNya dibandingkan segala sesuatu.
Saudara, dalam Perjanjian Baru kita menemukan, penggunaan kata
Kurios juga ternyata dipakai para penulis kitab untuk menyebut Yesus, sebagai Tuhan
Yesus. Sedikitnya ada 56 kali kata Kurios ini dipakai di dalam Perjanjian Baru
berdampingan dengan kata Yesus. Pastinya ini bukanlah sesuatu yang tidak
disengaja, ketika mereka menuliskan nama Yesus sebagai Tuhan Yesus. Tetapi
dalam pemahaman mereka, keberadaan YHWH memiliki kedudukan yang sejajar dengan
Tuhan Yesus.
Memang saudara, di dalam bahasa Yunani kata Kurios bisa juga
dipakai untuk menyebut raja, kaisar, tuan tanah. Tetapi kita tidak menganggap
penulis Perjanjian Baru memakai kata Tuhan untuk menggambarkan tuan, tuan
tanah, raja, atau kaisar. Karena pada faktanya kata Kurios dipakai untuk
menerjemahkan Yahweh. Dan ini adalah nama yang dianggap sangat kudus, nama yang
menjadi nama pribadi Allah. Dari sini kita melihat bahwa nama Allah mencakup
segala sesuatu yang menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya, sekaligus sebagai
bentuk pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Allah memiliki banyak nama dan gelar dalam Kitab Suci. Ini
karena tidak ada satu kata pun yang dapat menjelaskan dengan seutuhnya siapa
Allah itu, selain daripada yang sudah dijelaskan Allah kepada umatNya. Tetapi
paling tidak, baik nama ataupun gelarNya menolong kita untuk melihat siapa Dia.
Dia telah memberitahukan beberapa kualitas yang dimilikiNya kepada kita,
seperti kekudusan, kebaikan, keadilan dan kuasa. Allah telah memberi kita
peraturan-peraturan atau tuntunan-tuntunan untuk menghampiriNya dan untuk
bertumbuh di dalam keserupaan dengan Kristus. Peraturan-peraturan ini menolong
kita untuk mengenalNya dengan lebih baik ketika kita menggunakannya.
Lagi pula, saat Tuhan Yesus berdoa kepada Bapa, dalam
doaNya Tuhan Yesus mengatakan “Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang” (Yohanes
17:6). Nama yang dimaksudkan di sini adalah kebenaran atau
pengajaran yang harus Yesus sampaikan tentang Bapa (Yohanes 1:18). Sehingga secara
umum dan spesifik, nama Allah digunakan untuk memanggilNya dan membuat Ia
dikenal. Allah memberitahukan namaNya kepada manusia dalam suatu konteks
pewahyuan atau pengungkapan DiriNya. Maka dengan menyebut namaNya berarti kita
mengakui Dia sebagai Subjek dan Objek dalam perkataan kita.
Sidang jemaat yang kekasih,
Hukum ketiga ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa umat
yang telah telah mengenalNya tidak menyebut nama Tuhan Allah dengan sembarangan
menyangkut seluruh aspek kehidupan kita dihadapan Tuhan. Perintah ketiga ini
berkenaan dengan aspek penyembahan yang tidak dapat diketahui oleh siapa pun
kecuali oleh Allah, dan (dengan pertolongan Allah) oleh orang percaya tersebut.
Perlu diingat bahwa sikap/ cara kita menggunakan nama Tuhan, menunjukkan sikap
kita terhadap Tuhan sendiri. Dengan demikiam, perintah “Jangan menyebut namaNya dengan sembarangan”,
secara positif adalah mengakui Dia dengan penuh hormat dan sepenuhnya dalam
pikiran dan perbuatan.
Jika kita ingin menghormati nama Allah, pastinya kita akan
menghormati firmanNya yang telah dinyatakanNya kepada kita. Sikap kita dalam
menyembah akan menghormati Allah ketika kita menggunakan namaNya dengan hormat.
Kita percaya, Alkitab adalah harta yang indah – kitab yang penuh dengan apa
yang Allah nyatakan tentang diriNya, apa yang Dia lakukan bagi kita, dan apa
yang Dia kehendaki dari kita! Alkitab menyatakan Allah sebagaimana Dia adanya
karena Alkitab tanpa salah mencatat bagi kita pernyataan yang telah Allah
berikan tentang diriNya. Sangat bodoh jika kita memiliki Alkitab dan hampir tidak
pernah menggunakannya! Jadi, kita harus mempelajari firman Allah setiap hari,
agar kita dapat mengerti tentang jati diri Allah dalam kehidupan kita. Di
dalamnya juga menuntut sikap hati yang tepat di dalam pernyembahan kita
terhadap Allah. Umat Tuhan wajib menyebut nama Tuhan dengan hormat dan di dalam
kegentaran.
Saudara, betapa kita perlu memastikan bahwa kita tulus di
dalam menyembah Allah yang benar. Untuk alasan inilah Alkitab memperingatkan
kita terhadap bentuk-bentuk kehidupan rohani yang dapat dijadikan tempat
persembunyian bagi ketidaktulusan. Misalnya sikap-sikap formalitas dalam doa.
Dalam kehadiran beribadah, dalam memuji Tuhan. yang pastinya bukan sesuatu yang
keluar dari hati yang terdalam.
Arti kata “menyebut nama Allah” adalah “meninggikan Dia”. Jadi
maksud dari perintah ini juga dapat berarti “jangan meninggikan nama Tuhan dengan sembarangan”.
Maksudnya adalah kita tidak boleh berdoa tanpa rasa hormat yang mendalam. Kalau
kita berdoa tidak konsentrasi, maka kita telah menyebut nama Tuhan dengan
sembarangan. Ini juga berarti kita tidak boleh asal menyanyi atau memuji nama
Tuhan. Pikiran kita tidak boleh melayang-layang ketika berdoa atau pun
menyanyi. Dengan kata lain saudara, saat kita berdoa, menyanyi, memuji
nama Tuhan tanpa disertai perhatian dan sikap hati yang tulus, sama artinya
dengan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan.
Maka dari itu, marilah kita sebut nama Tuhan dengan
perasaan hormat, kita menyatakan bahwa kita adalah orang yang mengenal
sifat-sifat Tuhan yang dinyatakan dalam namaNya, dan kita berhati-hati ketika
menggunakan nama ini. Berbicara kepada Tuhan atau berbicara atas nama Tuhan selalu
harus dengan hati-hati diucapkan.
Demikianlah firman Tuhan mengajarkan dalam Pengkhotbah 5:1, “Janganlah
terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan
perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh
sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit”. Inilah yang harus kita
ingat senantiasa dalam sikap kita menyembah Allah.
Yang berikutnya, Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Secara verbal, hukum ini juga mengharuskan kita untuk
menyebutkan nama Tuhan Allah dengan penuh rasa hormat akan keagunganNya. Mengapa?
Karena Dia telah memberi kita anugerah yang begitu besar yakni pewahyuan
mengenai diriNya sehingga manusia boleh mengenal Dia. Pengenalan akan Allah
adalah harta terbesar manusia, “penemuan” teragung manusia melampaui semua
pengenalan dan penemuan manusia yang lain. Sebab Dia, Sang Pencipta, memberikan
diriNya untuk dikenal. Mereka yang tidak mempunyai komitemen di dalam iman dan
keinginan untuk diajar dan mengenal kemuliaan Allah sesungguhnya bersalah
menghina Yang Maha Tinggi. Seolah-olah ada yang lebih berharga dari pada
kemuliaan Allah.
Dengan demikian saudara, pada waktu kita datang mendekat
kepada Allah dalam doa, kita harus mengagungkan KesempurnaanNya dengan
kerendahan hati kita seperti yang diteladankan oleh tokoh-tokoh iman seperi
Abraham (Kejadian 18:27), Yakub (Kejadian 32:10), Musa (Keluaran 15:11), Salomo
(1 Raja 8:33), Hizkia (2 Raja 19:15), Daniel (Daniel 9:4) dan makhluk-makhluk
Surga lakukan (Wahyu 4:10, 11).
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan sembarangan adalah semua
pikiran yang tidak menghormati Allah, sia-sia, kurang ajar, tidak senonoh, atau
penghujatan kepadaNya, menggunakan FirmanNya dengan tidak sopan, sungut-sungut
terhadap pemeliharaanNya, penyalah-gunaan apa pun yang telah membuat diriNya
dikenal.
Misalnya: menggunakan nama Tuhan dalam hal-hal negatif
seperti mengutuk, mengumpat, atau dengan kata-kata kotor lainnya seperti dalam
kasus anak Selomit binti Dibri dari suku Dan yang menghujat Tuhan (Imamat
24:10-16,23).
Atau menyebut nama Tuhan dengan motivasi yang salah
misalnya menggunakan nama Tuhan untuk sebuah lelucon/ percakapan yang tidak ada
gunanya. Atau menyebut nama Tuhan dengan tujuan yang sia-sia, ketika kita
menyebutNya tanpa pertimbangan dan hormat. Seperti latah/ refleks;
Masalahnya saudara, hari ini ada begitu banyak orang telah
“mendiskon” nama Tuhan, sehingga nilainya amat rendah. Mereka dengan mudahnya
mengumbar nama Tuhan disegala aspek kehidupan, yang walaupun tidak tepat dalam
pemakaiannya. Nama Tuhan dijadikannya sebuah lelucon murahan. Atau orang-orang
yang kaget yang kadang-kadang menyebut nama Tuhan, dengan maksud yang tidak
jelas.
Padahal saudara, nama Tuhan bukanlah untuk bahan baku
membuat humor yang mengundang tawa yang akhirnya malah mencibirkan kedaulatan
Allah. Nama Tuhan jauh lebih besar daripada nama siapa pun juga. Nama Tuhan
menyatakan jati diriNya. EksistensiNya diantara umat pilihanNya. Allah
melakukan segala hal yang menakjubkan untuk memperoleh kemuliaan dan pujian
bagi namaNya. Karena itu Dia menghendaki kita menghormati namaNya dan
memperlakukanNya dengan hormat. Allah kita adalah Allah yang serius dan namaNya
bukan untuk kita tertawai. Barangsiapa menyebut nama Allah di dalam kegentaran,
maka kita akan merasakan nama itu memberikan kekuatan dalam hidup kita.
Bagaimana mungkin seseorang bisa berpikir dan berbicara
tentang Allah yang besar namun dengan sembarangan menggunakan namaNya tanpa
rasa hormat dan penuh dengan kesombongan? Nama Tuhan bukanlah untuk
ucapan-ucapan kosong tanpa makna seolah-olah nama itu tidak ada artinya. Nama
itu bukan untuk umpatan, bukan pula sebagai ekspresi terkejut, menggunakan nama
Tuhan itu hal-hal itu adalah kebiasaan yang menghinaNya. Karena itu langkah
yang perlu diambil setelah mengerti betapa agungNya Allah yang ditunjuk oleh
nama Tuhan, maka hendaklah setiap orang percaya membentuk kebiasaan yang baik
dalam menggunakan namaNya sepatutnya dengan penuh hormat. Selain itu Ia adalah
Allah yang cemburu akan kemuliaanNya dan Ia akan membalas setiap kesalahan
orang-orang yang menghina kemuliaanNya.
Apabila kita ingin menggunakan nama Allah, kita harus
melakukannya dengan cara yang benar, mengerti arti tindakan tersebut dan
implikasi-implikasi penggunaan namaNya. Supaya Tuhan tidak berkata: “Mengapa kamu
berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku
katakan?” (Lukas 6:46). Sehingga kita harus lebih berhati-hati
supaya tidak jatuh pada dosa yang mengerikan, yakni pada saat kita melakukan
pekerjaan Tuhan yang kudus namun dengan sikap sembarangan dan tidak mempunyai
gairah kudus dalam melakukannya. Arthur Pink mengatakan dengan tegas dan keras
bahwa “berdoa
tanpa bertindak adalah sebuah penghujatan dan berbicara kepada Allah dengan
mulut sementara hati kita jauh dariNya sama dengan tindakan mengejek Allah.”
Nama Allah digunakan sia-sia ketika nama itu digunakan
secara munafik, artinya ketika orang-orang menggunakan namaNya dan mengakui
umatNya padahal tidak demikian. Allah berfirman kepada Israel melalui Yesaya
demikian: “Dengarlah
firman ini, hai kaum keturunan Yakub, yang menyebutkan dirinya dengan nama
Israel dan yang adalah keturunan Yehuda, yang bersumpah demi nama TUHAN dan
mengakui Allah Israel tetapi bukan dengan sungguh-sungguh dan dengan tulus
hati” (Yesaya 48:1). Kita melihat saudara, bangsa Israel menggunakan
nama Allah tapi tidak mematuhi pengajaran yang dikandung oleh nama itu sehingga
tindakan Israel tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum ketiga (bdk.
Matius 7:22, 23).
Nama Allah digunakan dengan sia-sia pada waktu namaNya
digunakan untuk sumpah-sumpah “rendahan”
dan menggunakan nama Allah dengan kurang hormat serta bersumpah palsu demi
namaNya. Pada waktu kita bersumpah terhadap sesuatu yang kita tidak tahu benar
atau salah, namun kita berani bersumpah demi namaNya sehingga kita membuat Ia
sebagai jaminan dan pendukung kebohongan, seolah-olah Dia adalah bapa
kebohongan.
Saudara, Yesaya mengatakan “orang yang hendak bersumpah di bumi akan
bersumpah demi Allah yang setia” (Yesaya 65:16). Dari sini kita
pahami, bahwa sumpah hanya diucapakan untuk sesuatu yang sungguh-sungguh benar
di mana nama Allah layak disebutkan sebab Ia adalah Sang Kebenaran. Juga dalam Imamat 19:12 dijelaskan, “Janganlah kamu bersumpah dusta demi
namaKu, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.
Dalam khotbah di bukit Tuhan Yesus mengingatkan untuk tidak
bersumpah demi apapun juga sebab kita tidak berkuasa atas apa yang ada dilangit
ataupun di bumi (Matius 5:33-36). Jadi lebih baik, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika
tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari
si jahat” Matius 5:37.
Dari sini kita mengerti bahwa Tuhan menghendaki supaya kita
tidak berdosa kepada Tuhan.
Dengan demikian bapak/ ibu yang kekasih,
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, penyebutan
nama Tuhan tidak dilarang, justru malah sangat dianjurkan. Misalnya, ketika
kita sedang berdoa dan memuji Tuhan dengan kesungguhan hati, kita menyampaikan
kesaksian tentang Tuhan dengan tujuan memuliakan namaNya, atau bahkan mengusir
setan demi nama Tuhan, dengan tujuan memuliakan Tuhan. Setiap kali kita
menyebutkan namaNya, gunakanlah dengan suatu pemahaman dan hormat akan Dia,
Sang Penguasa Surga di mana para serafim menutupi wajah mereka dan mengucapkan
kudus, kudus, kudus. Sehingga pada waktu kita menyebut namaNya, biarlah kita
menyebutnya dengan serius sambil menyadari keagungan dan kemuliaanNya yang tak
terbatas kemudian merendahkan serta sujud kepada Nama itu.
Pertanyaannya
bagaimana kita dapat yakin bahwa kita tidak sedang menyebut nama Allah
(mengakui iman kita di dalam Yesus Kristus) dengan sembarangan. Jawabannya
diung-kapkan dengan jelas oleh Yakobus, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan
hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab
jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah
seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan
cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa
bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum
yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya
mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan
berbahagia oleh perbuatannya. Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah,
tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah
ibadahnya.” (Yakobus 1:22-26). Artinya kita membaca Alkitab untuk
memandang kemuliaan Tuhan Yesus dan untuk menjadi serupa denganNya.
Dengan demikian saudara, menyebut nama Tuhan Allah atau
meninggikanNya di dalam perkataan atau pengakuan, merupakan hal yang amat
sangat penting kita lakukan. Kita seharusnya tidak pernah melakukannya tanpa
menyadari tanggung jawab yang serius di dalamnya. Oleh karena itu, biarlah kita
senantiasa mempunyai kerinduan yang terus menerus untuk menumbuhkan sikap
hormat yang tinggi bagi Allah dan namaNya di dalam seluruh bidang kehidupan.
Kiranya Roh Kudus menolong kita agar kita dapat lebih berhati-hati dalam
menyebut nama Tuhan. Amin.
Kak saya boleh tau ngga nama penulis nya siapa, soalnya butuh bgt untuk tugas.
BalasHapus