KETAATAN KRISTUS
Filipi 2:1-11
Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Minggu yang lalu kita belajar tentang Keilahian Kristus. Salah satu doktrin
yang sangat penting dalam kekristenan, yaitu tentang pengakuan Yesus adalah
Tuhan. Saudara, Yesus adalah Allah yang sejati dan hakikat Yesus Kristus sebagai
Allah, menunjukkan kesetaraan-Nya dengan Bapa baik sebelum, selama dan sesudah
masa hidup-Nya di bumi (Yohanes 1:1; 8:58; 17:24; Kolose 1:15-17). Di dalam
kekekalan-Nya Yesus Kristus adalah Allah. Oleh karena Yesus Kristus adalah
Allah, maka Kristus mempunyai hak atas semua sifat-sifat Allah.
Nah, pada minggu ini, kita akan belajar sisi lain dari Kristologi, yaitu
tentang Ketaatan Kristus. Saudara, berbicara tentang ketaatan Kristus, timbul
beberapa pertanyaan yang mesti kita jawab untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih tepat: Apa yang dimaksud dengan ketaatan? Ketaatan yang seperti apa yang
dilakukan dan diajarkan Tuhan Yesus? Dan seberapa pentingkah ketaatan Kristus
ini berlaku dalam kehidupan kekristenan kita?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, saya mengajak kita untuk
melihat terlebih dahulu terminologi sebuah ketaatan, bahwa ketaatan berasal
dari kata taat. Dalam KBBI kata “Taat” artinya “senantiasa tunduk, patuh, tidak berlaku
curang, setia, saleh dan kuat beribadah.” Sedangkan “ketaatan”
lebih diartikan sebagai “kepatuhan, kesetiaan, kesalehan.” Dalam dunia
hukum, ketaatan lebih diartikan sebagai fungsi untuk tidak membahayakan atau
mengganggu kedamaian atau keadilan.
Dalam kekristenan sendiri, ketaatan tidak dapat dilepaskan dari iman.
Ketaatan adalah bagian atau bukti dari iman. Dalam kehidupan keseharian
seseorang, dapat saja ketaatan lahir dari motivasi-motivasi tertentu, tetapi
tidak ada cara lain untuk mewujudkan imannya kecuali dengan menunjukkan ketaatannya
dalam menghidupi apa yang diimaninya. Jadi dari sini kita pahami saudara bahwa orang
yang hidup dalam ketaatan merupakan perwujudan dari iman mereka kepada Allah.
Sekarang kita melihat, apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus berkaitan dengan
ketaataan-Nya? Mari kita simak ayat 6 dari Filipi pasal 2 ini: “yang walaupun
dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan,” (Filipi 2:6).
Dalam ayat ini ada frasa “dalam rupa Allah”. Dalam bahasa Yunani, ada
dua kata yang menggambarkan kata rupa, yaitu kata “Morfe dan Skhema.” Kedua kata
ini memiliki kesamaan dalam hal terjemahaan, yakni sama-sama merujuk kepada kata
“rupa”. Namun secara makna, kata “Morfe” berbeda dengan kata “Skhema.” “Morfe” adalah rupa hakiki yang tidak pernah
berubah; seperti “kemanusiaan, keilahian.” sedangkan “Skhema” adalah rupa lahiriah
yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Ketika Paulus menjelaskan tentang Yesus dalam kalimat ini, Paulus
menuliskannya dengan menggunakan kata “Morfe.” Jadi kalimat “dalam rupa Allah” lebih tepat
diterjemahkan sebagai “keberadaan-Nya yang tidak dapat berubah atau bersifat
Ilahi.” Yang sekalipun “Skhema”
luar-Nya berubah karena sekarang menjelma menjadi Yesus namun dalam hakikat Ia
adalah Ilahi.
Sudah tentu sebagai Allah, Yesus Kristus tidak memerlukan apa pun! Ia telah
memiliki semua kemuliaan dan pujian dari surga. Bersama-sama dengan Allah Bapa
dan Roh Kudus, Ia memerintah seluruh alam semesta ini. Tetapi ayat 6
mengemukakan suatu fakta yang mengejutkan: bahwa Ia tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai “milik yang harus dipertahankan.”
Dengan demikian, yang ingin dijelaskan Paulus dalam kalimat ini adalah sekalipun
Yesus adalah Allah, namun Ia tidak mempertahankan hak-Nya, tetapi menanggalkan
kedudukan itu demi kepentingan manusia. Kristus tetap adalah Allah, dan keilahianNya tidak
berkurang, tetapi demi kepentingan manusia maka hakikat keilahian itu disembunyikan.
Dari sini kita melihat bahwa Yesus tidak memikirkan diri-Nya sendiri; Ia
memikirkan orang lain. Pandangan-nya/ sikap-Nya ialah memperhatikan orang lain tanpa
mementingkan diri sendiri. Saudara inilah bentuk
kerendahan hati yang mutlak yang lahir dari kasih-Nya yang besar. Inilah
ketaatan Yesus yang berperan sebagai Anak Tunggal Allah.
Perhatikan ayat
7 “melainkan
telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2:7).
Kata “rupa”
tetap menggunakan kata “Morfe” yang menunjukkan kesungguhan dari
kedudukan-Nya sebagai hamba dan menjadi sama dengan manusia. Kekeristenan
percaya bahwa Yesus Kristus adalah manusia yang sejati. Ia seratus persen manusia
seutuhnya. Ia bukan manusia jadi-jadian. Ia juga bukan manusia setengah
dewa. Tetapi Ia sungguh-sungguh menusia seutuhnya. Namun
ada sesuatu yang lebih di sini, yaitu Kristus “menjadi sama dengan manusia.”
Maksudnya adalah dalam Keilahian-Nya, Kristus kini mengambil rupa manusia, menjadi sama dengan
manusia dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia sungguh dan sepenuhnya manusia.
Mendapat bagian dalam darah dan daging kita. Tampil dalam kodrat dan kebiasaan manusia
dan Dia mengambil kodrat manusia dengan sukarela. Itu merupakan tindakan-Nya
sendiri dan dilakukan dengan persetujuan-Nya sendiri.
Saudara, Kita
tidak dapat berkata demikian mengenai bagian kita dalam kodrat manusia. Di sini Ia mengosongkan
diri-Nya sendiri, melepaskan diri dari kehormatan dan kemuliaan dunia atas
serta dari keadaan-Nya yang sebelumnya untuk mengenakan pada diri-Nya
sendiri kain kotor berupa kodrat manusia.
Jadi saudara, walaupun Ia tetap benar-benar Ilahi, namun sekarang Kristus
mengambil sifat manusia dengan segala pencobaan, kehinaan dan kelemahannya, hanya
bedanya adalah Ia tanpa dosa. Berbeda dengan Adam pertama, yang melakukan
tindakan sia-sia untuk mencapai kesetaraan dengan Allah (Kejadian 3:5), Yesus
sebagai Adam yang terakhir (1 Korintus 15:47), Ia merendahkan diri-Nya dan di
dalam ketaatan-Nya Ia menerima peran sebagai hamba yang Menderita. Sehingga Ia
mempersembahkan ketaatan yang tak bercacat dan sempurna kepada Bapa di pihak
orang-orang yang terkait dengan-Nya oleh iman.
Kita melihat saudara, Adam gagal dalam ketaatannya, tetapi Kristus berhasil
secara sempurna. Adam adalah adalah sumber dosa dan kematian, tetapi Kristus
adalah sumber ketaatan dan kehidupan. Sehingga setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Namun demikian, kemanusia Yesus tidaklah permanen; kemanusiaan itu memang sungguh-sungguh nyata namun itu sudah berlalu, sebab sejak kenaikan-Nya ke surga, Ia telah kembali ke
dalam tubuh-Nya yang baru.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Pada ayat 8 dijelaskan: ”Dan dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:8).
Dalam hal ini Paulus
berbicara tentang Yesus yang telah merendahkan diri-Nya sendiri dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Dari
sini kita melihat bahwa ciri
khas utama hidup Yesus adalah kerendahan hati, ketaatan dan pengangkalan
diri. Ia tidak ingin menguasai manusia, tetapi hanya melayani mereka; Ia tidak
menginginkan kehendak-Nya sendiri, tetapi kehendak Allah; Ia tidak ingin
meninggikan diri, tetapi menyangkal seluruh kemuliaan-Nya demi manusia. Apabila
kerendahan hati, ketaatan dan penyangkalan diri merupakan ciri khas paling
agung bagi hidup Yesus, maka itu juga harus merupakan ciri
dari setiap orang
Kristen yang mengaku sebagai anak-anak-Nya.
Kita melihat saudara, Yesus sendiri rela melepaskan identitas dengan segala
hak-Nya walaupun Ia adalah Allah. Inilah yang disebutkan sebagai mengosongkan
diri-Nya. Maksudnya adalah Ia rela mengosongkan diri-Nya, menyembunyikan
keutamaan-Nya supaya orang berdosa dapat diselamatkan. “Pengosongan diri-Nya ini tidak sekedar
berarti secara sukarela menahan diri untuk menggunakan kemampuan dan hak
istimewa ilahi-Nya, tetapi juga menerima penderitaan, kesalahpahaman, perlakuan
buruk, kebencian, dan kematian yang terkutuk di salib.” Yesus mengabaikan kemuliaan diri-Nya dengan membiarkan diri dihina, direndahkan,
disiksa, bahkan dibunuh. Jadi Kristus tidak hanya menjadi manusia sejati,
tetapi seorang manusia “sama dengan yang lain” yang mengambil bagian
dalam seluruh kelemahan manusia kecuali dalam dosa.
Kalau kita bercermin dari apa yang dilakukan Yesus, merendahkan diri memang
bukan perkara mudah, sebab kita perlu melatih diri untuk bersikap demikian
dalam relasi kita dengan sesama, khususnya di antara orang percaya. Itu bisa
ditunjukkan dengan kesediaan mengalah saat berbeda pendapat untuk hal-hal yang tidak
prinsipil. Dalam kehidupan berjemaat pun kiranya kita belajar untuk tidak
menonjolkan diri sendiri saja, tetapi juga memberi kesempatan kepada orang lain
untuk maju.
Saudara, Ketaatan Yesus pada kehendak Allah Bapa adalah ketaatan yang
mutlak, karena ketaatan-Nya berorientasi pada kehendak Bapa. Ketaatan-Nya bukan
hanya taat dalam melaksanakan tugas-Nya tetapi kesempurnaan dalam menyerahkan
diri sesuai dengan kehendak Bapa, yakni Dia harus mati demi penebusan orang
yang berdosa. Ketaatan Yesus untuk mati di kayu salib menjadi jembatan yang
mengatasi jarak antara manusia berdosa dengan Allah yang suci. Yesus Kristus
telah memberitahukan kepada kita bahwa perjalanan-Nya dari sorga untuk mencari
orang berdosa, telah sampai pada titik paling bawah, paling hina, dan paling
dalam yang tidak akan bisa dilakukan oleh siapapun juga. Karenanya tidak heran
saudara, jika ketaatan Kristus adalah ketaatan yang mutlak.
Dalam hal ini, maka ketaatan yang berorientasi pada Allah sejatinya akan
menghasilkan ketaatan mutlak, sebaliknya ketaatan yang hanya untuk menyenangkan
hati manusia akan menimbulkan ketidaktaatan yang tersembunyi. Karena itu, ketaatan
Tuhan Yesus kepada kehendak Allah Bapa, ditunjukkan-Nya pada penyerahan
diri-Nya sampai mati, merupakan sebuah teladan bagi kita.
Seringkali berbagai pergumulan hidup di dunia membuat kita merasa terdesak
dan sulit untuk taat kepada Allah. Kita diingatkan bahwa walaupun sulit dan
menuntut pengorbanan, kita harus belajar taat kepada kehendak Allah. Siapakah
kita, yang jauh lebih rendah daripada Dia, tetapi memberontak kepada Bapa di
surga? Kita hanyalah ciptaan yang lemah dan kecil ini berani melawan Allah.
Tetapi Yesus taat sampai mati di atas kayu salib. Hanya dengan ketaatan kepada
Allah, barulah rencana Allah yang sempurna dan baik dapat terlaksana. Demi
kebaikan hidup kita semua, mari belajar menaati Allah secara mutlak. Saudara, kunci
agar kita bisa terus terarah kepada ketaatan seperti Kristus adalah selalu
berdoa. Sama seperti Yesus taat kepada kehendak Allah, kita pun harus belajar
taat kepada kehendak Allah dalam kehidupan kita. Doa akan menolong kita agar
kita tetap terarah untuk taat kepada Allah.
Kita lanjut ke ayat 9-10 “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan
mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada
di bawah bumi,” (Filipi 2:9-10).
Saudara inilah bagian yang paling agung dimana Yesus menerima pemuliaan
dari Bapa. Cepat atau lambat, setiap makhluk hidup di seluruh jagat raya, di
surga, di bumi dan bahkan di neraka, akan menyembah-Nya. Dalam tatapan Yesus
yang telah meninggalkan kemuliaan-Nya demi manusia dan mengasihi manusia sampai
mati di atas salib, hati manusia menjadi luluh dan penolakkan mereka hancur.
Ketika orang menyembah Yesus Kristus, mereka jatuh pada kaki-Nya dalam kasih
yang ajaib. Kita melihat saudara, sebagai bagian dari konsekuensi dari kasih
yang penuh pengurbanan, Allah memberikan Yesus nama di atas segala nama. Ini
merupakan gagasan yang umum di pakai dalam Alkitab yaitu memberi suatu nama
baru untuk menandai suatu tahapan baru dalam hidup manusia. Abram menjadi
Abraham ketika menerima janji Allah (Kejadian 17:5). Yakub menjadi Israel
ketika Allah masuk ke dalam hubungan baru dengannya (Kejadian 32:28).
Lalu nama baru apa yang disandangkan kepada Kristus. Tidak lain jawabannya
adalah “nama
di atas segala nama” inilah gelar yang merujuk pada “Tuhan.”
Mula-mula gelar ini berarti tuan atau pemilik. Lalu istilah ini menjadi gelar
resmi kaisar-kaisar Romawi. Istilah ini juga dipakai sebagai gelar dewa-dewa
kafir. Saat penerjemahan Alkitab menerjemahkan kata Yehovah dalam Alkitab PL
versi bahasa Yunani, mereka menerjemahkan kata “Yehovah”
menjadi “Kurios”
yang berarti “Tuhan.”
“supaya dalam
nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi
dan yang ada di bawah bumi.” Pembagian jagat raya atas tiga wilayah
itu mau menekankan keseluruhan jagat raya itu. Maka pemahaman kita adalah
Dialah Tuan dan pemilik segala kehidupan. Dialah Raja dari segala raja; Dialah
Tuhan yang tidak dapat disamakan oleh dewa-dewa kafir dan patung-patung bisu.
Tujuan ini nampak jelas
dalam ayat 11 “dan
segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan
Allah, Bapa!” (Filipi 2:11).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan, pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah
Tuhan adalah pengakuan yang sangat penting dalam dalam kekristenan. Menjadi
orang Kristen berarti mengaku Yesus sebagai Tuhan (Roma 10:9). Pengakuan ini
amat sederhana, namun mencakup keseluruhan. Mungkin kita akan mengerti lebih
baik tentang arti sebuah kekristenan jika kita kembali kepada pengakuan ini,
yakni bahwa kita harus menaklukan diri dan taat kepada-Nya, sujud menyembah
kepada-Nya, mengakui dan menghormati-Nya sebagai Tuhan yang empunya kuasa dan
kemuliaan. Sebab merupakan kehendak-Nyalah supaya semua orang menghormati Anak
sama seperti mereka menghormati Bapa (Yohanes 5:23).
Sekalipun demikian, seluruh tujuan Yesus bukan kemuliaan diri-Nya sendiri, tetapi
kemuliaan Allah. Dari sini kita melihat bahwa keyakinan Paulus sangat jelas
bahwa Allah adalah satu-satunya yang paling agung. Tuhan adalah “nama di atas
segala nama” yang dikaruniakan kepada Yesus. Dia Raja dan Pemerintah
yang diangkat oleh Allah untuk memegang kekuasaan atas segala sesuatu. Jadi
penghormatan apa pun yang diberikan kepada Kristus tertuju juga kepada Bapa.
Dalam hal inilah Matius
10:40 berkata: “Barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus
Aku.”
Kita perlu tahu saudara, bahwa Sebetulnya, gereja Filipi adalah gereja yang bagus/ baik.
Ini terlihat dari banyaknya pujian yang Paulus berikan kepada mereka (Filipi
1:5 4:10, 14-18). Tetapi, bagaimanapun juga, ini bukan gereja yang sempurna. Dalam gereja Filipi ada orang-orang yang bertujuan mengarahkan perhatian
orang pada diri mereka sendiri, dan tujuan Yesus adalah mengarahkan pandangan
manusia kepada Allah. Jadi, pengikut Kristus harus selalu berpikir bukan
mengenai dirinya, melainkan orang lain, bukan demi kemuliaannya sendiri,
melainkan kemuliaan Allah. Dari sini maka kita akan dapat memahami bagian dari
ayat 1-4 seperti yang dikatakan oleh Paulus.
Bahwa tujuan
utama hidup kekristenan adalah menjadi seperti Kristus. Demikianlah Rasul Yohanes berkata "Barangsiapa
mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus
telah hidup" (1 Yohanes 2:6). Setiap orang Kristen harus meneladani
Kristus dalam hidupnya dan mengikuti jejak hidup-Nya sehingga kita menjadi
serupa dengan Dia.
Banyak orang Kristen
bertanya, "Mana
mungkin sama seperti Kristus?" Memang, dalam keilahian-Nya
tentu kita tidak akan pernah bisa dan tidak akan mungkin dapat menjadi seperti
Kristus. Tetapi dalam aspek kemanusiaan-Nya tentu kita bisa
seperti Dia, karena ada Roh Kudus di dalam kita; Roh itulah yang akan memampukan
kita untuk hidup sama seperti Kristus. Hidup sesuai dengan
kehendak Kristus.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Yesus Kristus adalah
pribadi yang rendah hati. Dia datang ke dunia bukan untuk dilayani,
tetapi untuk melayani. Ketika Saudara membaca keempat Injil,
pernahkan Saudara memperhatikan bahwa Yesuslah yang melayani orang lain, bukan
orang lain yang melayani Yesus? Ia selalu siap sedia menolong siapa saja, kaum
nelayan, pelacur, pemungut cukai, orang-orang sakit, orang-orang yang menderita
dan lain sebagainya. Semuanya dilakukan-Nya dengan penuh kasih. Kita pun
seharusnya demikian, kita dapat mulai menanamkan rasa peduli kita terhadap
orang lain. Orang yang rendah hati adalah orang yang tidak semata-mata
memikirkan dirinya sendiri atau mencari pujian bagi diri sendiri, tetapi "...menganggap
yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;" (Filipi 2:3b). Orang
yang rendah hati adalah orang yang rela melayani karena menyadari bahwa dirinya
adalah hamba. Orang yang memiliki kerendahan hati dan hidup bagi orang lain, dari dirinya
dituntut pengorbanan dan pelayanan, tetapi pada akhirnya hal itu mendatangkan
kemuliaan. Inilah pernyataan Paulus, "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai
hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah." (1
Korintus 4:1).
Jadi sukacita dari kerendahan hati bukan hanya diperoleh dengan menolong
orang lain dan ikut serta dalam persekutuan dalam penderitaan Kristus (Filipi
3:10), tetapi terutama dari pengetahuan bahwa kita sedang memuliakan Allah.
Banyak orang Kristen tidak menyadari akan hal ini. Karena kaya, kita menjadi
tinggi hati dan menganggap rendah orang lain yang di bawah kita; ketika
pelayanannya sudah berhasil dan menjadi hamba Tuhan 'besar', tidak sedikit yang
menjadi lupa diri. Sikap kita pun mulai berubah, pilih-pilih ladang
pelayanan, mau melayani asal fasilitasnya memadai dan lain-lain. Siapa
kita ini? Kristus saja rela membasuh kaki murid-murid-Nya (baca Yohanes
13:1-20) dengan tujuan supaya kita meneladani Dia.
Karena itu biarlah ketaatan yang telah diteladankan Kristus bagi kita,
mendorong kita untuk mau mengikuti teladannya dalam hal taat kepada Allah,
melakukan setiap firman-Nya dan hidup menyenangkan hati Allah. Kitanya Tuhan
memberkati kita sekalian. Amin.
Makasih sudah disetujui komen saya. Infokan saya bila anda berkenan untuk tukar link. Terima kasih lagi sebelumnya. Taat Kepada Yesus
BalasHapus