IMAN
HARUS NYATA DALAM PERBUATAN
Yakobus
2:14-26
Sidang
jemaat yang kekasih,
Kesalahan terbesar yang seringkali dilakukan orang
Kristen adalah tentang memahami iman. Bahwa iman adalah sesuatu yang terpisah
dari pengalaman. Padahal saudara, pengalaman iman seharusnya mengikuti
kedalaman pemahaman orang tentang imannya. Sebab jika terjadi pemisahan yang
demikian, maka akibat buruknya adalah orang tersebut cenderung menjadi pandai
bersilat lidah tentang imannya. Sebaliknya jika seseorang lebih menonjolkan
diri dengan berupaya menjadi lebih baik melalui perbuatannya untuk suatu tujuan
kemanusiaan, maka yang terjadi adalah akan menimbulkan dampak pada pemujaan manusia
karena perbuatan baiknya. Lagi pula, pemisahan iman dan perbuatan bisa mengakibatkan
pada kesesatan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Mungkin diantara kita ada yang berkata, bukankah
keselamatan kita hanya ditentukan oleh iman dan bukan karena perbuatan?
Mengenai pertanyaan ini saya sendiri sependapat bahwa keselamatan kita bukanlah
ditentukan oleh amal perbuatan kita. Sebaliknya keselamatan kita semata-mata
ditentukan oleh iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dalam Roma 3:23-28 sendiri,
Paulus mengajarkan dengan sangat jelas kepada para pembacanya bahwa keselamatan
seseorang hanya di dasarkan pada iman kepada Yesus Kristus. Lalu mengapa
sekarang di dalam Yakobus kita melihat seolah-olah, Yakobus memberikan
pengajaran baru bahwa iman yang sejati harus disertai dengan perbuatan? Bahkan
dia sendiri mengatakan, “jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu
pada hakekatnya adalah mati” (Yakobus 2:17).
Jadi tidak cukupkah keselamatan kita, hanya ditentukan
oleh iman kepada Yesus? Atau haruskah ada iman plus, yaitu iman yang
ditambahkan dengan perbuatan baik, sehingga melalui keduanya kita diselamatkan?
Saudara, jika kita tidak berhati-hati dalam meneliti
kebenaran firman Tuhan ini, maka kita akan terjebak diantara dualisme
pengajaran yang demikian. Kelihatannya ada sebuah pertentangan antara teologia yang
dibangun oleh Paulus dengan teologianya Yakobus.
Sekarang kita harus menyelaraskan pandangan kita lebih
dahulu, bahwa kita percaya Alkitab adalah firman Allah. Karena Alkitab adalah
firman Allah maka Alkitab tidak mungkin salah. Kita juga percaya bahwa Alkitab
sanggup membuktikan kekonsistennya melalui kebenaran firman Tuhan yang lain. Dan
karenanya seharusnya tidak ada yang kontradiksi dalam setiap pengajaran Firman
Tuhan. Karena semuanya diilhamkan oleh Allah. Lalu mengapa ketika kita membaca
Firman Tuhan ini, di beberapa bagian sepertinya terdapat dualisme pengajaran,
seperti halnya pada point yang kita bahas ini. Jawabannya adalah, karena kita
salah dalam menafsir Firman Tuhan! Ketika kita salah menafsir firman Tuhan,
maka teologi yang dibangun sudah pasti berbenturan. Jadi kita harus
berhati-hati.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kalau kita melihat konteks dari kedua teks yang dimaksud,
yaitu dalam Roma 3 dan Yakobus 2, sebenarnya tidak ada pertentangan yang
berarti. Mengapa saudara? Karena penekanan Paulus dalam Roma 3, sangatlah
berbeda dengan apa yang diuraikan oleh Yakobus dalam Yakobus 2.
Pembahasan Paulus dalam Roma 3, adalah lebih mengajarkan
mengenai tidak ada yang dapat diandalkan manusia untuk dibenarkan di hadapan
Allah, kecuali karena iman. Dan iman itu sendiri adalah pemberian Allah. Lagi
pula, Yakobus tidak menolak keutamaan iman untuk keselamatan. Yang ia sedang tolak
adalah iman yang sebatas pengetahuan, dan tanpa ungkapan nyata di dalam
perbuatan sehari-hari. Jadi Yakobus melihat dari sisi yang lain bahwa jika
seseorang memperoleh iman yang dianugerahkan Tuhan bagi dirinya, seharusnya iman
itu dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan, sehingga perbuatan-perbuatan yang
dilakukannya itu menyebabkan iman termanifestasikan.
Sebenarnya saudara, yang dibicarakan Yakobus bukan
mengenai sebab seorang dibenarkan, atau cara seseorang beroleh kebenaran,
melainkan perbuatan baik selalu berhubungan dengan iman. Bagi Yakobus perbuatan
membuktikan seseorang dibenarkan. Dengan demikian, Yakobus bukan berbicara
mengenai dasar keselamatan. Sebab kata “dibenarkan” mempunyai dua arti. Paulus
memakai kata ini dengan arti pemberian status benar secara cuma-cuma di depan
pengadilan Allah. Sedangkan Yakobus memakai kata ini dengan arti kebenaran yang
dinyatakan melalui sikap hidup di depan manusia. Sehingga
Yakobus menekankan pentingnya perbuatan baik yang dihasilkan dari iman
yang sejati. Maka Yakobus menekankan ”iman tanpa perbuatan adalah mati” (ayat 17, 26).
Begitu pula kata “perbuatan,” dasar Paulus memakai kata ini adalah
untuk menunjuk kepada hal-hal yang berkaitan dengan hukum ritual, yaitu “sesuatu yang
digunakan untuk menyelamatkan diri kita”. Dalam hal ini ia berkata
bahwa perbuatan baik tidak diperlukan, karena yang menyebabkan kita diselamatkan Allah adalah hanya oleh iman!.
Sedangkan bagi Yakobus, iman yang menyelamatkan tidak
boleh berhenti dengan sekedar mengaku Kristus sebagai Juruselamat, tetapi juga
mendorong ketaatan kepada Dia sebagai Tuhan. Karena itu kata ini menunjuk kepada
hal-hal yang berkaitan dengan kasih dan belas kasihan (Yakobus 2:7, 13). Dengan
demikian istilah ini, mengacu kepada “akibat/ hasil dari keselamatan”. Karena
itu ia mengatakan bahwa perbuatan baik harus ada dalam diri orang Kisten. Kasih dan belas kasihanlah yang memotivasi orang
Kristen untuk memberikan bantuan kepada mereka yang berkekurangan. Jadi
perbuatan di sini lebih menunjuk kepada bantuan yang nyata kepada saudara
seiman yang miskin.
Saudara, Yakobus memberikan sebuah ilustrasi yang sangat sederhana.
Yaitu ada seorang yang miskin masuk ke dalam sebuah persekutuan, ia datang tanpa
pakaian yang pantas dan dalam keadaan yang lapar. Kemudian orang yang imannya
mati itu memperhatikan pengunjung tersebut dan mengetahui kebutuhannya, tetapi
ia tidak melakukan apa-apa untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut. Sebaliknya
ia menghampiri orang itu sambil mengucapkan beberapa kata seperti seorang yang
saleh: “Selamat
jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang” (Yakobus 2:16).
Sehingga seketika itu, pengunjung itu pergi dalam keadaan yang tetap lapar dan
telanjang sebagaimana ia masuk.
Saudara, sebagai orang percaya kita berkewajiban untuk
menolong orang-orang yang berkekurangan, tidak peduli siapa pun mereka. “Karena itu
selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua
orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Galatia 6:10).
Pada bagian yang lain, Tuhan Yesus pun berkata: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu
lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40).
Pertanyaan dalam ayat 14 seharusnya berbunyi, “Dapatkah iman
semacam ini menyelamatkan dia?” Iman
yang seperti apa? Yaitu iman yang tidak pernah terlihat dalam perbuatan nyata
seseorang. Jawabannya sudah pasti adalah, Tidak! Karena setiap pernyataan iman
yang tidak menghasilkan perubahan hidup dan perbuatan baik ialah pernyataan
iman yang palsu. Dan iman semacam itu adalah iman yang mati. Karena itu Yakobus
berkata: “demikian
juga halnya dengan iman: jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada
hakekatnya adalah mati (Yakobus 2:17).
Bapak/ ibu yang kekasih,
Mother Teresa seorang Biarawati Katolik Roma, yang lahir
di Skopje, Albania pada tanggal 26 Agustus 1910. Ia merupakan anak bungsu dari
pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu. Di usianya yang masih belia ia terpanggil
melayani sebagai seorang Biarawati di India. Pada tahun 1946 ia merasakan
panggilan lain, yakni ia terpanggil untuk tinggal di antara kaum termiskin dari
orang-orang miskin yang ada di Kalkuta – India. Saudara, di sana ia memberikan
pelayanan secara cuma-cuma kepada orang-orang disekitar Kalkuta. Ia mendirikan
rumah “Misionari
Cinta Kasih” untuk mereka yang sekarat dan yatim piatu, tempat
perawatan bagi penderita kusta, pusat medis dan rumah perlindungan bagi
tunawisma. Semuanya ini ia lakukan karena pemahamannya bahwa iman yang telah
dianugerahkan Tuhan Yesus kepadanya haruslah diaplikasikan langsung dalam
kehidupan bersama, dalam kasih terhadap sesama.
Kembali kepada pembahasan kita saudara, di sini Yakobus
ingin mengejutkan para pembacanya yang hidup berpuas diri akan keselamatan yang
telah diperolehnya. Ia memakai setan-setan dalam ilustrasinya, dikatakan: “Engkau percaya,
bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya
akan hal itu dan mereka gemetar” (Yakobus 2:19). Saudara, orang yang
memiliki iman yang mati hanya tersentuh pada aspek intelektualnya; di sini
dijelaskan bahwa setan-setan juga tersentuh secara emosinya, sehingga mereka
percaya dan gemetar. Namun percaya dan gemetar bukanlah pengalaman yang
menyelamatkan. Seseorang dapat saja diterangi pikirannya dan bahkan digerakkan
hatinya, tetapi ia bisa tetap terhilang selamanya, karena sebenarnya ia tidak
memperoleh iman yang sejati. Karena itu saudara, jangan terlalu berpuas diri
ketika dalam sebuah KKR kita melihat ada begitu banyak orang yang mengangkat
tangan dan maju ke depan untuk di doakan. Karena pada tahap itu, intelektual
dan emosi mereka sedang bergejolak. Sedangkan iman yang benar dan menyelamatkan
pastinya melibatkan sesuatu yang lebih dari itu, yaitu sesuatu yang dapat
dilihat dan dikenali: suatu kehidupan yang berubah. Dalam hal inilah Yakobus
berkata: “Tunjukkanlah
kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku
dari perbuatan-perbuatanku" (Yakobus 2:18).
Saudara, yang mau dikatakan di
sini adalah bahwa iman dan perbuatan sama-sama sebagai hal yang baik. Bukan
salah satunya, karena perbuatan baik yang tidak lahir dari iman tidak akan ada artinya apa-apa, demikian pula dengan
iman tanpa disertai dengan perbuatan
juga adalah sia-sia. Jadi kedua-duanya harus berjalan secara dinamis.
Dalam
ayat
20-26 kita melihat bagaimana iman
Abraham dan tindakannya dalam
mengorbankan Ishak atas permintaan Tuhan. Kejadian 22 adalah latar belakang yang menceritakan kisah tentang
iman Abraham ini. Pertanyaan kita adalah, mengapa iman Abraham yang
dikutip Yakobus? Saudara, kita harus
mengingat, bahwa
Abraham adalah bapa orang beriman, dan orang
Yahudi sangat bangga dengan Abraham dan mereka selalu mengatakan bahwa mereka
adalah anak Abraham. Di sini Yakobus
mengambil tokoh yang mereka kagumi dan menantang mereka untuk membuktikan iman
seperti iman Abraham. Lagi pula kebenaran
Abraham tidak bersumber dari “melakukan
hukum Taurat” seperti yang dituntut dalam (Roma 3:28), tetapi oleh iman dan
perbuatan yang bekerja sama di dalam kasih. Kesediaannya untuk mengorbankan
Ishak – anak satu-satunya yang sudah lama dinantikan, kini Tuhan menuntutnya
untuk dikorbankan, tetapi Abraham melangkah dengan iman (Kejadian 22). Dengan
kata lain, Yakobus memakai contoh Abraham adalah untuk menghancurkan
kepercayaan orang Yahudi bahwa iman dapat berada tanpa komitmen dan kasih
kepada Allah. Rasanya mustahil jika seseorang memiliki iman, namun tidak bisa
menunjukkan kasihnya kepada Allah dan sesama. Sebaliknya Abraham mampu
menunjukkan kedua-duanya sehingga Yakobus mengutipnya sebagai “sahabat Allah” (Yakobus 2:23 band. 2
Tawarikh 20:7).
Kemudian teladan yang kedua yang dipakai Yakobus dari
Alkitab adalah Rahab. Latar belakang kehidupannya terdapat di dalam Yosua 2 dan
6. Bangsa Israel waktu itu sedang bersiap-siap untuk menyerbu Tanah Perjanjian
dan merebut kota Yeriko. Yosua mengirimkan mata-mata ke kota itu untuk
mengamat-amati keadaan negeri itu. Di sana mereka bertemu dengan Rahab. Rahab
adalah seorang perempuan, bukan bangsa Yahudi, dan seorang pelacur. Ia adalah
orang yang paling najis karena dia adalah pelacur - satu
dosa yang paling tidak disukai orang Yahudi. Namun saudara, tindakan
Rahab yang menyelamatkan mata-mata Israel adalah sebuah perbuatan yang muncul sebagai
buah dari iman.
Cerita ini menarik, namun merupakan salah satu contoh
besar dalam Alkitab dari iman yang menyelamatkan (Ibrani 11:31). Rahab
mendengar firman dan mengetahui bahwa kotanya akan dikutuk. Kebenaran ini
mempengaruhi dia dan teman-teman sebangsanya sehingga tawarlah hati mereka
(Yosua 2:11). Rahab menanggapi masalah ini dengan pikiran dan emosinya; tetapi
ia juga menanggapi dengan kehendaknya: Ia melakukan sesuatu. Ia mempertaruhkan
nyawanya sendiri dengan melindungi pengintai-pengintai Yahudi, dan selanjutnya
ia mempertaruhkan nyawanya sendiri dengan memberitakan kabar baik tentang
pembebasan itu kepada anggota keluarganya.
Di sini kita melihat saudara, dua tokoh yang bertolak
belakang digabungkan Yakobus dalam pasal yang sama. Apa pesan yang ingin
disampaikan? Abraham mewakili sosok yang dikagumi banyak orang, imannya ditunjukkan
dan dibuktikan dengan tindakan. Demikian juga Rahab, ia mewakili sosok dari
orang yang paling dibenci, tetapi
ia juga menunjukkan iman dalam bentuk tindakan. Dengan kata lain saudara, Yakobus mau menjelaskan bahwa iman
yang sejati adalah iman
yang melahirkan perbuatan-perbuatan benar di mata Allah.
Ayat-ayat ini juga mau
mengatakan kepada kita bahwa siapapun kita yang
mengaku beriman kepada Tuhan Yesus
Kristus, marilah
kita buktikan dengan perbuatan kita.
Kalau iman yang sungguh-sungguh mampu menggerakkan Abraham dan
Rahab untuk bertindak benar di
mata Tuhan. Rasa-rasanya tidak ada jalan lain, selain kita pun melakukan hal yang sama
di hadapan Tuhan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Dalam ay 26 kita melihat ada sesuatu yang ditarik Yakobus,
“Sebab
seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa
perbuatan-perbuatan adalah mati.” Dari sini kita pahami bahwa Iman
tanpa perbuatan adalah sama seperti tubuh tanpa roh. Hidup adalah perpaduan keduanya, pada saat kedua hal itu
dipisahkan, maka hasilnya adalah kematian. Apa artinya ada tubuh tetapi tidak
ada roh, itu sama artinya dengan tidak ada kehidupan, tidak ada pertumbuhan dan
tidak ada aktifitas apa-apa. Orang tersebut sudah mati, dan tubuh yang telah
mati hanya menunggu waktu untuk menuju kepada pembusukan dan kehancuran. Begitu
pula halnya dengan iman, iman yang palsu pada hakikatnya adalah mayat rohani. Dan
mayat-mayat rohani hanya akan menuju kepada kebinasaan.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Iman sejati yang menyelamatkan begitu penting sehingga
mau tidak mau harus menyatakan diri di dalam tindakan saleh dan pengabdian
kepada Yesus Kristus. Orang Kristen yang dewasa seharusnya mampu mempraktekkan
kebenaran. Ia tidak saja berpegang pada ajaran-ajaran lama, tetapi ia
mempraktekkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga iman
yang diperolehnya tidak hanya tinggal diam dan tidak menghasilkan apa-apa,
sebaliknya imannya mendorong dia untuk mengalami pembaharuan dalam hidup, seperti
Abraham dan Rahab, yaitu iman yang mengubah suatu kehidupan dan bekerja untuk
Allah.
Saudara, sebagai orang yang telah meneriman penebusan
dari Tuhan, sudahkah kita memiliki perbuatan yang lahir dari bukti iman kita?
Iman yang sejati bukan hanya terwujud dari kesetiaan kita bergereja, berdoa,
bersekutu atau membaca Alkitab. Melainkan iman itu juga harus terwujud dalam
sikap kita sehari-hari, bagaimana kita bisa berbagi pengalaman, berbagi rasa, berbuat
baik dan mengasihi semua orang. Semunya itu bukan supaya kita diselamatkan,
tetapi sebagai sebuah tindakan yang benar bahwa kita telah menerima keselamatan
dari Tuhan kita Yesus Kristus. Sekaligus sebagai bukti bahwa kita memiliki iman
yang sejati. Kiranya Tuhan memberkati. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar