KEBEBASAN
YANG BERTANGGUNG JAWAB
1
Korintus 10:23-33
Kaum muda yang saya kasihi dalam Tuhan,
Hari rabu yang lalu kita memperingati hari Kemerdekaan
Negara kita yang ke-71. Artinya 71 tahun yang lalu bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya kepada seluruh dunia sebagai sebuah bangsa yang bebas dari
segala bentuk penjajahan. Itu juga berarti bahwa sudah 71 tahun bangsa
Indonesia hidup di dalam kemerdekaan yang dianugerahkan Tuhan bagi kita.
Namun pertanyaan bagi kita, apakah arti kemerdekaan yang
sesungguhnya? Saudara, banyak orang mengira
bahwa kemerdekaan berarti bebas berbuat apa saja, sesuka hati tanpa lagi perlu mempertimbangkan
apa-apa. Kemerdekaan seringkali
dimengerti sebagai sebuah kebebasan yang seluas-luasanya tanpa lagi
mempertimbangkan nilai-nilai dan norma-norma. Benarkah arti kemerdekaan yang
demikian? Ternyata tidak saudara!
Kemerdekaan yang sesungguhnya bukanlah demikian, ketika
kita menyuarakan sebuah aspirasi tentunya bukanlah sebuah hal yang salah. Akan
tetapi menjadi salah apabila aspirasi yang kita sampaikan kita sampaikan dengan
cara yang tidak benar. Sebuah kemerdekaan tanpa adanya rambu-rambu yang jelas justru
akan membahayakan kelangsungan hidup bahkan bisa menghancurkan, bukan saja diri
kita sendiri tetapi juga orang banyak atau bahkan negara.
Begitu pula ketika kita menjalankan sebuah kepentingan. Kemerdekaan
yang dijalankan atas kepentingan pribadi atau golongan dan tidak lagi memperhatikan kepentingan orang banyak
hanya akan menimbulkan banyak masalah. Bayangkan saudara, jika setiap orang merasa
dirinya adalah yang paling
benar dan paling berhak
menghancurkan yang tidak sepaham dengan mereka, apa jadinya dunia ini? Padahal, dunia ini adalah sebuah anugerah Tuhan yang dititipkan kepada manusia.
Kita yang tinggal di dalamnya diijinkan
untuk menikmatinya. Karena itu kita
harus ingat bahwa ada tugas penting bagi kita untuk mengelola bumi dengan
segala isinya dengan sebaik-baiknya, dan itu sudah digariskan Tuhan sejak pada
awal penciptaan. (Kejadian 1:26, 28). Karena itu, tanda kedewasaan adalah
apabila kita mengimbangi kebebasan kita dengan tanggung jawab; kalau tidak,
maka kebebasan itu bukan lagi kebebasan melainkan kekacauan, pelanggaran hukum.
Kaum muda yang saya kasihi,
Kebebasan
bukanlah berarti kita bisa
melakukan apapun dengan seenaknya.
Sebuah kebebasan seharusnya bisa dipertanggungjawabkan dan dipakai untuk
tujuan-tujuan yang positif. Sebuah kebebasan seharusnya membuat kehidupan di
muka bumi ini semakin damai dan sejahtera, bukannya semakin hancur tidak
karu-karuan. Seperti apa bentuknya? Tampaknya, masalah salah kaprah
dalam menyikapi kebebasan dan kemerdekaan bukan saja menjadi isu bagi manusia
di jaman sekarang ini,
akan tetapi
masalah ini sudah
berlangsung sejak dahulu kala.
Saudara, sebagai seorang yang baru lahir baru, mungkin
kita akan diperhadapkan dengan situasi yang dapat membuat kita bingung untuk
memilih. Kita menjadi ragu kekristenan yang sedang kita jalani memperbolehkan kita melakukan hal-hal
itu atau tidak. Kalau jelas-jelas kita tahu bahwa hal
itu adalah dosa, maka sudah pasti jawabannya
tidak boleh dilakukan. Tetapi bagaimana kalau masalah itu belum jelas, atau kurang jelas, karena hal
itu belum diajarkan. Apakah kita boleh
atau tidak, melakukan hal-hal itu?
Bagaimana seharusnya sikap kita?
Kaum muda yang kekasih dalam Tuhan,
Jemaat
di Korintus pada abad pertama juga pernah mengalami kebingungan yang serupa. Sebagai orang-orang Kristen yang lahir baru, mereka
menjadi bingung dengan kebiasaan yang terjadi disekitar mereka tinggal, secara
khusus berkenaan dengan makanan. Di kota Korintus, daging-daging
yang diperjual-belikan di pasar-pasar kebanyakan berasal dari korban
persembahan di kuil-kuil berhala
yang mereka lakukan. Sehingga kenyataan ini menimbulkan pertanyaan dari sebagian jemaat yang
sudah percaya. Di samping itu, terkadang mereka pun diundang makan oleh
sanak-keluarga atau teman-teman yang masih mengadakan penyembahan kepada
berhala. Dalam kondisi ini, mereka
jadi bertanya-tanya: “Apakah orang Kristen boleh beli daging di pasar?”
Kalau “tidak”, apa yang harus
dilakukan? Dan kalau “ya” bagaimana harus menjelaskan kepada orang-orang
Kristen yang lain. Belum lagi masalah, “Kalau diundang makan, apakah boleh
makan semua hidangan atau harus mengadakan pemeriksaan dulu?”
Saudara, mari kita melihat bagaimana Firman Tuhan mengajarkan
hal ini kepada kita. Dalam 1 Korintus 8:4-7, Rasul Paulus menuliskan bahwa
berhala bukan Allah. Karena itu apa yang sudah dipersembahkan kepadanya tidak
dapat merubah makanan untuk mendatangkan keuntungan ataupun kerugian bagi kita (1
Korintus 8:8). Dalam hal ini, orang percaya dapat menikmati di rumahnya sendiri
daging yang telah dipersembahkan kepada berhala. Sekalipun daging yang dibeli
di pasar sebenarnya berasal dari kuil berhala (karena sering terjadi demikian),
namun tidak akan membahayakan dia.
Demikian pula dengan orang Kristen yang diundang sebagai
tamu di rumah orang yang belum percaya. Jika orang kristen itu merasa ingin
pergi (Paulus menganggap keputusan ini bukan suatu hal yang penting sekali),
maka ia harus memakan apa saja yang dihidangkan kepadanya tanpa bertanya
apa-apa. (1 Korintus 10:25-27). Tetapi jika secara sengaja mereka memberitahukan
kepada kita sebagai orang Kristen bahwa daging itu adalah bagian dari sebuah
kurban, dan kita ragu untuk memakannya, maka tidak boleh memakannya.
Kita harus ingat akan firman Tuhan yang dituliskan dalam 1 Timotius 4:4-5,
“Semua yang
diciptakan Allah itu baik dan tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan
syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa.” Walaupun
demikian, Paulus menasehati umat agar menggunakan kebebasan untuk makan makanan
itu dengan penuh tanggung jawab. Bila makanan itu menjadi batu sandungan bagi
orang lain, maka janganlah memakannya (1 Korintus 10:28). Dari sini kita pahami bahwa Paulus menuntut agar seorang
Kristen dari Korintus harus menjadi contoh yang baik bagi orang-orang Yahudi.
Bahkan bagi musuh-musuhnya, seseorang harus menjadi contoh dalam hal-hal yang
baik.
Saudara, kita bisa belajar dari
apa yang dikatakan Paulus dalam surat 1 Korintus pasal 10. Dalam perikop ini, kembali dijelaskan bagaimana melaksanakan kebebasan
Kristen dengan penuh tanggung jawab.
Ada prinsip-prinsip kebenaran yang jelaskan Paulus dalam
bagian ini, yang dapat kita jadikan patokan untuk mengukur sebuah kebebasan:
Pertama, Kebebasan bukan
berarti kesewenang-wenangan. Dikatakan: “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan
segala sesuatu berguna; “segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan
segala sesuatu membangun” (1 Korintus 10:23). Perhatikan frasa “segala sesuatu
diperbolehkan.” Frasa ini diulang Paulus sebanyak dua kali, yang
menyatakan sebuah slogan dunia tentang sebuah kebebasan. Akan tetapi masalahnya,
kebebasan yang sesungguhnya bukan berarti sebuah kesewenang-wenangan. Kekristenan
tidak pernah mengajarkan bentuk kebebasan yang seperti ini. Penilaian Kristiani
terhadap nilai-nilai kebebasan itu sendiri adalah “bukan segala sesuatu berguna.”
Dari sini kita pahami bahwa sorotan utamanya tentang sebuah kebebasan adalah
apakah segala sesuatu itu berguna bagi kelangsungan tubuh Kristus atau tidak.
Hal inilah yang pada akhirnya menjadi ujian atas semua yang dilakukan atau
dikatakan orang percaya. Bahwa kebebasan seseorang di dalam Kristus tidak boleh
menyakiti orang yang lain untuk siapa Kristus telah mati (Roma 14:15).
Dengan kata lain, yang bisa kita jadikan sebuah dasar
pertimbangan dalam menyikapi kebebasan, yaitu: apakah kebebasan itu bermanfaat bagi kita dan
sesama atau tidak? Lalu berikutnya, apakah kebebasan yang kita
peroleh itu membangun kehidupan kita atau tidak? Apakah itu
memberkati kota dimana kita tinggal atau justru malah membuatnya semakin kacau? Ini penting saudara untuk
kita sikapi dalam alam kebebasan. Sebab apalah gunanya kita melakukan segala sesuatu jika hal itu malah membuat kita
semakin menjauh dari Tuhan, semakin menghancurkan hidup kita atau
menyengsarakan orang lain? Apakah kita harus tega menghancurkan hidup orang
lain hanya demi memuaskan hasrat yang ada dalam diri kita? Itu bukanlah
gambaran sikap yang diinginkan Tuhan dalam memberikan kemerdekaan atau
kebebasan bagi umatNya. Dengan demikian, kita
mempunyai tanggung jawab terhadap sesama kita orang kristen di dalam jemaat (1
Korintus 10:23-30). Kita bertanggung jawab untuk membangun orang lain dalam
iman dan memperhatikan kepentingan mereka. Kita dapat melakukan segala sesuatu
untuk kemuliaan Allah hanya ketika kita mengingat kewajiban yang harus kita
tunaikan terhadap sesama kita; dan kita dapat melakukan hal itu hanya ketika
kita mengingat bahwa kebebasan kita sebagai orang Kristen diberikan kepada kita
bukan untuk kepentingan diri kita sendiri melainkan untuk kepentingan
orang-orang lain.
Kedua,
Jangan mengambil keuntungan dari kebebasan yang kita
peroleh untuk kepentingan diri sendiri. Dikatakan: "Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi
hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain" (ay 24). Setiap yang disebut manusia selalu terdiri dari dua
kepentingan, yaitu kepentingan individu yang termasuk kepentingan keluarga,
kelompok atau golongan dan kepentingan masyarakat yang termasuk kepentingan
rakyat. Dalam diri manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak dapat
dipisahkan. Apabila salah satu kepentingan tersebut hilang dari diri manusia,
maka dapat dipastikan akan menimbulkan kekacauan. Jika kepentingan individu
yang hilang, maka ia akan lupa akan tugasnya terhadap keluarga. Tetapi jika
kepentingan masyarakat yang banyak itu hilang, yang timbul adalah keserakahan.
Dalam hal ini sepertinya manusia selalu diperhadapkan dengan sebuah dilema
keputusan. Kalau begitu mana yang harus didahulukan?
Dalam kekristenan sangat jelas ditekankan bahwa sebuah
kebebasan yang kita miliki seharusnya tidak dipakai untuk kepentingan diri
sendiri, tetapi melihat
apa yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Orang Kristen dewasa
menempatkan kesejahteraan orang lain di garis terdepan, baru kemudian
kesejahteraan diri sendiri. Dengan demikian, marilah
kita pikirkan bersama segala sesuatu yang kita lakukan sehari-hari: Apakah itu memberkati
orang lain atau malah mengganggu? Jangan sampai kita melakukan sesuatu yang
kita anggap baik bagi diri kita tetapi itu mengganggu kepentingan orang lain
atau bahkan merugikan mereka.
Hal ini sejalan dengan firman Tuhan yang dinyatakan dalam Filipi 2:4 yang mengatakan: “Janganlah
tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan
orang lain juga.”
Ketiga, Kebebasan yang sejati seharusnya dapat memuliakan nama
Tuhan. Dikatakan: "Aku
menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan
sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah" (1 Korintus 10:31). Ini adalah prinsip universal
yang berlaku di setiap area kehidupan orang percaya. Perhatikanlah
bahwa sudah menjadi kewajiban kita untuk memuliakan Allah, Sang Pencipta kita
dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Memaksakan kehendak dengan cara-cara
yang tidak baik, memusuhi orang lain, menghakimi, memupuk dendam, berusaha
membalas kejahatan dengan kejahatan dan lain-lain akan membuat kita justru
menjadi batu sandungan yang malah akan mempermalukan Allah.
Kita tidak dapat memuliakan Allah dengan membuat orang
Kristen yang lain tersandung. Tentu saja, hati nurani ita sendiri mungkin cukup
kuat untuk mengambil bagian dalam suatu kegiatan tanpa membahayakan diri kita.
Tetapi kita janganlah berani memakai kebebasan kita di dalam Kristus dengan
cara apa saja yang dapat melukai teman kita sesama Kristen.
Sebaliknya ada tanggung jawab ketiga yang berhubungan
dengan kedua tanggung jawab yang pertama: yaitu kita bertanggung jawab untuk
berusaha memenangkan orang-orang yang tersesat (ayat 32-33). Kita tidak boleh
mempersulit orang Yahudi atau pun orang bukan Yahudi untuk percaya kepada
Tuhan, atau mempersulit anggota jemaat yang lain dapat bersaksi bagi Tuhan.
Sebuah kesimpulan yang manis dalam menyikapi kebebasan
bisa kita baca dalam surat Galatia. "Saudara-saudara,
memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan
kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan
layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13).
Jangan pergunakan kemerdekaan atau kebebasan seenaknya sehingga kita merasa
wajar untuk hidup dalam dosa, tetapi hendaklah itu kita pergunakan untuk
melayani atas dasar kasih. Alangkah pentingnya memiliki kasih sejati dalam
hidup kita, yang akan mampu membuat pola pikir kita berbeda dari pola pikir
dunia terhadap arti sebuah kebebasan. Demikian pula yang dikatakan oleh Rasul Petrus:
"Hiduplah
sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan
itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai
hamba Allah." (1 Petrus 2:16). Sebuah kehidupan yang
merdeka seharusnya dipakai untuk menjadi hamba Allah, yang akan memuliakanNya
lebih lagi, dan bukan untuk berbuat berbagai kejahatan yang akan menghancurkan
diri kita sendiri, keluarga kita dan orang lain. Dalam Kristus kita sudah
menjadi ciptaan baru, dengan pola pikir yang seharusnya baru pula yang akan
memampukan kita untuk menyikapi kebebasan dengan rasa penuh tanggung jawab.
Kebebasan diberikan kepada kita bukan untuk membuat segalanya semakin buruk,
tetapi justru agar kehidupan manusia bisa semakin baik. Meski mungkin dunia
masih berpikir berbeda, janganlah kita malah ikut-ikutan.
Mari
nyatakan bagaimana bentuk kebebasan yang semestinya seperti apa yang dikatakan
firman Tuhan. Inilah saatnya untuk menunjukkan bagaimana cara menyikapi
kemerdekaan yang sebenarnya dengan penuh tanggungjawab seperti yang dikehendaki
Tuhan. Kemerdekaan harus melayani
kepentingan orang lain dalam melayani Injil. Dalam pengertian tersebut, Paulus
sendiri adalah model, teladan dari orang Kristen yang benar-benar merdeka: “jadilah
pengikutku, sama seperti aku menjadi pengikut Kristus” (1 Korintus 11:1).
Dari sini kita melihat, bahwa cara kita memakai kebebasan
kita dan berhubungan dengan orang lain menunjukkan apakah kita sudah dewasa di
dalam Kristus. Orang-orang Kristen yang kuat dan yang lemah imannya perlu
bekerjasama dalam kasih untuk saling membangun dan memuliakan Yesus Kristus. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar