MENERAPKAN
HUKUM KEENAM DALAM KEHIDUPAN PRAKTIS
Keluaran 20:13; Ulangan 5:17
Sidang
jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Pada
minggu ini kita masih membahas tentang hukum keenam, yaitu mengenai hukum “Jangan Membunuh”.
Kalimat tentang Hukum ini sangat singat, hanya dua kata. Namun Hukum ini
memiliki makna yang sangat luas dalam penerapannya. Pada minggu lalu Ev. Ozi
sudah menjelaskan begitu panjang lebar mengenai hakekat dari hukum keenam ini. Bukan
hanya sebuah tindakan nyata tentang menghilangkan nyawa seseorang, tetapi hal
lain yang sama hakekatnya dengan membunuh diantaranya: kemarahan, mengatai
orang lain kafir, dan tindakan jahil (Matius 5:21-22). Karena itu Hukum keenam
ini bukan hanya berbicara soal tindakan fisik mengenai larangan pembunuhan.
Tetapi juga berkaitan dengan niatan, perkataan, yang mematikan mental dan
spiritual seseorang.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perintah
Allah “Jangan
membunuh” ini menyadarkan kita, betapa berharganya hidup atau nyawa
manusia di hadapan Tuhan. Saudara, Hidup itu kudus, itu adalah anugerah Allah. Pada
saat Allah menciptakan manusia, Allah menciptakannya menurut peta gambar-Nya
(Kejadian 1:27). Saat permukaan bumi diselimuti kabut, Tuhan Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah dan Ia menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7).
Dengan demikian, Allah adalah sumber dan pemberi hidup manusia. Maka hak atas
hidup manusia adalah milik Allah sendiri. Hanya Allahlah yang berhak
mengizinkan, menunjuk, atau menetapkan untuk mengakhiri hidup seseorang.
Mengapa? Apa yang membuat Allah berhak melakukan itu? Karena Dialah sang Pencipta
dan Pemberi kehidupan. Tanpa pribadi Allah sudah tentu tidak ada yang namanya kehidupan.
Oleh sebab itu, hanya Dialah yang memiliki hak atau otoritas untuk mengambil
nyawa dan melakukan apa pun sesuai dengan kehedak-Nya. Jadi saudara, hak untuk
menentukan hidup dan mati seseorang bukan berada di tangan manusia, tetapi
berada di tangan Tuhan. Tuhan sendirilah yang berdaulat atas kehidupan dan
kematian manusia. Oleh karena itu manusia, tidak memiliki hak untuk menentukan
hidup atau mati baik bagi dirinya sendiri maupun bagi sesamanya.
Namun
kalau kita melihat dalam kehidupan sehari-hari, mengapa banyak sekali terjadi
kasus pembunuhan. Baik itu pembunuhan yang tidak terencana sampai pembunuhan
terencana. Mulai dari yang biasa, sampai pada tingkat yang paling sadis. Bukan
hanya melibatkan anak-anak akan tetapi lebih kepada orang dewasa. Bukan hanya
diperkotaan besar, tetapi juga di pedesaan terpencil pun kasus ini ada. Mengapa
saudara? Jawabannya adalah, karena kejatuhan manusia dalam dosalah sehingga manusia
pada akhirnya salah dalam menilai soal kehidupannya. Dipikirnya dia berhak
menentukan kehidupannya sendiri dan orang lain. Padahal hakekatnya tidaklah
demikian.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Secara
umum kita melihat, bahwa semua kasus pembunuhan terjadi karena merasa dirinya lebih
pantas hidup di dunia sementara orang lain tidak pantas hidup di dunia; atau
kehadiran orang lain telah mengganggu keberadaan dirinya sehingga ia meniadakan
orang itu. Pembunuhan biasanya dipicu oleh pikiran yang dipenuhi amarah.
Kemarahan bertumbuh menjadi sikap benci yang berakhir dengan tindakan membunuh.
Itulah dosa! Yakobus
1:15 berkata: “Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan
dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” Jadi saudara, perbuatan dosa yang dipupuk
terus-menerus, bukan saja melahirkan maut bagi dirinya, tetapi juga bisa
berakibat kematian bagi orang lain. Itulah pembunuhan. Lagi pula “setiap orang
yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu bahwa
tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam
dirinya” (1 Yohanes 3:15).
Itu
sebabnya, setelah Allah memberikan perintah untuk menghormati orang tua, segera
disusul dengan perintah jangan membunuh. Dimana manusia tidak boleh membunuh sesamanya
karena yang menetapkan nilai setiap manusia bukanlah manusia, melainkan Allah
sendiri. Hidup seharusnya patut dipelihara dan jangan dihancurkan. Sebab hidup
itu berasal dari Allah, dan apa yang telah dikaruniakan Allah pada manusia
haruslah dipeliharanya dengan baik. Jadi pada prinsipnya, melalui perintah
jangan membunuh ini, Allah memerintahkan kita supaya kita menghargai kehidupan
yang Allah berikan.
Bapak
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Pembunuhan
banyak dimengerti adalah sebuah tindakan meniadakan nyawa dan kehidupan
seseorang. Di dunia ini, bagi pembunuh akan ada hukum yang menghakiminya. Sebab
inilah buah dari dosa! Kita melihat efek dari kejatuhan manusia ke dalam dosa
secara langsung adalah tindakan pembunuhan, yaitu saat Kain membunuh Habel
(Kejadian 4:8). Dosa bukan hanya merusak
kehidupan Adam dan Hawa, tetapi dosa juga merusak keluarga dan seluruh
keturunannya. Inilah yang disadari Kain, dimana saat ia sadar telah jatuh dalam
dosa, ia diliputi suatu ketakutan besar. Bayang-bayang dosa terus-menerus
mengejar dan menuntutnya sehingga menghilangkan damai sejahtera hatinya. Hal
ini menyebabkan Kain hidup dalam ketakutan, kalau-kalau orang lain pun akan
membunuhnya ketika mereka bertemu dengannya. Karena itu saat ia dihukum oleh
Allah, ia memohon belas kasihan Tuhan agar Tuhan melindungi nyawanya (Kejadian
4:14-15). Dengan demikian saudara, bukan kitalah pencipta hidup kita, pencipta
kita adalah Tuhan Allah. Jadi hidup kita bukanlah milik kita tetapi milik Allah
(Kisah Para Rasul 17:24-25). Lagi pula Ayub mengatakan, ”Tuhan memberi, Tuhan yang mengambil” (Ayub.
1:21), Dia sajalah yang berhak mengambilnya dan kemudian
menghakiminya (Ibrani 9:27).
Alkitab
melalui Hukum Taurat mengajarkan bahwa Tuhan dapat memakai manusia sebagai alat
untuk menghukum ciptaan-Nya, termasuk menghukum mati sesamanya. Hukum Taurat
mengatur hukuman mati bagi para pezinah, pembunuh sesamanya dan pembunuhan
dalam peperangan. Semua peraturan ini jelas sehingga tidak bisa ditafsirkan
dengan sembarangan.
Allah
memberikan hak otoritas terhadap pemerintah untuk mengatur sebuah negara. Izin
untuk menghukum diberikan kepada para pemimpin umat berdasarkan keterangan para
saksi yang dapat dipercayai. Karena itu Perjanjian Baru menegaskan bahwa tidak
ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang
ada di tetapkan oleh Allah. Dalam Roma 13:1-7 dijelaskan jika ada bangsa lain
yang mencoba untuk memasuki wilayah kekuasan negara kita untuk mencelakakan dan
menghancurkan, maka tugas dari para pemimpin bangsa kita adalah mengambil
tindakan militer untuk melawan mereka. Jadi membunuh berbeda esensinya dengan
memberikan hukuman mati.
Terkadang
orang Kristen berpikir, bahwa membunuh untuk membela negara merupakan perbuatan
yang salah. Karena itu, sangat jarang dalam keluarga Kristen, khususnya di
Indonesia, yang menganjurkan anak-anaknya masuk dalam sekolah Militer. Terlebih
lagi, negara kita sendiri tidak mengharuskan setiap warga negaranya untuk wajib
militer. Tetapi ketika seorang Kristen dipanggil untuk melayani negaranya dalam
angkatan darat atau laut atau udara, untuk sebuah alasan yang benar, dan negara
menugaskannya untuk membela dari ketidak-benaran hingga harus membunuh, maka
hal itu sama sekali tidak melanggar perintah keenam. Sebab ia sedang mengemban
tugas negara yang menjadi wakil Allah. Dengan demikian, Tuhan memberikan izin
untuk membunuh para penjahat bukan sebagai bentuk tindakan pembunuhan,
melainkan sebuah penghukuman.
Hal
yang lain saudara dalam kehidupan keseharian kita, kita menemukan ada banyak
kasus-kasus yang berkaitan dengan hukum keenam ini. Yang walaupun ada banyak
pro kontra di dalamnya mengenai penggunaan etika Kristen. Tetapi bagi kita yang
tunduk terhadap firman Allah, kita harus kembali kepada apa yang dikatakan oleh
Alkitab. Sebab Alkitablah dasar pijakan kita untuk beretika. Sehingga
masalahnya bukan lagi boleh atau tidak, masalahnya harus dilihat apakah
tindakan itu benar atau tidak menurut firman Tuhan.
Kasus
Selfi.
Rasa-rasanya di zaman ini, tidak ada orang yang tidak pernah selfi. Terlebih
lagi sekarang marak HP Smartphone yang canggih dengan resolusi kamera yang
bagus, membuat orang tergila-gila dengan selfi. Berfoto selfi memang baru
ngetrend tahun 2014 yang lalu. Bukan hanya dengan menggunakan tangan lalu
memotret diri, sekarang ini juga marak penggunaan “Tongsis” = tongkat narsis. Bagi ibu-ibu yang sudah lanjut, mungkin
berkata: “Itu
kan hanya dilakukan anak-anak muda, kita tidak mengerti menggunakan HP.” Pertayaannya betulkah mereka tidak pernah selfi?
Saya rasa tidak! Saat mereka berdandan, mereka menata diri mereka di depan
cermin, pasti satu atau dua kali, mereka senyum-senyum sendiri dan mengambil
gaya untuk memastikan apakah dandanan mereka sudah rapi atau belum. Itu juga
selfi. Terlebih lagi, kalau kita kaitkan dengan kehidupan kita saat ini,
rasanya hampir semua orang pernah narsis. Mengambil gambar diri dengan pose
atau gaya tertentu lalu kita upload ke media social melalui gadget kita, itulah
narsis. Nampang gaya walaupun duit lagi krisis, itu juga “Narsis”. Tapi
masalahnya, apakah tindakan yang demikian dibenarkan?
Dalam
2 Timotius
3:1-2 dijelaskan, “Ketahuilah
bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan
mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan
menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak
terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama….”
Apa yang saya mau katakan, inilah kondisi zaman sekarang. Dan kondisi zaman
sekarang sudah dinubuatkan akan terjadi demikian. Termasuk juga selfi, dimana
orang yang hidup di zaman akhir akan lebih mencintai dirinya sendiri. Orang
yang selfi biasanya ia lebih menyukai penampilan diri sendiri. Egosentris
sangat nampak dari tindakan selfi atau narsis. Terlebih ketika ia mengunggahnya
di media social. Secara umum mereka mau berkata: “Ini aku, aku lebih cantik…, lebih ganteng…,
lebih keren…, lebih berani...” Sehingga tidak jarang orang bukan
saja selfi dalam kadar yang biasa-biasa saja. Tetapi terkadang mereka berani
menantang maut, dengan harapan ia bisa menjadi orang paling berani. Makanya
tidak heran, jika ada orang yang berselfi di Menara-menara tinggi, bibir-bibir
tebing dengan memperlihatkan pemandangan belakang sebuah jurang. Untuk apa?
Selain dalam hati kecilnya berkata bahwa saya ini sedang sombong.
Bapak/
ibu yang kekasih, kapan pun orang Kristen berpikir tentang “bermain-main dengan kematian”
atau tentang tindakan-tindakan “berani mati” untuk sesuatu yang konyol jelas
merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Terlebih lagi jika motivasinya untuk
menunjukkan “keakuannya” lebih hebat. Sebab secara tidak langsung ia
bermain-main dengan kehidupan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Jadi,
haruskah kita takjub dengan berselfie ria yang populer di zaman sekarang? Saya
rasa tidak perlu! Hal ini justru seharusnya semakin mengingatkan kita kembali
bahwa kita sudah-sungguh-sungguh berada di zaman akhir. Bukan hanya photo
selfie yang populer, tetapi juga tindakan acuh tak acuh untuk hal-hal rohani
(agama), membual, menyombongkan diri, berontak terhadap orang tua dan
sebagainya. Maka dari itu, pertanyaannya bukanlah “apakah selfi diperbolehkan atau tidak?” Tetapi pertanyaannya adalah: Berfoto selfi untuk
apa? Orang yang sudah lahir baru, yaitu yang sudah sungguh-sungguh bertobat dan
percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya tentunya tidak
akan mengundang bahaya terhadap dirinya.
Kasus
bunuh diri. Kita tidak hanya dilarang membunuh orang lain, perintah ini
juga melarang kita untuk bunuh diri. Bunuh diri sama salahnya dengan membunuh
orang lain. Biasanya seseorang berencana untuk bunuh diri karena kehidupan yang
dijalaninya seakan sangat berat baginya. Sesuatu yang sangat menyedihkan telah
menimpanya atau ia harus hidup tanpa seseorang atau sesuatu yang rasanya harus
ia miliki. Sehingga ia lebih memilih
untuk berhenti hidup daripada hidup didalam keadaan yang sedang ia jalani. Saudara,
dimedia massa kita banyak melihat kasus-kasus seperti ini, karena keinginannya
tidak dipenuhi orangtua, seorang anak menggantung dirinya. Karena diputuskan
oleh pacarnya, seorang pemuda nekad terjun dari Tower BTS. Karena suaminya
tidak peduli dengan kehidupan keluarga, seorang isteri mengakhiri hidupnya dan
anak-anaknya dengan menenggak racun. Dan masih banyak kasus-kasus yang lain.
Mengapa ini terjadi? Karena hakekatnya mereka tidak mengerti esensi sebuah
kehidupan yang dianugerahkan Tuhan.
Ketahuilah
saudara, ketika seseorang memilih untuk bunuh diri, berarti ia memilih untuk
tidak menerima apa yang Allah tetapkan bagi dirinya. Jadi membunuh, baik membunuh diri maupun
membunuh orang lain, terjadi karena salah menilai hidup.
Paulus
berkata: “Namun
aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang
hidup di dalam aku. Dan Hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging adalah
hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan
diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20). Dari sini kita mengerti bahwa
kehidupan kekristenan yang kita jalani bukan lagi soal ini hidupku. Tetapi soal
pemahaman bahwa hidup yang kita jalani bukanlah milikku sendiri, sebab Tuhan
Yesus telah mati bagi diriku, untuk menyelamatkanku. Itu sebabnya, bagaimanapun
susahnya hidupmu, begitu banyak hal yang tidak dapat engkau capai, begitu
banyak kesulitan yang engkau hadapi, engkau tetap harus hidup. Jangan pernah
mempunyai pikiran untuk bunuh diri. Niat bunuh diri itu datang dari Iblis yang
selalu mau melecehkan manusia, ciptaan Tuhan yang diciptakan menurut peta gambar-Nya.
Di sini kita melihat bahwa konsep dan pengertian orang Kristen sangat berbeda
dari semua ajaran agama dan pikiran orang sekuler yang belum mengenal firman
Tuhan. Karena itu jika kita sungguh-sungguh mengerti bahwa kita adalah
anak-anak Allah, jauhkanlah segala pikiran konyol yang berniat untuk mengakhiri
hidup.
Kasus
Aborsi. Kasus aborsi merupakan dilema besar yang tentunya tidak mudah
untuk dipecahkan. Karena mencakup bermacam-macam aspek: legal, teologis, etis,
sosial dan personal. Di dalamnya ada yang pro dan kontra dalam penilaian etis
terhadap kasus aborsi ini. Membunuh bayi belum lahir sama saja dengan Child
Abuse. Membunuh bayi cacat atau kaum dewasa yang menderita bukan menghindarkan
dari kesengsaraan manusia, melainkan menyebabkan penderitaan kematian. Karena
itu Alkitab dengan tegas melarang umat-Nya melakukan pembunuhan sebab hal yang
demikian adalah kejahatan di mata Tuhan (Keluaran 20:13).
Aborsi
yang dilakukan biasanya atas pertimbangan tidak mau menerima anak karena aib,
tidak siap menerima anak, atau karena hanya cacat, jika hal ini dilakukan maka
bertentangan dengan kebenaran. Karena baik Alkitab maupun gereja memberikan
nilai sama antara bayi yang masih ada di dalam kandungan dengan manusia yang
sudah dewasa atau manusia yang sudah hidup di dunia. Alkitab memberitahukan
kepada kita bahwa kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi (pembuahan benih
dalam kandungan), dalam Matius 1:20 dituliskan bahwa Yesus dikandung oleh Roh
Kudus, dengan demikian Yesus sungguh-sungguh menjadi manusia yang seutuhnya
pada saat konsepsi. Aborsi merupakan dosa yang mengerikan. Bahwa merupakan
suatu keberanian kita sebagai manusia yang fana ingin berperan sebagai Allah
untuk mencabut nyawa manusia. Orang-orang yang melakukannya bukan saja membunuh
hidup melainkan menentukan siapa harus hidup.
Dalam
Keluaran 21:22-24 dipersoalkan tentang kasus pengguguran (Aborsi), khususnya
mengenai kasus kecelakaan seorang wanita yang sedang mengandung, yang terlibat
dalam perkelahian antara dua orang laki-laki, apabila si ibu hidup dan
kandungannya gugur, maka orang tersebut harus ganti rugi, tapi kalau ibu itu
mati dan kandungannya juga gugur, maka hukumnya adalah nyawa ganti nyawa. Dalam
hal ini ternyata orang Yahudi sangat menghargai hidup.
Memang
tidak ada label harga pada hidup manusia. Akan tetapi Allah menilai manusia
yang diciptakan-Nya itu segambar dengan-Nya. Sebelum Allah menciptakan manusia,
Ia berkata, “Marilah
kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita” (FAYH Kejadian 1:26).
Maka diciptakan-Nya laki-laki dan perempuan seturut peta gambar-Nya. Tidak ada
dan tidak mungkin ada agama yang mengajarkan seperti ini. Dari sini kita
melihat bahwa Manusia memiliki nilai yang sangat berharga di mata Allah
dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Manusia memancarkan dan
merefleksikan kemuliaan dan kehormatan Allah. Sejak sebelum hukum keenam
diberikan, Tuhan sudah mengizinkan manusia untuk makan daging binatang. Allah
tidak mengizinkan manusia membunuh manusia, tetapi mengizinkan membunuh
binatang. Manusia yang membunuh sesamanya jauh lebih kejam dari binatang. Tuhan
Yesus dalam pelayanan-Nya pernah berkata, “Apa gunanya seorang memperolah seluruh dunia, tetapi
kehilangan nyawanya?” (Markus 8:36). Disini
mau ditegaskan bahwa nyawa manusia lebih berharga daripada apapun di dunia ini
(Matius 6:26). Oleh karena itu, Tuhan mengajarkan kepada manusia untuk
menghargai sesamanya, mulai dari menghargai orang tua, lalu menghargai semua
orang lain.
Akhirnya
tidak ada alasan bagi kita untuk melegalkan tindakan aborsi. Aborsi adalah
pelanggaran terhadap hukum Allah, dan Allah sangat membenci tindakan seperti
itu. Aborsi hanya dapat dilakukan dengan syarat, membahayakan nyawa ibunya
karena janin di dalamnya tidak bertumbuh, dan bayi di dalam kandungan
dinyatakan sudah mati, selain itu tidak boleh diaborsi. Jika akibat dari
pemerkosaan, maka tugas gereja adalah melakukan pelayanan pastoral pendampingan
bagi ibunya. Calon bayi yang ada di dalam kandungan sudah ada nyawanya sejak
proses pembuahan, maka membunuh calon bayi sama dengan membunuh manusia
lainnya.
Kasus
Pembunuhan Mental. Pembunuhan
juga bukan hanya secara fisik, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk
mematikan mental, karakter, masa depan, kepribadian seseorang. Itulah fitnah!
Minggu yang lalu Ev. Ozy sudah menjelaskan point ini. Namun saya ingin
menambahkan sedikit.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Fitnah adalah tuduhan yang
tidak mendasar. Tindakan ini sama dengan bersaksi dusta terhadap sesama. Pembunuhan
yang tidak langsung kepada fisik tetapi bisa mengarah kepada mematikan karakter
seseorang, nampak dalam perkataan atau sikap: menghina, memfitnah, membenci,
bersaksi dusta, menghakimi, iri hati. Begitu juga dengan menahan hak atau
fasilitas, jabatan serta menempatkan orang pada garis depan untuk mengalami
kehancuran. Kita mungkin sering mendengar sebuah frasa yang berkata: “Fitnah lebih
kejam daripada pembunuhan.” Di
satu sisi ada benarnya. Sebab penganiayaan melalui tekanan terhadap jiwa
seseorang, bisa membuat orang menjadi kecewa sampai akhirnya bunuh diri. Ada
yang dibunuh karena keteledoran orang lain atau karena orang lain tidak mau
direpotkan. Sungguh suatu tindakan kebodohan yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya, ketika kita menilai orang lain lebih rendah dari dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Alkitab memerintahkan kita untuk jangan membunuh. Perintah
keenam menyerukan kepada kita untuk memperhatikan sesama, bukan hanya kehidupan
Kristen dan sahabat-sahabat Kristen kita sendiri. Perintah ini menyerukan
kepada kita agar memiliki kepedulian yang cukup kepada sesama sehingga kita
akan melakukan sesuatu mengenainya. Kiranya dengan mengenal nilai manusia
terlebih dahulu, lalu kita mengetahui batasan hak yang kita miliki, kita bisa
meminta kepada Tuhan untuk memberikan kita kasih, menjauhkan kita dari rasa
benci, iri hati, dengki, dan dendam – api yang menghancurkan baik diri kita
maupun orang lain. Kita dituntut untuk tidak merendahkan derajat manusia dan
merampas darinya kehidupan yang penuh dan kata sebagaimana yang dikehendaki
Allah untuk dinikmati olehnya. Kiranya Tuhan memimpin dan menolong hidup kita.
Amin.
0 komentar:
Posting Komentar