Minggu, 31 Juli 2016

MENERAPKAN HUKUM KEENAM DALAM KEHIDUPAN PRAKTIS

MENERAPKAN HUKUM KEENAM DALAM KEHIDUPAN PRAKTIS
Keluaran 20:13; Ulangan 5:17


Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Pada minggu ini kita masih membahas tentang hukum keenam, yaitu mengenai hukum “Jangan Membunuh”. Kalimat tentang Hukum ini sangat singat, hanya dua kata. Namun Hukum ini memiliki makna yang sangat luas dalam penerapannya. Pada minggu lalu Ev. Ozi sudah menjelaskan begitu panjang lebar mengenai hakekat dari hukum keenam ini. Bukan hanya sebuah tindakan nyata tentang menghilangkan nyawa seseorang, tetapi hal lain yang sama hakekatnya dengan membunuh diantaranya: kemarahan, mengatai orang lain kafir, dan tindakan jahil (Matius 5:21-22). Karena itu Hukum keenam ini bukan hanya berbicara soal tindakan fisik mengenai larangan pembunuhan. Tetapi juga berkaitan dengan niatan, perkataan, yang mematikan mental dan spiritual seseorang.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perintah Allah “Jangan membunuh” ini menyadarkan kita, betapa berharganya hidup atau nyawa manusia di hadapan Tuhan. Saudara, Hidup itu kudus, itu adalah anugerah Allah. Pada saat Allah menciptakan manusia, Allah menciptakannya menurut peta gambar-Nya (Kejadian 1:27). Saat permukaan bumi diselimuti kabut, Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan Ia menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7). Dengan demikian, Allah adalah sumber dan pemberi hidup manusia. Maka hak atas hidup manusia adalah milik Allah sendiri. Hanya Allahlah yang berhak mengizinkan, menunjuk, atau menetapkan untuk mengakhiri hidup seseorang. Mengapa? Apa yang membuat Allah berhak melakukan itu? Karena Dialah sang Pencipta dan Pemberi kehidupan. Tanpa pribadi Allah sudah tentu tidak ada yang namanya kehidupan. Oleh sebab itu, hanya Dialah yang memiliki hak atau otoritas untuk mengambil nyawa dan melakukan apa pun sesuai dengan kehedak-Nya. Jadi saudara, hak untuk menentukan hidup dan mati seseorang bukan berada di tangan manusia, tetapi berada di tangan Tuhan. Tuhan sendirilah yang berdaulat atas kehidupan dan kematian manusia. Oleh karena itu manusia, tidak memiliki hak untuk menentukan hidup atau mati baik bagi dirinya sendiri maupun bagi sesamanya.
Namun kalau kita melihat dalam kehidupan sehari-hari, mengapa banyak sekali terjadi kasus pembunuhan. Baik itu pembunuhan yang tidak terencana sampai pembunuhan terencana. Mulai dari yang biasa, sampai pada tingkat yang paling sadis. Bukan hanya melibatkan anak-anak akan tetapi lebih kepada orang dewasa. Bukan hanya diperkotaan besar, tetapi juga di pedesaan terpencil pun kasus ini ada. Mengapa saudara? Jawabannya adalah, karena kejatuhan manusia dalam dosalah sehingga manusia pada akhirnya salah dalam menilai soal kehidupannya. Dipikirnya dia berhak menentukan kehidupannya sendiri dan orang lain. Padahal hakekatnya tidaklah demikian.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Secara umum kita melihat, bahwa semua kasus pembunuhan terjadi karena merasa dirinya lebih pantas hidup di dunia sementara orang lain tidak pantas hidup di dunia; atau kehadiran orang lain telah mengganggu keberadaan dirinya sehingga ia meniadakan orang itu. Pembunuhan biasanya dipicu oleh pikiran yang dipenuhi amarah. Kemarahan bertumbuh menjadi sikap benci yang berakhir dengan tindakan membunuh. Itulah dosa! Yakobus 1:15 berkata: “Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” Jadi saudara, perbuatan dosa yang dipupuk terus-menerus, bukan saja melahirkan maut bagi dirinya, tetapi juga bisa berakibat kematian bagi orang lain. Itulah pembunuhan. Lagi pula “setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya” (1 Yohanes 3:15).
Itu sebabnya, setelah Allah memberikan perintah untuk menghormati orang tua, segera disusul dengan perintah jangan membunuh. Dimana manusia tidak boleh membunuh sesamanya karena yang menetapkan nilai setiap manusia bukanlah manusia, melainkan Allah sendiri. Hidup seharusnya patut dipelihara dan jangan dihancurkan. Sebab hidup itu berasal dari Allah, dan apa yang telah dikaruniakan Allah pada manusia haruslah dipeliharanya dengan baik. Jadi pada prinsipnya, melalui perintah jangan membunuh ini, Allah memerintahkan kita supaya kita menghargai kehidupan yang Allah berikan.
Bapak ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Pembunuhan banyak dimengerti adalah sebuah tindakan meniadakan nyawa dan kehidupan seseorang. Di dunia ini, bagi pembunuh akan ada hukum yang menghakiminya. Sebab inilah buah dari dosa! Kita melihat efek dari kejatuhan manusia ke dalam dosa secara langsung adalah tindakan pembunuhan, yaitu saat Kain membunuh Habel (Kejadian 4:8).  Dosa bukan hanya merusak kehidupan Adam dan Hawa, tetapi dosa juga merusak keluarga dan seluruh keturunannya. Inilah yang disadari Kain, dimana saat ia sadar telah jatuh dalam dosa, ia diliputi suatu ketakutan besar. Bayang-bayang dosa terus-menerus mengejar dan menuntutnya sehingga menghilangkan damai sejahtera hatinya. Hal ini menyebabkan Kain hidup dalam ketakutan, kalau-kalau orang lain pun akan membunuhnya ketika mereka bertemu dengannya. Karena itu saat ia dihukum oleh Allah, ia memohon belas kasihan Tuhan agar Tuhan melindungi nyawanya (Kejadian 4:14-15). Dengan demikian saudara, bukan kitalah pencipta hidup kita, pencipta kita adalah Tuhan Allah. Jadi hidup kita bukanlah milik kita tetapi milik Allah (Kisah Para Rasul 17:24-25). Lagi pula Ayub mengatakan, ”Tuhan memberi, Tuhan yang mengambil” (Ayub. 1:21), Dia sajalah yang berhak mengambilnya dan kemudian menghakiminya (Ibrani 9:27).
Alkitab melalui Hukum Taurat mengajarkan bahwa Tuhan dapat memakai manusia sebagai alat untuk menghukum ciptaan-Nya, termasuk menghukum mati sesamanya. Hukum Taurat mengatur hukuman mati bagi para pezinah, pembunuh sesamanya dan pembunuhan dalam peperangan. Semua peraturan ini jelas sehingga tidak bisa ditafsirkan dengan sembarangan.
Allah memberikan hak otoritas terhadap pemerintah untuk mengatur sebuah negara. Izin untuk menghukum diberikan kepada para pemimpin umat berdasarkan keterangan para saksi yang dapat dipercayai. Karena itu Perjanjian Baru menegaskan bahwa tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada di tetapkan oleh Allah. Dalam Roma 13:1-7 dijelaskan jika ada bangsa lain yang mencoba untuk memasuki wilayah kekuasan negara kita untuk mencelakakan dan menghancurkan, maka tugas dari para pemimpin bangsa kita adalah mengambil tindakan militer untuk melawan mereka. Jadi membunuh berbeda esensinya dengan memberikan hukuman mati.
Terkadang orang Kristen berpikir, bahwa membunuh untuk membela negara merupakan perbuatan yang salah. Karena itu, sangat jarang dalam keluarga Kristen, khususnya di Indonesia, yang menganjurkan anak-anaknya masuk dalam sekolah Militer. Terlebih lagi, negara kita sendiri tidak mengharuskan setiap warga negaranya untuk wajib militer. Tetapi ketika seorang Kristen dipanggil untuk melayani negaranya dalam angkatan darat atau laut atau udara, untuk sebuah alasan yang benar, dan negara menugaskannya untuk membela dari ketidak-benaran hingga harus membunuh, maka hal itu sama sekali tidak melanggar perintah keenam. Sebab ia sedang mengemban tugas negara yang menjadi wakil Allah. Dengan demikian, Tuhan memberikan izin untuk membunuh para penjahat bukan sebagai bentuk tindakan pembunuhan, melainkan sebuah penghukuman.
Hal yang lain saudara dalam kehidupan keseharian kita, kita menemukan ada banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan hukum keenam ini. Yang walaupun ada banyak pro kontra di dalamnya mengenai penggunaan etika Kristen. Tetapi bagi kita yang tunduk terhadap firman Allah, kita harus kembali kepada apa yang dikatakan oleh Alkitab. Sebab Alkitablah dasar pijakan kita untuk beretika. Sehingga masalahnya bukan lagi boleh atau tidak, masalahnya harus dilihat apakah tindakan itu benar atau tidak menurut firman Tuhan.
Kasus Selfi. Rasa-rasanya di zaman ini, tidak ada orang yang tidak pernah selfi. Terlebih lagi sekarang marak HP Smartphone yang canggih dengan resolusi kamera yang bagus, membuat orang tergila-gila dengan selfi. Berfoto selfi memang baru ngetrend tahun 2014 yang lalu. Bukan hanya dengan menggunakan tangan lalu memotret diri, sekarang ini juga marak penggunaan “Tongsis” = tongkat narsis. Bagi ibu-ibu yang sudah lanjut, mungkin berkata: “Itu kan hanya dilakukan anak-anak muda, kita tidak mengerti menggunakan HP.” Pertayaannya betulkah mereka tidak pernah selfi? Saya rasa tidak! Saat mereka berdandan, mereka menata diri mereka di depan cermin, pasti satu atau dua kali, mereka senyum-senyum sendiri dan mengambil gaya untuk memastikan apakah dandanan mereka sudah rapi atau belum. Itu juga selfi. Terlebih lagi, kalau kita kaitkan dengan kehidupan kita saat ini, rasanya hampir semua orang pernah narsis. Mengambil gambar diri dengan pose atau gaya tertentu lalu kita upload ke media social melalui gadget kita, itulah narsis. Nampang gaya walaupun duit lagi krisis, itu juga “Narsis”. Tapi masalahnya, apakah tindakan yang demikian dibenarkan?
Dalam 2 Timotius 3:1-2 dijelaskan, “Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama….” Apa yang saya mau katakan, inilah kondisi zaman sekarang. Dan kondisi zaman sekarang sudah dinubuatkan akan terjadi demikian. Termasuk juga selfi, dimana orang yang hidup di zaman akhir akan lebih mencintai dirinya sendiri. Orang yang selfi biasanya ia lebih menyukai penampilan diri sendiri. Egosentris sangat nampak dari tindakan selfi atau narsis. Terlebih ketika ia mengunggahnya di media social. Secara umum mereka mau berkata: “Ini aku, aku lebih cantik…, lebih ganteng…, lebih keren…, lebih berani...” Sehingga tidak jarang orang bukan saja selfi dalam kadar yang biasa-biasa saja. Tetapi terkadang mereka berani menantang maut, dengan harapan ia bisa menjadi orang paling berani. Makanya tidak heran, jika ada orang yang berselfi di Menara-menara tinggi, bibir-bibir tebing dengan memperlihatkan pemandangan belakang sebuah jurang. Untuk apa? Selain dalam hati kecilnya berkata bahwa saya ini sedang sombong.
Bapak/ ibu yang kekasih, kapan pun orang Kristen berpikir tentang “bermain-main dengan kematian” atau tentang tindakan-tindakan “berani mati” untuk sesuatu yang konyol jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Terlebih lagi jika motivasinya untuk menunjukkan “keakuannya” lebih hebat. Sebab secara tidak langsung ia bermain-main dengan kehidupan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Jadi, haruskah kita takjub dengan berselfie ria yang populer di zaman sekarang? Saya rasa tidak perlu! Hal ini justru seharusnya semakin mengingatkan kita kembali bahwa kita sudah-sungguh-sungguh berada di zaman akhir. Bukan hanya photo selfie yang populer, tetapi juga tindakan acuh tak acuh untuk hal-hal rohani (agama), membual, menyombongkan diri, berontak terhadap orang tua dan sebagainya. Maka dari itu, pertanyaannya bukanlah “apakah selfi diperbolehkan atau tidak?” Tetapi pertanyaannya adalah: Berfoto selfi untuk apa? Orang yang sudah lahir baru, yaitu yang sudah sungguh-sungguh bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya tentunya tidak akan mengundang bahaya terhadap dirinya.
Kasus bunuh diri. Kita tidak hanya dilarang membunuh orang lain, perintah ini juga melarang kita untuk bunuh diri. Bunuh diri sama salahnya dengan membunuh orang lain. Biasanya seseorang berencana untuk bunuh diri karena kehidupan yang dijalaninya seakan sangat berat baginya. Sesuatu yang sangat menyedihkan telah menimpanya atau ia harus hidup tanpa seseorang atau sesuatu yang rasanya harus ia miliki.  Sehingga ia lebih memilih untuk berhenti hidup daripada hidup didalam keadaan yang sedang ia jalani. Saudara, dimedia massa kita banyak melihat kasus-kasus seperti ini, karena keinginannya tidak dipenuhi orangtua, seorang anak menggantung dirinya. Karena diputuskan oleh pacarnya, seorang pemuda nekad terjun dari Tower BTS. Karena suaminya tidak peduli dengan kehidupan keluarga, seorang isteri mengakhiri hidupnya dan anak-anaknya dengan menenggak racun. Dan masih banyak kasus-kasus yang lain. Mengapa ini terjadi? Karena hakekatnya mereka tidak mengerti esensi sebuah kehidupan yang dianugerahkan Tuhan.
Ketahuilah saudara, ketika seseorang memilih untuk bunuh diri, berarti ia memilih untuk tidak menerima apa yang Allah tetapkan bagi dirinya.  Jadi membunuh, baik membunuh diri maupun membunuh orang lain, terjadi karena salah menilai hidup.
Paulus berkata: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan Hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20). Dari sini kita mengerti bahwa kehidupan kekristenan yang kita jalani bukan lagi soal ini hidupku. Tetapi soal pemahaman bahwa hidup yang kita jalani bukanlah milikku sendiri, sebab Tuhan Yesus telah mati bagi diriku, untuk menyelamatkanku. Itu sebabnya, bagaimanapun susahnya hidupmu, begitu banyak hal yang tidak dapat engkau capai, begitu banyak kesulitan yang engkau hadapi, engkau tetap harus hidup. Jangan pernah mempunyai pikiran untuk bunuh diri. Niat bunuh diri itu datang dari Iblis yang selalu mau melecehkan manusia, ciptaan Tuhan yang diciptakan menurut peta gambar-Nya. Di sini kita melihat bahwa konsep dan pengertian orang Kristen sangat berbeda dari semua ajaran agama dan pikiran orang sekuler yang belum mengenal firman Tuhan. Karena itu jika kita sungguh-sungguh mengerti bahwa kita adalah anak-anak Allah, jauhkanlah segala pikiran konyol yang berniat untuk mengakhiri hidup.
Kasus Aborsi. Kasus aborsi merupakan dilema besar yang tentunya tidak mudah untuk dipecahkan. Karena mencakup bermacam-macam aspek: legal, teologis, etis, sosial dan personal. Di dalamnya ada yang pro dan kontra dalam penilaian etis terhadap kasus aborsi ini. Membunuh bayi belum lahir sama saja dengan Child Abuse. Membunuh bayi cacat atau kaum dewasa yang menderita bukan menghindarkan dari kesengsaraan manusia, melainkan menyebabkan penderitaan kematian. Karena itu Alkitab dengan tegas melarang umat-Nya melakukan pembunuhan sebab hal yang demikian adalah kejahatan di mata Tuhan (Keluaran 20:13).
Aborsi yang dilakukan biasanya atas pertimbangan tidak mau menerima anak karena aib, tidak siap menerima anak, atau karena hanya cacat, jika hal ini dilakukan maka bertentangan dengan kebenaran. Karena baik Alkitab maupun gereja memberikan nilai sama antara bayi yang masih ada di dalam kandungan dengan manusia yang sudah dewasa atau manusia yang sudah hidup di dunia. Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi (pembuahan benih dalam kandungan), dalam Matius 1:20 dituliskan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus, dengan demikian Yesus sungguh-sungguh menjadi manusia yang seutuhnya pada saat konsepsi. Aborsi merupakan dosa yang mengerikan. Bahwa merupakan suatu keberanian kita sebagai manusia yang fana ingin berperan sebagai Allah untuk mencabut nyawa manusia. Orang-orang yang melakukannya bukan saja membunuh hidup melainkan menentukan siapa harus hidup.
Dalam Keluaran 21:22-24 dipersoalkan tentang kasus pengguguran (Aborsi), khususnya mengenai kasus kecelakaan seorang wanita yang sedang mengandung, yang terlibat dalam perkelahian antara dua orang laki-laki, apabila si ibu hidup dan kandungannya gugur, maka orang tersebut harus ganti rugi, tapi kalau ibu itu mati dan kandungannya juga gugur, maka hukumnya adalah nyawa ganti nyawa. Dalam hal ini ternyata orang Yahudi sangat menghargai hidup.
Memang tidak ada label harga pada hidup manusia. Akan tetapi Allah menilai manusia yang diciptakan-Nya itu segambar dengan-Nya. Sebelum Allah menciptakan manusia, Ia berkata, “Marilah kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita” (FAYH Kejadian 1:26). Maka diciptakan-Nya laki-laki dan perempuan seturut peta gambar-Nya. Tidak ada dan tidak mungkin ada agama yang mengajarkan seperti ini. Dari sini kita melihat bahwa Manusia memiliki nilai yang sangat berharga di mata Allah dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Manusia memancarkan dan merefleksikan kemuliaan dan kehormatan Allah. Sejak sebelum hukum keenam diberikan, Tuhan sudah mengizinkan manusia untuk makan daging binatang. Allah tidak mengizinkan manusia membunuh manusia, tetapi mengizinkan membunuh binatang. Manusia yang membunuh sesamanya jauh lebih kejam dari binatang. Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya pernah berkata, “Apa gunanya seorang memperolah seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?” (Markus 8:36). Disini mau ditegaskan bahwa nyawa manusia lebih berharga daripada apapun di dunia ini (Matius 6:26). Oleh karena itu, Tuhan mengajarkan kepada manusia untuk menghargai sesamanya, mulai dari menghargai orang tua, lalu menghargai semua orang lain.
Akhirnya tidak ada alasan bagi kita untuk melegalkan tindakan aborsi. Aborsi adalah pelanggaran terhadap hukum Allah, dan Allah sangat membenci tindakan seperti itu. Aborsi hanya dapat dilakukan dengan syarat, membahayakan nyawa ibunya karena janin di dalamnya tidak bertumbuh, dan bayi di dalam kandungan dinyatakan sudah mati, selain itu tidak boleh diaborsi. Jika akibat dari pemerkosaan, maka tugas gereja adalah melakukan pelayanan pastoral pendampingan bagi ibunya. Calon bayi yang ada di dalam kandungan sudah ada nyawanya sejak proses pembuahan, maka membunuh calon bayi sama dengan membunuh manusia lainnya.
Kasus Pembunuhan Mental. Pembunuhan juga bukan hanya secara fisik, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk mematikan mental, karakter, masa depan, kepribadian seseorang. Itulah fitnah! Minggu yang lalu Ev. Ozy sudah menjelaskan point ini. Namun saya ingin menambahkan sedikit.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Fitnah adalah tuduhan yang tidak mendasar. Tindakan ini sama dengan bersaksi dusta terhadap sesama. Pembunuhan yang tidak langsung kepada fisik tetapi bisa mengarah kepada mematikan karakter seseorang, nampak dalam perkataan atau sikap: menghina, memfitnah, membenci, bersaksi dusta, menghakimi, iri hati. Begitu juga dengan menahan hak atau fasilitas, jabatan serta menempatkan orang pada garis depan untuk mengalami kehancuran. Kita mungkin sering mendengar sebuah frasa yang berkata: “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan.” Di satu sisi ada benarnya. Sebab penganiayaan melalui tekanan terhadap jiwa seseorang, bisa membuat orang menjadi kecewa sampai akhirnya bunuh diri. Ada yang dibunuh karena keteledoran orang lain atau karena orang lain tidak mau direpotkan. Sungguh suatu tindakan kebodohan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, ketika kita menilai orang lain lebih rendah dari dirinya sendiri. Oleh karena itu, Alkitab memerintahkan kita untuk jangan membunuh. Perintah keenam menyerukan kepada kita untuk memperhatikan sesama, bukan hanya kehidupan Kristen dan sahabat-sahabat Kristen kita sendiri. Perintah ini menyerukan kepada kita agar memiliki kepedulian yang cukup kepada sesama sehingga kita akan melakukan sesuatu mengenainya. Kiranya dengan mengenal nilai manusia terlebih dahulu, lalu kita mengetahui batasan hak yang kita miliki, kita bisa meminta kepada Tuhan untuk memberikan kita kasih, menjauhkan kita dari rasa benci, iri hati, dengki, dan dendam – api yang menghancurkan baik diri kita maupun orang lain. Kita dituntut untuk tidak merendahkan derajat manusia dan merampas darinya kehidupan yang penuh dan kata sebagaimana yang dikehendaki Allah untuk dinikmati olehnya. Kiranya Tuhan memimpin dan menolong hidup kita. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar