IMAN DI TENGAH KRISIS
Habakuk
3:1-19
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Keberadaan manusia
sepanjang hidupnya tidak pernah lepas dari yang namanya pergumulan. Pergumulan
menjadi sebuah sisi lain, selain sukacita yang mewarnai kehidupan manusia. Apakah
pergumulan itu sebenarnya? Secara realita, ketika kita berkata bahwa kita
sedang bergumul, itu berarti kita sedang berada dalam sebuah masalah. Sebagai
orang Kristen, kita cenderung lebih memilih kata “bergumul” daripada kata “masalah”.
Hal ini dilakukan bukan hanya sebagai bentuk penghalusan istilah, tetapi juga untuk
menjaga identitas kekristenan kita.
Akan tetapi, pergumulan
Kristen yang sebenarnya adalah ketika dalam menghadapi suatu persoalan, ia
berusaha mencari kehendak Tuhan dalam persoalan tersebut. Jikalau ia tidak
menyertakan Tuhan dalam persoalan yang sedang dihadapinya, maka hal itu bukanlah
pergumulan.
Persoalannya muncul, ketika
orang Kristen diperhadapkan antara kehendak pribadi dengan kehendak Tuhan. Bagaimana
menghubungkan kehendak Tuhan dengan kehendak pribadi. Inilah yang seringkali menjadi
konflik dalam diri anak-anak Tuhan. Seolah-olah anak-anak Tuhan diperhadapkan
dengan benturan kehendak. Kesulitan terbesar anak-anak Tuhan, bukan karena ia
tidak melihat jalan Tuhan. Tetapi ia tidak peduli dengan jalan Tuhan.
Saudara,
Seringkali, dalam
kehidupan kita, kita tidak ingin kehendak kita dikesampingkan, tetapi di sisi
yang lain hati kecil kita berkata “saya mau taat pada kehendak Tuhan”. Sehingga persoalan selalu muncul ketika kehendak
Tuhan tidak sejalan dengan apa yang kita pikirkan, kita selalu menjerit dan
bertanya, Tuhan mengapa harus yang itu? Melihat jalan Tuhan tidak sejalan
dengan pikiran kita, mulai hati kita tidak tenang, kita bergumul dengan
benturan kehendak, dan ketika kita memilih untuk tidak taat biasanya kita pergi
meninggalkan Tuhan. Kalau kita mau taat kepada Tuhan saudara, bukankah
seharusnya kita berkata: “Biarlah kehendakMu yang terjadi Tuhan, bukan kehendakku?”
Dari sinilah maka kita akan memperoleh hati yang tenang dan tanpa kesulitan
untuk menjalani hidup sesuai kehendak Tuhan.
Bapak/ ibu yang
kekasih dalam Tuhan,
Dalam pembacaan kita
kali ini, kita melihat sebuah pergumulan yang di hadapi nabi Habakuk dalam
pelayanannya di Yehuda. Pada pasal-pasal sebelumnya dijelaskan, bagaimana nabi Habakuk
seakan-akan memprotes kejahatan yang terjadi di lingkungannya, tetapi di sisi
yang lain ia juga menjadi heran, mengapa Tuhan Mahakudus seolah-olah tidak
bertindak tegas terhadap semua kekacuan yang terjadi (Habakuk 1:2-4).
Kemudian Allah mengilhami Habakuk dan memperlihatkan
apa yang bakal terjadi. Tuhan berfirman: “Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah,
jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam
zamanmu yang tidak akan kamu percayai jika diceriterakan” (Habakuk 1:5).
Selanjutnya Tuhan menyingkapkan kepada nabi itu ciri-ciri kedahsyatan dari kerajaan
Babel, yaitu orang-orang Kasdim, yang segera akan dikirimNya untuk menghukum
Yehuda (Habakuk 1:6-11).
Saudara,
rupanya pemberitahuan tentang hukuman Tuhan itu sama sekali di luar dugaan
Habakuk. Nabi Habakuk sama sekali tidak percaya kalau Tuhan akan menggunakan
bangsa kafir untuk memberi pelajaran kepada umatNya, apalagi itu adalah tentara
Babilon yang sangat tersohor kekejamannya. Itulah sebabnya sang nabi berkata
kepada Tuhan, “Bukankah
Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya
TUHAN, telah Kau tetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kau
tentukan dia untuk menyiksa” (Habakuk 1:12).
Di pasal 2:1-5 Tuhan menegaskan bahwa sesungguhnya
Tuhan tidak berdiam diri melihat kekejaman dan kekerasan manusia. Tuhan bukan
berdiam diri atau membiarkan kejahatan Yehuda, tetapi Dia sedang merancang
suatu penghakiman yang akan membuat sang nabi tercengang-cengang.
Tampaknya
salah satu pola penghakiman Allah adalah menggunakan bangsa kafir yang lebih
kuat dan lebih jahat untuk menghukum Israel. Tindakan hukuman seperti itu sudah
sering dilakukan Tuhan atas mereka, di samping dengan cara mendatangkan bencana
berupa hama yang memusnahkan hasil panen mereka. Kenyataan ini mendatangkan
suatu pemikiran pada kita yang hidup di zaman sekarang ini, bahwa Tuhan akan
menghukum semua bangsa secara adil, termasuk bangsa Israel, apabila mereka
tidak segera bertobat; sebaliknya Tuhan akan memberikan jaminan pemeliharaan
kepada orang benar. Karenanya Tuhan
menjawab pergumulan Habakuk dengan berkata: "Orang yang jahat tidak akan selamat, tetapi
orang yang melakukan kehendak Allah akan hidup karena kesetiaannya kepada Allah"
(Habakuk 2:4).
Dengan demikian bapak/
ibu yang kekasih,
Orang
percaya yang
sungguh-sungguh sejatinya tidak
akan dihukum oleh Tuhan. Karena itu masuk dalam pasal 3 ini, Habakuk berdoa
agar Tuhan menggenapi rencanaNya di tengah-tengah bangsa yang tertindas. Dengan demikian, jika kita perhatikan Kitab Habakuk ini,
maka kitab ini sangat sarat dengan doa seorang nabi Habakuk yang dipanjatkan
kepada Tuhan, sekaligus juga sebuah bentuk nyanyian (3:1). Pasal ini lebih
merupakan sebuah tanggapan Habakuk atas jawaban Allah dalam pasal 2. Bahwa di
tengah-tengah dosa dunia dan hukuman Tuhan, dia telah belajar untuk hidup dengan
iman kepada Allah dan mengandalkan kebijaksanaan jalan-jalan Tuhan.
Dalam keseluruhan perikop ini kita melihat bahwa Ia
berdoa agar dalam masa kesesakan itu, Tuhan tetap menyatakan kasih sayangNya,
sehingga mereka dapat bertahan dalam berbagai pencobaan. Di
ayat ke-2 ia berkata: “Tuhan telah kudengar kabar tentang Engkau, dan pekerjaanMu, ya Tuhan
kutakuti! Hidupkanlah itu dalam lintasan tahun, nyatakanlah itu dalam lintasan
tahun; dalam murka ingatlah akan kasih sayang!” Dari sini kita melihat, sebagai seorang nabi Habakuk sadar bahwa yang
diperlukan oleh dirinya dan bagi segenap umat Yehuda ialah suatu kebangunan
rohani. Dan
itu harus dimulai dengan kesadaran akan menjalin relasi yang intim bersama
dengan Tuhan. Tanpa hal itu semuanya adalah kesia-siaan. Demikian juga dengan
kehidupan kita. Tuhan menginginkan anak-anakNya
berhasil dalam perjuangan membangun iman. Akan tetapi iman itu harus dibangun
dalam persekutuan yang erat denganNya. Karena dengan berbuat demikian, maka iman
kita dapat menghasilkan buah.
Janji keselamatan
Tuhan diteguhkanNya dalam ayat 3-4, "Allah datang dari negeri Teman dan Yang Mahakudus dari
pegunungan Paran. KeagunganNya menutupi segenap langit, dan bumi pun penuh dengan pujian kepadaNya. Ada kilauan seperti cahaya,
sinar cahaya dari sisiNya dan di situlah terselubung kekuatanNya.” (Habakuk 3:3-4).
Penglihatan-penglihatan yang dilihatnya itu
menimbulkan perasaan gentar bercampur keyakinan dalam hati Habakuk. Ia berkata,
"Ketika aku
mendengarnya, gemetarlah hatiku, mendengar bunyinya, mengigillah bibirku;
tulang-tulangku seakan-akan kemasukan sengal, dan aku gemetar di tempat aku
berdiri; namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan yang akan
mendatangi bangsa yang bergerombolan menyerang kami,” (Habakuk 3:16).
Dari sinilah timbul suatu iman yang luar
biasa dari Habakuk. Iman yang
demikian bukan sekedar percaya, tapi mengandung unsur
kesetiaan dan ketaatan yang teguh. Dari sini kita pahami bahwa iman bukan
sekedar doktrin yang dipercayai, tapi adalah cara hidup seutuhnya. Iman adalah
keter-gantungan sepenuhnya kepada Tuhan setiap saat.
Dalam Ibrani 11:1
dijabarkan mengenai definisi iman. Dikatakan bahwa, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang
kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
Dari nas firman ini,
kita memahami bahwa Iman berarti kita bersandar pada keselamatan yang telah
digenapkan oleh Tuhan Yesus. Maka iman adalah dasar
yang paling penting dalam kekristenan. Iman jugalah yang membedakan kekristenan
dari agama-agama lain. "Tanpa iman tak seorang pun bisa diperkenan
Tuhan" melalui iman kita menang atas dunia ini.
Pengharapan berasal dari iman kita kepada
kesetiaan Tuhan. Dengan kata lain, kesetiaan Tuhan adalah dasar dari
pengharapan kita, dan janji Allah yang didasarkan atas kesetiaanNya adalah
jaminan bagi pengharapan kita. Karena iman, kita menang atas dunia
ini, karena pengharapan kita dimampukan untuk mengarahkan pandangan kita pada
dunia yang lain. Maka setelah kita beriman, kita segera masuk pada tahap
pengharapan. Dengan kata lain, iman
menghasilkan pengharapan dan pengharapan membawa kita mengarah pada hal-hal kekekalan. Dengan
demikian, iman memampukan kita menang atas dunia ini dan pengharapan memampukan
kita melintasi dunia ini dan
melihat akan dunia yang ada di sana. Itulah yang membuat kita
tidak terlalu mengutamakan dunia yang nampak ini.
Dalam 1 Korintus 13:13
berkata: “Demikianlah
tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling
besar diantaranya ialah kasih.” Dari sini kita pahami, bahwa dengan Iman
dan pengharapan memampukan kita melalui hidup rohani yang melampaui hidup di
dunia ini. Baru setelah itu timbul hal yang ketiga yaitu kasih. Jadi setelah kita mempunyai
iman, kita mampu menang atas dunia ini. Setelah kita memperoleh pengharapan,
kita mampu melihat dunia yang ada di atas dunia ini dengan jelas. Setelah kita
memiliki kasih, kita mampu menoleh ke belakang untuk memulihkan dunia ini. Kita patut bersyukur kepada Tuhan yang memberikan hikmat seperti ini. Tidak ada satu agama
pun yang sanggup mengungkapkan unsur rohani yang lebih jelas daripada apa yang
diungkapkan oleh Alkitab. Belum pernah ada satu
filsafat yang mengajarkan kepada kita tentang intisari hidup rohani yang begitu
limpah. Siapakah orang Kristen? Orang Kristen adalah orang yang beriman kepada
Allah. Siapakah orang Kristen? Orang Kristen adalah orang yang memandang
kehendak Allah dari tempat yang jauh.
Sebab itu, bagi orang Kristen, baik hidup
atau mati, baik hidup yang sekarang ataupun hidup yang akan datang, baik yang
nampak ataupun yang tidak nampak, kita sudah menang bahkan menang dengan
gemilang atas semua itu. Karena tak seorang pun sanggup memisahkan kita dari
kasih Allah, kasih yang berada di dalam keselamatan Yesus Kristus. Dengan
demikian, orang Kristen adalah orang yang berpengharapan.
Bapak/ ibu yang
kekasih,
Ayat 17-19 lebih merupakan kesaksian
Habakuk tentang konsep syukur.
Ia bersyukur bukan
karena telah
diberi berkat, tetapi karena ia tahu siapa Allah yang ia layani itu. Untuk itu
walaupun ia berada ditengah-tengah hukuman Allah atas Yehuda, Habakuk tetap
memilih untuk bersukacita di dalam Tuhan. Allah akan menjadi Juruselamatnya dan sumber kekuatan
yang tak putus-putus. Keyakinannya yang teguh membawa ia kepada suatu
pengharapan yang pasti, bahwa kemenangan terakhir akan datang bagi semua orang
yang hidup oleh iman kepada Allah (Habakuk 2:4)
Dikatakan dalam ayat
17-19: “Sekalipun
pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun
mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing
domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku
akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan
aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia
membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. (Untuk pemimpin biduan. Dengan
permainan kecapi)” (Habakuk 3:17-19).
Kita melihat sebuah
iman yang lahir ditengah-tengah krisis, dimana saat semua harapan dari hasil
pertanian mengecewakan. Harapan atas hasil peternakan pun mengecewakan. Tetapi
harapan satu-satunya yang tidak mengecewakan adalah kasih penyertaan Tuhan.
Karena itu tekad Habakuk sangat jelas bahwa ia akan bersorak-sorak di dalam
Tuhan, (Habakuk 3:18a), ia mau tetap bersorak-sorak walaupun sedang terpuruk
dan sangat kecewa, Ia tetap mengimani dan selalu percaya bahwa rancangan Allah
bukanlah rancangan buruk melainkan rancangan yang terbaik. Inilah yang
seharusnya terjadi dalam kehidupan anak-anak Tuhan, dimana kita harus
senantiasa mengucap syukur dalam segala waktu. Sebab itulah yang dikehendaki
Allah (1 Tesalonika 5:18).
Saudara, “Allah akan membuat
segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati
mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan
Allah dari awal sampai akhir” (Pengkhotbah 3:11). Nabi Habakuk meyakini
Allah memiliki rencana indah dibalik pencobaan ini, Beria-ria di dalam Allah
yang menyelamatkan aku. (Habakuk
3:18b).
Inilah yang dimaksud dengan sukacita karena
Iman, melihat segala sesuatu dalam perspektif iman, segala sesuatu yang buruk
itu belum final tapi proses dan dibalik semua pergumulan yang tengah kita hadapi ada sesuatu yang indah
dan lebih besar di dalam rencana Allah. Mengimani bahwa hidup kita senantiasa
dalam skenario Tuhan, karena Tuhan adalah sutradaranya, dan Tuhan merencanakan
semuanya baik
Teks ini juga mengajarkan kepada kita
agar bersukaria dalam Allah walaupun ketika setiap insting dalam tubuh kita
menjerit penuh duka. Sekalipun diingatkan sepenuhnya tentang kekejaman yang
akan terjadi, Habakuk mengalami suatu sukacita kudus, yaitu kemampuan ilahi
untuk bersukacita di dalam Tuhan. Sasaran dari sukacitanya adalah Allah
Juruselamatnya.
Ada hal-hal yang lebih abadi dan lebih
penting dari pada dunia sementara ini. Kita harus pahami bahwa sejarah berada
di luar kendali dan tak seorang pun yang tahu semua ini akan berakhir di mana.
Karena sesungguhnya Allah-lah yang berada di balik jalannya sejarah, Ia yang
mengendalikan-Nya dan Ia tahu ke mana sejarah ini akan berakhir.
Dasar dari sukacita sejati ini adalah Tuhan sendiri yang adalah
penyedia keselamatan orang beriman. Sumber sukacita sejati datangnya
tidak lain hanyalah dari Tuhan sendiri yang bekerja dalam hati yang penuh
syukur dan penyerahan total kepada kedaulatan Tuhan.
Nabi Habakuk memberikan kesaksian hidup
bahwa ia melayani Tuhan bukan karena diberi berkat, tetapi karena Tuhan adalah
segalanya
bagi dirinya yang harus disembah dan ditaati. Di tengah penghukuman
Allah atas Yehuda, Habakuk masih tetap dapat bersukacita dan berharap sepenuhnya
kepada Tuhan. Dari sini kita dapat
belajar:
Kita patut menyadari bahwa Tuhan berdaulat
atas kehidupan kita. Kehidupan yang sedang kita jalani adalah sebuah kehidupan
yang didalamnya Tuhan merancangkan sesuatu yang baik bagi umat-Nya. Tinggal
bagaimana kita meresponi
rancangan Tuhan itu dengan cara yang benar.
Keraguan
Habakuk tentang sikap Allah terhadap dosa Yehuda terjawab setelah Allah
menyatakan niat-Nya untuk menghukum umat itu. Di sini nabi itu belajar bahwa
Tuhan tidak pernah bertindak terlambat ataupun terlalu cepat dalam berurusan
dengan manusia. Demikian pun dengan kita. Pertolongan Tuhan tidak pernah kurang
panjang untuk menolong umat yang dikasihi-Nya.
Di saat-saat hidup
mengikuti Tuhan penuh dengan kesulitan dan tantangan, pandanglah pada Tuhan Yesus.
Dia telah mengurbankan diriNya di kayu salib untuk mengalahkan musuh-musuhnya
dan memberi kemenangan bagi kita, umatNya. Jangan pernah putus harap dan
menyerah pada keadaan sebab, pada saatNya Dia akan mengubah ratapan kita
menjadi sukacita. Jangan gentar karena situasi yang meresahkan di sekitar kita,
tetapi takjublah karena Dia selalu hadir dan berkarya dalam peristiwa segelap
apapun.
Melalui
nabi Habakuk, Allah mengajarkan kepada kita tentang doktrin keselamatan yang
berlaku secara universil dan abadi, yaitu bahwa setiap orang akan “hidup oleh percaya” atau “diselamatkan oleh iman.” Sebaliknya, Tuhan tidak berkenan
pada orang yang menyombongkan kebenarannya sendiri. Kesombongan adalah salah satu
kebencian di
mata
Tuhan (Amsal 6:16-17), tetapi orang yang rendah hati dimahkotai Allah dengan
keselamatan (Mazmur 149:4). Sebab orang-orang yang rendah hati itu mudah diajar
(Mazmur 25:9), dan mereka mengandalkan perlindungan dalam nama Tuhan (Zefanya
3:12).
Dengan demikian, kita belajar untuk mengerti
kehendak Tuhan bukan menuntut-Nya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.
0 komentar:
Posting Komentar