Rabu, 07 Januari 2015

TUHANLAH YANG BERJALAN DI DEPANMU

TUHANLAH YANG BERJALAN DI DEPANMU
Ulangan 9:1-6


Sidang jemaat yang dikasihi Tuhan
Dalam kehidupan seseorang, pastinya ada masa-masa dimana ia mengalami yang namanya kegagalan, dan juga ada masa-masa dimana ia mengalami keberhasilan atau kesuksesan. Kedua-duanya akan selalu silih berganti menghiasi setiap langkah kehidupan kita.
Namun tahukah saudara, bahwa keberhasilan yang kita rasakan adalah lebih merupakan campur tangan Tuhan dalam kehidupan kita?
Saudaraku,
Di tengah-tengah perkembangan zaman yang menuntut setiap individu harus berprestasi, seringkali memaksa seseorang untuk berlomba-lomba mencapai keberhasilan itu.
Kita lihat di dunia pendidikan misalnya, ada sekolah-sekolah yang membedakan kelas-kelas pembelajaran mereka dengan istilah kelas regular dengan kelas akselerasi. Ada juga yang menerapkan system SKS, sehingga setiap siswa memiliki kesempatan lulus lebih cepat dari yang umumnya dijalani, tergantung kemampuannya mencapai satuan kredit.
Saudara, di dunia bisnis, seorang yang dikategorikan sebagai orang yang sukses adalah mereka yang memiliki jiwa enterpreneur. Secara sederhana, entrepreneur didefinisikan sebagai orang yang menciptakan pekerjaan yang berguna bagi diri sendiri. Entrepreneur sendiri berasal dari kata “entrependere” (bahasa Perancis) yang artinya “sebuah usaha yang berani dan penuh resiko atau sulit”.
Jadi saudara, Entrepreneur diartikan sebagai seseorang yang mampu mengolah sumber daya yang ada menjadi suatu produk yang mempunyai nilai atau mencari keuntungan dari peluang yang belum digarap orang lain.
Tokoh entrepreneur Indonesia, yang bernama Dr. Ir. Ciputra mendefinisikan seorang entrepreneur adalah seseorang dengan kecakapan mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Maksudnya ialah kemampuan seseorang yang mengusahakan sesuatu yang tidak berharga, sesuatu yang dibuang orang menjadi sesuatu yang memiliki nilai yang lebih besar.
Sedemikian kuatnya pengaruh filosophi ini, sehingga membawa orang untuk berlomba-lomba menjadi seorang entrepreneur yang handal. Namun sayangnya saudara, terkadang godaan mengambil langkah memajukan diri sendiri sampai mendapatkan sebuah keberhasilan, membawa seseorang pada sebuah sikap lebih membanggakan diri sendiri. Entah karena potensi yang dimilikinya ataupun karena kecakapan diri kita.
Inilah faktanya saudara, bahwa orang Kristen pun tidak kebal dengan hal yang demikian. Kita mungkin mengira oleh karena kepandaian kita, maka kita dapat melalui ujian dengan nilai yang memuaskan. Mungkin kita mengira oleh karena kita cakap bernegosiasi, maka proyek itu dapat dimenangkan dengan mulus. Bahkan kita juga berpikir bahwa oleh karena kebenaran diri kitalah, maka Tuhan memberikan keberhasilan dalam hidup kita.
Padahal saudara, dalam sikap hati yang membanggakan diri itulah, sebenarnya kita telah gagal di hadapan Allah. Memang, tidak ada salahnya jika kita berhasil, namun yang perlu kita waspadai adalah sikap membanggakan diri sendiri. Sikap inilah yang pada akhirnya meruntuhkan otoritas Allah dari yang sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, jikalau kita mendapatkan keberhasilan, jangan pernah mengira bahwa hal itu karena kecakapan kita.  Saudara, bukan karena kita mampu, atau karena kebaikan diri kitalah sehingga kita layak menerimanya. Mengapa demikian? Sebab sesungguhnya keberhasilan yang kita raih itu semata-mata disebabkan oleh dua factor:

I.          Kunci sukses kita adalah hasil campur tangan Allah (ayat 1-3) (POWERPOINT 2)
Bapak/ ibu yang kekasih di dalam Tuhan,
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa keberhasilan kita bukan berdasar pada kecakapan atau potensi yang kita miliki. Hal ini jugalah yang diperingatkan Musa kepada bangsa Israel.
Kita melihat saudara, bahwa jauh sebelum bangsa Israel mengalami sebuah keberhasilan dalam sejarah, sebelum mereka memasuki tanah Kanaan, Allah sudah memperingatkan agar mereka tidak membanggakan diri mereka, sebab keberhasilan yang mereka raih itu, bukan semata-mata hasil usaha mereka, namun karena Allah melakukan intervensi dalamnya.
Saudara, saya membayangkan sosok Musa, pemimpin bangsa Israel yang termahsyur itu, yang saat usianya telah menjadi lanjut. Di tengah-tengah kesempatan terakhirnya bersama bangsa yang dikasihinya itu, Musa menuturkan peringatannya kepada mereka. Saat itu bangsa Israel sementara berada di dataran Moab, di seberang sungai Yordan, dan mereka tengah bersiap-siap untuk memasuki tanah Kanaan.
Saat itu saudara, mata Musa menerawang jauh ke masa sekitar 40 tahun yang silam, di mana ia menyaksikan bangsa yang dipimpinnya itu memberontak terhadap Allah. Ya, di tempat yang sama ini pula, bangsa Israel pernah bersungut-sungut terhadap Allah. Mereka memberontak dalam ketakutan ketika mengetahui bahwa mereka akan menghadapi bangsa Enak di Kanaan itu.
Dan pemberontakan yang sangat memilukan itu pada akhirnya mengakibatkan Allah menghukum Israel sehingga generasi tersebut habis binasa dalam pengembaraan di padang gurun. Mereka gagal karena mengandalkan kekuatan mereka sendiri. Ketika berhadapan dengan lawan yang lebih tangguh, mereka menjadi takut dan gentar.
Bapak/ ibu yang saya kasihi,
Kita melihat, dalam ayat 1 dan 2, bagaimana firman Tuhan menggambarkan kehebatan bangsa-bangsa yang mendiami tanah Kanaan. Berita tentang kehebatan musuh inilah yang menimbulkan kegentaran dan tawar hati dalam diri orang Israel, sehingga mereka menentang titah Tuhan dan tidak mau masuk ke negeri itu (Ulangan 1:19-33). Akibat dari pemberontakan ini, Tuhan menghukum bangsa Israel hidup selama empat puluh tahun di padang gurun (Bilangan 14:32-33).
Saudara, kini keturunan berikutnya dari bangsa yang memberontak itu, diberikan kesempatan kedua oleh Allah untuk memasuki tanah Kanaan. Dan sekali lagi Musa kembali memperingat-kan bangsa Israel agar tidak gentar menghadapi penduduk Kanaan yang lebih besar dan lebih kuat, apalagi ditambah dengan kota-kota mereka yang besar dan berkubu.
Pertanyaannya bagi kita saudara, siapakah orang Enak itu? “Orang Enak” adalah kaum Anakim (‘anaqim), (POWERPOINT 3) keturunan nenek moyang yang disebut berdasarkan namanya Enak, terdapat di antara penduduk Palestina sebelum Israel.
Nama Enak tanpa kata sandang hanya muncul dalam Bilangan 13:33 dan Ulangan 9:2, tapi di tempat lain muncul dalam bentuk “orang Enak(ha’anaq), yang agaknya dianggap sederajat dengan Anakim. Perawakan dan jenis kaum Anakim hebat dan terkenal, justru mereka dijadikan perbandingan untuk menggambarkan besarnya orang lain seperti orang Emim (Ulangan 2:10) dan orang Refaim.
Bapak/ ibu yang kekasih
Pengalaman bangsa Israel, nenek moyang mereka, pernah menilai diri mereka seperti belalang di mata orang-orang Enak (Bilangan 13:33). Lagi pula kota-kota Kanaan juga memiliki pertahanan yang sangat kuat. Karena itu firman Tuhan menuliskan, Siapakah yang dapat bertahan menghadapi orang Enak?”  Pernyataan ini lebih merupakan sebuah refleksi mengenai kekuatan fisik yang bagi manusia tidak tertandingi. Hal ini mengingatkan kita pada peristiwa Daud dan Goliat. Tidak ada bangsa Israel yang berani maju melawan Goliat kecuali Daud. Bagitu pula bangsa Israel terhadap orang Enak.
Tetapi, dengan pertolongan Allah, bangsa Israel yang merasa diri lebih rendah itu pada akhirnya dapat mengusir orang Enak dan bangsa Kanaan lainnya; bahkan, orang Israel menjadi alat Allah untuk menyatakan kuasa-Nya.
Karena itu saudara, Allah mengingatkan bangsa Israel, bahwa kemenangan mereka melawan bangsa Enak, bukan karena jasa mereka, tetapi karena Allah telah berjalan di depan mereka dan berperang bagi mereka.
Tuhan telah mengantisipasi apa yang akan dikatakan oleh orang Israel, apabila mereka telah menduduki tanah Kanaan. Bahwa mereka akan mengklaim kemenangan yang dramatik atas bangsa-bangsa Kanaan itu disebabkan kekuatan mereka sendiri. Oleh karena itu, untuk mengubah pandangan mereka yang salah ini, Tuhan sengaja menunjukkan kelemahan mereka dengan membandingkannya dengan bangsa Enak dan bangsa Kanaan. Jadi, pada bagian ini terdapat kekontrasan antara kekuatan bangsa Kanaan dengan kuasa Allah, yang dibandingkan melalui ayat 1 dan 3.
Allah digambarkan sebagai pribadi yang berjalan di depan Israel, untuk membinasakan orang Enak. Semua keberhasilan bangsa Israel memasuki tanah Kanaan, semata-mata atas seijin Tuhan yang menyerahkannya kepada mereka.
Itulah sebabnya dalam ayat ke-3 Musa mengatakan: Maka ketahuilah pada hari ini, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan di depanmu laksana api yang menghanguskan; Dia akan memunahkan mereka dan Dia akan menundukkan mereka di hadapanmu. Demikianlah engkau akan menghalau dan membinasakan mereka dengan segera, seperti yang dijanjikan kepadamu oleh TUHAN.
Sebagaimana Tuhan berjalan di depan Israel dengan tiang awan dan tiang api, demikianlah Dia akan berjalan di depan pasukan Israel sebagai api yang menghanguskan untuk mengalahkan musuh mereka. Dalam hal ini saudara, Musa mau menyadarkan Israel bahwa kemenangan bukanlah terletak pada seberapa banyak, kuat dan gagahnya mereka, bukan juga pada kepandaian mereka dalam menyusun strategi untuk berperang. Sesungguhnya, kunci keberhasilan Israel adalah karena intervensi Tuhan, campur tangan Tuhan.
Dari sini kita melihat bahwa ujung tombak dari kemenangan Israel adalah Dia yang tinggal di surga dan yang menjadikan gunung-gunung yang paling tinggi sebagai tumpuan kaki-Nya, dan lebih daripada itu Dia juga merupakan api yang menghanguskan.
Saudara inilah rahasia penaklukan tanah Kanaan, bahwa keberhasilan mereka bukan berdasarkan pada keunggulan diri orang Israel, melainkan karena kebesaran Allah yang memimpin hidup mereka. Bahwa sesungguhnya kekuatan bangsa Israel bukan berasal dari kekuatan mereka sendiri, tetapi dari tangan Allah.
Demikian pula Allah ingin menyatakan pentingnya kebergantungan mereka hanya pada Allah. Kemenangan mereka semata-mata berdasarkan intervensi Allah, bukan keahlian mereka. Penaklukkan itu karena kekuatan Allah, bukan kekuatan mereka.
Apa yang dapat kita pelajari dari hal ini? Mari kita bercermin dari peringatan Musa terhadap Israel ini: bahwa Allah mau agar kita belajar untuk mengandalkanNya, bukan bersandar pada kemampuan diri kita.
Marilah kita mempersilahkan Allah untuk campur tangan, memimpin kehidupan kita dalam segala hal. Sebab ketika kita semakin kita bersandar pada campur tangan Allah, semakin kita menyadari bahwa setiap keberhasilan yang akan kita raih itu semata-mata hanya karena pertolonganNya.

II.    Keberhasilan yang kita raih merupakan anugerah Allah semata (ayat 4-6). (POWERPOINT 4)
Bapak/ ibu saudara yang dikasihi Tuhan,
Dimulai dengan ayat ke-4, kita mendapati satu peringatan keras Allah terhadap bangsa Israel. ketika Allah berkata: “Tetapi janganlah engkau berkata…karena jasakulah…lebih merupakan satu peringatan keras Allah terhadap bangsa Israel.
Peringatan ini juga mempertegas bahwa semua hal yang dirasakan bangsa Israel semata-mata karena anugerah Tuhan yang diberikan kepada mereka. Semata-mata diberikan Allah supaya bangsa Israel tidak menjadi sombong, yang seolah-olah karena jasa merekalah hingga Tuhan bermurah hati terhadap mereka.
Sidang jemaat yang kekasih,
Kata yang diterjemahkan sebagai “Jasa-jasaku”, adalah terjemahan dari kata Ibrani: “tsadheq”. Sebenarnya kata ini mengandung arti “kebenaran” (Ulangan 6:25). Pada prinsipnya “benar” dalam konteks perikop kita ini, berarti “sesuai dengan norma atau sifat-sifat Allah sendiri.”
Sebaliknya bangsa Israel seharusnya menyadari bahwa dia tidak mempunyai kebenaran dalam arti yang demikian, melainkan semua hal yang diperolehnya hanyalah berdasarkan anugerah Tuhan.
Kita melihat saudara, di sepanjang ayat 4-6, tercatat 3 kali Musa memperingatkan bangsa Israel agar mereka tidak membanggakan diri sendiri. Mengapa saudara? Karena jawabannya ada pada Ayat 4 dan 5: karena kefasikan bangsa-bangsa itulah TUHAN menghalau mereka dari hadapanmu.
Saudara “Kefasikan” secara harafiah dapat berarti kejahatan. Kefasikan ini bukan hanya mengenai masalah spiritual, yaitu sebuah penolakan untuk beribadah kepada Tuhan, tetapi juga kefasikan yang terjadi secara etis-moral, oleh karena penyelewengan seksual, atau adat istiadat yang kejam yang kejam dan bengis (Imamat 18:3,24-30; 20:23; Ulangan 18:12; 20:18).
Dari penggalian arkeologi, diketahui bahwa agama orang Kanaan adalah salah satu agama yang paling fasik, paling diperbudak hawa nafsu dan paling rusak secara spiritual maupun moral di daerah Timur Dekat Purba.
Karena kefasikan bangsa-bangsa Kanaan inilah, menyebabkan Tuhan menjatuhkan hukuman atas mereka, dengan menghalau mereka dari negeri mereka sendiri dan diganti dengan bangsa Israel.
Dalam hal ini saudara, seharusnya bangsa Israel memahami, kalau bangsa-bangsa kafir diusir dari tanah Kanaan karena kefasikan mereka, lebih-lebih bangsa Israel yang juga di kenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk.
Secara harafiah tegar tengkuk berarti tegar leher” atau “bersitegang leher” (Nehemia 9:29). Kiasan ini terambil dari bidang pertanian, yang menunjuk kepada sapi atau kerbau yang menolak untuk dikenai sebuah kuk untuk membajak ladang. “Tegar tengkuk” juga berarti suka memberontak dan suka melawan, dan hidup dalam kebenaran yang pura-pura.
Seperti halnya dengan kerbau itu, Israel seringkali enggan untuk tunduk kepada Torah TUHAN yang diberikan kepada mereka.
Jadi dari sini kita melihat saudara, keberhasilan bangsa Israel menduduki tanah Kanaan, sebenarnya bukan karena kebenaran mereka, bukan karena ketaatan mereka pada hukum Tuhan, tetapi semata-mata karena anugerah Tuhan yang dinyatakan kepada mereka.
Karena kasih Allah yang begitu besar kepada mereka, Allah tetap memelihara dan memberikan tanah Kanaan itu sebagai milik pusaka mereka.
Pertanyaannya bagi kita mengapa Tuhan mau memberikan tanah Kanaan kepada bangsa yang demikian? Jawabannya adalah “supaya TUHAN menepati janji yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub(ayat 5).
Artinya dengan menegakkan Israel di Kanaan itu, Allah telah memenuhi janji-Nya kepada para bapa leluhur. Namun setelah Israel telah menduduki tanah itu Allah menuntut ketaatan Israel dalam memelihara perjanjian yang telah diikat-Nya dengan mereka di Sinai. Sekarang kelangsungan kepemilikan atas tanah Kanaan didasarkan atas ketaatan orang Israel. Ketidaktaatan akan membuat mereka terusir dari tanah Kanaan.
Dengan demikian saudara, sekalipun panggilan Israel itu tanpa syarat dan tidak dapat dibatalkan, karena datangnya dari kasih Allah (Roma 11:29), namun berkat-berkat itu diberikan Allah bergantung kepada ketaatan.
Dari sini kita melihat bahwa Tuhan setia pada janji-Nya terhadap Israel sehingga Ia tetap memelihara Israel dan memberikan tanah Kanaan itu kepada mereka. Itu bukan karena usaha mereka, melainkan karena anugerah Allah atas mereka.
Ilustrasi
Di Prancis pada tahun 1795, ada seorang gelandangan bernama Jean Valjean yang tertangkap basah sedang mencuri sepotong roti. (POWERPOINT 5) Ia dijebloskan dalam penjara bahkan berulang kali harus keluar masuk penjara karena mencuri. Di suatu malam yang dingin, Valjean berjalan tanpa arah, ia tidak punya rumah, dan tidak ada seorangpun yang bersedia membukakan pintu rumahnya. Dengan kelelahan ia duduk di sudut kota sambil menggigil, hingga ia melihat sesosok pria tua yang menghampirinya, “Mari ikut aku, tinggallah di rumahku untuk malam ini.” Sang pria tua itu, ternyata seorang pastor yang baik hati. Tak cukup memberikan tumpangan, ia menjamu tamunya itu dengan hidangan makan malam, dan itu adalah makanan termewah yang pernah disantap Valjean.
Keesokan paginya sang pastor terbangun oleh gedoran pada pintu rumahnya. Ketika ia membukanya, ternyata di depan pintu telah berdiri dua sosok yang ia kenali; sang polisi kota, bersama dengan Valjean yang sementara terborgol. “Selamat pagi Pastor, saya berhasil menangkap basah penjahat ini, beserta dengan perabot perak Anda yang dicuri olehnya.” Valjean tertunduk malu, ia tidak berani menatap wajah orang yang telah menyelamatkan hidupnya semalam. Sang pastor terdiam sejenak, lalu berkata: “Ah Valjean, mengapa engkau pergi begitu cepat?  Aku masih ingin memberikan barang perak lainnya kepadamu. Maaf merepotkan Anda Pak polisi, Anda salah paham. Pria ini adalah sahabat saya.”
Setelah polisi itu pergi, Uskup mendekati Valjean dan dengan suara yang perlahan berkata, "Jangan, jangan pernah lupa, bahwa Anda telah berjanji untuk menggunakan uang ini untuk menjadi orang yang jujur."
Seingat Jean Valjean ia tidak pernah menjanjikan apa-apa. Tetapi lidahnya kelu. Uskup Myriel melanjutkan dengan penuh keseriusan, "Jean Valjean, saudaraku, Anda tidak lagi milik yang jahat tetapi Anda milik yang baik. Yang telah aku beli dari-mu adalah jiwa-mu; Aku telah mengambilnya dari pikiran yang jahat dan roh kehancuran, dan aku memberinya kepada Tuhan."
Sejak saat itu pikiran Jean Valjean senantiasa dihantui perkataan-perkataan Pastor bahwa "Kamu telah berjanji untuk menjadi orang yang jujur, jiwa-mu sudah kubeli, sudah kuberikan kepada Tuhan."
Saudara, Valjean si Pencuri itu, di kemudian hari lebih dikenal orang sebagai Walikota Valjean. Dalam kepemimpinannya, tidak ada lagi gelandangan yang berkeliaran, bahkan angka kejahatan menurun drastis. Dan diakhir buku catatan hariannya, ia menuliskan demikian, “Siapakah Valjean? Bukankah ia dulu adalah gelandangan dan pencuri? Tetapi syukur kepada Allah, yang mengaruniakan Valjean sebuah keselamatan, sehingga perubahan hidupnya dirasakannya sebagai sebuah anugerah.” Saudara, sesungguhnya Valjean mengerti, bahwa kuberhasil-annya itu bukan karena dirinya, melainkan anugerah Allah semata.
Saudara, bukankah tidak ada keberhasilan yang lebih besar dari sebuah “keberhasilan” untuk dapat diselamatkan dan menjadi anak-anak Allah? Sebagai orang Kristen yang telah menerima anugerah keselamatan itu, bukankah kita seharusnya memandang segala sesuatu, termasuk keberhasilan yang kita terima adalah sebagai anugerah Allah? 
Kalau kita berhasil, itu semata-mata karena anugerah Allah. Namun ada kalanya godaan untuk mengambil kredit/ pujian bagi diri kita sendiri begitu kuatnya.
Mungkin kita merasa bahwa kita layak mendapat keberhasilan itu sebagai ganjaran atas kebenaran diri kita. Mungkin juga  karena kita merasa telah menjadi orang Kristen yang baik, sehingga kita berpikir bahwa kita layak menerimanya. Selama ini mungkin kita telah menjadi orang baik-baik, bekerja dengan baik, belajar dengan giat, dan kita berpikir bahwa oleh karena itulah kita berhasil. 
Saudaraku, ingatlah bahwa bukan oleh karena kebenaran diri kita, bukan juga oleh karena kekuatan kita, sehingga kita layak menerima keberhasilan tersebut. Sesungguhnya tidak ada satupun yang dapat dibanggakan, selain karena Allah yang setia dan mengasihi kita, karena semuanya merupakan anugerah Allah semata.

Penutup
Saudaraku, suatu saat kita akan selalu berhadapan dengan apa yang namanya keberhasilan. Namun sebagai anak-anak Tuhan, seharusnya kita menyadari bahwa keberhasilan itu dapat diraih bukan oleh karena kecakapan kita. Justru karena Allah sendiri yang turut campur tangan, memampukan serta memimpin kita dalam meraihnya. Keberhasilan itu juga bukan karena kebenaran diri kita sendiri sehingga seolah-olah kita layak menerimanya. Kita menerimanya justru hanya karena anugerah Allah semata.
Saudaraku, marilah kita berbangga, bukan karena diri kita sendiri. Namun marilah kita berbangga, hanya karena Allah yang berkenan untuk memampukan kita, serta memberikan anugerah-Nya kepada kita.
Allah yang setia pada janji-Nya terhadap Israel itu, adalah Allah yang sama, yang memimpin kita dalam meraih keberhasilan di dalam anugerah-Nya, serta menolong kita untuk senantiasa berbangga karena Dia.
Hari ini, kita memasuki hari pertama di tahun 2015. Ada bagitu banyak pengalaman-pengalaman yang telah kita lewati, baik suka maupun duka, baik yang membawa kita untuk dapat tersenyum, ataupun hal yang menyedihkan hati.
Namun semuanya itu patut kita sadari bahwa karena kemurahan Tuhanlah kita bisa melewati semuanya dan menapaki hari pertama di tahun yang baru ini. Kita harus percaya bahwa Allah senantiasa berintervensi di dalam kehidupan kita.
Selamat tahun baru, kiranya dengan rahmat Tuhan kita bisa mampu melewati hari-hari yang masih panjang di depan kita. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar