Memiliki
pasangan yang idel, yang dapat mendukung dan mengasihi pasangannya pastinya
menjadi impian banyak orang. Siapa yang tidak bangga jika memiliki pasangan
yang mampu mengasihi dan mendukung segala aktifitas kita dengan baik? Siapa
yang tidak bahagia jika memiliki suami yang penuh pengertian dan siap untuk
diandalkan kapan saja? Terlebih lagi, jika ia seorang yang sangat kaya, lahir dari
keluarga yang terhormat. Maka lengkaplah sudah kesempurnaan itu.
Namun
apa jadinya jika orang yang kita pilih menjadi pasangan hidup kita, ternyata
adalah seorang yang jauh dari standart ideal. Apalagi ia adalah seorang yang
kasar, sikapnya selalu arogan, dan tiap-tiap hari tidak ada kata-kata yang baik
yang keluar dari mulutnya selain hujatan dan makian.
Apa
yang harus kita lakukan dengan pasangan kita yang demikian? Apakah kita harus
menjauhinya? Memintanya untuk bercerai dari kehidupan kita?
Kaum
ibu yang kekasih,
Perikop
kita sore hari ini, juga menceritakan satu pengalaman yang sama yang dialami oleh
orang-orang yang memiliki pasangan yang tidak idel. Namanya adalah Abigail, ia hidup
pada masanya Daud.
Semenjak
berita kematian Samuel, abdi Allah itu. Seluruh bangsa Israel berkabung hingga
akhir pemakaman Samuel di Rama. Sementara Daud dan seluruh tentaranya menjadi
pelarian di Padang Gurun Paran, oleh karena pengejaran Raja Saul (25:1).
Di
saat yang sama, dikisahkan ada seorang yang sangat kaya dari kota Maon, dari
keturunan Kaleb, yang memiliki perusahaan di Karmel. Ia mempuyai tiga ribu ekor
domba dan seribu ekor kambing (25:2).
Nama
orang itu adalah Nabal, yang dalam Bahasa Ibrani berarti “orang bodoh”. Nyatanya saudara,
disepanjang kehidupanya, Nabal memang dikenal sebagai seorang yang kasar dan
jahat. Kelakuannya yang kasar dan jahat menyebabkan ia tidak dapat tidak untuk
memaki orang lain. Disisi yang lain, Nabal hanya memiliki kehidupan yang
berputar pada dirinya sendiri. Artinya ia tidak peduli dengan orang lain,
terutama juga kepada Daud.
Saudara,
Nabal
memiliki seorang isteri yang cantik dan bijaksana yang bernama Abigail. Isteri
Nabal, memiliki kepribadian yang sangat baik. Hal ini bertolak belakang dengan
kepribadian suaminya. Dalam kasus Abigail ini, kita melihat ada satu perkara
ajaib yang dikerjakan oleh Allah, baik terhadap Daud, ataupun terhadap Abigail.
Ibu-ibu
yang kekasih,
Bagi
Abigail tentunya tinggal seatap dengan pria yang kasar dan jahat, seperti hidup
di dasar neraka. Kehidupannya penuh dengan tangisan dan usapan dada. Hari-hari
yang dilaluinya pastilah hari-hari yang penuh tekanan. Terlebih saat melihat
prilaku suaminya yang begitu arogan terhadap siapa saja.
Namun
perhatikan saudara, walaupun Abigail mengalami hal yang demikian, Abigail tidak
pernah membalasnya dengan kejahatan, Ia juga tidak melarikan diri dari tekanan
suaminya yang kasar. Sebaliknya dengan setia ia tetap melayani suaminya dengan
sangat baik. Ia menunjukkan sikapnya yang bijaksana walaupun ia diperlakukan
kasar.
Ibu-ibu
yang kekasih,
Kalau
saudara merasa senasib dengan Abigail, maka janganlah berpikir untuk
menggunakan cara Anda. Tetapi serahkanlah pergumulan Anda kepada Allah supaya
Dia bertindak. Namun, bukan berarti Anda lantas mendoakan suami supaya Tuhan
lebih cepat memanggilnya. Sebaliknya berdoalah di dalam kesabaran dan dalam kasih.
Kaum
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Pada
sisi yang lain, hidup dalam pelarian pastinya membuat karakter seseorang menjadi
keras. Itulah yang dialami oleh Daud dan pasukannya. Daud berperan layaknya seperti
Robinhood yang berada di Hutan. Dijelaskan bahwa Daud memiliki enam ratus
pasukan yang setia mengikutinya. Guna menghidupi kelompok yang besar ini, Daud
mengarahkan keenam ratus pengikutnya untuk melindungi lahan peternakan dan
pertanian dari tuan-tuan tanah yang ada di sekeliling mereka, dengan imbalan:
mereka mendapatkan makanan dan minuman.
Dalam
melakukan pekerjaannya ini, Daud sangat menjaga benar anak buahnya untuk tetap bersikap
jujur. Karenanya mereka tidak mencuri atau bertindak kasar, apalagi mengganggu
dan merugikan tanah pertanian atau peternakan tersebut.
Hal
ini terlihat dari kesaksian para pekerja Nabal, yang menceritakan bagaimana
perbuatan mereka. Dikatakan bahwa kelompok Daud sangat baik menjaga mereka dari
tangan para penjahat. “Mereka seperti pagar tempok sekeliling kami siang malam, selama kami
menggembalakan domba-domba di dekat mereka.” (1 Samuel 25:16).
Dalam
hal ini Saudara, Daud dan Nabal mendiami suatu wilayah dengan keharmonisan
seperti dua ekor banteng yang hidup di peternakan yang sama. Keduanya sama-sama
kuat dan keras kepala. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum mereka akhirnya
bertarung.
Saudara,
Masalah
muncul saat Nabal sedang menggunting bulu domba-dombanya. Menurut tradisi, masa
mencukur bulu domba adalah masa “ceria untuk menyambut tamu”. Karenanya saat kabar
pesta tersebut menggema hingga ke telinga Daud dan ia merasa bahwa anak buahnya
patut diundang. Lagipula pikir Daud, anak buahnya telah melindungi ladang dan
ternak mereka dengan baik, berpatroli di wilayah perbukitan dan mengamankan
daerah lembah.
Namun
seperti pepatah mengatakan: “air susu dibalas dengan air tuba.”
Demikianlah yang dirasakan oleh Daud saat para utusannya menemui Nabal.
Ketika
Daud mengutus 10 orang anak buahnya menjumpai Nabal dengan permintaan agar
Nabal melayani anak buahnya itu pada hari raya, sebagai imbalan jasa Daud
melindungi kawanan ternaknya dari penyamun.
Nabal
yang dikenal sebagai seorang yang bebal justru menghinanya. Nabal pura-pura
tidak mengenal Daud, ia menganggapnya seperti budak yang lari dari tuanya.
Saudara,
sikap yang merendahkan itu membuat para pembawa pesan menjadi marah; karenanya mereka
bergegas menemui Daud dan melaporkan apa yang telah terjadi, di perkebunan
Nabal.
Mendengar
kesaksian yang disampaikan para utusannya, Daud menjadi geram. Ia menggerutu
karena kebaikan hatinya tidak dibalas dengan satu kebaikan. Dalam amarahnya
Daud berkata: “Sia-sialah
aku melindungi segala kepunyaan orang ini di padang gurun, sehingga tidak ada
sesuatu pun yang hilang dari segala kepunyaannya; ia membalas kebaikanku dengan
kejahatan” (1 Sam 25:21).
Terprovokasi
dengan sikap yang kasar tersebut, Daud memerintahkan untuk “masing-masing menyandang-kan pedang!” Mereka berangkat menemui Nabal yang tengah
berpesta pora. Empat ratus orang prajurit dikerahkan Daud untuk pergi menyerang
Nabal, sementara dua ratus orang yang lain ditinggalkannya untuk menjaga barang-barang
(Ayat 13)
Tindakan
emosional tersebut tentu saja tidak bisa dibenarkan. Akan tetapi, itulah
kenyataan yang sedang terjadi. Kalau sampai terjadi, bukan hanya peternakan
Nabal yang tertimpa musibah, kelompok Daud pun akan tercemar sebagai tidak ada bedanya
dengan para perampok dan pembunuh.
Di
sinilah kita melihat perlindungan Allah bagi Daud. Allah tahu apa yang ada
dalam hati Daud. Karenanya Allah tidak membiarkan Daud untuk berbuat dosa
karena Nabal. Dalam hal ini, Allah memakai Abigail isteri Nabal untuk menjadi
pengantara, dan mencegah tindakan anarkis, yang sia-sia.
Saat
para pekerja Nabal memberitahukan rencana kedatangan Daud, Abigail yang
berparas cantik ini rupanya juga memiliki kecerdasan yang tinggi. Ia menyusun
suatu rencana yang bijaksana. Ia tahu sikap kasar suaminya, pastinya bisa
mendatangkan malapetaka yang besar. Karenanya ia segera mengambil berbagai
hadiah dan segera pergi untuk menghentikan Daud. Tanpa harus memberitahu
niatnya pada suaminya.
Ketika
Daud dan anak buahnya menuruni sebuah lembah, wanita itu mengambil posisinya, dengan
berbekal “dua
ratus roti, dua buyung anggur, lima dmba yang telah diolah, lima sukat bertih
gandum, serratus buah kue kismis dan dua ratus kue ara, dimuatnyalah semuanya
ke atas keledai” (25:18), Abigail datang menemui Daud.
Kita
melihat saudara,
Abigail
tidak bodoh. Ia tahu arti pentingnya waktu. Karenanya ia berdiri sebagai
seorang penengah antara keluarganya dan kematian yang pasti. Ia sadar jika ia
tidak bertindak dengan cepat, pastinya pertumpahan darah pun tidak akan
terelakkan. Karenanya Allah memakai Abigail untuk mencegah Daud melakukan suatu
ketidakadilan besar kepada semua orang Nabal.
Dikatakan:
“Ketika
Abigail melihat Daud, segeralah ia turun dari atas keledainya, lalu sujud
menyembah di depan Daud dengan mukanya sampai ke tanah” (1 Samuel 25:23).
Saudara,
kehadiran si cantik Abigail di depan Daud, serasa air yang menyejukkan di gurun
pasir. Sambil berlutut di hadapan kaki Daud, ia menyatakan permohonan yang
berharga untuk dimasukkan ke dalam Alkitab, “Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung kesalahan itu.
Izinkanlah hambamu ini berbicara kepadamu, dan dengarkanlah perkataan hambamu
ini. Janganlah
kiranya tuanku mengin-dahkan Nabal, orang yang dursila itu, sebab seperti
namanya demikian ia: Nabal namanya dan bebal orangnya” (25:24-25).
Perhatikan
saudara apa yang dilakukan Abigail. Disini Abigail tidak datang untuk membela
Nabal, sebab ia tahu suaminya memang seorang yang brengsek. Abigail juga tidak
memohon keadilan, tetapi yang ia minta adalah sebuah pengampunan. Ia rela menerima
kesalahan yang tidak layak diterimannya. “Ampunilah kiranya kecerobohan hambamu ini” (25:28).
Dari
sini kita melihat, kebijaksanaan Abigail, kecantikannya dan keanggun-annya
tidak disalahgunakan Abigail untuk satu perbuatan yang konyol. Sebaliknya semua
karakter yang dimilikinya dipakainya untuk memberi kesan yang begitu mendalam
bagi Daud.
Perkataan
Abigail ini seperti matahari dimusim panas yang melelehkan es. Bagitulah yang
dirasakan Daud saat itu. Daud menyadari betapa salahnya dia dalam merencanakan
pembalasan sekejam itu. Hal ini dapat kita lihat dari perkataan Daud, “Terpujilah
Tuhan, Allah Israel, yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini; terpujilah
kebijakanmu dan terpujilah engkau sendiri…jika engkau tadinya tidak segera
datang menemui aku, pastinya tidak aka nada seorang laki-laki pun tinggal hidup
pada nabal sampai fajar menyingsing… aku mendengar perkataanmu dan menerima
permintaanmu dengan baik. (25:33-35).
Daud
pun sangat mensyukuri tindakan Abigail yang mencegahnya dari perbuatan brutal
menumpahkan darah orang lain.
Usai
mengadakan perundingan yang melegakan itu, Abigail menawarkan hadiah yang ia
bawa dari rumah dan memohon kepada Daud agar membiarkan Allah saja yang
menghakimi Nabal dan memohon Daud menghindari pertumpahan darah.
Ibu-ibu
yang kekasih,
Tuhan
tahu, tantangan hidup anak-anak Tuhan di dunia ini tidaklah mudah. Saat ingin menjalankan
hidup kudus, terkadang ada saja hal yang bisa memprovokasi atau menggoda kita
untuk jatuh dalam dosa. Saat kita merindukan untuk bisa memaafkan orang lain,
ada saja godaan bagi kita untuk kembali mengingat kesalahan orang lain.
Tetapi
janganlah kita putus asa saudara. Tetap percayalah kepada Allah. Sebab Allah
pastinya selalu siap menolong kita, bahkan lewat orang-orang yang tidak pernah kita
sangka. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mendekat pada Tuhan
sehingga tidak mudah tergoda atau terprovokasi situasi sekeliling kita.
Usai
mengadakan perundingan antara Daud dengan Abigail, akhirnya Daud kembali ke
kediamannya. Dan Abigail kembali kepada Nabal. Namun karena ia mendapati
suaminya terlalu mabuk untuk diajak bicara sehingga ia harus menunggu pagi
berikutnya. Dan pada pagi harinya, saat Abigail melihat kondisi suaminya sudah
mulai sadar, ia menceritakan bahwa betapa dekatnya Daud dengan kediaman mereka dengan
empat ratus pasukannya.
Saudara,
mendengar perkataan Abigail yang mengagetkan ini, juga karena ketakutannya yang
begitu hebat yang dialami Nabal, menyebabkan Nabal terkena serangan jantung.
Dikatakan: “Lalu
terhentilah jantungnya dalam dada dan ia membatu. Dan kira-kira sepuluh hari
sesudah itu Tuhan memukul Nabal, sehingga ia mati (25:37-38).
Ibu-ibu
yang kekasih di dalam Tuhan,
Kerendahan
hati selalu membawa keselamatan. Sikap baik Abigail mengubah gelombang
kemarahan menjadi reda. Sikap rendah hati memiliki kekuatan sebesar itu.
Permohonan maaf dapat menghilangkan perdebatan. Penyesalan dapat memadamkan
amarah. Sikap suka damai jauh lebih baik ketimbang mengumbar amarah. Dalam hal
inilah Amsal
25:15 berkata: “Lidah lembut dapat mematahkan tulang”
Kisah
Abigail mengajarkan banyak hal kepada kita. Bahwa kuasa kebaikan itu sifatnya
menular. Perbuatan kasih yang dinyatakan pastinya dapat menutupi banyak sekali
dosa. Demikianlah firman Tuhan yang dinyatakan dalam I Petrus 4:8 “Tetapi yang terutama:
kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak
sekali dosa.”
Kita
melihat saudara,
Abigail
berhasil menempatkan dirinya diantara Daud dan Nabal. Hal yang sama juga
dilakukan oleh Tuhan Yesus yang menempatkan diriNya di antara Allah dan kita.
Abigail bersedia secara sukarela untuk dihukum atas kesalahan Nabal. Demikian
pula Tuhan Yesus membiarkan surga menghukum diriNya atas kesalahan Anda dan
saya. Abigail menjauhkan amarah Daud yang saat itu membara oleh karena dendam.
Bukankah Tuhan Yesus juga melindungi kita dari murka Allah?
Tuhan
Yesus adalah “…pengantara
antara Allah dan manusia; yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan
diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia” (1 Timotius 2:5-6). Siapakah seorang pengantara jika bukan seseorang
yang berdiri diantara dua pihak? Apakah yang dilakukan Kristus selain hanya
diantara kemurkaan Allah dan penghukuman kita? Kristus menahan kemurkaan Allah.
Kristus
hidup dalam kehidupan yang tidak dapat kita jalani dan mengambil alih hukuman
yang tidak akan mungkin sanggup kita tanggung. Pengorbanannya mendorong kita
untuk menanyakan hal ini: Apabila Dia begitu mengasihi, tidak dapatkah kita
mengasihi? Setelah diampuni, tidak dapatkah kita mengampuni? Setelah berpesta
di meja kasih, tidak dapatkah kita membagikan beberapa remah-remah? “saudara-saudaraku
yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga
saling mengasihi” (1 Yohanes 4:11).
Apakah
Anda melihat dunia Nabal begitu sulit untuk diterima? Jika demikian, lakukanlah
apa yang dilakukan oleh Daud: berhentilah memandang Nabal. Sebaliknya alihkanlah
pandangan Anda kepada Kristus. Teruslah memandang sang Pengantara kita dan
jangan lagi memandang pada si pembuat onar. Dengan demikian, maka kita akan
mendapati satu kehidupan yang jauh lebih berharga ketimbang apa yang bergejolak
dalam hati kita. Amin
0 komentar:
Posting Komentar