MEFIBOSET - KEHIDUPAN YANG
DIPULIHKAN
2 Samuel 4:4; 9:1-13
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Setiap orang pastinya
pernah mengalami yang namanya peristiwa-peristiwa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan dalam kehidupan di masa lalunya. Terkadang peristiwa yang tidak
menyenangkan dalam hidup seseorang dimasa lalu, menjadi kenangan yang seringkali
mengha-langinya untuk dapat maju ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, dibutuhkan
satu pemulihan yang terjadi dalam kehidupannya.
Saudara, pemulihan
sangatlah penting bagi setiap orang yang pernah mengalami luka-luka batin yang
sulit terobati. Sebab dengan mengalami kehidupan yang
dipulihkan oleh Tuhan, ini menjadi titik awal bagi dia untuk kembali bangkit
dari keterpurukan hidupnya.
Saudara,
dalam perikop yang kita baca kali ini, kita mendapati satu pribadi yang juga
pernah mengalami satu pemulihan dalam hidupnya. Sebut saja namanya Mefiboset. Mefiboset
berarti “malu/ aib.” Sebagaimana namanya
Mefiboset, ia dikenal sebagai pribadi yang memiliki perasaan rendah diri yang
berlebihan.
Siapakah
Mefiboset saudara? Mefiboset adalah satu-satunya anak laki-laki Yonatan, cucu
dari Saul, raja Israel yang pertama. Sebagai putera mahkota, cucu dari raja Saul,
dapat dipastikan bahwa Mefiboset telah dipersiapkan untuk menjadi raja di masa
mendatang.
Dalam
kondisi yang demikian, pastinya kita bisa menebak bahwa masa kecil Mefiboset
dihabiskannya dalam lingkungan istana: Kemewahan, kemegahan dan kemakmuran menjadi
pemandangan sehari-hari baginya. Secara materi Mefiboset tidak mengalami
kekurangan suatu apa pun, Seharusnya ia menjadi seorang anak yang beruntung dan
bermasa depan cerah.
Silsilah
keluarga yang sebenarnya dapat menjadi suatu kebanggaan, namun ternyata tidak
demikian yang dialami oleh Mefiboset.
Serangkaian
peristiwa dan keadaan membuatnya menjadi pribadi yang rendah diri. Suatu
peristiwa telah membuyarkan semua masa depannya. Segala kemegahan dan kemuliaan
yang biasa dinikmatinya sebagai keluarga istana dalam waktu sekejap menjadi lenyap.
Mefiboset telah kehilangan orang-orang yang dicintainya: ayahnya (Yonatan),
kakeknya (raja Saul) dan saudara-saudaranya yang lain. Mereka tewas di medan
peperangan saat melawan orang Filistin di Padang Bukit Gilboa. Hal ini dapat
kita lihat dari kesaksian firman Tuhan yang mengatahakan "Orang Filistin terus mengejar Saul
dan anak-anaknya dan menewaskan Yonatan, Abinadab dan Malkisua, anak-anak Saul.
Jadi Saul, ketiga anaknya dan pembawa senjatanya, dan seluruh tentaranya
sama-sama mati pada hari itu." (2 Samuel 31:2, 6).
Saudara,
saat berita kematian rombongan Saul itu sampai ke istana, dapat dipastikan
membawa kekecauan dan kepanikan bagi seluruh orang-orang yang ada di istana.
Ditambah
lagi pada masa itu, ada istilah “pemberantasan sampai ke akar-akarnya” – yang dikenal dengan sebutan genoside, yaitu pembunuhan kepada satu keturunan atau
suku. Tujuannya tidak lain adalah supaya tidak ada kesempatan bagi “musuh”
untuk membalas dendam dan memberontak di kemudian hari.
Bapak
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Daud
memang tidak bermaksud untuk mengikuti kebiasaan ini. Namun, karena keluarga
Saul tidak mengetahui sebelumnya niat Daud yang mulia itu. Karenanya saat
berita kematian Yonatan dan Saul dari Yizreel, didengar oleh Ziba – pengasuh
Mefiboset. Seketika itu juga Ziba bergegas membawa Mefiboset lari dalam
gendongannya. Ia berpikir bahwa Mefiboset merupakan putra tunggal pewaris tahta
Saul. Jika seorang raja yang baru berkehendak untuk membinasakan seluruh
keluarga Saul, pastinya Mefiboset adalah orang yang pertama yang dicarinya.
Karena
itu ia bergegas lari guna menyelamatkan diri. Namun, karena larinya yang
terburu-buru, menyebabkan Mefiboset kecil terjatuh dan mengalami cacat. Kakinya
pincang seumur hidupnya. Saudara, hal ini terjadi saat Mefiboset masih berumur
5 tahun (2 Samuel 4:4).
Akibatnya
dari cacat yang permanen ini saudara, bisa dipastikan bahwa Mefiboset tidak
dapat lagi menikmati masa kecil dan remaja sebagaimana layaknya anak-anak
normal lainnya. Mefiboset tumbuh sebagai orang yang cacat dan terluka batinnya,
apalagi ia harus keluar dari istana dalam situasi sebagai seorang pelarian.
Tidak
ada lagi figur seorang ayah yang bisa dibanggakan dan memberinya perlindungan. Tidak
ada lagi kegagahan dan kepahlawanan yang dulu pernah dilihatnya dari Yonatan, ayahnya.
Begitu
juga berita tentang keberadaan kakeknya (raja Saul), yang tidak lebih dari
seorang raja Israel yang gagal dan tidak berkenan kepada Tuhan. Saudara
sepertinya lengkaplah sudah penderitaan batin yang harus dialami Mefiboset.
Perasaan malu dan tidak berharga terus menghantui pikirannya dari tahun ke
tahun, hingga ia berumah tangga.
Saudara,
17 tahun lebih Mefiboset hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Ditambah lagi
keberadaannya yang pincang menyebabkan Mefiboset menjadi seorang yang minder.
Masa lalu yang kelam kini menghalangi langkahnya untuk menatap hari esok.
Sepertinya masa depan dan harapannya pun sudah sirna.
Bapak
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kita
tahu bahwa antara Daud dengan Saul sangatlah tidak akur. Sebenarnya bukan Daud
yang bermasalah, melainkan Saul yang berniat untuk membunuh Daud. Sekarang,
ketika Daud memerintah sebagai Raja Israel menggantikan Saul. Saat itu usia
Daud mencapai 47 tahun dan Mefiboset sendiri sudah menginjak usia 22,5 tahun.
Dijelaskan
bahwa Daud berniat untuk menyatakan kasihnya kepadanya (ayat 1). Ia berkata
kepada pengikutnya: “Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akna
menunjukkan kasihku kepadanya oleh Yonatan.”
Saudara,
Apakah
Daud melupakan perseteruan Saul dengannya? Tidak saudara! Daud tahu Saul
membencinya. Tetapi Daud tidak pernah menyimpan dendam sedikit pun terhadap
keluarga Saul. Karenanya Daud mengingat akan Mefiboset.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Apa
yang melatar belakangi pemikiran Daud sehingga ia tidak memiliki niat untuk melenyapkan
Mefiboset? Dalam 1 Samuel 20:7 kita melihat bagaimana persahabatan antara Daud
dengan Yonatan, seperti belahan jiwanya. Dikatakan “Yonatan mengasihi Daud seperti mengasihi
dirinya sendiri” (1 Samuel 20:17).
Saudara,
persahabatan mereka yang legendaris menghadapi ujian puncak ketika Daud
mengetahui bahwa Saul berusaha untuk membunuhnya. Namun karena Yonatan
bersumpah akan menyelamatkan Daud dan ia meminta sahabatnya memberikan satu
janji sebagai imbalannya: Dikatakan: “…janganlah engkau memutuskan kasih setiamu terhadap keturunanku
sampai selamanya. Dan apabila Tuhan melenyapkan setiap orang dari musuh Daud
dari muka bumi, janganlah nama Yonatan terhapus dari keturunan Daud… Dan
Yonatan menyuruh Daud sekali lagi bersumpah demi kasihnya kepadanya” (1 Samuel
20:5-7).
Saudara,
kenangan akan sumpahnya kepada Yonatan inilah yang mendorong Daud untuk
bertanya kepada pelayannya: “Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka
aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan” (2 Samuel 9:1).
Bertahun-tahun
sebelumnya Daud telah membuat perjanjian dengan Yonatan untuk menunjukkan kasih
setia Tuhan kepada keluarga Yonatan. Dan sekarang saat ia memegang tongkat
pemerintahan Israel, Daud mengingat kembali akan apa yang sudah dijanjikannya.
Jadi
saudara, Daud memikirkan keluarga Saul yang sekiranya masih ada yang hidup,
bukanlah untuk membantai mereka hingga tuntas, tetapi justru untuk menyatakan
kasih yang pernah dijanjikannya. Sebuah kasih yang hidup di dalam dirinya ini
pastinya berasal dari Allah.
Daud
juga tidak sedang mencari muka dengan melakukan tindakan baik agar dipuji oleh
rakyatnya. Ia juga tidak sedang berusaha melakukan sesuatu agar orang lain
melakukan sesuatu untuknya. Melainkan ia lebih terdorong oleh suatu kenangan
bahwa ia pun pernah menjadi seorang yang lemah. Dan dalam kelemahannya Daud
terbantu oleh karena Yonatan. Sekarang ia pun ingin melakukan hal yang sama
terhadap Mefiboset.
Saudara,
Daud memilih untuk mengingat keluarga Saul yang pastinya hancur karena
ditinggalkan orang-orang terkasihnya. Ia tidak mau Mefiboset terus hidup dalam
kepahitan. Karenanya Daud menyuruh beberapa orang untuk mengambil Mefiboset di
rumah Makhir bin Amiel, dari Lodebar (Ayat 5).
Itulah
yang membuat Daud mau memikirkan nasib keluarga yang ditinggalkan dengan tewasnya
Saul dan Yonatan dalam peperangan. Itulah sebuah kasih yang berbeda dengan
kasih yang pada umumnya kita jumpai di dunia. Sebuah kasih Allah yang "unconditional", yang
berlaku bahkan kepada orang yang sudah berlaku begitu jahat sekalipun. Tuhan
sendiri menunjukkan belas kasihNya yang luar biasa kepada kita justru ketika
kita masih berdosa. Ketika seharusnya kebinasaan yang layak kita terima, Tuhan
menggantikannya dengan keselamatan.
Saudara,
tindakan Daud atas Mefiboset ini, mengingatkan saya akan kasih Allah dan
tindakan-Nya pada umat manusia. Tuhan Yesus datang ke dunia mencari manusia
untuk diselamatkan; Daud juga berinisiatif untuk mencari tahu keberadaan
Mefiboset. Keadaan Mefiboset yang timpang pada kedua kakinya (ayat 13) yang
juga menunjukkan kondisi manusia yang timpang karena dosa-dosanya.
Namun
walaupun begitu, Daud mengasihi Mefiboset dengan sungguh-sungguh dan ingin
mengembalikan segala milik Saul dan seluruh keluarganya kepada Mefiboset (ayat
9). Inilah cerminan karya Tuhan dalam memulihkan hidup kita yang tercemar akan dosa.
Saudara,
seorang penulis bernama Alfred Plummer pernah menulis: “Membalas kebaikan dengan kejahatan itu
merupakan sikap iblis, membalas kebaikan dengan kebaikan itu adalah hal yang manusiawi,
tetapi membalas kejahatan dengan kasih merupakan sebuah sikap moral yang
sempurna seperti sifat Ilahi.”
Jika
kita yang penuh dosa saja mau Tuhan ampuni dan kasihi, mengapa kita tidak bisa
melakukannya kepada orang-orang yang bersalah kepada kita? Seharusnya kita bisa!
Karena
firman Tuhan berkata "Kita mengasihi,
karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19). Terlebih lagi Tuhan Yesus sudah
memberi contoh langsung bagaimana seharusnya bentuk kasih itu diaplikasikan
dalam kehidupan. Kita melihat bagaimana Tuhan Yesus mengalami ketidakadilan,
penyiksaan hingga Ia tergantung di atas kayu salib, Namun bukan kutuk yang
Tuhan Yesus ucapkan, sebaliknya Tuhan Yesus memanjatkan doa meminta pengampunan
atas orang-orang yang telah menganiaya Dia (Lukas 23:34).
Bapak
ibu yang kekasih,
Kembali
kepada nats kita, saat Mefiboset tiba di dalam istana. Perasaan takut
menyelimuti hatinya, ia langsung bersujud dan menyembah kepada Daud serta
berkata: “Inilah
hamba, tuanku” (2 Samuel 9:6). Saudara,
kita pastinya mengerti ketakutan yang dialami oleh Mefiboset. Sekalipun
mungkin ia telah diberitahu bahwa Daud adalah orang yang baik, tetapi apa
jaminannya? Sekalipun mungkin para utusan sudah menyampaikan bahwa Daud tidak
ingin menyakitinya, namun nyatanya ia masih saja ketakutan. Saudara, bukankah kita
juga demikian? Kita bertanya kepada Tuhan, betulkah saya mendapatkan
keselamatan itu? Kita khawatir jangan-jangan kita mendapatkan keselamatan yang
palsu. Kekhawatiran yang kita tunjukkan di dalam wajah yang menghadap lantai.
Mefiboset
yang merasa tidak layak untuk datang menghadap raja Daud, apalagi menerima
kasih kemurahannya, sehingga ia manyamakan dirinya seperti anjing mati yang
tidak berguna; ia sudah kehilangan jati dirinya karena sekian lama telah
terbuang, karena perasaan takut.
Mefiboset
memang telah dipanggil, ia telah diselamatkan, tetapi ia masih membutuhkan
sebuah jaminan. Bukankah kita juga demikian? Bukankah kita, seperti para tamu
yang gemetar, memerlukan jaminan sehingga kita membungkuk di hadapan raja yang
pemurah?
Saudara
perhatikan apa yang dikatakan Daud kepada Mefiboset? Kata-kata Daud yang
pertama adalah “Jangan
takut, sebab aku akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan” (Ayat
7).
Demikian
pula dengan Allah kita saudara, saat kita sebagai orang yang berdosa berhadapan
dengan Tuhan Yesus yang Agung, bukankah Tuhan juga berkata hal yang sama yang
mengatakan kepada kita: “Jangan takut.”
Saudara,
Paulus menyatakan bahwa kita memiliki kepastian itu. Dalam Roma 5:8 firman Tuhan berkata: “Akan tetapi
Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk
kita, ketika kita masih berdosa.”
Apa
yang dilakukan Daud terhadap Mefiboset seperti mimpi yang menjadi kenyataan, laksana
hujan yang menghapus kegersangan hati. Citra diri Mefiboset yang negatif seketika
berubah karena uluran tangan kasih Daud.
Saudara,
perhatian Daud memberikan pengharapan baru, semangat hidupnya kembali timbul
karena ia merasa kembali dihargai; Daud telah membuatnya merasa diterima dan
memberinya rasa aman yang selama ini ia rindukan.
Namun
Daud menegaskan semuanya itu bukan karena kehebatan dan kebaikannya sendiri,
melainkan karena tuntunan Tuhan semata. Ia telah terlebih dahulu mengalami
pertolongan dan kebaikan Tuhan yang begitu melimpah supaya ia pun dapat
menyalurkan kasih itu kepada Mefiboset.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Tindakan
Daud mengingatkan saya akan kasih Allah dan tindakan-Nya pada umat manusia.
Tuhan Yesus datang ke dunia mencari manusia untuk diselamatkan; Daud juga
berinisiatif mencari Mefiboset. Keadaan Mefiboset yang timpang kedua kakinya
(ayat 13), menunjukkan keadaan manusia yang timpang karena dosa. Pengakuan
Mefiboset tentang kehinaan dirinya (ayat 8) melukiskan betapa hina manusia yang
ternoda dosa di hadapan Allah.
Tetapi,
Daud mengasihinya dan mengembalikan segala milik Saul dan seluruh keluarganya
kepada Mefiboset (ayat 9). Itu mencerminkan bagaimana Tuhan memulihkan hidup
kita yang tercemar dosa.
Bila
saat ini situasi kita sulit seperti Mefiboset, jangan pernah merasa hidup kita
tidak berharga. Ingat, ada satu Pribadi yang sangat memperhatikan dan mengasihi
kita. Seperti Daud yang telah menyelamatkan hidup Mefiboset dan memberi dia
tempat terhormat di istana demi Yonatan, dan menentukan Ziba, salah seorang
hamba Saul, untuk melayaninya. Demikianlah kehidupan kita di tangan Tuhan
Yesus, di dalam tanganNya kita diberikan pemulihan, masa depan, pengharapan
pasti. Tinggal bagaimana respon kita untuk mempergunakan anugerah yang telah
Tuhan berikan kepada kita? Amin.
Thank ya bosku sudah diberikan info yang menarik ini dan kunjungi juga website kamiya bos ku^^
BalasHapusobat diabetes
obat diabetes de nature
obat diabetes herbal
obat diabetes alami
obat diabetes di apotik
obat diabetes basah
obat diabetes kering