PERCAYALAH KEPADAKU
Yohanes 14:1, 11
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Malam
ini kita akan merenungkan satu bagian penting yang berbicara tentang iman dan
percaya. Kata "iman" yang dipakai dalam Perjanjian Baru merupakan
terjemahan dari kata Yunani πίστις (pistis), sedangkan kata kerjanya
"percaya" adalah terjemahan dari kata πιστεύω (pisteuo). Perjanjian
Baru memberi tempat yang utama kepada iman, atau kepada tindakan percaya. Dalam
Injil Sinoptik, kata iman muncul sebanyak 20 kali. Iman seringkali dihubungkan
dengan penyembuhan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Akan tetapi yang terlebih
penting dari semua ini adalah tuntutan Tuhan Yesus akan iman yang tertuju
kepada diri-Nya. Tuntutan khas kekristenan bahwa orang harus beriman kepada
Tuhan Yesus secara gamblang didasarkan pada tuntutan-Nya sendiri. Saudara, iman
sering dianggap sebagai soal hubungan, bukan semata soal pengakuan. Buktinya
adalah fakta bahwa, dibandingkan dengan bagian-bagian lain dalam Perjanjian
Baru. Dalam Injil Yohanes pemakaian kata kerja ini jauh lebih sering diikuti
dengan kata depan “eis” yang berarti “mempercayakan diri kepada.” Dari
sini kita melihat bahwa dalam Injil Yohanes, iman menduduki tempat yang sangat
mencolok, hal ini terlihat dari munculnya kata kerja “pisteuo” sampai 98 kali. Jadi
hal yang terpenting adalah hubungan orang percaya dengan Kristus. Justru
Yohanes berulang-ulang berbicara tentang percaya kepada-Nya atau percaya dalam
nama Kristus (Yohanes 3:18).
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Apakah
artinya percaya kepada-Nya? Mengapa Tuhan Yesus menuntut supaya setiap orang
percaya kepada-Nya?
Untuk
menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita memulai dengan satu fakta bahwa
sesungguhnya semua manusia sedang berada pada kondisi yang menyedihkan. Mengapa?
Karena, “semua
orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23).
Dosa selalunya menyeret manusia kepada maut, tetapi kasih karunia Allah
memungkinkan manusia yang berdosa dapat mengenal Allah (Roma 6:23). Fakta bahwa
tidak ada seorang pun dapat membenarkan dirinya di hadapan Tuhan. “Sebab tidak
seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum
Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa” (Roma 3:20). Yang berikutnya fakta bahwa tidak ada seorang pun
yang mampu memperoleh keselamatannya sendiri (Efesus 2:28). Fakta bahwa hanya
ada satu cara yang paling ampuh untuk manusia memperoleh pembenaran Allah dan
keselamatan-Nya, yaitu kita harus menerimanya dengan cara yang ditentukan
sendiri oleh Allah. Fakta bahwa cara Allah untuk menyelamatkan manusia adalah
dengan mengirim putra tunggal-Nya sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya
tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Fakta bahwa
Yesus adalah satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan manusia yang sementara
hidup dalam dosa (Kisah 10:43). Justru ketika manusia masih menjadi seteru
Allah, Tuhan Yesus memperdamaikan kita dengan Allah, melalui kematian-Nya (Roma
5:10).
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Kembali
kepada topik kita tentang iman, kita tahu bahwa definisi iman sendiri sudah dijelaskan
oleh Alkitab dalam Ibrani 11:1 yang berkata, “Iman adalah dasar dari segala
sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
Dari
definisi itu, kita pelajari beberapa karakter iman. yaitu bahwa orang beriman
mendapatkan jaminan atau kepercayaan diri. Iman berbeda dengan pengharapan,
karena iman adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan.” Pengharapan
selalu memberi peluang kepada keraguan.
Masalahnya,
kadang-kadang iman hanya dikaitkan soal mempercayai bahwa apa yang dikatakan
seseorang adalah benar, atau mempercayai seseorang sebagai yang layak
dipercayai. Sehingga iman berkaitan dengan percaya dihubungkan dengan pengakuan
bahwa suatu fakta historis tertentu adalah benar.
Kita
melihat saudara, ketika Tuhan Yesus bangkit dari kematian, Ia menampakkan diri
kepada murid-murid-Nya. Dan ketika salah seorang murid Tuhan Yesus yang bernama
Tomas meragukan kehadiran Tuhan Yesus, Tuhan Yesus datang kepadanya dan
berkata: “Taruhlah
jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkan tanganmu dan cucukkan ke dalam
lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah” (Yohanes
20:27). Perkataan Tuhan Yesus ini dapat kita terjemahkan secara
harfiah, “Berhentilah
dari ketidakpercayaan dan jadilah orang percaya.”
Saudara,
percaya bukanlah sebuah iman yang buta yang mengajarkan kepada kita untuk
melompat dalam kegelapan. Percaya mempunyai dasar dan isi. Percaya mempunyai
dasar atas apa yang sesungguhnya telah terjadi dalam sejarah. Sebagai orang
percaya, iman kita dibangun di atas fondasi keberadaaan Allah, dan perlakuan-Nya
terhadap orang yang mencari-Nya berbeda dengan perlakuan-Nya terhadap orang
yang tidak mencariNya. Sehingga setelah benar-benar mempercayai kedua hal itu,
kita mulai menyenangkan Allah, karena kita segera mencariNya.
Bagi
orang zaman itu, nama mengungkapkan seluruh keberadaan seseorang. Keberadaan
orang itu seutuhnya. Maka percaya dalam nama Yesus berarti mutlak percaya
kepada diri Yesus seutuhnya. Yohanes 3:18 berkata:
“Barangsiapa
percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah
berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.
Ajaran khas Yohanes ialah, bahwa perihal kekekalan ditentukan oleh kekinian dan
disini. Iman tidak melulu menjamin hidup yang kekal pada suatu masa depan yang
tidak diterangkan, tetapi juga memberi hidup yang kekal sekarang ini.
Barangsiapa percaya kepada Anak, sekarang ini ia telah beroleh hidup yang kekal
(Yohanes 3:36).
Karena
itu saudara, percaya kepada Yesus seharusnya lebih dari sekedar mengetahui hal
yang benar tentang Yesus. Kekristenan tidak hanya mengajarkan tentang pengakuan
siapa Yesus dan apa yang dilakukakan-Nya dalam dunia sebatas ilmu pengetahuan. Ketika
seseorang berkata: "Saya percaya Yesus adalah pengajar yang benar,
seorang nabi yang agung, dan seorang yang baik. Tetapi untuk menjadikan Yesus
sebagai Tuhan saya, tunggu dulu.” Pertanyaan
saya, betulkan orang itu sungguh-sungguh percaya? Percaya dalam hal apa?
Saudara,
saya mengajak kita untuk menelaah lebih dalam tentang kasus ini. Rasanya,
sangat tidak masuk di akal kalau seseorang percaya bahwa Yesus adalah pengajar
yang benar, tapi menolak ajaran-Nya. Tuhan Yesus sangat jelas mengajarkan bahwa
Ia adalah satu-satunya Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yohanes 14:6). Jadi jika saudara percaya bahwa Yesus adalah
seorang pengajar yang benar tetapi saudara tidak mengakui ajaran-Nya, itu
artinya saudara adalah orang yang gegabah.
Saudara
juga tidak bisa mengatakan bahwa saya percaya bahwa Yesus adalah nabi agung,
tapi menolak nubuat-Nya yang berkata Ia akan mati dan dibangkitkan dalam tiga
hari (Lukas 18:31-33). Berarti saudara seorang yang mabuk.
Saudara
juga tidak bisa mengatakan bahwa saudara mengakui bahwa Yesus adalah orang yang
baik, tapi tidak mempercayai klaim-Nya sebagai Anak Allah (Lukas 22:70; Yohanes
5:18-47). Itu artinya saudara adalah orang gila.
Jadi
saudara, kekristenan secara garis besar adalah: pengakuan tentang Yesus yang telah
mengusung dosa Saudara ke kayu salib dan memberikan keselamatan yang kekal oleh
karena nama-Nya. Dalam hal ini Yohanes 3:36 berkata: "Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh
hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan
melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya."
Karena
itu percaya bukan hanya sekedar mengakui bahwa sesuatu adalah benar. Tetapi
juga mengandalkan, menyerahkan diri kepada-Nya, setia kepada-Nya dan taat pada
apa yang diajarkan atau diperintahkan-Nya. Percaya berarti percaya kepada-Nya
sebagai pribadi yang hidup sebagaimana sesungguhnya Yesus itu. Itulah sebabnya
Tuhan Yesus menuntut kita supaya kita dapat percaya kepada-Nya. “Percayalah
kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku” (Yohanes 14:1; band Matius 18:6).
Saudara, dalam ayat ini Tuhan Yesus ingin menegaskan satu hal bahwa Ia sejajar
dengan Allah. Kesejajaran ini adalah sesuatu yang wajar, karena keilahian Yesus
Kristus sudah dinyatakan berulang-ulang dalam Injil Yohanes. Jadi dengan kata
lain, Tuhan Yesus ingin berkata: “jika kamu percaya kepada Allah, kamu pun harus percaya
kepada Yesus.” Dalam hal ini saudara, obyek iman mereka adalah Allah
dan Tuhan Yesus. Jika Tuhan Yesus memang mewakili Allah Bapa, seperti apa yang
dikatakan dalam pasal 5:19, Dia layak dipercayai sama seperti Allah sendiri.
Tidak cukup bahwa mereka percaya kepada Allah yang diceritakan dalam Perjanjian
Lama, tetapi mereka menolak pribadi yang didalamNya sedang menggenapi firmanNya.
Sebaliknya mereka juga harus percaya kepada Tuhan Yesus yang sebentar lagi akan
dikhianati, dihukum dan disalibkan.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Perintah
ini bukanlah kata-kata yang hampa. Sebab sebentar lagi para murid akan
menghadapi suatu krisis iman yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Dia
yang mereka kagumi dan kasihi akan disalibkan sebagai penjahat yang dihukum.
Mereka perlu mengem-bangkan iman mereka supaya mereka tidak hancur. Tuhan Yesus
mau menolong mereka supaya mereka dapat bertahan sampai Dia bangkit kembali.
Kematian dan kebangkitan Yesus Kristus memang sudah dinubuatkan dan digambarkan
dalam Perjanjian Lama, tetapi sampai saat itu manusia belum pernah mengalami atau
menyaksikan sesuatu yang begitu dasyat dan mulia. Tanpa iman, mereka akan
hancur dan tidak mungkin menjadi rasul-Nya.
Percaya
kepada Yesus lebih dari percaya tentang Yesus. Kita tidak dituntut untuk
beriman untuk memenuhi logika kita, sebab iman sesungguhnya melampui logika
manusia. Kita mesti percaya kepada pribadi Yesus dan bersandar kepada-Nya
karena Ia hidup dalam kehidupan kita. Melalui Kristus, kita dibawa masuk ke
dalam kovenan dengan Allah, dan mendapat bagian dalam berkat dan janji-Nya.
Tanpa Dia, orang-orang berdosa seperti kita ini pastilah sudah kehilangan
segala harapan untuk mengalami semuanya ini. Namun, dengan percaya kepada
Kristus sebagai Pengantara antara Allah dan manusia, kepercayaan kita kepada
Allah akan mendatangkan penghiburan bagi kita. sebab orang-orang yang percaya
kepada Allah dengan benar, akan percaya kepada Yesus Kristus, yang telah
diperkenalkan-Nya kepada mereka. Sehingga bagi Yesus, iman harus mempengaruhi
perbuatannya.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Berbicara
tentang tuntutan Tuhan Yesus untuk kita dapat percaya kepada-Nya, harus dilihat
dengan latar belakang karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Sehingga yang
menjadi inti Perjanjian Baru ialah gagasan Allah mengutus Anak-Nya menjadi
Juruselamat dunia. Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan manusia dengan
melalui kematian yang mendamaikan manusia dengan Allah di salib-Nya. “… sebab jikalau
kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu” (Yohanes
8:24). Jadi, keselamatan pasti merupakan buah dari iman. Yohanes
berkata dalam pendahuluan kitabnya, “Tetapi semua orang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya
menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yohanes
1:12). Jadi iman adalah sarana yang olehnya orang diterima ke dalam
suatu persekutuan baru, yang terlihat sebagai satu keluarga, yang hanya
dimungkinkan melalui Tuhan Yesus. Hanya melalui Tuhan Yesuslah manusia
benar-benar dapat menjadi anak-anak Allah.
Sebagai
Allah, Tuhan Yesus lebih tahu apa yang kita butuhkan lebih daripada diri kita
sendiri. Bahwa kita perlu penyelamatan dari murka Allah, dan kita perlu relasi
yang memuaskan jiwa dengan Allah. Untuk itulah Yesus datang ke dalam dunia. Jadi
agar iman kita mengarah menuju keselamatan, itu harus berpusat kepada Tuhan
Yesus Kristus. Imanlah yang menjamin kehidupan kekal (Yohanes 3:16) dan
ketiadaan imanlah yang membawa seseorang pada penghukuman (Yohanes 3:18). Untuk
memiliki iman kepada Yesus Kristus berarti kita harus memercayai-Nya dan
mematuhi perintah-perintah-Nya. Sehingga iman lebih dari sekadar kepercayaan
yang pasif. Sebaliknya kita mengungkapkan iman kita melalui tindakan-tindakan
aktif dalam kehidupan kita. Penolakkan menerima hidup menurut syarat-syarat
yang Ia tentukan jelas merupakan penolakan atas seluruh misi-Nya.
Jadi
jika kita menerima Dia, menaati Dia, melihat Dia, mengenal Dia, maka tanggapan
kita bersifat positif. Jika kita tidak menyambut Dia dengan cara-cara ini, maka
kita tidak mempunyai iman yang sungguh-sungguh kepada-Nya. Kiranya perenungan
ini dapat membawa kita untuk lebih menyadari tentang makna iman dan percaya
dalam kehidupan kekristenan kita, sehingga kita dapat semakin mengasihi Tuhan
Yesus dengan lebih sungguh. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar