ORANG BENAR DALAM PEMELIHARAAN TUHAN
Mazmur 73:1-28
Bapak/ Ibu yang kekasih,
Kita sering mendengar orang berkata: “Rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau.” Saudara, peribahasa ini kelihatannya singkat tetapi memiliki makna
yang dalam.
Peribahasa ini selalu dilontarkan
saat kita mulai
merasa tidak puas dengan apa yang sudah kita miliki. Saat kita mulai merasa iri hati melihat kondisi orang lain yang lebih mujur. Juga sebagai ungkapan saat kita mulai tidak lagi nyaman dengan segala sesuatu yang melekat
dalam diri kita.
Pertanyaannya, mengapa perasaan iri hati, tidak puas, tidak nyaman seringkali muncul dari dalam diri kita?
Mungkin jawabannya adalah karena
sifat alami manusia yang selalu ingin lebih dibandingkan orang
lain. Tetapi jawaban yang
sesungguhnya adalah karena kuasa dosa yang sudah merasuk dalam kehidupan
manausia, sehingga manusia tidak pernah merasa puas diri dengan apa yang telah
Tuhan karuniakan kepadanya.
Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan
Hal yang sama pun sempat dirasakan oleh Pemazmur Asaf ketika
ia melihat kehidupan orang-orang Fasik yang ada disekitarnya. Dia mengatakan
bahwa hampir saja dia mengakui peribahasa diatas ada benarnya! Dimana memang
rumput tetangga selalu lebih subur dibandingkan dengan rumput di rumahnya
sendiri!. Dikatakan dalam ayat 2: “Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku
terpeleset, nyaris aku tergelincir.” Dalam terjemahan lain dikatakan: “Tetapi aku sudah bimbang,
kepercayaanku hampir saja hilang,”
Saudara, kita melihat suatu pergumulan hidup yang cukup
berat yang dirasakan oleh pemazmur. Bukan saja ketika ia melihat kenyataan
hidup yang dia rasakan sulit untuk dimengerti. Tetapi juga saat ia melihat
kehidupan orang Fasik yang jauh lebih makmur dari dirinya. Bahkan sempat
terbersit dalam pikirannya bahwa Tuhan rasanya sedang bertindak
tidak adil terhadapnya.
Bagaimana tidak! Dalam ayat 3-5 kita melihat bagaimana pemazmur menjelaskan
kehidupan yang dirasakan orang-orang Fasik jauh lebih beruntung:
-
Kehidupan orang
Fasik nampak lebih mujur dari kehidupan orang benar (ayat 3).
-
Mereka nampak
senantiasa dalam kesehatan yang prima (ayat 4).
-
Rasanya tidak
ada kamus kesusahan dalam kehidupan orang Fasik, apalagi terkena tulah (ayat
5).
Dengan kata lain saudara, orang yang notabene tidak taat melakukan firmanNya, yang berbuat
dosa semaunya, yang tidak pernah takut melakukan tindakan yang bertentangan
dengan firman Tuhan, bahkan mereka menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan justru nasibnya
sangat baik.
Mereka bisa makan enak di
rumah makan manapun dengan uang yang mereka dapat dengan cara yang tidak halal.
Mereka bisa beli pakaian baru, mobil mewah, maupun rumah yang kokoh karena
mereka punya uang yang didapat dengan hasil korupsi. Mereka kerja sedikit, dengan tidak mencucurkan keringat, namun hasil yang didapat sangat banyak. Justru nampaknya hidup mereka tidak pernah susah.
Sebab itu pemazmur cemburu! Ini jelas-jelas kehidupan yang tidak adil
baginya. Saudara bisa kita bayangkan, kita yang mati-matian kerja secara
jujur, kita berusaha menghemat sedemikian rupa agar apa yang
kita dapat cukup untuk memenuhi kehidupan kita. Kita berusaha hidup benar sesuai dengan firman
Tuhan. Mungkin teman-teman kita juga hanya sedikit dibandingkan
mereka yang tidak beriman, toh kita masih disalah
mengerti dan dianggap sok
suci.
Kita berusaha selalu
berani mengatakan kebenaran dan menegor saat teman kita berbuat dosa, eh kita
malah dibenci dan dikucilkan. Kita berusaha mendapatkan harta dengan cara yang jujur,
nyatanya untuk menikmati hasilnya pun sangat lama kita dapatkan. Ibaratnya kita mati-matian hidup untuk Tuhan, justru malah lebih susah!
Bagaimana Pemazmur tidak akan menjadi putus asa jika melihat kenyataan yang
demikian? Bahkan dia mengatakan hampir saja terpeleset dan tergelincir dalam
dosa, ketika ia melihat kenyataan dari sudut pandangnya.
Belum lagi saat melihat kemakmuran mereka yang tidak takut Tuhan, justru
menjadikan mereka lebih sombong. Mereka menyindir kehidupan anak-anak Tuhan,
mengata-ngatainya dengan jahat, bahkan mereka berani menantang Tuhan yang
menjadi pemelihara orang pilihanNya, dengan berkata: “Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah
pengetahuan pada Yang Mahatinggi?” (Ayat 11).
Kalau
kita melihat saudara, bisa dipastikan bahwa pemazmur sedang dalam kondisi depresi rohani berat
sehingga kenyataan hidup yang demikian membuatnya jadi tawar hati dan cemburu kepada
orang-orang fasik yang makmur kaya, gemuk dan sehat-sehat padahal mereka
menghujat Allah. Sedangkan dia yang menjaga hidupnya dalam
kekudusan dan takut akan Allah malah menderita dan sengsara.
Saudara bukankah hal yang wajar jika pemazmur cemburu dengan kenyataan yang
memilukan seperti itu. Tidakkah salah jika ia mengatakan “sia-sia sama sekali aku mempertahankan
hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah” (ayat 13).
Karena kenyataannya sepanjang hari dia selalu yang lebih menderita. Sepertinya
dunia ini sudah terbalik.
Namun saudara, disatu sisi, untuk mengakui hal diatas, pemazmur masih punya
rasa malu terhadap anak cucunya. Mungkin ia akan dianggap sebagai seorang
pengkhianat yang telah menghujat Tuhan. Tetapi disisi yang lain, ia sendiri
tidak mengerti mengapa Tuhan mengijinkan nasib anak-anakNya lebih sulit untuk
dijalani. Mengapa? Mengapa saudara?
Bapak/ ibu yang kekasih,
Memang tidak mudah menjalani hidup seperti yang Tuhan
mau. Terlebih ketika kita hidup ditengah-tengah orang-orang yang tidak mengenal
Tuhan. Rasa-rasanya kita ingin berontak kepada Tuhan, dan berkata kepada Tuhan,
bukan itu yang saya mau!
Bukankah pergumulan
semacam ini juga seringkali dialami oleh banyak orang percaya? Namun tahukah saudara, bahwa Allah menjanjikan suatu berkat kepada mereka
yang mampu bertahan dalam penderitaan, seperti yang dijanjikanNya dalam Yakobus 1:12: "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila
ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah
kepada barangsiapa yang mengasihi Dia."
Nyatanya saudara, Tuhan
tidak pernah membiarkan kita bergumul sendirian. Kenyataannya,
tidak ada yang sia-sia
jika kita hidup benar di hadapan Tuhan, karena "Mata Tuhan
tertuju kepada orang-orang benar" (Mazmur 34:16a). Sebab pada saatnya
nanti, orang-orang fasik akan menuai apa yang telah mereka
perbuat. Dan orang-orang benar akan melihat kesudahan orang-orang fasik yang akan menerima penghukuman (ayat 18-20).
Saudara, Tuhan
memang sengaja mengijinkan kita masuk dalam penderitaan dan bersusah payah untuk
mendapatkan sedikit rejeki dan kesenangan, karena Dia ingin supaya kita
dapat semakin kuat baik secara iman maupun pengenalan kita akan Dia.
Menjadi orang Kristen
adalah berani pikul salib, dan salah satu aplikasi tindakannya adalah kita siap
hidup jujur namun menderita untuk meneladani Tuhan. Tuhan mengasihi saudara dan
saya. Oleh karena itu Dia mendewasakan kita dengan tekanan hidup dan
keadaan yang tidak menyenangkan. Tuhan ingin kita menjadi orang
Kristen yang
kokoh, bukan orang Kristen yang manja dan rapuh. Karena
itu saudara, apapun
masalah dan tekanan hidup yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kita saat
ini, jangan pernah menjadikan kita kehilangan iman dan pengharapan
kepadaNya.
Karena itu,
Pemazmur
pun terperanjat
ketika Tuhan membentangkan jawaban atas kegalauan hatinya. Dalam ayat 18-20
kita dapat menyimpulkan
bahwa masalah hidup yang sesungguhnya bukan hanya soal kesenangan di dunia,
tetapi kesenangan di akhirat.
Jadi untuk apa kita banyak
memiliki segala sesuatu di dunia ini jika semua yang kita miliki tidak
diberkati Tuhan? Bukankah lebih baik, kita tetap bersyukur dengan segala
kondisi yang Tuhan ijinkan kita alami, tetapi kita tetap dijamin sampai
kehidupan di akhirat nanti.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kemujuran
orang fasik dan penderitaan orang saleh memang selalu menjadi persoalan bagi
orang-orang
beriman. Dengan dalih kita ini masih hidup di dunia, seharusnya kita setidaknya dapat mengejar apa
yang bisa kita
nikmati sekarang. Masalah akhirat nanti kita bicarakan kalo sudah mati?
Permisi
tanya
saudara?
Bisakah kalo seseorang yang sudah mati memikirkan sesuatu? Saya rasa, jangankan
memikirkan akhirat, memikirkan mau beli peti yang mana saja tidak mungkin ia bisa memilih, betul?
Untuk
itu mari kita berpikir yang panjang, karena pikiran yang panjang adalah pikiran
yang bijaksana. Dalam hal inilah, Pemazmur
dibukakan mata rohaninya untuk kembali melihat kasih Allah dalam hidupnya.
-
Ia sadar atas kebodohan yang dilakukannya (ayat 21-22).
-
Ia sadar bahwa dalam segala keadaan Tuhan tetap bersama dengan dia,
walaupun kelihatannya tidak masuk akal (ayat 23a).
-
Ia yakin sepenuhnya bahwa Tuhan akan mengangkat dia dan memberikan
kemuliaan bagi dirinya (ayat 23b).
-
Ia sadar bahwa dia terbatas dalam memahami kedaulatan Allah tetapi dia mau tetap taat beribadah kepada Allah
(ayat 21-24).
-
Ia sadar bahwa tujuan hidupnya adalah merindukan Allah, baik di bumi dan di surga bukan soal materialisme atau hedonisme (ayat 25).
-
Ia sadar bahwa kesakitan dan kematian tidak bisa memisahkan diri-Nya dengan
Allah selama dia tetap setia dan taat (ayat 26).
-
Ia sadar bahwa dekat kepada Allah adalah kesukaannya dan perlindungannya adalah
Allah supaya dia dapat menjadi saksi Allah (Ayat 28).
Sidang
jemaat kekasih,
Tuhan
diakui baik oleh Pemazmur
bukan karena dia telah dibebaskan dari penderitaannya, bukan pula karena telah dianugerahi
harta dunia, melainkan karena anugerah keakraban hidup dengan Allah dan
perlindungan yang dapat dialaminya. Pengalaman dekat dengan Allah inilah yang
memungkinkan pemazmur mengakui keadilan Allah yang sesungguhnya (ayat 27-28). Karena itu ia berani menyimpulkan satu hal
bahwa: “Sesungguhnya
Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya”
(ayat 1).
Dengan demikian Bapak/ ibu yang kekasih,
Biarlah
Mazmur
ini menjadi peringatan buat kita untuk tidak bertindak buru-buru mengambil
kesimpulan bahwa Tuhan tidak baik atau tidak adil. Tetapi biarlah kita
semakin bijak dalam menilai kehidupan ini dan tetap memegang janji Tuhan. Bahwasanya Orang benar selalu ada dalam
pemeliharaan Tuhan.
Sebab semua yang ada dalam
dunia ini adalah milik Tuhan. Semua yang terjadi dalam kehidupan ini pun
terjadi atas seijin Tuhan. Untuk itu jangan ragu akan janji Tuhan dan jangan
keliru dalam memahami Allah.
Apa pun keadaannya,
biarlah kita senantiasa menjaga hubungan kita dengan Tuhan. Saat kita
makin melekat pada Tuhan bukan berarti keadaan kita langsung berubah seketika,
tetapi justru kita sendiri yang akan diubahkan oleh Tuhan. Kita akan
diangkat masuk ke dalam kemuliaanNya. Oleh karena itu jangan pernah iri hati
kepada keberhasilan orang-orang di luar Tuhan. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar