SALIB: PENGORBANAN TANPA PAMRIH
Yohanes 15:13; Filipi 2:6-8
Anak-anak
yang dikasihi Tuhan
Berbicara
tentang pengorbanan, siapa diantara kita yang pernah mengalaminya? Mungkin
korban waktu, korban uang, korban tenaga? Tetapi pertanyaannya, seberapa banyak
yang mau berkorban untuk orang lain? Terlebih lagi bagi mereka yang tidak ada
hubungannya dengan kita.
Saudara,
fakta membuktikan hanya sedikit saja orang yang mau berkorban untuk orang lain.
Kalaupun ada, itupun ia lakukan karena ada factor lain yang mempengaruhinya.
Karenanya
tidak heran saudara, kalau dalam kehidupan nyata sangat banyak kita temui
dimana orangtua yang setengah hati dalam berkorban bagi anak-anaknya. Dan yang
sangat menyedihkan, keadaan ini justru banyak kita temui disekitar kita, ada
orang tua yang melepas tanggung-jawabnya dengan menyuruh anaknya menjadi
peminta-minta di perempatan lampu merah sementara sang ayah duduk manis di
warung kopi.
Atau
ada suami yang membiarkan isteri mengurusi kebutuhan anaknya sendiri dengan
alasan pergi merantau ditempat yang jauh.
Dari
sini kita melihat saudara, bahwa hakekat pengorbanan yang sesungguhnya tidak
dapat dipisahkan dari peranan kasih yang menyertainya. Kasihlah yang
memungkinkan pengorbanan seseorang menjadi nyata dan seutuhnya.
Jika
pengorbanan yang dilandasi tanpa kasih maka itu adalah sebuah keterpaksaan.
Jika kasih tanpa dilandasi dengan sebuah pengorbanan maka itu namanya hanya “omong kosong”.
Di
dalam kekristenan, berbicara tentang kasih dan pengorbanan, ini merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Jika
kasih harus diungkapkan melalui pengorbanan, maka kita harus merelakan banyak
kesenangan diri agar orang lain bisa berbahagia. Pernyataan ini terdengar memang
sangat ironis saudara. Namun itulah hakikat sesungguhnya tentang mengasihi
dengan tulus. Kita tidak bisa lagi bersenang-senang seorang diri dan membiarkan
orang yang kita sayangi mengalami kesusahan. Ketika kasih itu menyelimuti hati
kita, maka secara spontan kita hanya ingin melihatnya orang yang kita kasihi
dapat tersenyum, entah itu sendirian ataupun saat bersama dengan kita.
Dalam
hal ini, berkorban bukan hanya menyangkut soal perasaan tetapi juga menunjuk
kepada sebuah keputusan dan komitmen dalam diri untuk berbagi kehidupan dengan
orang lain. Adakalanya kita tidak ingin berkorban, namun mau tidak mau kita
harus berkorban, disanalah arti pengorbanan yang sesungguhnya. Jadi, berkorban
bukanlah sikap pasif, tetapi sebuah tindakan aktif yang didasarkan pada kasih.
Demikianlah
yang diungkapkan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya ketika Ia menjelaskan makna
kasih yang sejati.
Di
dalam Yohanes 15:13 Tuhan Yesus berkata: “Tidak ada kasih
yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya.”
Saudara,
Dari
sini kita melihat bahwa Tuhan Yesus tidak sedang berbasa-basi. Ia tidak hanya sedang
mengajar dan Ia sendiri tidak melakukannya. Tidak saudara! Sebaliknya Ia sedang
menanamkan satu prinsip penting bagaimana kasih dan pengorbanan itu harus
dijalankan bersama-sama. Dan itu dimulai di dalam pribadi Tuhan Yesus sendiri.
Tuhan Yesus adalah figure yang rela berkorban demi orang banyak karena kasihNya.
Pernyataan ini digenapi sendiri oleh Tuhan Yesus beberapa jam setelah Dia
menyatakannya.
Saudara,
kejadian ini dimulai di ruang atas saat Tuhan Yesus meneguhkan murid-muridNya dan
mengadakan perjamuan yang terakhir dengan mereka. Peristiwa ini kemudian
berlanjut dengan pergumulanNya di taman Getsemani. Dan pada babak selanjutnya,
kita melihat serangkaian pengadilan yang illegal/ tidak sah, hingga
penyaliban-Nya di hadapan orang banyak yang mengejek-Nya.
Saudara,
Sebagai
Anak Allah, Tuhan Yesus dapat saja menghindari segala penderitaan, penyiksaan,
dan kekejaman yang seperti itu. Dia sama sekali tidak berdosa dan tidak layak untuk
mati. Namun mengapa Ia rela melakukannya bagi kita? Hal itu semata-mata
dilakukan karena kasihNya yang besar pada Bapa dan kepada orang-orang yang ada
dalam anugerah Bapa, sehingga mendorong Tuhan Yesus untuk menyatakan pengorbanan
yang sejati hingga Ia naik ke atas kayu salib.
Anak-anak
yang kekasih,
Di
dalam Injil dicatat bahwa Tuhan Yesus bukan sekedar bergerak menuju kematian
yang tidak terhindarkan, tetapi melaksanakannya dengan sikap yang sukarela. Di dalamnya
tidak ada kesan ada takdir buta, tetapi Tuhan Yesus jelas yang memegang kendali
atas nasibNya sendiri, yang sejalan dengan kehendak BapaNya. Dalam hal inilah Yohanes 10:18 mencatat: “Tidak seorang pun mengambilnya dari padaKu
(yaitu nyawa Yesus), melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri.
Aku berkuasa memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa
memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Itulah tugas yang Kuterima
dari BapaKu”
Dan
sebagai hasilnya saudara, kita dapat diampuni jika mau menerima pengorbanan dan
kebangkitan-Nya dengan iman.
Anak-anakku
yang kekasih dalam Tuhan.
Alkitab
mencatat bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan di atas segala tuhan. Tetapi ketika
manusia jatuh ke dalam dosa, upah dosa adalah maut. Pada saat yang sama, Tuhan Yesus
juga tidak tega melihat manusia binasa dan mati karena dosa-dosanya.
Yesus
yang adalah Tuhan lebih memilih untuk datang ke dalam dunia ini, untuk
memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang telah terputus akibat dosa.
Pengorbanan-Nya
yang dibangun atas dasar kasihNya yang besar itu, yang dalam bahasa Yunani diungkapkan
sebagai kasih "Agape" yaitu kasih kasih yang tulus, tanpa pamrih, tanpa syarat, tidak
ada motivasi yang terselubung, tidak ada udang di balik batu. KasihNya murni untuk menjangkau manusia yang
sedang menuju kebinasaan, supaya melalui pengorbananNya mereka mendapatkan
anugerah keselamatan dari Allah. Inilah bukti ketulusan dari pengorbanan Tuhan
Yesus saudara.
Karena
itu saudara, dalam Filipi 2:6-8 diungkapkan
kepada kita: “yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib.”
Dari
sini kita melihat bahwa Anak Allah yang Maha Tinggi itu, kini hanya terfokus
pada nasib manusia yang sedang binasa. Karena manusia telah berdosa. Manusia telah
kehilangan kemuliaan Allah. Maka tidak ada jalan lain bagi manusia untuk
selamat dari murka Allah selain Allah sendiri yang mencari pengganti korban untuk
menyelesaikan masalah manusia.
Namun,
karena tidak ada jalan lain, tidak ada seorangpun yang layak untuk menjadi
korban. Maka Allah mengutus Putra TunggalNya untuk turun ke dalam dunia,
menjadi sama dengan manusia, hanya saja Ia tidak berdosa. Tuhan Yesus menjalani
rencana Bapa dengan jalan harus mati di kayu salib. Kasih yang dinyatakan oleh
Tuhan Yesus ini adalah kasih yang tidak egois, tetapi kasih yang disertai
dengan pengorbanan. Pengorbanan untuk menerima hukuman salib yang diterimaNya
di bukit Golgota.
Anak-anakku
yang kekasih,
Apa
artinya salib bagi kita? Jika Kekristenan adalah Kristus, maka salib-Nya adalah
kunci untuk mengerti tentang Dia. Salib menyatakan telah rusaknya akhlak
manusia hingga manusia tidak dapat menyelamatkan diri sendiri. Salib merupakan
lambang penghukuman. Salib juga menyatakan kasih Allah yang sangat besar kepada
manusia.
Jika dilihat dari Pihak Allah
maka:
- Salib adalah Jalan pembenaran. Maksudnya
adalah Allah menggantikan kita dengan memberikan Yesus untuk menanggung hukuman
akibat dosa (2 Korintus 5:21). Alkitab mencatat bahwa Yesus: dihina, dicemooh, dinista, direndahkan,
dihujat, dijadikan terkutuk, dibuat jadi dosa kita harus melihat diri kita
disitu.
- Salib adalah tanda pengampunan dan Penebusan. Kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib,
menandakan penebusanNya telah sempurna hingga Allah berkenan untuk kembali mengampuni
kita (Efesus 1:7; Kolose 1:14).
- Salib adalah tanda pembenaran kita. Kita patut mengerti bahwa Allah membenarkan kita bukan
karena kesalehan kita, Allah membenarkan kita bukan karena kecakapan kita,
tetapi pembenaran itu dilakukan Allah karena penebusan yang dilakukan Tuhan
Yesus bagi kita (Roma 3:24). Sehingga tidak ada andil sedikit dari usaha
manusia untuk mengusahakan keselama-tannya.
- Salib adalah bentuk kesetiaan. Kita
melihat, Tuhan Yesus sendiri setia pada kehendak BapaNya sampai mati. Dia
dikirim oleh Allah Bapa untuk menebus kita semua, Dia mengalami penderitaan
yang luar biasa, dan sampai disalib sebagai korban bagi kita semua sampai titik
darah penghabisan. Dia menyerahkan nyawa-Nya karena dia setia kepada Bapa.
Dengan
kata lain, salib merupakan jalan satu-satunya bagi kita untuk menerima anugerah
keselamatan dari Allah. Dan itu hanya dimungkinkan karena pengorbanan Tuhan
Yesus yang tanpa pamrih bagi kita.
Yang
berikutnya saudara arti salib jika dilihat dari pihak manusia maka:
- Salib adalah persekutuan dengan Kristus dalam penderitaan dan kematiaanNya (Filipi 3:10-11). Ini merupakan tujuan hidup daripada
Rasul Paulus, yaitu supaya ia dapat menjadi serupa dengan Kristus.
Saya
rasa tujuan yang sama pula yang seharusnya kita miliki ketika kita percaya
kepada Tuhan Yesus Kristus, yaitu bahwa kita ingin menjadi serupa dengan Dia.
Jika
demikian, apa yang harus kita lakukan saat kita melihat pengorbanan Tuhan Yesus
yang tanpa pamrih itu? Apa yang harus kita kerjakan dalam mengisi waktu yang
telah Tuhan berikan bagi kita?
Dalam
hal ini ada dua sikap yang mesti kita lakukan sebagaimana yang dikehendaki oleh
Tuhan Yesus, yaitu:
1. Kita harus berani menyangkal diri bagi Kristus:
Anak-anakku,
Menyangkal
diri dimulai dari kesadaran bahwa “hidupku bukannya aku lagi, tetapi Kristus
yang hidup di dalam aku” (Galatia 2:20). Dari sinilah kita harus
aktif mengendalikan keinginan “si aku” kita. Kita mesti belajar memadamkan
segala ambisi pribadi, iri hati kita, perasaan dengki terhadap orang lain, serta
hal-hal yang negative yang seharusnya tidak lagi kita lakukan dalam hidup. Dengan
kata lain, kita harus mematikan segala bentuk keduniawian kita, mematikan
segala keinginan daging, mematikan cara hidup yang sia-sia (Kolose 3:5-10, Galatia
5:19-21).
Sebaliknya
kita menggunakan sifat-sifat baru, sifat-sifat yang mencerminkan kehidupan yang
dikehendaki Allah. Jadi intinya adalah kita diminta untuk bersikap seperti
Yesus, yaitu: Hidup tidak lagi hanya sekedar yang penting aku senang, tetapi
juga belajar memberi tempat dalam hati kita untuk sesama. Dengan demikian, kita
akan mempunyai kepedulian untuk menolong sesama.
Saudaraku,
Agustinus (seorang tokoh dalam kekristenan) pernah berkata: “kita akan
kehilangan jati diri bila kita mengasihi diri sendiri, tetapi kita akan
menemukan jati diri sejati bila kita mengasihi orang lain. Dengan kata lain,
rahasia kebahagiaan bukanlah dengan memuaskan diri sendiri, melainkan dengan
memberikan hati kita, hidup kita, dan diri kita dalam kasih kepada sesama.”
Dari
sini, seharusnya kita terdorong untuk melakukan dan berikan pertolongan dengan
tulus dan tanpa pamrih kepada sesama kita. Menunjukkan perbuatan yang baik kepada
orangtua, saudara, teman, sahabat, dan sebagainya.
Berbuat
baik kepada sesama berarti kita telah menunjukkan bahwa kita mengasihi Tuhan
Yesus. Bukankah kasih kita kepada Tuhan Yesus baru terlihat buktinya jika kita
mampu mengasihi sesama bukan?
Hal
inilah yang juga ditegaskan oleh Tuhan Yesus dalam perumpamaan Matius 25:40, “Dan
Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina
ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Hanya
yang terpenting untuk kita mengerti adalah semua perbuatan baik yang kita
lakukan tidaklah dengan mengharapkan pamrih dari orang yang kita kasihi.
2. Kita harus belajar memikul Salib
Anak-anak
yang kekasih
Salib
memang bukanlah tujuan dari hidup kita. Tetapi Tuhan memberikan salib kepada
kita dengan satu maksud supaya dapat kita pikul. Salib adalah menanggung
penderitaan bukan karena kesalahan sendiri, tetapi menanggung penderitaan
karena nama Tuhan.
Salib
adalah jalan kematian, jadi tidak ada jalan balik. Artinya ketika Tuhan
memanggil kita dan kita mau mengikut Dia, sejak saat itu kita sedang berada di
jalan kematianNya.
Dengan
memahami Salib Kristus, maka kita dapat semakin menghargai pengorbanan-nya yang
tanpa pamrih itu. Dan kita dapat menjalani segala bentuk kehidupan kita dengan
benar dihadapan Tuhan.
Dengan
demikian, kekristenan bagi kita bukanlah soal hidup diberkati, bukan pula soal
hidup sukses dan bebas dari masalah. Tetapi kekristenan adalah bagaimana kita
dengan sukarela masuk dalam penderitaan dan kematian bersama Kristus, agar
kehidupan kita semakin indah dimata Tuhan.
Apa
yang kita renungkan kali ini, kiranya dapat memberikan satu pemahaman yang
lebih baik tentang pengorbanan Tuhan Yesus bagi kita, khususnya saat kita
memasuki minggu-minggu sengsara, Tuhan kita Yesus Kristus. Dengan demikian kita
tidak memandang enteng pengorbanan Tuhan Yesus bagi kita, tetapi justru semakin
mendorong kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan kepada Tuhan dan sesama kita
dengan tanpa pamrih.
Untuk
menutup khotbah ini saya ingin menampilkan klip berikut kiranya dapat
memberikan kita inspirasi. Amin
0 komentar:
Posting Komentar