Sabtu, 28 Januari 2017

TUBUHMU ADALAH MILIK KRISTUS

TUBUHMU ADALAH MILIK KRISTUS
1 Korintus 6:12-20


Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perikop yang kita bahas ini menarik sekali, karena dimulai dengan satu ayat yang dapat dijadikan dasar etika Kristen. Kalau kita melihat kota Korintus, tata masyarakat kota Korintus sangat terkenal mengikuti filasafat Yunani yang mengakui bahwa tubuh manusia seringkali dinilai rendah. Mereka mengenal satu ungkapan yang mengatakan: “Tubuh manusia adalah penjara jiwa. Karena jiwa itu baik, sedangkan tubuh itu jahat. Karena tubuh itu jahat, maka kita harus berusaha melepaskan jiwa dari tubuh kita ini.” Satu tokoh yang bernama Epictetus, seorang filsuf dari Stoa, yang lahir di masa perbudakan di Hierapolis berkata: “Hal yang terpenting adalah jiwa manusia; tubuh hanya materi yang tidak penting.” Saudara, pandangan filsafat Yunani di atas banyak mempengaruhi kehidupan jemaat Korintus, sehingga mendorong mereka melakukan berbagai penyimpangan seksual, salah satunya adalah kasus incest/ persetubuhan yang terjadi dalam keluarga (1 Korintus 5:1-5).
Terlebih lagi, masyarakat Korintus, terbiasa pergi mengadakan ritual di kuil-kuil berhala Yunani yang menyediakan pelacur bakti. Akibatnya jemaat Korintus pun larut dalam budaya ini dan menyalahkan kebebasan itu menjadi sesuatu yang liar. Mereka pikir hidup bebas di dalam Kristus berarti bebas sebagaimana yang mereka kehendaki sehingga menjadi kebebasan yang sangat mengerikan.
Melihat kondisi yang demikian, Paulus dengan tegas menolak cara berpikir mereka. Ia mengatakan: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun” (1 Korintus 6:12). Pada bagian ini, Paulus berusaha mengkritik pandangan mereka yang menyangka, bahwa mereka berhak melakukan apa saja yang mereka inginkan. Kita tahu bahwa manusia diciptakan secara indah untuk hidup dan perkembangannya di bumi ini. Namun demikian, ada batasan-batasan tertentu yang diberikan Allah untuk menjamin suatu keberadaan yang lebih lama, yang bahagia, dan berbuah. Akan tetapi sejak kejatuhan manusia dalam dosa (Kejadian 3), manusia cenderung mengambil keputusan pribadi berdasarkan kepuasan dirinya.
Menyadari akan hal ini, Paulus berkata dengan sangat keras: “Jangan sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah, dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita” (1 Korintus 6:9-11).
Saudara, perhatikan pemakaian kata “telah” pada kata-kata kerja dalam 1 Korintus 6:11, semuanya menunjukan bahwa “penyucian, pengudusan dan pembenaran” itu sudah lengkap dikerjakan oleh Allah di dalam Kristus. Jadi, karena semuanya telah dilakukan Allah bagi mereka, maka mereka memiliki kewajiban kepada Allah untuk memakai tubuh mereka bagi pelayanan dan bagi kemuliaan Allah.
Jemaatku yang kekasih,
Kita memang adalah orang-orang yang telah dibebaskan, tetapi ada prinsip berikut yang disampaikan Paulus kepada kita, yaitu bahwa tidak semuanya berguna. Sebab kegemaran pada suatu kebiasaan yang sampai menguasai diri seseorang bukan lagi merupakan sebuah kebebasan, melainkan perbudakan. Ini yang tidak patut terjadi dalam kehidupan Kristen.
Paulus menyatakan bahwa segala sesuatu adalah boleh baginya. Di satu sisi ini benar. Kita bebas melakukan segala sesuatu, sebab setiap orang Kristen adalah orang-orang yang telah dibebaskan Kristus. Orang Kristen adalah orang-orang yang tidak lagi hidup dalam perhambaan. Namun, perhatikan kalimat selanjutnya, “tetapi bukan semuanya berguna.” Hal ini menyatakan bahwa di dalam kebebasan yang telah diberikan Allah kepada kita, ada batasan-batasan yang patut kita mengerti dengan bijaksana. Jangan karena orang Kristen adalah orang percaya yang telah merdeka di dalam kristus, maka kita dapat hidup semaunya. Tidak saudara! Allah memberikan batasan-batasan bagi kita dalam kasih kepada Tuhan dan gereja-Nya.
Spiritual Kristen seharusnya tidak diwarnai dengan semangat mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Esensi iman Kristen bukan sekumpulan larangan. Etika Kristen bukan hanya untuk boleh atau tidak, namun ada pertanyaan yang lebih penting, yaitu apakah segala sesuatu itu berguna atau tidak? Berguna untuk apa atau berguna bagi siapa? Yang pasti, apakah itu berguna untuk membangun saya, membangun orang lain, dan akhirnya membangun jemaat? Dan terlebih penting adalah apakah itu berguna untuk kemuliaan Tuhan! Jika semua itu jawabannya adalah “ya” maka kita dapat melakukannya dengan hati nurani yang bersih dan melalui iman, melakukan semua ini untuk Tuhan. Tetapi jika apa yang kita kerjakan itu tidak berguna, maka mau tidak mau, kita harus berhenti melakukannya. Dalam hal ini, dosa tidak hanya dalam prinsip boleh atau tidak boleh, tetapi juga dimengerti dalam hal berguna dan membangun atau tidak.
Sebab pada dasarnya apa yang tidak berguna justru berpotensi untuk membuat kita kecanduan dan ketagihan. Kesenangan yang pada dasarnya tidak salah, tetapi dapat menjadi salah bahkan berdosa, ketika hal itu mulai menguasai dan mengikat kita.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Ketika saya berhadapan dengan seorang perokok, saya selalunya mengingatkan untuk tidak lagi menjadi perokok. Namun saudara, saudara pastinya bisa menebak jawaban apa yang biasanya mereka sampaikan, khususnya orang Kristen yang merokok: “Alkitab tidak pernah melarang kita untuk merokok, kalau ya coba kamu tunjukkan ayat mana yang mengatakan seseorang tidak boleh merokok?” Mendengar pertanyaan dia, saya jadi berpikir, orang ini sepertinya tidak mengerti esensi dari kekristenan itu sendiri. Mereka tidak sadar bahwa pola berpikir mereka masih dipengaruhi oleh filsafat Yunani yang menghalalkan segala hal tanpa dasar yang jelas. Inilah realitas saudara. Dan realitas selalunya menunjukkan, orang-orang yang tidak mengerti konsep dirinya, lalu bersembunyi dibalik ayat-ayat untuk membenarkan sikapnya.
Kalau kita mau kaitkan hal ini dengan bagian firman Tuhan yang kita renungkan, maka jawabannya sangat mudah! Apakah rokok itu menyehatkan? Apakah di dalam rokok terkandung multivitamin yang mampu menjaga kesehatan tubuhnya, kesehatan orang-orang di sekitarnya? Tidak bukan! Yang ada justru 12 zat racun di dalam setiap batang rokok. Tetapi mengapa kebiasaan merokok begitu sulit ditinggalkan?
Karena para pecandu rokok telah terikat, rokok telah memperbudak dirinya sehingga orang yang kecanduan rokok, sangat sulit membebaskan diri. Padahal ini hanya menyangkut soal gaya hidup. Perlu kita tahu saudara, kegemaran pada suatu kebiasaan yang sampai menguasai diri seseorang bukan lagi merupakan kebebasan, melainkan perbudakan. Para perokok sebenarnya sedang diperbudak oleh rokok yang akan membawanya kepada kerusakan tubuh.
Suatu hari, seorang karyawan bertanya kepada pemilik perusahaan rokok:
Karyawan : maaf bos, mau tanya…
Boss            : Silahkan!
Karyawan : Bos, kan punya pabrik rokok. Tapi kenapa bos, saya lihat ngga pernah merokok? Anak-anak bos tidak ada yang merokok, bahkan saya lihat keluarga besar bos juga tidak ada yang merokok, kenapa bos?
Boss            : Hmmhmmm (bosnya tertawa sinis) pake mata kamu, Nih baca!
Karyawan : Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin.
Boss            : Ngerti? Mau apa kami jadi orang kaya kalau kami penyakitan? Ya kankerlah, ya jantunglah, ya impoten, pikir dong oleh saudara!
Karyawan : Bener juga ya boss, tapi kenapa boss masih bikin rokok?
Boss            : Heh, rokok itu dibuat untuk orang-orang yang ngga bisa baca! ngerti? Jadi kalau ada orang yang masih merokok walaupun ia tahu banyak negatifnya, berarti dia tidak bisa membaca….
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Mari kita perhatikan apa yang diajarkan firman Tuhan bagi kita? Pertama, Paulus ingin memberikan satu pengajaran bahwa tubuh itu berharga di mata Tuhan. Paulus menuliskan: “Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan; tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh (1 Korintus 6:13). Satu silogisme yang salah jika menyamakan makanan, perut dan tubuh. Sekalipun ketiganya saling memerlukan, tetapi tubuh tidak sama dengan makanan atau perut, sebab ketiganya yang akan binasa. Dalam ayat 19 Paulus menuliskan, “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milikmu sendiri?” (1 Korintus 6:19).
Dalam bagian ini, tubuh dikatakan adalah tempat tinggal pribadi Roh Kudus. Tubuh setiap orang percaya adalah merupakan bait Roh Kudus (band. 1 Korintus 3:16). Dalam Bahasa Yunani, ada dua kata yang dipakai untuk menyatakan kata bait, yaitu “heiron” dan “naos”. Heiron menunjuk kepada keseluruhan bangunan bait Allah, sedangkan naos menunjuk kepada ruang Mahakudus dimana Allah hadir dan bertahta di situ.
Ketika Paulus mengatakan tubuh kita adalah bait Roh Kudus, maka kata bait yang dipakai adalah “naos”. Ini berarti bahwa tubuh kita adalah ruang Mahakudus yang di diami oleh Roh Kudus. Kehadiran Roh Kudus dalam tubuh kita menjadi tanda bahwa kita adalah milik Allah. Kita satu Roh dengan Tuhan dan harus mempersembahkan tubuh kita kepada-Nya sebagai korban yang hidup (Roma 12:1-2). Karena tubuh kita adalah milik Allah, maka bagaimana mungkin kita akan menyerahkan tubuh kita untuk pencemaran atau memakai tubuh kita bagi tingkah laku yang melanggar kesusilaan? Bahkan kalau suatu hari tubuh kita akan berhenti berfungsi dan kembali kepada tanah, ingatlah apa yang dikatakan oleh Firman dalam ayat 14, bahwa “Allah, yang membangkitkan Tuhan (Yesus), akan membangkitkan kita juga oleh kuasa-Nya. (Band. 1 Tesalonika 4:13-18). Dengan demikian betapa berartinya tubuh kita ini.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Berbicara soal makanan, ternyata makanan bukan hanya soal mengisi “kampung tengah,” seperti yang biasa disebut oleh salah satu suku di Indonesia. Tetapi makanan juga menyangkut seni – baik dari cara memasaknya, cara menghidangkannya sampai ke gaya menikmatinya. Tetapi makanan juga bisa masuk kepada gengsi – makanya ada banyak restoran dengan cita rasa tinggi. Semakin maju suatu peradaban, semakin berkembang juga budaya kuliner ini. Kota Koritus tentunya tidak kurang pilihan menyediakan berbagai makanan yang mampu menarik lirikan mata, mengaktifkan kelenjar liur, siap membuat lidah bergoyang dan perut kita berdendang. Yang pasti, rangsangan terhadap makanan juga turut menjadi masalah iman, berkaitan dengan masalah halal atau tidak halal. Sebab, bagaimana kita menempatkan arti makanan dan bagaimana kita membelanjakan uang untuk makanan, adalah ungkapan dari apa yang kita pandang penting dalam hidup ini.
Sejarah pernah mengisahkan beberapa orang yang mati gara-gara makanan, seperti dikisahkan Citra Dewi dalam liputan.com: Pertama, Denis Diderot, ia seorang filsuf Prancis yang hidup di abad ke-18, Denis Diderot dikenal dengan gemar makan dan kadang-kadang terlalu berlebihan. Pada suatu hari di tahun 1784 ketika ia sedang makan dengan isterinya, Diderot mengambil sebuah apricot sebagai makanan penutup. Isterinya yang khawatir akan kesehatan Diderot, menegurnya. Namun Denis malah berkata: “Setan mana menurutmu yang akan melakukannya untukku?” Tidak lama setelah menyantap makanan itu, Diderot pun meninggal dunia.
Yang kedua adalah Adolf Frederick, ia adalah seorang Raja dari Swedia. Ia dikenal sebagai sosok yang gemar makan. Ia meninggal setelah mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar pada tahun 1771, ketika merayakan Mardi Gras. Raja Frederick yang kala itu berusia 60 tahun, memang menyingkirkan hidangan seperti lobster, kaviar, sauerkraut, kippers, dan champagne. Namun ia memutuskan untuk mengkonsumsi hidangan penutup tradisional Swedia, sejenis roti isi krim bernama Semla yang disajikan dalam mangkuk susu sebanyak 14 potong. Tak heran, ia mengalami masalah pencernaan serius dan kemungkinan keracunan makanan yang akhirnya merengut nyawanya.
Sekarang mari kita lihat jawaban Firman Tuhan akan hal ini, dikatakan: “Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah” (1 Korintus 6:13). Maksudnya adalah perut dan makanan merupakan hal-hal yang akan berlalu; akan tiba saatnya keduanya akan lenyap. Tetapi tubuh, kepribadian manusia secara keseluruhannya tidak akan binasa; ia diciptakan untuk bersatu dengan Kristus di dunia ini dan masih tetap bersatu erat sampai selamanya.
Jadi bagaimakah agar kita tercegah dari dosa soal makanan, ada dua prinsip yang harus kita pegang: Pertama, Jangan pernah mau diperhamba oleh makanan. Makanlah makanan secukupnya. Kita harus mampu membatasi diri ketika kita mengkonsumsi makanan. Ingat makanan adalah untuk menunjang hidup, bukan hidup untuk makan! Jadi ketika kita menyadari bahwa kita perlu membatasi diri terhadap makanan yang kita makan, ya jangan dilanggar. Kedua, buatlah prioritas yang benar dalam memilih makanan. Tuhan memberikan kita akal dan pikiran, pastinya di dalamnya Ia ingin kita berhikmat dalam mengelola keuangan khususnya untuk kebutuhan makan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kita harus belajar menghargai tubuh kita sebagaimana Tuhan menghargai tubuh kita, bahkan Ia sendiri berkenan tinggal di dalamnya. Sebab demikianlah firman Tuhan berkata: “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota tubuh Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!” (1 Korintus 6:15) Ayat ini mau menegaskan kepada kita saudara, bahwa setiap orang percaya memiliki keterikatan dengan Kristus. Ia menjadi milik Kristus. Anggota tubuh Kristus. Jika demikian, akankah kita serahkan apa yang menjadi milik Kristus kepada hal-hal yang najis dan kotor? Pasti tidak bukan!
Yang berikutnya Paulus mengingatkan akan bahaya sebuah percabulan. Perhatikan ayat 13 bagian b, “…tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh.” (1 Korintus 6:13). Saudara, di dunia yang serba canggih seperti saat ini, sepertinya tidak ada ruang bagi percabulan dapat disembunyikan. Godaan ini bukan hanya melibatkan orang dewasa, anak-anak muda, anak-anak kecil pun sangat rentan dengan dosa yang satu ini. Saya pernah membaca satu artikel yang diterbitkan oleh keepo.me artikel ini diberi judul yang sangat menarik, “Kalau saja prostitusi dilegalkan di Indonesia, Mungkin 7 hal buruk inilah yang akan kita rasakan. Jangan sampai terjadi deh”. Artikel yang diposting tanggal 21 Januari 2017 oleh Yogi Prandita, ini memberikan 7 pandangan seandainya prostitusi dilegalkan di Indonesia. 1. Pandangan tentang hubungan seks akan mengalami pergeseran, 2. Jumlah PSK pasti semakin banyak, 3. Puluhan tempat prostitusi baru akan bermunculan, 4. Menjadi ladang korupsi baru, 5. Hilangnya harga diri wanita, 6. Penyebaran penyakit makin tinggi, 7. Perdagangan manusia yang tidak terkendali. Di akhir artikelnya ia menyebutkan: “Hal-hal yang disebutin di atas mungkin aja terjadi kalau bener-bener prostitusi itu dilegalkan. Bahkan bangsa kita ini akan cepat hancur terutama pada moralitasnya guys.”
Saudara, memang kita mempunyai keinginan-keinginan tertentu yang normal, yang diberikan oleh Allah pada waktu penciptaan. Tetapi bukan berarti bahwa kita harus menyerahkan diri kepada seks dan selalu memuaskannya. Seks di luar pernikahan selalunya akan merusak, sedangkan seks di dalam pernikahan dapat sangat indah dan membangun. Bagi sebagian orang, seks di luar pernikahan mungkin saja menimbulkan kegembiraan dan kenikmatan, tetapi pengalaman itu tidak akan memperkaya hubungan mereka. Seks di luar pernikahan bagaikan seseorang yang merampok bank; ia memperoleh sesuatu, tetapi bukan kepunyaannya dan pada suatu hari ia harus membayarnya. Sedangkan seks di dalam pernikahan bagaikan seseorang yang menyimpan di bank: ada rasa aman, lega, dan ia akan beruntung.
Orang Kristen seharusnya dapat menguasai diri bukan dikuasai oleh sesuatu yang pada akhirnya mengikat kita. Kita harus dapat menghargai diri kita sendiri. Dan jangan membiarkan diri kita diikat oleh apa pun termasuk keinginan kita sendiri.
Dalam hidup kita di dunia ini, banyak prinsip yang ditawarkan justru bertolak belakang dengan firman Tuhan. Dunia mengajarkan hidup sebagai tuan yang sejati, dalam pengertian sanggup melakukan apa saja yang manusia inginkan. Menghalalkan segala cara. Mereka bekerja untuk mencari kepuasan diri, sehingga mereka berusaha semampu mereka. Banting tulang supaya tercapai tingkat kepuasan.
Dalam hidup rumah tangga pun prinsip ini mereka pakai, mereka menjalani pernikahan demi kepuasan diri. Makanya tidak heran saudara, jika mereka kawin cerai, kawin lagi, sebentar cerai lagi dengan alasan karena sudah tidak ada kecocokan. Pernikahan hanya diukur sebatas cocok atau tidak cocok, yang menunjukkan betapa rendahnya nilai sebuah pernikahan yang seperti ini.
Pertanyaanya adalah, pernahkah daging ini merasa puas? Pernahkah manusia merasa puas dengan apa yang menjadi pencapaiannya? Yang terjadi adalah, ketika keegoisan manusia menguasai hidupnya, maka manusia tidak akan pernah mengalami kepuasan. Ia akan mencari yang lebih lagi, kalua tidak bisa hari ini di dapat, mungkin besok, kalau tidak bisa besok mungkin lusa. Sehingga orang yang terjebak akan hal ini akan berpikir, kalau hari ini saya tidak bisa mendapatkannya, siapa yang akan saya mangsa besok. Ini adalah pikiran yang jahat saudara!
Hal ini bertentangan dengan prinsip firman Tuhan yang mengatakan bahwa justru hidup kita harusnya tidak berada di bawah perhambaan diri sendiri. Alkitab mengajarkan seharusnya hidup kita hanya dikuasai oleh Tuhan, bukan dikuasai oleh hawa nafsu, oleh pemikiran dunia, oleh tuntutan masyarakat, oleh penilaian orang lain, tetapi oleh Tuhan.
Untuk menegaskan statmentnya, Paulus kembali mengutip bagian Firman Tuhan yang terambil dalam Kejadian 2:24, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ‘keduanya akan menjadi satu daging’” (1 Korintus 6:16). Maksudnya saudara, orang yang menjerumuskan dirinya kepada perempuan pelacur, ia bukan hanya telah merampas apa yang menjadi milik Tuhan, tetapi sesungguhnya ia telah mengikatkan dirinya dengan sebuah ikatan baru di luar Tuhan.
Apakah Tuhan menciptakan seks untuk mengacaukan rumah tangga manusia? Atau untuk menghancurkan dunia? Jawabannya adalah “tidak.” Kejadian 1 dan 2 justru mencatat bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sungguh amat baik. Allah sendiri mengatakan “tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja” (Kejadian 2:18). Dan di dalam kejadian 2:24 merupakan pernikahan manusia pertama yang sangat terhormat yang pernah terjadi. Mengapa saudara? Sebab Allah sendirilah yang langsung menanganinya sejak awal. Inilah pernikahan yang diciptakan dalam keadaan tanpa dosa.
Lagi pula laki-laki dan perempuan memiliki keinginan yang datang dari dirinya sendiri, khususnya keinginan seks. Setiap orang bergumul dengan keinginan ini. Kalau keinginan ini tidak ditaklukan, ia akan melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia akan melahirkan maut yang pada akhirnya merusak relasi kita dengan Allah (Band. Yakobus 1:14-15).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perbuatan tersebut membawa dampak terhadap kehidupan pernikahannya, karena ketika ia bersatu dengan orang yang ia berbuat cabul, berarti ia membatalkan ikatan pernikahan yang sah yang ia ikrarkan di hadapan Tuhan. Maka dalam Matius 19:9: Tuhan Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu: ‘barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” Ungkapan “kecuali karena zinah” menjelaskan, tidak ada satu hal pun yang dapat membatalkan pernikahan Kristen yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, kecuali karena zinah. Itulah sebabnya kita harus menjauhkan diri dari percabulan dan perselingkuhan.
Jadi bagaimanakah kita dapat menaklukan seks? Ingatlah bahwa seks adalah anugerah Tuhan, itu pemberian Allah. Seks diciptakan Allah bukan untuk kepuasan pribadi, sebab tubuh kita sudah ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus dengan darah-Nya (1 Korintus 6:20). Lagipula, keindahan seks tidak bisa di dapat dengan cara merebutnya dari seseorang. Sebaliknya keindahan seks dialami seseorang ketika ia memberikan dirinya untuk pasangan hidupnya. Dengan demikian, suami isteri dapat mengucapkan terima kasih kepada Tuhan saat menikmati seks. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh seseorang di luar pernikahan. Seks di dalam pernikahan dapat membangun suatu hubungan yang akan membawa sukacita di masa yang akan datang. Tetapi seks di luar pernikahan pada dasarnya hanya akan melemahkan hubungan di masa yang akan datang, yang akan membawanya pada tingkat bersalah sepanjang umurnya, jika tidak segera ditangani.
Sidang jemaat yang kekasih,
Kristus mati bukan untuk menyelamatkan sebagian kecil dari seorang manusia, melainkan untuk menyelamatkan manusia secara utuh, tubuh dan jiwa. Kristus menyerahkan hidupnya untuk memberikan kepada manusia, jiwa yang sudah ditebus dan tubuh yang bersih. Oleh karena itu tubuh seorang manusia bukanlah milik manusia itu sendiri untuk melakukan apa saja yang ia inginkan; tubuh itu milik Kristus dan ia harus menggunakannya, bukan untuk kepuasan nafsu-nafsunnya sendiri, melainkan untuk kemuliaan Kristus.
Masalah makanan dan seksual selalunya menjadi dua hal yang paling mendominasi urusan fisik tubuh kita. Dan Paulus telah menyajikan suatu kontras filsafat kenikmatan dengan prinsip-printip kekristenan. Inilah etika Kristen, dan pastinya etika Kristen tidak akan bertolak belakang dengan pengajaran Alkitab.
Jadi apakah kenikmatan itu salah? Jawabannya adalah tidak! Orang Kristen bukanlah orang-orang yang menyiksa diri dan menjauhkan diri dari kenikmatan apa pun. Sebab orang-orang Kristen memiliki pandangan yang paling tepat terhadap kenikmatan karena tidak diikat oleh kenikmatan itu sendiri. Pada waktu kita terikat, sesungguhnya kita telah kehilangan kenikmatan itu. Hidup kita boleh dan bahkan harus memiliki kenikmatan sehingga dapat memuliakan Tuhan dengan menikmati Dia. Orang yang menikmati Tuhan adalah orang yang dapat memuliakan Tuhan dengan benar. Bagaimanakah seorang dapat memuliakan Tuhan jika ia tidak pernah merasakan berkat dan kasih Tuhan atas dirinya? Yang memuliakan Tuhan akan mengalami kenikmatan dan yang mengalami kenikmatan akan terus terdorong untuk memuliakan Tuhan.
Yang terakhir, kita harus ingat bahwa Tubuh kita sudah dibayar lunas oleh Kristus. Dalam 1 Korintus 6:20, Paulus berkata: “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas di bayar.” Dalam hal ini kita perlu memperhatikan, bahwa ketika seseorang menerima Kristus, ia melepaskan hal pribadi atas tubuhnya dan mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan vitalitas bersama dari bait Allah secara keseluruhan, yaitu Allah. Sebab Allah Bapa menciptakan tubuh kita; Allah Anak menebusnya dan menjadikannya bagian dari tubuh-Nya. Yesus Kristus telah membeli kita dengan harga yang mahal (ayat 20). Pertanyaan saya, kira-kira Yesus membayar lunas terhadap siapa? Terhadap Iblis? Tidak! Yesus tidak pernah berhutang kepada Iblis. Yesus membayar lunas terhadap Bapa yang telah mengutusnya. Jadi saudara, Yesus telah membayar lunas hutang dosa kita dengan menyerahkan nyawa-Nya di atas kayu salib. Karena Yesus sudah membayar lunas, maka sekarang kita adalah milik Kristus yang sah. Maka dalam 1 Korintus 7:23, Paulus mengingatkan pembacanya: “kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba dosa.” Demikian pula dalam Galatia 5:1, Paulus berkata: “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.”
Tidak ada sesuatu pun di dunia ini adalah buatan manusia itu sendiri. Seorang Kristen adalah seorang manusia yang tidak berpikir tentang hak-haknya melainkan tentang hutang-hutangnya. Dia tidak akan dapat melakukan sesuatu sesuka hatinya, karena dia tidak pernah memiliki dirinya sendiri; dia harus selalu melakukan apa yang Kristus inginkan, karena Kristus telah membelinya dengan nyawa-Nya sendiri.
Dengan demikian, saudara. Orang yang kudus adalah orang orang yang menjawab “ya” terhadap kehendak Tuhan, dan bukan hanya “tidak” terhadap dosa. Hiduplah secara positif dan muliakan Tuhan dengan segenap anggota tubuhmu. Kenikmatan melampiaskan nafsu hanya berlangsung sesaat saja, tetapi akibatnya seringkali menjadi penderitaan bertahun-tahun. 
Karena itu penting bagi kita untuk “memuliakan Allah dengan tubuh” (1 Korintus 6:20). Maka dengan mengerti pentingnya tubuh kita di hadapan Tuhan, kita akan dapat memelihara tubuh kita dengan sebaik-baiknya. Biarlah kita memakai tubuh kita ini untuk memuliakan nama Tuhan, supaya melalui tubuh kita, nama Tuhan dipuji dan ditinggikan. Amin.

1 komentar:

  1. terimakasih pak. tubuh bukanlah penjara jiwa, dapatkah dijelaskan lebih terperinci pak?

    BalasHapus