Ketika Natal
Harus Dirayakan
Yesaya 8:23;
9:1-6;
Yohanes 18:33-37
Sidang jemaat yang kekasih,
Sepertinya sudah menjadi sebuah tradisi bagi seluruh masyarakat
di dunia, bahwa bulan Desember dirayakan sebagai bulan Natal. Karena itu bukan
hanya orang-orang Kristen saja yang ramai memeriahkan bulan ini saudara, tetapi
juga instansi-instansi perkantoran, mall-mall, juga tempat-tempat hiburan,
sepertinya tidak mau ketinggalan untuk menyambut datangnya bulan ini. Walaupun
dalam arah yang berbeda.
Demikian pula dengan kita bukan? Masing-masing kita mungkin
sudah ada yang mulai mempersiapkan dekorasi-dekorasi natal yang menghiasi
ruangan rumah, atau mengecat rumah dengan nuansa yang baru, atau mungkin diantara
kita sudah ada yang memiliki rencana untuk berlibur ke suatu tempat guna
merayakan natal bersama dengan keluarga.
Jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Memang tidak salah kalau kita mempersiapkan natal dengan
berbagai ornamen-ornamen yang dapat menghiasi ruangan rumah kita. Namun pertanyaannya,
apa makna natal yang sesungguhnya bagi kita? Apakah kita hanya mengingat
kemeriahan pesta natal dan pada akhirnya lewat begitu saja karena berjalannya waktu?
Jika kita mengingat kembali peristiwa kelahiran Yesus 2000 tahun
yang lalu. Saudara, kelahiran Yesus ke dalam dunia, merupakan awal dari
kemanusiaanNya. Pribadi yang Ilahi itu kini menjadi manusia di dalam Yesus
Kristus. Dan ini bukan tanpa maksud, bahwa Firman yang menjadi manusia dan diam
diantara kita. Sebaliknya merupakan penjabaran misi Allah bagi manusia, bahwa
Ia datang untuk menyelamatkan yang terhilang.
Saudara, dalam Yesaya 9 yang tadi kita baca, dijelaskan bahwa pada waktu itu bangsa Yehuda dan Israel Utara sedang
berada di ambang kehancuran. Mereka ada dalam penaklukan raja Asyur sebagai
akibat dari dosa mereka sendiri. Karena itu mereka hidup dalam kegelapan
yang besar di negeri kekelaman.
Alkitab sering memakai kata “kegelapan” untuk melambangan kejahatan,
dosa, hukuman, kesukaran, ketidakpastian dan kematian. Dalam hal ini, bangsa
Yehuda dan Israel Utara digambarkan seolah-olah sudah “mati” dalam dosa-dosa perzinahan dan ketahyulan seperti yang
dilukiskan dalam ps 8:19-23.
Sebaliknya, Akitab juga memakai kata
“terang” sebagai perlambang dari kehidupan kekal, keselamatan,
pengampunan, sukacita, kebenaran dan segala sesuatu yang baik. Inilah yang
dijanjikan Tuhan kepada bangsa kesayanganNya, yang dinyatakanNya dalam ps 8:23, “Tetapi tidak
selamanya akan ada kesuraman untuk negeri yang terhimpir itu.”
Saudara, kata “tetapi” dalam ayat ini merupakan penjelasan kontras mengenai keadaan
bangsa Yehuda sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ps 8:19-22 di atas. Kata “tetapi” juga mengandung pengertian adanya sebuah legitimasi Allah yang
akan menjamin kelangsungan hidup bangsa Yehuda ke depan. Dan jaminan ini
ditegaskan Allah dalam firmanNya di dalam ps 9:1-6 ini.
Bapak ibu yang kekasih,
Dikatakan: “Bangsa yang berjalan di
dalam kegelapan telah melihat terang yang besar” (ayat 1). Kata “Terang” dalam ayat ini adalah janji keselamatan
yang sempurna dari Allah, yang kita tahu pada akhirnya digenapi melalui pribadi
Yesus Kristus. Sebab seluruh umat manusia telah berdosa dan berada di
bawah kuasa dosa, dan keadaan yang demikian itu saudara, hanya akan membawa
kita kepada kematian dan penghukuman kekal Allah. Tetapi keselamatan
sejati telah diberikan kepada kita di dalam Yesus. Lebih merupakan tindakan
konkrit Allah dalam menyelamatkan umat kesayanganNya.
Dalam diri Yesus, Allah telah
melenyapkan kegelapan dan meng-gantikannya dengan terang yang ajaib. Karena itu
saudara, di dalam kehidupan Tuhan Yesus, Tuhan Yesus pernah menegaskan bahwa
Dia adalah Terang dunia. Ia pernah berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut
Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang
hidup.” (Yohanes 8:12).
Ini merupakan satu jaminan Allah mengenai keselamatan umat
pilihanNya. Di satu sisi hal ini juga
menjadi bukti bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menghasilkan keselamatan
bagi dirinya sendiri. Dosa yang merasuk kehidupan manusia, telah merusak
seluruh tatanan yang telah didesain Allah sebelumnya. Dosa itu tidak akan
pernah membawa manusia kepada suatu kebenaran sekalipun manusia bisa memiliki
hati nurani yang baik.
Sama artinya ketika kita terperosok jatuh ke dalam lubang sumur
yang sangat dalam, kita tidak akan bisa keluar dari sumur itu kalau tidak ada
yang menolong. Demikianlah kondisi manusia di hadapan Tuhan.
Karena itu Rasul Paulus menjelaskan dalam Roma 3:23 “karena semua orang telah berbuat dosa dan
telah kehilangan kemuliaan Allah”. Ini berarti bahwa dosa merupakan
pelanggaran norma Allah yang sangat fatal, sebab efeknya dapat mengakibatkan
hubungan kita dengan Allah menjadi terputus, dan semua manusia kehilangan
kemuliaan Allah.
Saudara, fakta bahwa semua orang telah berbuat dosa, membuktikan
kepada kita bahwa tidak ada seorangpun yang mampu untuk mencari Allah yang
benar dan mampu menyelamatkan dirinya sendiri.
Satu-satunya jalan untuk dapat memulihkan hubungan yang terputus
itu adalah, Allah sendirilah yang harus turun tangan memperbaiki hubungan yang telah
terputus.
Artinya saudara kita butuh uluran tangan Allah. Dan tangan itu
sebenarnya telah terjulur sejak 2000 tahun yang lalu, Tangan yang menawarkan
anugerah keselamatan bagi orang-orang yang mau percaya kepadaNya, termasuk bagi
kita semua.
Karena itu saudara-saudara yang kekasih,
Kita mestinya patut bersyukur kepada Allah, jika kita telah
menjadi percaya dan menjadi anak-anak Allah, sebab kelahiranNya merupakan bukti
kasihNya yang besar. Kelahiran Yesus semata-mata ditujukan untuk menyelamatkan
kita yang berdosa.
Inilah kebenaran sejati yang Allah singkapkan kepada kita yang
percaya kepadaNya. Yesus lahir sebagai Raja yang telah menebus kita dari kuasa
dosa. Yang walaupun bagi mereka yang hidup dalam keegoisan, dalam pemikiran
yang skeptic (penuh keragu-raguan) kebenaran ini sulit untuk dimengerti dengan
nalar.
Saudara, saat Tuhan Yesus diperhadapkan kepada Pontius Pilatus, hal
yang sama pula ditanyakan Pilatus kepada Tuhan Yesus, “Jadi Engkau adalah raja?”
Pertanyaan Pilatus ini, diucapkannya dengan nada keheranan
sekaligus juga penghinaan. Tampaknya Pilatus mendengar dari orang-orang Yahudi
bahwa Yesus menganggap diriNya raja orang Yahudi, merupakan suatu tuduhan yang
terkait erat dengan pemberontakan, karena bagi Pilatus hanya Kaisarlah raja
orang Yahudi.
Namun, yang menarik bagi kita, pertanyaan Pilatus tidak dijawab
langsung oleh Tuhan Yesus. Sebaliknya pertanyaan itu dijawab Tuhan Tesus dengan
sebuah pertanyaan. “Apakah engkau katakan hal
itu dari harimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu
tentang Aku?” (Yoh 18:34)
Saudara, apa sebenarnya yang dipertanyakan Tuhan kita? “Raja seperti apa yang ada di benak Anda?
Seorang raja Romawi atau raja Yahudi? Raja politis atau raja rohani?”
Kenyataannya saudara, Tuhan Yesus tidak menghindari isu tersebut, Ia justru
memaksa Pilatus untuk menjelaskan permasalahan tersebut bagi dirinya sendiri.
Dalam hal ini, sebenarnya bukan Tuhan Yesus yang sedang diadili, melainkan
Pilatus sendiri.
Jika Pilatus mengatakan hal itu dari hatinya sendiri, maka
tujuan Tuhan Yesus, yaitu melayani Pilatus, akan jauh lebih mudah karena
Pilatus lebih siap mendengarkan kebenaran. Sebaliknya jika dia hanya mendengar
itu dari orang lain, maka jelas Pilatus sulit dilayani, karena dia sudah
dibingungkan oleh kebencian para pemimpin agama Yahudi, dan tidak memiliki
kerinduan dalam hatinya sendiri untuk mengerti kebenaran atau mengenal Allah.
Karena itu, dalam kebingungannya Pilatus kemudian menegaskan
kembali pertanyaan pertamanya: “Jadi
Engkau adalah raja?”
Kemudian Yesus menjawab: “Engkau
mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku
datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran,
setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.” (Yohanes
18:37).
Saudara dalam hal ini Tuhan Yesus berusaha menjelaskan tentang
siapa Dia dan seperti apa KerajaanNya. Pilatus mungkin tidak memahami arti dari
kata-kata yang mendalam itu, tetapi bagi kita saat ini, kita dapat menangkap
beberapa hal yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus. Bahwa Ia “lahir”, menunjukkan kemanusiaan-Nya; Ia datang ke
dalam dunia”, menunjukkan ketuhananNya. Kenya-taan bahwa Tuhan Yesus “datang ke dalam dunia” menyiratkan bahwa
Ia sudah ada sebelum kelahiranNya di Betlehem; dan itu adalah kebenaran yang
penting dan di ulang-ulang dalam InjilNya (1:9-10; 3:17, 19;9:39; 10:36;
12:46; 16;28; 17;18).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Yesus mengatakan kepada kita mengapa Ia datang ke dalam dunia.
Dia datang untuk menyaksikan kebenaran, Ia datang untuk menyatakan kepada
manusia kebenaran tentang Allah, kebenaran mengenai manusia sendiri, dan
kebenaran mengenai hidup. KerajaanNya adalah kerajaan kebenaran dan Dia
benar-benar layak dinobatkan sebagai raja seluruh ciptaan Allah. Inilah misi Tuhan
Yesus yang hakiki tentang kebenaran dan mengarahkan orang kepadanya.
Karena itu, Tuhan Yesus bukan hanya memberi tahu Pilatus tentang
asalNya, Ia juga menjelaskan tentang pelayananNya: untuk memberi kesaksian
tentang kebenaran. KerajaanNya adalah kerajaan kebenaran yang rohani; dan Ia
menenangkan orang-orang untuk kerajaanNya bukan dengan paksaan, melainkan
dengan menyadarkan dan meyakinkan mereka. Ia berbicara tentang kebenaran firman
Tuhan, dan semua orang yang adalah umatNya akan menanggapi panggilanNya (8:47
dan 10:27).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Bagi kita kelahiran Tuhan Yesus adalah bukti bahwa kunci kerajaan
Sorga ada di tanganNya. Misi Tuhan Yesus yang utama adalah mencari manusia yang
berdosa, memberinya keselamatam, menunjukan jalan ke sorga, dan membawanya
bersama Dia.
Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah: akankah kita menyambut
natal dengan hati yang biasa-biasa saja, sehingga natal berlalu seperti
hari-hari biasa yang seringkali kita lalui?
Atau, “ketika natal harus
kita rayakan, apa yang perlu kita persiapkan?”
Saudara, malam ini, saya mengajak kita untuk merenungkan kasih
Allah yang besar itu. Jangan biarkan gemerlapnya suasana natal, pada akhirnya
mengaburkan pesan utama Allah pada kita. Jangan biarkan hingar- bingar pesta
natal, pada akhirnya mengalihkan perhatian kita pada tujuan utama Tuhan.
Sebaliknya, kiranya apa yang telah Allah nyatakan sebagai kebenaran yang
sejati kepada kita, senantiasa mengingatkan kita untuk terus meresponinya
dengan benar dalam kehidupan kita. Amin