MENGIMANI DAN MENGAMINI
Markus 11:20-26
Bapak/ Ibu yang kekasih,
Pada Minggu Palem, Tuhan Yesus
mengalami perjalanan yang sangat dramatis; Ketika itu Ia memasuki kota
Yerusalem, Ia mendapatkan sambutan yang luar biasa. Teriakan orang-orang banyak
berkata, “Hosana!,
Hosana!, Diberkatilah Kerajaan yang datang” (11:9), Menjadikan Yesus
menerima kemuliaanNya. Dan setelah itu, dikatakan bahwa Tuhan Yesus pun
bermalam selama tiga hari di sana.
Pada keesokan harinya,
pada waktu Tuhan Yesus ingin makan buah ara, Dia sangat kecewa melihat pohon
ara yang tidak berbuah. Kemudian Dia mengutuk pohon ara itu. Hingga pada hari
berikutnya, menjelang hari Minggu Suci sebelum Paskah, Tuhan Yesus bersama
murid-muridNya pun kembali melewati pohon yang dikutuk kemarin. Rupanya kini mereka
menemukan bahwa pohon ara itu ternyata sudah kering sampai ke akar-akarnya (ay.
20). Saudara, ini adalah mujizat Allah yang terkesan merusak, dan tidak menjadi
teladan. Akan tetapi sebenarnya ada dua alasan yang penting di balik peristiwa
itu.
Yang Pertama, ini hanyalah sebuah perumpamaan yang diajarkan
Tuhan secara langsung. Pohon ara ini melambangkan bangsa Israel yang sudah
dirawat baik oleh pemilik kebun, tetapi mereka tidak dapat berbuah secara rohani,
yang akhirnya ia pun harus hancur secara rohani karena menolak Mesias.
Yang kedua, Tuhan Yesus memberi pelajaran berharga kepada para murid
untuk selalu beriman dalam menghadapi hari-hari di depan mereka. Bapak/ Ibu
yang kekasih, Beriman dan percaya pada Allah, secara khusus dapat dikaitkan dengan
doa-doa kita.
Bapak/ Ibu yang kekasih,
Doa adalah hal yang mutlak
untuk kehidupan kekristenan yang berhasil. Untuk itu jangan pernah kita meragukan
adanya kuasa Allah yang dilepaskan ketika kita berdoa kepadaNya: yaitu Kuasa
untuk mengikat dan melepaskan, untuk melarang dan mengizinkan. Karena itu, menjadi
tanggung jawab terbesar bagi orang percaya untuk berdoa dengan tidak jemu-jemu.
Akan tetapi, kenyataannya ada
doa yang tidak dijawab atau belum terjawab, kadangkala menimbulkan tekanan dari
luar yang menyudutkan si pendoa, Satu misal: mungkin karena imannya yang lemah,
doanya tidak disertai dengan usaha, karena banyaknya dosa yang dilakukan, atau bahkan
mungkin karena dia mendapat hukuman Tuhan, dsb.
Bagi si pendoa itu sendiri
terkadang bisa memunculkan pandangan negative tentang Allah. Misalnya, ia
merasa bahwa Tuhan tidak peduli kepadanya, Tuhan tidak lagi mengasihinya, Tuhan
acuh tak acuh kepadanya, dll. Yang jelas saudara, hal ini tentunya akan semakin
menambah beban secara psikis dan spiritual bagi dirinya. Ujung-ujungnya, relasi
dia dengan Tuhan pun menjadi semakin renggang.
Kalau begitu dimana
salahnya saudara? Bagaimana doa yang benar itu harus dipanjatkan? Bapak/ ibu
yang kekasih, jadi disini kita harus mengerti bagaimana kita bersikap yang
benar tentang doa-doa yang selama ini kita panjatkan.
Akankah kita seperti Petrus
yang kemudian kembali teringat pada apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus seperti
tercantum dalam Markus 11:12-14. Dimana Tuhan Yesus mengajarkan bahwa percaya
kepada Allah, iman yang teguh dan tidak bimbang, memiliki peranan besar dalam
terpenuhinya sebuah permintaan; tidak hanya membuat pohon ara itu menjadi
kering saudara, doa yang beriman itu bisa memindahkan gunung dan
mencampakkannya ke laut.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Iman atau kepercayaan kepada
Allah itu harusnya nyata dalam sikap prilaku kita dalam berdoa. Kepercayaan ini
mengandung makna kepasrahan, bahwa apapun yang terjadi pada diri seseorang menyangkut
doa atau permintaannya adalah jawaban Tuhan. Bahwa orang yang berdoa menyerahkan
sepernuhnya apa yang dimintanya kepada Tuhan. Sebagai konsekuen-sinya, orang
tersebut memahami bahwa Tuhan menjawab doanya, apa saja yang dialaminya; apakah
sesuai dengan keinginannya atau tidak. Karena itu jawaban doa adalah otoritas
Tuhan kita.
Semakin kita berjalan dengan Tuhan, seharusnya pengenalan
kita akan Tuhan semakin bertambah. Demikian pula dengan pengertian kita
mengenai doa dan kehidupan doa kita; sehingga kita bisa bertumbuh dari iman ke
iman, dari kemuliaan kepada kemuliaan, dan melihat kemenangan demi kemenangan yang
terjadi dalam kehidupan kita.
Kalau begitu bagaimana
seharusnya kita berdoa?
1.
Percaya dan meminta kepada Allah Bapa sorgawi di dalam nama Yesus. (Markus
11:22).
Dikatakan, Yesus menjawab
mereka: “Percayalah kepada Allah.”
Nah rupanya bapak/ ibu,
untuk kita dapat berdoa dengan benar, kita dituntut pertama-tama untuk percaya.
Kita beriman kepada Tuhan, sebab Iman kepada Allah adalah kekuatan dalam setiap
tantangan kehidupan. Waktu kita mengalami kebimbangan, kecewa, marah,
kemiskinan, sakit, dan kematian, kesepian, yang terpenting adalah percayalah
pada-Nya!
Dalam hal inilah, Tuhan Yesus
memakai ayat ini untuk menjelaskan bagaimana seharusnya iman mereka, tapi yang
harus diingat adalah, semua itu ada dalam kedaulatan Tuhan. Seperti pohon ara,
gunung-gunungpun mewakili tantangan dalam kehidupan kita. Dengan iman, maka
kita dapat melihat jauh keluar dari apa yang ada dalam pikiran manusia.
Setelah itu, barulah kita aktivasikan
dengan sikap doa. Kita percaya Allah pasti sanggup melakukan segala perkara, kepadaNyalah
kita datang dan meminta permohonan. Tetapi yang terpenting mintalah dalam nama
Tuhan Yesus.
Saudara dalam Yohanes
16:23-24, menjelaskan kepada kita bagaimana kita meminta kepada Tuhan. Tuhan Yesus berkata bahwa apapun yang kita
minta kepada Allah Bapa di dalam nama Tuhan Yesus, akan diberikan-Nya kepada
kita. Kita meminta di dalam nama Yesus karena di dalam nama Yesus ada otoritas,
yaitu hak untuk memakai kuasa.
Untuk itu, bapak/ ibu yang
kekasih,
Berdoa secara efektif
perlu dilandaskan pada iman kepada Allah, bukan kepada obyek doa kita. Pada
saat kita mulai terfokus kepada Allah yang menjadi penyembahan kita, barulah
kita datang meminta permohonan didalam Tuhan Yesus.
2.
Percayalah bahwa kita sudah menerima apa yang kita minta dan doakan (Markus
11:24)
Tuhan Yesus berkata: “Karena
itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa
kamu telah menerimanya, maka hal itu akan terjadi baginya.”
Saat kita meminta kepada
Tuhan, kita percaya bahwa doa kita sudah didengar dan dijawab Tuhan. Mengapa?
Karena kita meminta sesuai dengan firman Tuhan, yang adalah “ya” dan “amin.”
Tuhan pasti selalu menggenapi janji-Nya, ketika Ia berkata kepada anak-anakNya.
Jadi ketika kita meminta berdasarkan firman Tuhan, seharusnya kita percaya
bahwa apapun yang kita minta pasti Tuhan dengar dan siapkan, maka kita akan menerima
apa yang kita percayai.
Rahasianya terletak dari
keteguhan hati kita. Coba kita bayangkan, seumpama Allah adalah orang tua kita
dan kita adalah anak-anaknya. Pada saat kita melihat ada anak kita datang
meminta sesuatu kepada kita. Sianak percaya bahwa kita adalah orang tua yang
bijaksana. Lalu sebagai orang tua kita melihat bahwa permohonannya itu memang
sesuai dengan kebutuhannya dan kita memang bisa mengusaha-kannya. Apakah kita
sebagai orang tua akan menunggu waktu yang lama untuk berbuat sesuatu? Tentu
tidak bukan! Tetapi sianak juga harus tetap yakin bahwa orang tuanya pasti akan
mengusahakannya.
Bapak/ Ibu yang kekasih.
Contoh lain terdapat dalam
cerita Abraham dalam Kejadian 15:1-21. Ketika Tuhan menjanjikan sebuah negeri
dan sebuah keturunan yang akan bermukim di negeri itu. Mula-mula Abraham tidak
percaya. Kemudian ia percaya. Dalam ayat 6 tertulis: “Lalu percayalah Abram
kepada Tuhan …” Apa yang terjadi pada waktu dan setelah Abraham mulai percaya?
Abraham tidak mengajukan syarat. Ia pun tidak menyodorkan usul tandingan. Yang
diperbuatnya adalah menerima baik apa yang dijanjikan Tuhan. Yang diperbuatnya
adalah menyediakan diri dan membiarkan diri dipakai oleh Tuhan sebagai “kendaraan”
Tuhan menjalankan rencana-Nya. Lebih jelas lagi, yang diperbuat Abraham adalah
membiarkan Tuhan bekerja melalui dirinya. Itulah reaksi Abraham ketika ia
percaya kepada Tuhan.
Bersikap menyediakan diri
atau membiarkan Tuhan bekerja dalam dirinya bukan berarti bahwa Abraham hanya
berpangku tangan dan menunggu secara pasif. Justru sebaliknya, Abraham
(demikian juga Yakub) melakukan tindakan-tindakan secara aktif. Dalam Kejadian
12, Abraham berkemas dan bermigrasi. Dalam Kejadian 15, Abraham menyiapkan
hewan kurban persembahan. Dalam Kejadian 22, dicatat: “pagi-pagi bangunlah
Abraham”, “memasang pelana keledainya”, “memanggil dua orang bujangnya beserta
Ishak”, “membelah kayu” lalu “berangkatlah ia” dan “pergi ke tempat yang
dikatakan Allah kepadanya” (ayat 3). Perhatikan deretan enam kata kerja aktif
dalam satu ayat itu.
Itulah yang diperbuat
Abraham ketika ia percaya. Ia bereaksi positif. Ia melakukan tindak lanjut. Ia
bukan mengumbar janji, melainkan ia membiarkan Tuhan melaksanakan janji-Nya. Ia
bukan berkata-kata, melainkan ia membiarkan kata-kata Tuhan tetap utuh dan
terwujud.
Akan tetapi, itu belum
berarti bahwa doa kita telah selesai. Sebuah sikap percaya perlu
ditindak-lanjuti. Jika kita berdoa agar nama Tuhan dikuduskan, kerajaan-Nya
datang dan kehendak-Nya terjadi, maka sikap percaya itu perlu kita tindak
lanjuti.
Jadi, beriman itu bukan
hanya duduk menunduk, melainkan bersikap hidup tunduk pada kehendak Tuhan di
seantero jalan hidup kita. Itulah arti mengimani dan mengamini sesuatu di
hadapan Tuhan, yaitu menyikapi sesuatu dengan teguh dan mewujudkan dengan
tindak lanjut yang nyata.
Dalam hal inilah, Tuhan Yesus
mendorong murid-murid-Nya untuk memiliki iman yang meyakini bahwa Allah juga
mendengarkan mereka. Iman yang bergantung kepada Allah yang Maha kuasa dapat
menggapai segala sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia melalui doa. Dan orang
percaya dapat memperoleh apa yang dimintanya dalam doa asal sesuai dengan
kehendak Tuhan dan yang terpenting bawalah segala permohonan kita dalam nama
Tuhan Yesus.
3.
Datanglah dengan kebersihan hati (Markus 11:25-26).
Jemaat Tuhan yang kekasih,
Untuk sebuah doa kita
menjadi efektif syarat yang terakhir adalah, kita mesti datang dengan
kebersihan hati. Ciri kebersihan hati itu sendiri salah satunya adalah mau
mengampuni kesalahan orang lain. Masih ingatkah kita dengan doa yang sangat
populer yang diajarkan Tuhan kita? Didalam doa itu Tuhan Yesus mengajarkan: “Dan
ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang
bersalah kepada kami.” (Matius 6:12).
Rupanya, sama halnya
dengan konteks kita disini, Yesus memperingatkan para murid-Nya, apabila kita
tidak mempunyai hati yang mau mengampuni, maka itu akan merusak iman dan
menghancurkan kehidupan doa kita. Kurangnya iman bukanlah satu-satunya hambatan
bagi keefektifan doa. Kurangnya pengampunan kepada sesama juga dapat menghambat
kuasa doa. Kadang-kadang hati yang sulit mengampuni bisa lebih keras dari
gunung manapun. Di sini kita belajar bahwa sebuah disiplin iman seperti doa
sama pentingnya dengan hubungan baik terhadap sesama (band. Roma 12:18)
Untuk itu, hati yang penuh
kebencian, kemarahan, kekecewaan, kepahitan, dendam akankah membuat kita dapat
focus dalam berdoa? Tentu tidak bukan? Karena itu doa dalam kondisi hati yang
belum beres, tidak bisa mengekspresikan pujian penyembahan kepada Tuhan dengan
sepenuh hati. Tuhan mengingatkan kita, sebelum kita berdoa, usahakanlah bersihkan
diri dari emosi-emosi tersebut dan ampuni sesama kita agar Tuhan juga
mengampuni kita.
Dengan demikian bapak/ Ibu yang
kekasih,
Tidak ada yang lebih indah
dalam kehidupan kita ketika kita belajar untuk mengerti apa yang Tuhan
kehendaki dalam hidup kita. Tuhan tahu apa yang menjadi pergumulan kita, disisi
lain Tuhan juga tahu apa yang terjadi dihati kita. Untuk itu Ia mau selalu
mengajar dan mendidik kita. Agar pengalaman hidup bersama Tuhan memampukan kita
untuk semakin mengerti kehendak Tuhan. Dan komunikasi kita denganNya pun
menjadi semakin lebih baik. Tuhan Yesus memberkati.
Trimksh buat renungan nya, TUHAN Yesus memberkati.
BalasHapus