Jumat, 07 November 2014

MENGIMANI DAN MENGAMINI

MENGIMANI DAN MENGAMINI
Markus 11:20-26


Bapak/ Ibu yang kekasih,
Pada Minggu Palem, Tuhan Yesus mengalami perjalanan yang sangat dramatis; Ketika itu Ia memasuki kota Yerusalem, Ia mendapatkan sambutan yang luar biasa. Teriakan orang-orang banyak berkata, Hosana!, Hosana!, Diberkatilah Kerajaan yang datang” (11:9), Menjadikan Yesus menerima kemuliaanNya. Dan setelah itu, dikatakan bahwa Tuhan Yesus pun bermalam selama tiga hari di sana.
Pada keesokan harinya, pada waktu Tuhan Yesus ingin makan buah ara, Dia sangat kecewa melihat pohon ara yang tidak berbuah. Kemudian Dia mengutuk pohon ara itu. Hingga pada hari berikutnya, menjelang hari Minggu Suci sebelum Paskah, Tuhan Yesus bersama murid-muridNya pun kembali melewati pohon yang dikutuk kemarin. Rupanya kini mereka menemukan bahwa pohon ara itu ternyata sudah kering sampai ke akar-akarnya (ay. 20). Saudara, ini adalah mujizat Allah yang terkesan merusak, dan tidak menjadi teladan. Akan tetapi sebenarnya ada dua alasan yang penting di balik peristiwa itu.
Yang Pertama, ini hanyalah sebuah perumpamaan yang diajarkan Tuhan secara langsung. Pohon ara ini melambangkan bangsa Israel yang sudah dirawat baik oleh pemilik kebun, tetapi mereka tidak dapat berbuah secara rohani, yang akhirnya ia pun harus hancur secara rohani karena menolak Mesias.
Yang kedua, Tuhan Yesus memberi pelajaran berharga kepada para murid untuk selalu beriman dalam menghadapi hari-hari di depan mereka. Bapak/ Ibu yang kekasih, Beriman dan percaya pada Allah, secara khusus dapat dikaitkan dengan doa-doa kita.

Bapak/ Ibu yang kekasih,
Doa adalah hal yang mutlak untuk kehidupan kekristenan yang berhasil. Untuk itu jangan pernah kita meragukan adanya kuasa Allah yang dilepaskan ketika kita berdoa kepadaNya: yaitu Kuasa untuk mengikat dan melepaskan, untuk melarang dan mengizinkan. Karena itu, menjadi tanggung jawab terbesar bagi orang percaya untuk berdoa dengan tidak jemu-jemu.
Akan tetapi, kenyataannya ada doa yang tidak dijawab atau belum terjawab, kadangkala menimbulkan tekanan dari luar yang menyudutkan si pendoa, Satu misal: mungkin karena imannya yang lemah, doanya tidak disertai dengan usaha, karena banyaknya dosa yang dilakukan, atau bahkan mungkin karena dia mendapat hukuman Tuhan, dsb.
Bagi si pendoa itu sendiri terkadang bisa memunculkan pandangan negative tentang Allah. Misalnya, ia merasa bahwa Tuhan tidak peduli kepadanya, Tuhan tidak lagi mengasihinya, Tuhan acuh tak acuh kepadanya, dll. Yang jelas saudara, hal ini tentunya akan semakin menambah beban secara psikis dan spiritual bagi dirinya. Ujung-ujungnya, relasi dia dengan Tuhan pun menjadi semakin renggang.
Kalau begitu dimana salahnya saudara? Bagaimana doa yang benar itu harus dipanjatkan? Bapak/ ibu yang kekasih, jadi disini kita harus mengerti bagaimana kita bersikap yang benar tentang doa-doa yang selama ini kita panjatkan.
Akankah kita seperti Petrus yang kemudian kembali teringat pada apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus seperti tercantum dalam Markus 11:12-14. Dimana Tuhan Yesus mengajarkan bahwa percaya kepada Allah, iman yang teguh dan tidak bimbang, memiliki peranan besar dalam terpenuhinya sebuah permintaan; tidak hanya membuat pohon ara itu menjadi kering saudara, doa yang beriman itu bisa memindahkan gunung dan mencampakkannya ke laut.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Iman atau kepercayaan kepada Allah itu harusnya nyata dalam sikap prilaku kita dalam berdoa. Kepercayaan ini mengandung makna kepasrahan, bahwa apapun yang terjadi pada diri seseorang menyangkut doa atau permintaannya adalah jawaban Tuhan. Bahwa orang yang berdoa menyerahkan sepernuhnya apa yang dimintanya kepada Tuhan. Sebagai konsekuen-sinya, orang tersebut memahami bahwa Tuhan menjawab doanya, apa saja yang dialaminya; apakah sesuai dengan keinginannya atau tidak. Karena itu jawaban doa adalah otoritas Tuhan kita.
Semakin kita berjalan dengan Tuhan, seharusnya pengenalan kita akan Tuhan semakin bertambah. Demikian pula dengan pengertian kita mengenai doa dan kehidupan doa kita; sehingga kita bisa bertumbuh dari iman ke iman, dari kemuliaan kepada kemuliaan, dan melihat kemenangan demi kemenangan yang terjadi dalam kehidupan kita.
Kalau begitu bagaimana seharusnya kita berdoa?

1. Percaya dan meminta kepada Allah Bapa sorgawi di dalam nama Yesus. (Markus 11:22).
Dikatakan, Yesus menjawab mereka: “Percayalah kepada Allah.”
Nah rupanya bapak/ ibu, untuk kita dapat berdoa dengan benar, kita dituntut pertama-tama untuk percaya. Kita beriman kepada Tuhan, sebab Iman kepada Allah adalah kekuatan dalam setiap tantangan kehidupan. Waktu kita mengalami kebimbangan, kecewa, marah, kemiskinan, sakit, dan kematian, kesepian, yang terpenting adalah percayalah pada-Nya!
Dalam hal inilah, Tuhan Yesus memakai ayat ini untuk menjelaskan bagaimana seharusnya iman mereka, tapi yang harus diingat adalah, semua itu ada dalam kedaulatan Tuhan. Seperti pohon ara, gunung-gunungpun mewakili tantangan dalam kehidupan kita. Dengan iman, maka kita dapat melihat jauh keluar dari apa yang ada dalam pikiran manusia.
Setelah itu, barulah kita aktivasikan dengan sikap doa. Kita percaya Allah pasti sanggup melakukan segala perkara, kepadaNyalah kita datang dan meminta permohonan. Tetapi yang terpenting mintalah dalam nama Tuhan Yesus.
Saudara dalam Yohanes 16:23-24, menjelaskan kepada kita bagaimana kita meminta kepada Tuhan. Tuhan Yesus berkata bahwa apapun yang kita minta kepada Allah Bapa di dalam nama Tuhan Yesus, akan diberikan-Nya kepada kita. Kita meminta di dalam nama Yesus karena di dalam nama Yesus ada otoritas, yaitu hak untuk memakai kuasa.
Untuk itu, bapak/ ibu yang kekasih,
Berdoa secara efektif perlu dilandaskan pada iman kepada Allah, bukan kepada obyek doa kita. Pada saat kita mulai terfokus kepada Allah yang menjadi penyembahan kita, barulah kita datang meminta permohonan didalam Tuhan Yesus.

2. Percayalah bahwa kita sudah menerima apa yang kita minta dan doakan (Markus 11:24)
Tuhan Yesus berkata: “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan terjadi baginya.”
Saat kita meminta kepada Tuhan, kita percaya bahwa doa kita sudah didengar dan dijawab Tuhan. Mengapa? Karena kita meminta sesuai dengan firman Tuhan, yang adalah “ya” dan “amin.” Tuhan pasti selalu menggenapi janji-Nya, ketika Ia berkata kepada anak-anakNya. Jadi ketika kita meminta berdasarkan firman Tuhan, seharusnya kita percaya bahwa apapun yang kita minta pasti Tuhan dengar dan siapkan, maka kita akan menerima apa yang kita percayai.
Rahasianya terletak dari keteguhan hati kita. Coba kita bayangkan, seumpama Allah adalah orang tua kita dan kita adalah anak-anaknya. Pada saat kita melihat ada anak kita datang meminta sesuatu kepada kita. Sianak percaya bahwa kita adalah orang tua yang bijaksana. Lalu sebagai orang tua kita melihat bahwa permohonannya itu memang sesuai dengan kebutuhannya dan kita memang bisa mengusaha-kannya. Apakah kita sebagai orang tua akan menunggu waktu yang lama untuk berbuat sesuatu? Tentu tidak bukan! Tetapi sianak juga harus tetap yakin bahwa orang tuanya pasti akan mengusahakannya.
Bapak/ Ibu yang kekasih.
Contoh lain terdapat dalam cerita Abraham dalam Kejadian 15:1-21. Ketika Tuhan menjanjikan sebuah negeri dan sebuah keturunan yang akan bermukim di negeri itu. Mula-mula Abraham tidak percaya. Kemudian ia percaya. Dalam ayat 6 tertulis: “Lalu percayalah Abram kepada Tuhan …” Apa yang terjadi pada waktu dan setelah Abraham mulai percaya? Abraham tidak mengajukan syarat. Ia pun tidak menyodorkan usul tandingan. Yang diperbuatnya adalah menerima baik apa yang dijanjikan Tuhan. Yang diperbuatnya adalah menyediakan diri dan membiarkan diri dipakai oleh Tuhan sebagai “kendaraan” Tuhan menjalankan rencana-Nya. Lebih jelas lagi, yang diperbuat Abraham adalah membiarkan Tuhan bekerja melalui dirinya. Itulah reaksi Abraham ketika ia percaya kepada Tuhan.
Bersikap menyediakan diri atau membiarkan Tuhan bekerja dalam dirinya bukan berarti bahwa Abraham hanya berpangku tangan dan menunggu secara pasif. Justru sebaliknya, Abraham (demikian juga Yakub) melakukan tindakan-tindakan secara aktif. Dalam Kejadian 12, Abraham berkemas dan bermigrasi. Dalam Kejadian 15, Abraham menyiapkan hewan kurban persembahan. Dalam Kejadian 22, dicatat: “pagi-pagi bangunlah Abraham”, “memasang pelana keledainya”, “memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak”, “membelah kayu” lalu “berangkatlah ia” dan “pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya” (ayat 3). Perhatikan deretan enam kata kerja aktif dalam satu ayat itu.
Itulah yang diperbuat Abraham ketika ia percaya. Ia bereaksi positif. Ia melakukan tindak lanjut. Ia bukan mengumbar janji, melainkan ia membiarkan Tuhan melaksanakan janji-Nya. Ia bukan berkata-kata, melainkan ia membiarkan kata-kata Tuhan tetap utuh dan terwujud.
Akan tetapi, itu belum berarti bahwa doa kita telah selesai. Sebuah sikap percaya perlu ditindak-lanjuti. Jika kita berdoa agar nama Tuhan dikuduskan, kerajaan-Nya datang dan kehendak-Nya terjadi, maka sikap percaya itu perlu kita tindak lanjuti.
Jadi, beriman itu bukan hanya duduk menunduk, melainkan bersikap hidup tunduk pada kehendak Tuhan di seantero jalan hidup kita. Itulah arti mengimani dan mengamini sesuatu di hadapan Tuhan, yaitu menyikapi sesuatu dengan teguh dan mewujudkan dengan tindak lanjut yang nyata.
Dalam hal inilah, Tuhan Yesus mendorong murid-murid-Nya untuk memiliki iman yang meyakini bahwa Allah juga mendengarkan mereka. Iman yang bergantung kepada Allah yang Maha kuasa dapat menggapai segala sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia melalui doa. Dan orang percaya dapat memperoleh apa yang dimintanya dalam doa asal sesuai dengan kehendak Tuhan dan yang terpenting bawalah segala permohonan kita dalam nama Tuhan Yesus.

3. Datanglah dengan kebersihan hati (Markus 11:25-26).
Jemaat Tuhan yang kekasih,
Untuk sebuah doa kita menjadi efektif syarat yang terakhir adalah, kita mesti datang dengan kebersihan hati. Ciri kebersihan hati itu sendiri salah satunya adalah mau mengampuni kesalahan orang lain. Masih ingatkah kita dengan doa yang sangat populer yang diajarkan Tuhan kita? Didalam doa itu Tuhan Yesus mengajarkan: “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” (Matius 6:12).
Rupanya, sama halnya dengan konteks kita disini, Yesus memperingatkan para murid-Nya, apabila kita tidak mempunyai hati yang mau mengampuni, maka itu akan merusak iman dan menghancurkan kehidupan doa kita. Kurangnya iman bukanlah satu-satunya hambatan bagi keefektifan doa. Kurangnya pengampunan kepada sesama juga dapat menghambat kuasa doa. Kadang-kadang hati yang sulit mengampuni bisa lebih keras dari gunung manapun. Di sini kita belajar bahwa sebuah disiplin iman seperti doa sama pentingnya dengan hubungan baik terhadap sesama (band. Roma 12:18)
Untuk itu, hati yang penuh kebencian, kemarahan, kekecewaan, kepahitan, dendam akankah membuat kita dapat focus dalam berdoa? Tentu tidak bukan? Karena itu doa dalam kondisi hati yang belum beres, tidak bisa mengekspresikan pujian penyembahan kepada Tuhan dengan sepenuh hati. Tuhan mengingatkan kita, sebelum kita berdoa, usahakanlah bersihkan diri dari emosi-emosi tersebut dan ampuni sesama kita agar Tuhan juga mengampuni kita.

Dengan demikian bapak/ Ibu yang kekasih,
Tidak ada yang lebih indah dalam kehidupan kita ketika kita belajar untuk mengerti apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita. Tuhan tahu apa yang menjadi pergumulan kita, disisi lain Tuhan juga tahu apa yang terjadi dihati kita. Untuk itu Ia mau selalu mengajar dan mendidik kita. Agar pengalaman hidup bersama Tuhan memampukan kita untuk semakin mengerti kehendak Tuhan. Dan komunikasi kita denganNya pun menjadi semakin lebih baik. Tuhan Yesus memberkati.

1 komentar: