TUBUHMU ADALAH MILIK KRISTUS
1 Korintus 6:12-20
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perikop
yang kita bahas ini menarik sekali, karena dimulai dengan satu ayat yang dapat
dijadikan dasar etika Kristen. Kalau kita melihat kota Korintus, tata
masyarakat kota Korintus sangat terkenal mengikuti filasafat Yunani yang
mengakui bahwa tubuh manusia seringkali dinilai rendah. Mereka mengenal satu ungkapan
yang mengatakan: “Tubuh
manusia adalah penjara jiwa. Karena jiwa itu baik, sedangkan tubuh itu jahat.
Karena tubuh itu jahat, maka kita harus berusaha melepaskan jiwa dari tubuh
kita ini.” Satu tokoh yang bernama Epictetus, seorang filsuf dari
Stoa, yang lahir di masa perbudakan di Hierapolis berkata: “Hal yang terpenting adalah jiwa manusia;
tubuh hanya materi yang tidak penting.” Saudara, pandangan filsafat
Yunani di atas banyak mempengaruhi kehidupan jemaat Korintus, sehingga
mendorong mereka melakukan berbagai penyimpangan seksual, salah satunya adalah
kasus incest/ persetubuhan yang terjadi dalam keluarga (1 Korintus 5:1-5).
Terlebih
lagi, masyarakat Korintus, terbiasa pergi mengadakan ritual di kuil-kuil
berhala Yunani yang menyediakan pelacur bakti. Akibatnya jemaat Korintus pun
larut dalam budaya ini dan menyalahkan kebebasan itu menjadi sesuatu yang liar.
Mereka pikir hidup bebas di dalam Kristus berarti bebas sebagaimana yang mereka
kehendaki sehingga menjadi kebebasan yang sangat mengerikan.
Melihat
kondisi yang demikian, Paulus dengan tegas menolak cara berpikir mereka. Ia
mengatakan: “Segala
sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal
bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun” (1
Korintus 6:12). Pada bagian ini, Paulus berusaha mengkritik
pandangan mereka yang menyangka, bahwa mereka berhak melakukan apa saja yang
mereka inginkan. Kita tahu bahwa manusia diciptakan secara indah untuk hidup
dan perkembangannya di bumi ini. Namun demikian, ada batasan-batasan tertentu
yang diberikan Allah untuk menjamin suatu keberadaan yang lebih lama, yang bahagia,
dan berbuah. Akan tetapi sejak kejatuhan manusia dalam dosa (Kejadian 3),
manusia cenderung mengambil keputusan pribadi berdasarkan kepuasan dirinya.
Menyadari
akan hal ini, Paulus berkata dengan sangat keras: “Jangan sesat! Orang cabul, penyembah
berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk,
pemfitnah, dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan
beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi
dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan
Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita” (1 Korintus 6:9-11).
Saudara,
perhatikan pemakaian kata “telah” pada kata-kata kerja dalam 1 Korintus 6:11,
semuanya menunjukan bahwa “penyucian, pengudusan dan pembenaran” itu
sudah lengkap dikerjakan oleh Allah di dalam Kristus. Jadi, karena semuanya
telah dilakukan Allah bagi mereka, maka mereka memiliki kewajiban kepada Allah
untuk memakai tubuh mereka bagi pelayanan dan bagi kemuliaan Allah.
Jemaatku
yang kekasih,
Kita
memang adalah orang-orang yang telah dibebaskan, tetapi ada prinsip berikut
yang disampaikan Paulus kepada kita, yaitu bahwa tidak semuanya berguna. Sebab
kegemaran pada suatu kebiasaan yang sampai menguasai diri seseorang bukan lagi
merupakan sebuah kebebasan, melainkan perbudakan. Ini yang tidak patut terjadi
dalam kehidupan Kristen.
Paulus
menyatakan bahwa segala sesuatu adalah boleh baginya. Di satu sisi ini benar.
Kita bebas melakukan segala sesuatu, sebab setiap orang Kristen adalah
orang-orang yang telah dibebaskan Kristus. Orang Kristen adalah orang-orang yang
tidak lagi hidup dalam perhambaan. Namun, perhatikan kalimat selanjutnya, “tetapi bukan
semuanya berguna.” Hal ini menyatakan bahwa di dalam kebebasan yang
telah diberikan Allah kepada kita, ada batasan-batasan yang patut kita mengerti
dengan bijaksana. Jangan karena orang Kristen adalah orang percaya yang telah merdeka
di dalam kristus, maka kita dapat hidup semaunya. Tidak saudara! Allah
memberikan batasan-batasan bagi kita dalam kasih kepada Tuhan dan gereja-Nya.
Spiritual
Kristen seharusnya tidak diwarnai dengan semangat mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh. Esensi iman Kristen bukan sekumpulan larangan. Etika Kristen bukan
hanya untuk boleh atau tidak, namun ada pertanyaan yang lebih penting, yaitu
apakah segala sesuatu itu berguna atau tidak? Berguna untuk apa atau berguna
bagi siapa? Yang pasti, apakah itu berguna untuk membangun saya, membangun
orang lain, dan akhirnya membangun jemaat? Dan terlebih penting adalah apakah
itu berguna untuk kemuliaan Tuhan! Jika semua itu jawabannya adalah “ya”
maka kita dapat melakukannya dengan hati nurani yang bersih dan melalui iman,
melakukan semua ini untuk Tuhan. Tetapi jika apa yang kita kerjakan itu tidak
berguna, maka mau tidak mau, kita harus berhenti melakukannya. Dalam hal ini, dosa
tidak hanya dalam prinsip boleh atau tidak boleh, tetapi juga dimengerti dalam
hal berguna dan membangun atau tidak.
Sebab
pada dasarnya apa yang tidak berguna justru berpotensi untuk membuat kita
kecanduan dan ketagihan. Kesenangan yang pada dasarnya tidak salah, tetapi
dapat menjadi salah bahkan berdosa, ketika hal itu mulai menguasai dan mengikat
kita.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Ketika
saya berhadapan dengan seorang perokok, saya selalunya mengingatkan untuk tidak
lagi menjadi perokok. Namun saudara, saudara pastinya bisa menebak jawaban apa
yang biasanya mereka sampaikan, khususnya orang Kristen yang merokok: “Alkitab tidak
pernah melarang kita untuk merokok, kalau ya coba kamu tunjukkan ayat mana yang
mengatakan seseorang tidak boleh merokok?” Mendengar pertanyaan dia,
saya jadi berpikir, orang ini sepertinya tidak mengerti esensi dari kekristenan
itu sendiri. Mereka tidak sadar bahwa pola berpikir mereka masih dipengaruhi
oleh filsafat Yunani yang menghalalkan segala hal tanpa dasar yang jelas.
Inilah realitas saudara. Dan realitas selalunya menunjukkan, orang-orang yang
tidak mengerti konsep dirinya, lalu bersembunyi dibalik ayat-ayat untuk
membenarkan sikapnya.
Kalau
kita mau kaitkan hal ini dengan bagian firman Tuhan yang kita renungkan, maka
jawabannya sangat mudah! Apakah rokok itu menyehatkan? Apakah di dalam rokok
terkandung multivitamin yang mampu menjaga kesehatan tubuhnya, kesehatan
orang-orang di sekitarnya? Tidak bukan! Yang ada justru 12 zat racun di dalam
setiap batang rokok. Tetapi mengapa kebiasaan merokok begitu sulit
ditinggalkan?
Karena
para pecandu rokok telah terikat, rokok telah memperbudak dirinya sehingga orang
yang kecanduan rokok, sangat sulit membebaskan diri. Padahal ini hanya menyangkut
soal gaya hidup. Perlu kita tahu saudara, kegemaran pada suatu kebiasaan yang
sampai menguasai diri seseorang bukan lagi merupakan kebebasan, melainkan
perbudakan. Para perokok sebenarnya sedang diperbudak oleh rokok yang akan
membawanya kepada kerusakan tubuh.
Suatu
hari, seorang karyawan bertanya kepada pemilik perusahaan rokok:
Karyawan : maaf bos, mau
tanya…
Boss : Silahkan!
Karyawan : Bos, kan punya
pabrik rokok. Tapi kenapa bos, saya lihat ngga pernah merokok? Anak-anak bos
tidak ada yang merokok, bahkan saya lihat keluarga besar bos juga tidak ada
yang merokok, kenapa bos?
Boss : Hmmhmmm
(bosnya tertawa sinis) pake mata kamu, Nih baca!
Karyawan : Merokok dapat
menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin.
Boss : Ngerti?
Mau apa kami jadi orang kaya kalau kami penyakitan? Ya kankerlah, ya
jantunglah, ya impoten, pikir dong oleh saudara!
Karyawan : Bener juga ya
boss, tapi kenapa boss masih bikin rokok?
Boss : Heh,
rokok itu dibuat untuk orang-orang yang ngga bisa baca! ngerti? Jadi kalau ada
orang yang masih merokok walaupun ia tahu banyak negatifnya, berarti dia tidak
bisa membaca….
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Mari
kita perhatikan apa yang diajarkan firman Tuhan bagi kita? Pertama, Paulus ingin
memberikan satu pengajaran bahwa tubuh itu berharga di mata Tuhan. Paulus
menuliskan: “Makanan
adalah untuk perut dan perut untuk makanan; tetapi kedua-duanya akan
dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk
Tuhan dan Tuhan untuk tubuh (1 Korintus 6:13). Satu silogisme yang
salah jika menyamakan makanan, perut dan tubuh. Sekalipun ketiganya saling
memerlukan, tetapi tubuh tidak sama dengan makanan atau perut, sebab ketiganya
yang akan binasa. Dalam ayat 19 Paulus menuliskan, “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah
bait Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milikmu
sendiri?” (1 Korintus 6:19).
Dalam
bagian ini, tubuh dikatakan adalah tempat tinggal pribadi Roh Kudus. Tubuh
setiap orang percaya adalah merupakan bait Roh Kudus (band. 1 Korintus 3:16). Dalam
Bahasa Yunani, ada dua kata yang dipakai untuk menyatakan kata bait, yaitu “heiron”
dan “naos”.
Heiron
menunjuk kepada keseluruhan bangunan bait Allah, sedangkan naos menunjuk kepada ruang
Mahakudus dimana Allah hadir dan bertahta di situ.
Ketika
Paulus mengatakan tubuh kita adalah bait Roh Kudus, maka kata bait yang dipakai
adalah “naos”.
Ini berarti bahwa tubuh kita adalah ruang Mahakudus yang di diami oleh Roh
Kudus. Kehadiran Roh Kudus dalam tubuh kita menjadi tanda bahwa kita adalah
milik Allah. Kita satu Roh dengan Tuhan dan harus mempersembahkan tubuh kita
kepada-Nya sebagai korban yang hidup (Roma 12:1-2). Karena tubuh kita adalah
milik Allah, maka bagaimana mungkin kita akan menyerahkan tubuh kita untuk
pencemaran atau memakai tubuh kita bagi tingkah laku yang melanggar kesusilaan?
Bahkan kalau suatu hari tubuh kita akan berhenti berfungsi dan kembali kepada
tanah, ingatlah apa yang dikatakan oleh Firman dalam ayat 14, bahwa “Allah, yang
membangkitkan Tuhan (Yesus), akan membangkitkan kita juga oleh kuasa-Nya. (Band.
1 Tesalonika 4:13-18). Dengan demikian betapa berartinya tubuh kita
ini.
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Berbicara
soal makanan, ternyata makanan bukan hanya soal mengisi “kampung tengah,” seperti yang
biasa disebut oleh salah satu suku di Indonesia. Tetapi makanan juga menyangkut
seni – baik dari cara memasaknya, cara menghidangkannya sampai ke gaya
menikmatinya. Tetapi makanan juga bisa masuk kepada gengsi – makanya ada banyak
restoran dengan cita rasa tinggi. Semakin maju suatu peradaban, semakin
berkembang juga budaya kuliner ini. Kota Koritus tentunya tidak kurang pilihan
menyediakan berbagai makanan yang mampu menarik lirikan mata, mengaktifkan
kelenjar liur, siap membuat lidah bergoyang dan perut kita berdendang. Yang pasti,
rangsangan terhadap makanan juga turut menjadi masalah iman, berkaitan dengan
masalah halal atau tidak halal. Sebab, bagaimana kita menempatkan arti makanan
dan bagaimana kita membelanjakan uang untuk makanan, adalah ungkapan dari apa
yang kita pandang penting dalam hidup ini.
Sejarah
pernah mengisahkan beberapa orang yang mati gara-gara makanan, seperti
dikisahkan Citra Dewi dalam liputan.com: Pertama, Denis
Diderot, ia seorang filsuf Prancis yang hidup di abad ke-18, Denis
Diderot dikenal dengan gemar makan dan kadang-kadang terlalu berlebihan. Pada
suatu hari di tahun 1784 ketika ia sedang makan dengan isterinya, Diderot
mengambil sebuah apricot sebagai makanan penutup. Isterinya yang khawatir akan
kesehatan Diderot, menegurnya. Namun Denis malah berkata: “Setan mana menurutmu yang akan
melakukannya untukku?” Tidak lama setelah menyantap makanan itu,
Diderot pun meninggal dunia.
Yang kedua adalah Adolf
Frederick, ia adalah seorang Raja dari Swedia. Ia dikenal
sebagai sosok yang gemar makan. Ia meninggal setelah mengkonsumsi makanan dalam
jumlah besar pada tahun 1771, ketika merayakan Mardi Gras. Raja Frederick yang
kala itu berusia 60 tahun, memang menyingkirkan hidangan seperti lobster,
kaviar, sauerkraut, kippers, dan champagne. Namun ia memutuskan untuk
mengkonsumsi hidangan penutup tradisional Swedia, sejenis roti isi krim bernama
Semla yang disajikan dalam mangkuk susu sebanyak 14 potong. Tak heran, ia
mengalami masalah pencernaan serius dan kemungkinan keracunan makanan yang
akhirnya merengut nyawanya.
Sekarang
mari kita lihat jawaban Firman Tuhan akan hal ini, dikatakan: “Makanan adalah
untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah”
(1 Korintus 6:13). Maksudnya adalah perut dan makanan merupakan
hal-hal yang akan berlalu; akan tiba saatnya keduanya akan lenyap. Tetapi
tubuh, kepribadian manusia secara keseluruhannya tidak akan binasa; ia
diciptakan untuk bersatu dengan Kristus di dunia ini dan masih tetap bersatu
erat sampai selamanya.
Jadi
bagaimakah agar kita tercegah dari dosa soal makanan, ada dua prinsip yang
harus kita pegang: Pertama, Jangan pernah mau diperhamba oleh
makanan. Makanlah makanan secukupnya. Kita harus mampu membatasi diri ketika
kita mengkonsumsi makanan. Ingat makanan adalah untuk menunjang hidup, bukan
hidup untuk makan! Jadi ketika kita menyadari bahwa kita perlu membatasi diri
terhadap makanan yang kita makan, ya jangan dilanggar. Kedua, buatlah prioritas yang
benar dalam memilih makanan. Tuhan memberikan kita akal dan pikiran, pastinya
di dalamnya Ia ingin kita berhikmat dalam mengelola keuangan khususnya untuk
kebutuhan makan.
Bapak/
ibu yang kekasih,
Kita
harus belajar menghargai tubuh kita sebagaimana Tuhan menghargai tubuh kita,
bahkan Ia sendiri berkenan tinggal di dalamnya. Sebab demikianlah firman Tuhan
berkata: “Tidak
tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota
tubuh Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!” (1
Korintus 6:15) Ayat ini mau menegaskan kepada kita saudara, bahwa
setiap orang percaya memiliki keterikatan dengan Kristus. Ia menjadi milik
Kristus. Anggota tubuh Kristus. Jika demikian, akankah kita serahkan apa yang
menjadi milik Kristus kepada hal-hal yang najis dan kotor? Pasti tidak bukan!
Yang berikutnya Paulus mengingatkan akan
bahaya sebuah percabulan. Perhatikan ayat 13 bagian b, “…tetapi tubuh
bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh.” (1
Korintus 6:13). Saudara, di dunia yang serba canggih seperti saat
ini, sepertinya tidak ada ruang bagi percabulan dapat disembunyikan. Godaan ini
bukan hanya melibatkan orang dewasa, anak-anak muda, anak-anak kecil pun sangat
rentan dengan dosa yang satu ini. Saya pernah membaca satu artikel yang
diterbitkan oleh keepo.me
artikel ini diberi judul yang sangat menarik, “Kalau saja prostitusi dilegalkan di
Indonesia, Mungkin 7 hal buruk inilah yang akan kita rasakan. Jangan sampai
terjadi deh”. Artikel yang diposting tanggal 21 Januari 2017 oleh
Yogi Prandita, ini memberikan 7 pandangan seandainya prostitusi dilegalkan di
Indonesia. 1. Pandangan tentang hubungan seks akan mengalami pergeseran, 2.
Jumlah PSK pasti semakin banyak, 3. Puluhan tempat prostitusi baru akan bermunculan,
4. Menjadi ladang korupsi baru, 5. Hilangnya harga diri wanita, 6. Penyebaran
penyakit makin tinggi, 7. Perdagangan manusia yang tidak terkendali. Di akhir
artikelnya ia menyebutkan: “Hal-hal yang disebutin di atas mungkin aja terjadi kalau
bener-bener prostitusi itu dilegalkan. Bahkan bangsa kita ini akan cepat hancur
terutama pada moralitasnya guys.”
Saudara,
memang kita mempunyai keinginan-keinginan tertentu yang normal, yang diberikan
oleh Allah pada waktu penciptaan. Tetapi bukan berarti bahwa kita harus
menyerahkan diri kepada seks dan selalu memuaskannya. Seks di luar pernikahan selalunya
akan merusak, sedangkan seks di dalam pernikahan dapat sangat indah dan
membangun. Bagi sebagian orang, seks di luar pernikahan mungkin saja menimbulkan
kegembiraan dan kenikmatan, tetapi pengalaman itu tidak akan memperkaya
hubungan mereka. Seks di luar pernikahan bagaikan seseorang yang merampok bank;
ia memperoleh sesuatu, tetapi bukan kepunyaannya dan pada suatu hari ia harus
membayarnya. Sedangkan seks di dalam pernikahan bagaikan seseorang yang
menyimpan di bank: ada rasa aman, lega, dan ia akan beruntung.
Orang
Kristen seharusnya dapat menguasai diri bukan dikuasai oleh sesuatu yang pada
akhirnya mengikat kita. Kita harus dapat menghargai diri kita sendiri. Dan
jangan membiarkan diri kita diikat oleh apa pun termasuk keinginan kita
sendiri.
Dalam
hidup kita di dunia ini, banyak prinsip yang ditawarkan justru bertolak
belakang dengan firman Tuhan. Dunia mengajarkan hidup sebagai tuan yang sejati,
dalam pengertian sanggup melakukan apa saja yang manusia inginkan. Menghalalkan
segala cara. Mereka bekerja untuk mencari kepuasan diri, sehingga mereka
berusaha semampu mereka. Banting tulang supaya tercapai tingkat kepuasan.
Dalam
hidup rumah tangga pun prinsip ini mereka pakai, mereka menjalani pernikahan
demi kepuasan diri. Makanya tidak heran saudara, jika mereka kawin cerai, kawin
lagi, sebentar cerai lagi dengan alasan karena sudah tidak ada kecocokan.
Pernikahan hanya diukur sebatas cocok atau tidak cocok, yang menunjukkan betapa
rendahnya nilai sebuah pernikahan yang seperti ini.
Pertanyaanya
adalah, pernahkah daging ini merasa puas? Pernahkah manusia merasa puas dengan
apa yang menjadi pencapaiannya? Yang terjadi adalah, ketika keegoisan manusia
menguasai hidupnya, maka manusia tidak akan pernah mengalami kepuasan. Ia akan
mencari yang lebih lagi, kalua tidak bisa hari ini di dapat, mungkin besok,
kalau tidak bisa besok mungkin lusa. Sehingga orang yang terjebak akan hal ini
akan berpikir, kalau hari ini saya tidak bisa mendapatkannya, siapa yang akan
saya mangsa besok. Ini adalah pikiran yang jahat saudara!
Hal
ini bertentangan dengan prinsip firman Tuhan yang mengatakan bahwa justru hidup
kita harusnya tidak berada di bawah perhambaan diri sendiri. Alkitab mengajarkan
seharusnya hidup kita hanya dikuasai oleh Tuhan, bukan dikuasai oleh hawa
nafsu, oleh pemikiran dunia, oleh tuntutan masyarakat, oleh penilaian orang
lain, tetapi oleh Tuhan.
Untuk
menegaskan statmentnya, Paulus kembali mengutip bagian Firman Tuhan yang
terambil dalam Kejadian
2:24, “Atau
tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul,
menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ‘keduanya akan
menjadi satu daging’” (1 Korintus 6:16). Maksudnya saudara, orang
yang menjerumuskan dirinya kepada perempuan pelacur, ia bukan hanya telah
merampas apa yang menjadi milik Tuhan, tetapi sesungguhnya ia telah mengikatkan
dirinya dengan sebuah ikatan baru di luar Tuhan.
Apakah
Tuhan menciptakan seks untuk mengacaukan rumah tangga manusia? Atau untuk
menghancurkan dunia? Jawabannya adalah “tidak.” Kejadian 1 dan 2 justru mencatat
bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sungguh amat baik. Allah
sendiri mengatakan “tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”
(Kejadian 2:18). Dan di dalam kejadian 2:24 merupakan pernikahan
manusia pertama yang sangat terhormat yang pernah terjadi. Mengapa saudara?
Sebab Allah sendirilah yang langsung menanganinya sejak awal. Inilah pernikahan
yang diciptakan dalam keadaan tanpa dosa.
Lagi
pula laki-laki dan perempuan memiliki keinginan yang datang dari dirinya
sendiri, khususnya keinginan seks. Setiap orang bergumul dengan keinginan ini.
Kalau keinginan ini tidak ditaklukan, ia akan melahirkan dosa; dan apabila dosa
itu sudah matang, ia akan melahirkan maut yang pada akhirnya merusak relasi
kita dengan Allah (Band. Yakobus 1:14-15).
Bapak/
ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perbuatan
tersebut membawa dampak terhadap kehidupan pernikahannya, karena ketika ia
bersatu dengan orang yang ia berbuat cabul, berarti ia membatalkan ikatan
pernikahan yang sah yang ia ikrarkan di hadapan Tuhan. Maka dalam Matius 19:9:
Tuhan Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu: ‘barangsiapa menceraikan
isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat
zinah” Ungkapan “kecuali karena zinah” menjelaskan, tidak ada
satu hal pun yang dapat membatalkan pernikahan Kristen yang sudah dipersatukan
oleh Tuhan, kecuali karena zinah. Itulah sebabnya kita harus menjauhkan diri
dari percabulan dan perselingkuhan.
Jadi
bagaimanakah kita dapat menaklukan seks? Ingatlah bahwa seks adalah anugerah
Tuhan, itu pemberian Allah. Seks diciptakan Allah bukan untuk kepuasan pribadi,
sebab tubuh kita sudah ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus dengan darah-Nya (1 Korintus
6:20). Lagipula, keindahan seks tidak bisa di dapat dengan cara merebutnya dari
seseorang. Sebaliknya keindahan seks dialami seseorang ketika ia memberikan
dirinya untuk pasangan hidupnya. Dengan demikian, suami isteri dapat
mengucapkan terima kasih kepada Tuhan saat menikmati seks. Hal ini tidak dapat
dilakukan oleh seseorang di luar pernikahan. Seks di dalam pernikahan dapat
membangun suatu hubungan yang akan membawa sukacita di masa yang akan datang.
Tetapi seks di luar pernikahan pada dasarnya hanya akan melemahkan hubungan di
masa yang akan datang, yang akan membawanya pada tingkat bersalah sepanjang
umurnya, jika tidak segera ditangani.
Sidang
jemaat yang kekasih,
Kristus
mati bukan untuk menyelamatkan sebagian kecil dari seorang manusia, melainkan
untuk menyelamatkan manusia secara utuh, tubuh dan jiwa. Kristus menyerahkan
hidupnya untuk memberikan kepada manusia, jiwa yang sudah ditebus dan tubuh
yang bersih. Oleh karena itu tubuh seorang manusia bukanlah milik manusia itu
sendiri untuk melakukan apa saja yang ia inginkan; tubuh itu milik Kristus dan
ia harus menggunakannya, bukan untuk kepuasan nafsu-nafsunnya sendiri,
melainkan untuk kemuliaan Kristus.
Masalah
makanan dan seksual selalunya menjadi dua hal yang paling mendominasi urusan
fisik tubuh kita. Dan Paulus telah menyajikan suatu kontras filsafat kenikmatan
dengan prinsip-printip kekristenan. Inilah etika Kristen, dan pastinya etika
Kristen tidak akan bertolak belakang dengan pengajaran Alkitab.
Jadi
apakah kenikmatan itu salah? Jawabannya adalah tidak! Orang Kristen bukanlah
orang-orang yang menyiksa diri dan menjauhkan diri dari kenikmatan apa pun.
Sebab orang-orang Kristen memiliki pandangan yang paling tepat terhadap
kenikmatan karena tidak diikat oleh kenikmatan itu sendiri. Pada waktu kita
terikat, sesungguhnya kita telah kehilangan kenikmatan itu. Hidup kita boleh
dan bahkan harus memiliki kenikmatan sehingga dapat memuliakan Tuhan dengan
menikmati Dia. Orang yang menikmati Tuhan adalah orang yang dapat memuliakan
Tuhan dengan benar. Bagaimanakah seorang dapat memuliakan Tuhan jika ia tidak
pernah merasakan berkat dan kasih Tuhan atas dirinya? Yang memuliakan Tuhan
akan mengalami kenikmatan dan yang mengalami kenikmatan akan terus terdorong
untuk memuliakan Tuhan.
Yang terakhir, kita harus ingat bahwa Tubuh
kita sudah dibayar lunas oleh Kristus. Dalam 1 Korintus 6:20, Paulus
berkata: “Sebab
kamu telah dibeli dan harganya telah lunas di bayar.” Dalam hal ini
kita perlu memperhatikan, bahwa ketika seseorang menerima Kristus, ia melepaskan
hal pribadi atas tubuhnya dan mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan
vitalitas bersama dari bait Allah secara keseluruhan, yaitu Allah. Sebab Allah
Bapa menciptakan tubuh kita; Allah Anak menebusnya dan menjadikannya bagian
dari tubuh-Nya. Yesus Kristus telah membeli kita dengan harga yang mahal (ayat
20). Pertanyaan saya, kira-kira Yesus membayar lunas terhadap siapa? Terhadap
Iblis? Tidak! Yesus tidak pernah berhutang kepada Iblis. Yesus membayar lunas
terhadap Bapa yang telah mengutusnya. Jadi saudara, Yesus telah membayar lunas
hutang dosa kita dengan menyerahkan nyawa-Nya di atas kayu salib. Karena Yesus
sudah membayar lunas, maka sekarang kita adalah milik Kristus yang sah. Maka
dalam 1
Korintus 7:23, Paulus mengingatkan pembacanya: “kamu telah dibeli dan harganya telah lunas
dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba dosa.” Demikian
pula dalam Galatia
5:1, Paulus berkata: “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah
memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan
kuk perhambaan.”
Tidak
ada sesuatu pun di dunia ini adalah buatan manusia itu sendiri. Seorang Kristen
adalah seorang manusia yang tidak berpikir tentang hak-haknya melainkan tentang
hutang-hutangnya. Dia tidak akan dapat melakukan sesuatu sesuka hatinya, karena
dia tidak pernah memiliki dirinya sendiri; dia harus selalu melakukan apa yang
Kristus inginkan, karena Kristus telah membelinya dengan nyawa-Nya sendiri.
Dengan
demikian, saudara. Orang yang kudus adalah orang orang yang menjawab “ya”
terhadap kehendak Tuhan, dan bukan hanya “tidak” terhadap dosa. Hiduplah secara positif
dan muliakan Tuhan dengan segenap anggota tubuhmu. Kenikmatan melampiaskan
nafsu hanya berlangsung sesaat saja, tetapi akibatnya seringkali menjadi
penderitaan bertahun-tahun.
Karena
itu penting bagi kita untuk “memuliakan Allah dengan tubuh” (1 Korintus 6:20).
Maka dengan mengerti pentingnya tubuh kita di hadapan Tuhan, kita akan dapat
memelihara tubuh kita dengan sebaik-baiknya. Biarlah kita memakai tubuh kita
ini untuk memuliakan nama Tuhan, supaya melalui tubuh kita, nama Tuhan dipuji
dan ditinggikan. Amin.