TUHAN ALLAH PEMILIK ALAM SEMESTA
MAZMUR 24:1-10
Sidang
jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Pada
minggu yang terakhir ini kita masih membahas tentang hukum yang pertama. Kita
mungkin masih mengingat pada khotbah minggu lalu, dimana dari sekian banyak
oknum yang dianggap sebagai allah, yang pasti hanya ada satu Allah yang sejati,
yang benar dan yang hidup. Dari sini mengantar kita untuk mengenal dan mengakui
Tuhan Allah sebagai satu-satunya Allah.
Jika
Allah hanyalah hasil dari imajinasi manusia, maka semua “allah” pastinya akan “diciptakan
setara.” Dengan demikian, tidak ada “allah”
yang dapat mengklaim bahwa ia lebih tinggi daripada yang lain. Inilah
yang terjadi pada semua “allah” yang dibuat oleh manusia.
Pada
zaman dahulu, manusia menciptakan “allah” bagi kepentingan mereka sendiri.
Mereka membuat “allah-allah” ini dari kayu, batu, perak, emas dan lain sebagainya.
Sekarang ini, dizaman yang serba modern, rupanya keberadaan allah lain pun
mengalami banyak pergeseran.
Manusia
modern berusaha menciptakan “allah-allah” yang tidak memiliki bentuk
materi, seperti pada hobby, kepentingan diri, pada jabatan, kekuasaan dll.
Ataupun wujud “allah
lain” bisa saja muncul dari sesuatu yang ada disekitar manusia
modern, seperti HP, tablet, Laptop dll.
Ingat
saudara, bahwa Tuhan Allah pernah memperkenalkan diri kepada bangsa Israel
melalui Musa dengan mengatakan: “Aku adalah Aku… beginilah kaukatakan kepada orang
Israel: Tuhan, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham,
Allah Ishak dan Allah Yakub telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk
selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun (Keluaran 3:14-15).
Lagi pula Allah menegaskan bahwa tidak ada allah lain
dihadapanNya. Perintah ini penting untuk kita pahami di dalam keseluruhan hidup
kita. Dengan kata lain hanya Tuhan Allahlah satu-satunya yang harus menjadi
yang terutama di dalam segala hal. Dalam pemahaman inilah saya mengajak kita
untuk merenungkan kebenaran penting yang dinyatakan Alkitab dalam mazmur 24.
Bapak/ ibu/ Sdr yang kekasih,
Sebelum
kita mengupas lebih dalam akan Mazmur 24 ini. Saya ingin memberikan sedikit latar belakang
tentang keberadaan mazmur 24. Saudara, Mazmur ini seringkali dibacakan setiap hari
Sabat di awal ibadah. Secara tradisi, mazmur ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu
ayat 1-2 berisi Pujian kepada Tuhan sebagai pencipta, ayat 3-6, lebih merupakan
liturgy penerimaan peserta ibadah (hal ini sejajar dengan Mazmur 15). Kemudian pada
ayat 7-10 berisi tanya jawab di pintu gerbang yang akan dilewati oleh Tuhan
sebagai Raja Kemuliaan.
Cara
pembacaannya adalah ayat 1-2 dibaca oleh umat, ayat 3 oleh liturgis, ayat 4-6 dibaca
oleh umat, kemudian 7-10 dibaca bersama-sama (umat dan liturgis). Topik utama
Mazmur 24 ini terlihat pada ayat 3. Dengan demikian, orang Yahudi mengangkat
pujian ini sebagai pengantar ibadah. Mazmur ini merupakan pengingat apakah
kehadiran kita di rumah ibadah layak atau tidak.
Namun
saudara, walaupun Mazmur 24 ini tidak dibuat khusus untuk ibadah, tetapi
merupakan refleksi khusus dari Daud terhadap peristiwa pemindahan tabut
perjanjian dari Obed Edom ke Yerusalem.
Sidang
jemaat yang kekaih,
Sekarang
mari kita fokuskan perhatian kita pada ayat 1, dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah
adalah penguasa dan pemilik langit dan bumi. Oleh karena itulah dikatakan “Tuhanlah yang
empunya bumi serta segala isinya dan dunia serta yang diam di dalamnya.” Dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Dari
semua yang tidak bisa dilihat oleh kasat mata, seperti amuba sampai yang bisa
dilihat oleh mata kita. Baik benda mati ataupun yang bernyawa. Baik binatang
maupun manusia. Semuanya adalah milik Tuhan. Termasuk juga semua bahasa yang
ada di bumi adalah milik Tuhan. Sekalipun secara kultural/ social-budaya bahasa
adalah milik bangsa yang menggunakannya. Dibentuk sebagai hasil karya budaya. Namun
secara teologi, semua bahasa adalah milik Tuhan. Semua bentuk keajaiban dan
keunikan yang ada di dalamnya ada dalam kontrol Tuhan.
Bapak/
ibu/ sdr yang kekasih,
Allah
tidak pernah menyatakan diriNya dengan segala kemegahanNya, sebaliknya Allah
menyatakan diriNya kepada umat kesayanganNya sebagai Allah yang berkarya. Allah
juga tidak meninggalkan ciptaanNya tetapi memelihara ciptaanNya. Ia tidak
seperti tukang arloji yang setelah membuat sebuah arloji kemudian arloji itu
akan berputar dengan sendirinya. Allah tidak demikian adanya! Sebaliknya Allah
tetap ada melingkupi segala yang telah diciptakanNya. Namun, meskipun dosa
sudah masuk dan merusak tatanan kehidupan ciptaan, tetapi Allah tetap
menunjukkan pemeliharaanNya.
Ayat 1
dibaca oleh jemaat yang datang dan hadir dalam ibadah dengan kesadaran bahwa
dunia ini dimiliki, dikuasai, dipelihara dan dijaga oleh Tuhan. Jika ada hamba
Tuhan yang mengatakan bahwa dunia ini sudah dikuasai oleh setan hal tersebut
tidak benar karena bertentangan dengan Alkitab.
Dunia
ini masih milik Tuhan dan dijagai oleh Tuhan. Allah yang kita datangi untuk
kita sembah dalam ibadah dalam ruang yang spesifik (ruang ibadah) sebenarnya
kekuasaanNya lebih besar daripada sebatas ruangan ini. Kekuasaan Tuhan ada di
seluruh jagat raya ini. Hal inilah yang harus dipahami oleh kita yang mau
datang beribadah kepada Tuhan. Dia tidak bergantung pada ciptaan mana pun juga,
melainkan secara mutlak bebas dari segalanya dan berdaulat atas segalanya. Pemahaman
akan Allah bukanlah eksklusif, berada dalam kumpulan orang beriman saja, tetapi
juga atas orang-orang tidak beriman, Allah berotoritas penuh.
Disisi
yang lain penyataan ini juga merupakan peringatan berharga untuk tidak
membatasi Allah, pada satu kota atau satu rumah, atau pada satu budaya dan satu
tempat ibadah saja.
Dalam
ayat 2 diungkapkan “Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan
menegakkannya di atas sungai-sungai.” Ada dua kata penting dalam
ayat ini, yaitu kata “mendasarkan” dan kata “menegakkan”. Kedua kata ini ditulis secara
pararel yang menegaskan bahwa Yahweh adalah Tuhan sang pencipta. Dari sinilah
kita melihat bahwa ada hubungan yang khusus antara Tuhan sejati dengan dunia yang
kita tempati ini.
Hubungan
itu tidak pernah kita pelajari dari ilmu pengetahuan tentang terjadinya dunia.
Hubungan ini pun tidak kita kenali dengan melihat kepada alam ataupun kepada
cakrawala. Sebaliknya kita hanya dapat melihatnya pada Alkitab, karena
disanalah kita menemukan hubungan yang secara khusus dinyatakan Allah kepada
manusia sebagai umat kepunyaanNya.
Bangsa
Israel telah mengenali Allah, sebab Ia telah bertindak dan menyatakan Diri
dengan membebaskan bangsa Israel dari Mesir dan mengadakan PerjanjianNya dengan
Israel di Sinai. Berdasarkan hubungan yang khusus inilah maka penulis-penulis
Alkitab berbicara tentang hubungan antara Allah dengan dunia pada umumnya.
Dalam hal ini dikatakan bahwa Allah adalah pencipta alam semesta.
Bapak/
ibu/ Sdr yang kekasih dalam Tuhan.
Hakekat
Allah itulah namaNya. Nama adalah hakekat diri, seperti apa kita menyapa dan
menyebut Dia. Kalau kita menyebut Dia adalah Tuhan yang suci itulah hakekat Dia
yang suci. Nama diri Allah berdiri sendiri. Karena itu Alkitab menjelaskan
namaNya adalah Yahweh, Elohim atau Adonai. Tidak pernah dijelaskan dalam bentuk
sambung kecuali pada istilah: “Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Karena itu saudara, jangan pernah kurung Tuhan menurut
selera kita. Jangan kurung Tuhan dalam alam pikiran kita. Sebab itulah namaNya,
nama yang sudah diperkenalkan sendiri oleh Allah kepada umat kesayanganNya
untuk dikenalnya turun-temurun.
Dari
sini kita pahami akan kebenaran teologis mengenai riwayat penciptaan itu yakni
lebih berbicara mengenai hubungan antara Allah dan dengan dunia dan manusia
secara khusus. Dengan kata lain, Ia mau memberitahukan di depan umum bahwa
Dialah Tuhan yang sejati, dan bukan allah bangsa-bangsa lainnya. Dengan
demikian pengertian tentang Tuhan diperluas, tetapi sekaligus dimulai suatu
pergumulan yang hebat tentang kedudukan Tuhan diantara allah-allah lain. Hanya
berkat kegigihan perjuangan para nabi sampailah Israel pada kesadaran bahwa
Tuhan adalah yang Esa. Dialah pemilik langit dan bumi.
Sekarang
dalam rangka menunjukkan jati diri orang-orang yang beribadah, pemazmur
mengungkap-kannya dalam bentuk pertanyaan. “Siapakah yang boleh naik keatas gunung TUHAN? Siapakah
boleh berdiri ditempat-Nya yang kudus?” Ayat 3.
Dengan
kata lain siapakah yang layak berdiri di hadapan Allah yang begitu berkuasa? Pertanyaan
ini dijawab di ayat
4, “Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan
dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.”
Perhatikan
kata “Tangan
yang bersih” ini mengacu kepada
tangan yang bersih dari tindakan dosa yang lahiriah (Yesaya 1:15; 33:15; 1
Timotius 2:8). Sedangkan “Hati yang murni” mengacu kepada kekudusan
batin, motivasi dan sasaran yang benar. Jadi saudara, hanya orang yang murni
hatinya akan melihat Allah (Matius 5:8). Daud menekankan bahwa orang yang ingin
menyembah dan melayani Allah dan menerima berkatNya harus mengusahakan hati
yang murni dan kehidupan yang benar. Itu makanya di dalam susunan liturgy kita
ada doa syukur dan pengakuan dosa. Kita bersyukur karena Tuhan sudah memelihara
hidup kita dan kitapun pastinya tidak pernah luput dari kesalahan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Sehingga kita perlu mohon ampun kepada Tuhan
sehingga kita dapat layak di hadapannya. Karena kita di hadapan Allah adalah
manusia yang berdosa dan hina di hadapan Tuhan sehingga untuk kita bisa datang
kepada Tuhan dengan mohon pengampunan dari Tuhan. Karena sangat jelas firman
Tuhan berkata hanya orang yang bersih hatinya,murni hatinya dan tidak bersumpah
palsu yang layak datang kepada Tuhan.
Kaitannya
dengan kita saudara,
Kita
datang ke ibadah bukan sekedar untuk dibersihkan dosanya saja meskipun hal ini
merupakan bagian dari liturgi juga. Kita memang perlu datang dengan menyadari
dosa dan minta pengampunan atas dosa yang telah kita lakukan. Orang Yahudi datang
beribadah dengan pengertian apa yang telah dijalani sebelum hari sabat ini
menjadi bekal untuk bertemu dengan Tuhan.
Demikian
pun dengan orang Kristen. Orang Kristen harus menjadi orang yang murni hatinya,
tidak munafik, dan apa adanya. Meskipun hal ini terkesan mustahil bagi orang
yang sudah ditebus dosanya oleh Kristus hal ini menjadi mungkin. Orang yang
sudah ditebus hidupnya sudah dilayakkan dan dibersihkan oleh Tuhan. Pembersihan
yang dilakukan oleh Tuhan ini harus terus dijaga dan dirawat dalam kesibukan
sehari-hari.
Sebab
bagi orang yang seperti itulah berkat Tuhan disedikan. Perhatikan ayat 5
saudara, “Dialah
yang akan menerima berkat dari Tuhan dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan
dia.” Artinya saudara, yang menerima berkat dari Tuhan adalah orang
yang mencari Dia (ayat 6) dengan “tangan
yang bersih dan hati yang murni” (ayat 4). Kita harus ingat akan hal ini
setiap kita berseru kepada Allah dalam doa, menyembah Dia di dalam Perjamuan
Kudus.
Sidang
jemaat yang kekasih dalam Tuhan.
Allah
yang sudah menyelamatkan kita akan terus menuntun kita dengan keadilan dan
berkat. Umat Allah yang diselamatkan adalah umat Allah yang menghargai
keselamatan yang telah diberikan dan tercermin dalam kehidupan sehari-harinya.
Hatinya tetap lurus dan tidak ada penipuan.
Kalau
kita mau mempelajari bentuk ibadah orang Yahudi. Ibadah bagi orang Yahudi
bukanlah sekedar variasi dalam kehidupan, tetapi merupakan keseluruhan hidup
itu sendiri, seperti yang nyata dalam Roma 12:1 “karena itu saudara-saudara, demi kemurahan
Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati.”
Jadi
ibadah bukan bagian yang terpisah yang boleh ada atau tidak. Atau soal sempat
atau tidak! Tetapi ibadah adalah soal hidup kita. Karena itu ibadah harus ada
dan menjadi bobot hidup orang percaya. Dalam hal ini, apakah kita layak bertemu
dengan Tuhan dalam ibadah atau tidak?
Ibadah
bukanlah penyucian diri. Artinya setelah kita berdosa kemudian kita datang
beribadah untuk menyucikan diri. Tetapi ibadah adalah apa yang dikerjakan Allah
dalam hidup kita harus dijaga dalam hidup yang nyata, yaitu kehidupan
sehari-hari kita. Hal ini tidak mudah karena kita harus melawan arus dunia. Akan
tetapi orang yang berjuang melawan arus dunia adalah orang yang layak bertemu
Tuhan. Jadi seharusnya jika kita mengerti akan hal ini, tidak ada alasan bagi
kita untuk tidak datang beribadah kepada Tuhan.
Di
akhir ayat 6 ada sela. Sela bagi orang Yahudi adalah berhenti sejenak dan
sebagai waktu perenungan atau mencamkan dirinya apakah mereka orang yang layak
di hadapan Tuhan atau tidak. Biasanya selama waktu sela ini, pemain musik
memainkan peranan memainkan kecapi.
Sekarang
kita masuk dalam babak ketiga dari mazmur 24 ini, yaitu ayat 7-10. Ayat-ayat
ini menunjuk kepada Mesias karena Raja Kemuliaan itu adalah Tuhan Yesus
(Yohanes 1:14). Siapakah raja kemuliaan? Bagi orang Yahudi, raja kemuliaan yang
sudah memimpin mereka adalah ketika orang Yahudi keluar dari Mesir. Mesir saat
itu adalah negara superpower dan tidak ada yang lebih hebat daripadanya, tetapi
Allah mampu membebaskan bangsa Israel dan membawanya menuju tanah Kanaan. Bagi
Daud musuh utama yang paling ditakuti oleh orang Yahudi adalah orang Filistin,
akan tetapi bangsa Filistin pun bisa ditaklukkan dengan pimpinan Allah.
Bagi
kita, raja kemuliaan adalah Yesus Kristus yang sudah menjelma menjadi manusia.
Dalam diri-Nya ada kasih dan kebenaran yang hanya bisa ditemukan dalam
diri-Nya. Tuhan juga menopang alam semesta ini (Ibrani 1:3). Bagi orang Israel
raja kemuliaan adalah Allah yang menciptakan, menjaga, dan memelihara. Bagi
kita raja kemuliaan adalah Yesus Kristus yang mampu mengalahkan kuasa dosa.
Yesus datang mengalahkan kuasa dosa yang memperbudak kita. Karena dosa, kita
tidak bisa melakukan perbuatan yang benar, tetapi karena kebangkitan Kristus
kita bisa bebas dari kunkungan dosa.
Siapakah
yang boleh beribadah kepada Tuhan? Mereka yang mampu memperlihatkan kuasa
Kristus yang telah menyelamatkan dan terus memimpin hidupnya untuk menang dan
berdiri tegak dalam kebenaran dan kemurnian.
Bagi
orang Yahudi pintu gerbang adalah pintu gerbang Yerusalem yang dilalui umat
Tuhan untuk menghadap tahta Allah. Tetapi bagi kita ketika Kristus sudah
berkuasa atas hidup kita hati dan akal dibukakan oleh Yesus supaya kita bisa
mendapatkan kebenaran yang lebih lagi bagi jiwa kita.
Bekal
bagi kita untuk menjiwai ibadah kita hari demi hari adalah: pertama, kekuasaan Allah
bukan hanya di antara orang-orang percaya saja, Tuhan berkuasa di seluruh dunia
ini. Dunia ini masih berada dalam kekuasaan Allah. Ada campur tangan Allah
dalam dunia ini. Semangat ibadah kita bukan hanya berada dalam ruangan ibadah
saja tetapi juga di luar ruangan ini.
Relasi
kita dengan Tuhan adalah relasi dari hati ke hati, relasi yang rohaniah. Relasi
fisik juga penting tetapi bukan itu yang ditonjolkan. Kita tetap memerlukan
fisik kita untuk memuji Tuhan, akan tetapi kerohanian kita memegang peranan
penting.
Kedua,
ibadah kita merupakan rangkaian kehidupan yang tidak pernah terputus.
Perjalanan hidup kita adalah ibadah terhadap Tuhan. Hari-hari sebelum hari
sabat juga bernilai berharga dan layak kita bawa ke hadapan Allah sebagai
ucapan syukur, bahwa Allah yang kita puji merupakan Allah yang berkuasa dalam
setiap waktu di hidup kita. Ada firman Tuhan yang hidup dan menyertai kita
dalam setiap pergumulan hidup. Kemudian kita dengan kepala yang terbuka dan
hati yang lapang menerima kebenaran firman lagi. Ibadah adalah garis lurus yang
membentuk sejarah kehidupan kita.
Ketiga,
orang yang beribadah kepada Tuhan adalah mereka yang berfokus mengandalkan
Tuhan dalam setiap perjalanan hidupnya. Membawa firman Tuhan dalam kehidupan
nyata bukan permasalahan yang sederhana. Kita harus bersandar penuh dalam kuasa
Tuhan.
Keempat,
Allah dimuliakan dalam kesempatan kita bersekutu bukan terbatas pada
puji-pujian atau liturgi ibadah saja tetapi juga di luar liturgi kebaktian
kita, di luar ibadah, dalam hidup sehari-hari. Allah yang kita sembah kita
perkenalkan kepada mereka yang belum mengenal-Nya supaya mereka juga boleh
mengenal Allah yang hidup melalui kita
Kekudusan
adalah yang di minta Allah untuk dilakukan oleh umatNya. Kekudusan adalah hal
yang mutlak dalam diri Allah, sehingga tidak mungkin Ia dihampiri oleh orang
yang terus-menerus dengan sengaja mencemarkan diriNya dengan dosa. Pemazmur
menggambarkan, orang yang boleh naik ke atas gunung Tuhan (hadirat Tuhan),
haruslah seorang yang bersih tangannya dan murni hatinya. Istilah 'tangan'
menunjuk pada perbuatan manusia dan istilah 'hati' menunjuk pada pusat seluruh
pikiran manusia. Jadi kekudusan itu menyentuh dua aspek penting yang tidak
dapat berdiri sendiri, yaitu perbuatan dan seluruh pikiran manusia.
Kekudusan
diperoleh dari hubungan yang akrab dengan Tuhan, yang digambarkan oleh pemazmur
sebagai orang yang senantiasa menanyakan dan mencari wajah Allah. "Itulah
angkatan orang-orang yang menanyakan DIA, yang mencari wajahMU, ya Allah
Yakub." (Mazmur 24:6). Saudara,
kekudusan hidup, adalah hal yang sangat sulit dilakukan dalam proses
pertumbuhan rohani seseorang, padahal kekudusan adalah unsur penting yang
membuat seseorang bertumbuh secara progresif.
Kita
masih sangat sering merasa tergoda melakukan hal-hal yang sebenarnya kita tahu
persis itu salah. Tetapi karena tidak tahan, maka kita melakukannya juga.
Memang diperlukan perjuangan dan kepekaan untuk bisa menang atas semua tipu
daya iblis yang menginginkan kita untuk terus menerus berbuat dosa dan jatuh
dalam dosa. Karena itu, langkah awal yang harus kita lakukan untuk menjaga
kekudusan diri adalah dengan memenuhi pikiran kita dengan Firman Allah,
sehingga semua yang kita lakukan dalam hidup ini hanya berlandaskan pada
kebenaran FirmanNya, yaitu pikiran Kristus yang tercermin dalam pikiran kita.
Oleh karena itu kita harus memiliki waktu untuk bersaat teduh atau mengadakan
persekutuan pribadi dengan Tuhan sehingga firman yang kita renungkan itu
menjadi rema dalam hidup kita dan memimpin kita di dalam terang firman Tuhan.
Iman
kita memanggil kita untuk secara terus-menerus melepaskan apa yang menyita
ruang dalam hati dan pikiran kita serta memperkenankan diri kita diisi oleh
kebenaran firman Allah. Inilah
yang harus kita pahami. Sebagai penguasa maka Dia memiliki semuanya. Semua
bangsa memuji Tuhan dengan semua bahasa yang dimilikinya. Termasuk kita yang
hadir pada saat ini. Kita memuji Allah, kita beribadah kepadaNya melalui bahasa
yang kita bisa pahami. Itulah perspektif teologis kita.
Jangan pernah mengurung
kebesaran Allah dalam otak kita yang sempit. Teologi adalah satu cara untuk
mengenal Allah. Tetapi tidak boleh kita mengurung Allah dalam tembok pemahaman
kita. Karena Allah jauh lebih besar dari itu. Tetapi mari kita memahami Dia
sebatas apa yang Alkitab ajarkan kepada kita. Jangan pernah mengambil satu
bagian dan mengabaikan yang lainnya. Kita harus melihatnya secara komprehensif.
Termasuk tentang pengakuan kita kepada Tuhan yang adalah pemilik alam semesta.
Yang secara khusus juga adalah pemilik hidup kita. Marilah kita menundukkan
diri kita dibawah kehendakNya yang mulia. Amin.